71 Dengan sifat auditif, radio terbatas kepada rangkaian suara atau bunyi
yang hanya menerpa indra telinga saja, karena radio tidak menuntut khalayaknya untuk memiliki kelampuan membaca, juga melihat melainkan cukup dengan
sekedar mengandalkan kemampuan mendengar.
29
C. Dakwah dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Dakwah Da’wah
secara etimologi, berasal dari kata da’a madi dan yad’u fi’il mudari’
yang artinya memanggil, mengundang, mengajak, menyeru dan mendorong.
30
Arti kata dakwah seperti itu dapat diketahui pada arti ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
+
, .
, 01 2 4 5
67 899
: ;
Artinya: “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena sesungguhnya syetan-syetan hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nya.” Q.S. Fatir
35: 6.
29
Muryanto Ginting Munthe, Media Komunikasi Radio, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, h. 12
30
Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Surabaya: Pustaka Progresif, 1994, h. 439.
72
8= 4 0
? AC
DE C 5
A F GH
A IJ67KL
M 5
: NO8 D
D E GH
H M
5 PQR
S 6T
:U0;
Artinya: “Katakanlah: “Inilah jalan agamaku, aku dan oramg-orang yang mengikutiku meganjak kamu kepada Allah dengan hujjah yang
nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.”
QS. Yusuf 12: 108. 2. Subjek Dakwah
Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan yang menjadi unsur dakwah. Menurut Barmawie Umary menyebutkan bahwa dakwah memiliki
tujuh 7 unsur, yaitu: Dasar dakwah, tujuan dakwah, subjek dakwah, objek dakwah, material dakwah, metode dakwah, dan alat dakwah.
31
Endang Saifuddin Ashari menyebut 10 unsur dakwah antara lain seperti disebut Barmawi ditambah 3 unsur antara lain: Waktu dakwah,
Evaluasi Dakwah dan factor X dakwah.
32
Perbedaan di atas merupakan hal wajar, karena ilmu dakwah merupakan ilmu yang terbuka untuk penyempurnaan. Selain itu setiap orang
memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Karena itu peluang untuk bertambahnya unsur dakwah akan terus berlanjut.
31
Barmawi Umary, Azas-azas Ilmu Dakwah Solo: Ramadhani, 1987, hlm.73-75.
32
Endang Saifuddin Ashari, “Wawasan Islam, pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya Bandung: Pustaka, 1983, hal:160-162
73 Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yang dalam
bahasa arabnya disebut dengan da’i. Dalam konteks keindonesiaan para da’i memiliki sebutan lain, diantaranya adalah muballigh, ustad, kyai, ajengan,
tuan guru, teuku dan sebagainya. Hal ini di dasarkan atas tugas dan eksistensinya sama seperti da’i. Padahal hakekatnya tiap-tiap sebutan
tersebut memiliki kadar charisma dan keilmuan yang berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya beberapa istilah di
atas pada umumnya juga dikaitkan beberapa kapasitas para da’i itu sendiri. Setiap da’i memiliki kekhasan yang berbeda dengan yang lain. Hal ini
tergantung pada wacana keilmuan yang diperoleh, latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda.
2.1. Perbedaan da’i berdasarkan kriteria
Da’i dapat dibedakan menjadi dua 2 macam, yaitu:
1. Da’i menurut criteria umum, yaitu setiap muslim yang berakwah sebagai kewajiban yang melekat tak terpisahkan dari missinya
sebagai penganut Islam. 2. Da’i menurut criteria khusus, yaitu mereka yang mengambil keahlian
khusus dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan yang luar biasa dan dengan qudwah yang hasanah.
2.2. Status Da’i Dalam aktivitas dakwah, da’i merupakan unsur penting. Tanpa
adanya da’i, agama Islam akan menjadi sekedar ide atau cita-cita tanpa
74 adanya implementasi. Karena status da’i itu sangat penting,
diantaranya adalah: a. Sebagai pemimpin, karena dia adalah penyeru kepada kebajikan
dan orang yang mencegah kemungkaran. b. Sebagai mujahid, yaitu pejuang dan penegak ajaran Allah Swt.
c. Sebagai objek, karena da’i sebagai penyeru kebajikan kepada orang lain, dia juga harus menyeru dirinya sendiri supaya berbuat
kebajikan dan menjauhi kemungkaran. d. Sebagai pembawa missi amanah Allah.
e. Sebagai pembangun perubahan ke arah yang lebih baik. 2.3. Fungsi da’i
Da’i juga berfugsi sebagai:
a. Meluruskan ‘aqidah. b. Mendorong dan merangsang orang untuk giat beramal sholeh.
c. Membersihkan dan mensucikan jiwa.
3. Objek Dakwah Objek dakwah mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran
dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu maupun kelompok, baik yang Islam maupun non-Islam. Tetapi, pokok objek adalah manusia
secara keseluruhan. Bagi mereka yang sudah beragama Islam, dakwah dimaksudkan untuk meningkatkan derajat dan kualitas keimanan dan
ketaqwaan. Sedangkan bagi yang belum masuk Islam, dakwah
75 dimaksudkan untuk mengajak mereka masuk Islam, yaitu jalan
keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip oleh M. Natsir,
objek dakwah dapat dibagi menjadi tiga: a. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir
secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. b. Ada golongn awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, belum mengakap pengertian yang tinggi- tinggi.
c. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut.
33
Barmawie Umary
34
menyebutkan bahwa ketika da’i berada di tengah-tengah masyarakat, dia akan mendapati berbagai macam tingkatan
manusia. Da’i akan berhadapan dengan mereka yang: a. Menganut faham-faham dan pengertian-pengertian yang tradisional
yang sulit bagi mereka untuk mengubahnya. b. Secara apriori akan menolak segala sesuatu yang baru.
c. Dengan ulet akan mempertahankan kedudukannya. d. Merasa khawatir apabila yang akan disampaikannya itu akan
merugikannya. e. Cerdik cendikiawan yang hanya mau menerima segala sesuatu relita
dengan dalil.
33
Mohammad Natsir; “Fiqhud Da’wah, Jakarta: Media Da’wah, 2000, 162
34
Umary, Azas, hlm: 60-61.
76 f. Ragu-ragu disebabkan bermacam visi atau pengetahuan yang serba
tanggung. g. Tiada mengerti yang sebenarnya.
Menurut M. Arifin objek dakwah adalah sebagai berikut: a. Dilihat dari segi sosiologi berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota
besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal. b. Dilihat dari struktural kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah
dan keluarga. c. Dilihat dari segi sosio-kultural berupa golongan priyayi, abangan dan
santri. Terutama dalam masyarakat Jawa. d. Dilihat dari segi usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang
tua. e. Dilihat dari segi okupasional profesi atau pekerjaan, yaitu berupa
golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.
f. Dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
g. Dilihat dari segi kelamin sex berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
h. Dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
4. Metode Dakwah
77 Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana, system dan tata pikiran manusia.
35
Moh. Ali Aziz mengartikan metode sebagai suatu kerangka kerja dan dasar-dasar pemikiran untuk
mendapatkan cara-cara yang sesuai dan tepat untuk mencapai suatu tujuan.
36
Firman Allah Swt berfirman tentang metode dakwah dalam surat An-Nahl
ayat 125:
WC A F
; DE
X Y
2 Z
2 [
2\]92 Z
M O
N0_` aY
? ]9, 5
Xb Y
8? cM 1 5
]U
4 5
DE 8?
cM 1 5 de
f :Ug
;
Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.”
QS. An-NAhl: 125.
35
M. syfaat Habib, Buku Pedoman Dakwah Jakarta: Wijaya, 1982, hlm 160.
36
Aziz, Ilmu Dakwah. Hlm 57.
78 Ayat di atas secara garis besar menggariskan tentang karakteristik
37
atau prinsip-prinsip
38
metode dakwah yang terdiri atas: a. Hikmah
Hikmah menurut bahasa Indonesia merupakan kebijaksanaan yang merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam dan kesanggupan
mengamalkan ilmu itu sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat.
39
Menurut Syekh Al-Tusi dalam Al-Tibyan fi Al-Tafsir Al-Qur’an juz VI mengatakan bahwa hikmah adalah mengajak orang lain
mengikuti perbuatan baik dan bagus yang berhak di puji dan diberi pahala. Sebab perbuatan buruk atau jahat itu dilarang dan tidak ada
ajakan untuk melakukannya. Bahkan terhadap perbuatan mubahpun tidak ada dakwah untuk melakukannya. Berdakwah untuk melakukan
yang mubah itu adalah sia-sia. Dakwah hanya dilakukan untuk mengajak orang melakukan yang diwajibkan atau dianjurkan, karena
perbuatan demikian berhak dipuji dan diberi pahala.
40
5. Tujuan Dakwah Tujuan dakwah sangat berperan dalam penentuan penggunaan
metode dan media dakwah, serta penentuan sasaran dan strategi dakwah.
37
Muhammad Husain Fadhlullah, metodologi Dakwah dalam al-Qur’an, Pegangan bagi para aktifis
Jakarta: Lentera, 1986, hlm:46.
38
Farid, Pengantar, hlm: 69.
39
Chadidjah Nasution, Bercerita sebagai Metode Dakwah Jakarta: Bulan Bintang, 1978, hlm:16.
40
Fadhulullah, Metode Dakwah. Hlm:44.
79 Dengan demikian tujuan dalam dakwah sebagai bagian dari seluruh
aktivitas dakwah mestilah dicermati sebaik-baiknya. Menurut A. Hasjmy tujuan dakwah adalah membentangkan jalan
Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia.
41
Artinya tujuan dakwah mengajak orang untuk mengikuti agama Allah yakni shari’at Islam.
Sedangkan menurut Jum’ah Amin Abdul Aziz tujuan dakwah adalah:
a. Membangun masyarakat Islam. b. Melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena “musibah”
berupa penyimpangan dan tampak di dalamnya sebagian dari kemungkaran-kemungkaran, serta diabaikannya kewajiban-kewajiban
oleh masyarakat tersebut. c. Memelihara keberlangsungan dakwah dikalangan masyarakat yang telah
berpegang pada kebenaran, yaitu dengan pengajaran terus-menerus, taqhkir
pengingat, tazkiyah
penyucian jiwa,
dan ta’lim
pendidikan.
42
6. Media Dakwah Seorang da’i sebelum menyampaikan dakwahnya, terlebih dahulu
da’i harus mengetahui media apa saja yang dibutuhkan oleh para
jama’ah nya, agar tidak salah memberikan materi yang akan disampaikan.
41
A. Hasjmy, Dustur Dakwah menurut al-Qur’an Jakarta: Bulan Bintang, 1994, hlm: 17.
42
Aziz, Fiqih Dakwah. Hlm:30.
80 Karena dengan adanya media dakwah tersebut jama’ah akan merasa
tersalurkan dengan adanya pesan massage, merangsang fikiran, perhatian dan kemauan orang sehingga dapat mendorong proses dakwah.
Menurut Hamzah Ya’qub media dakwah terbagi menjadi 5 macam, yaitu:
a. Lisan, yakni berbentuk: pidato, ceramah, kuliah, bimbingan dan penyuluhan dan sebaginya.
b. Tulisan, yakni berupa: buku, majalah, surat kabar, spanduk dan sebagainya.
c. Lukisan, gambar, karikatur dan sebagainya. d. Audio visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indera pendengar
atau penglihatan atau kedua-duanya, seperti radio, televisi, slide, film, OHP over head projector dan sebagainya.
e. Akhlaq, yaitu perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam dan dapat diamati serta dimengerti oleh mad’u.
43
43
Yoyon Mudjiono, Komunikasi Massa Surabaya: Labolatorium PPAI Fakultas Dakwah, 1992. Hlm: 24.
81
BAB III GAMBARAN UMUM RADIO GEMA ANNISA