12 Dalam konteks kemajuan teknologi informatika, pengembangan pembe-
lajaran mufradât juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan internet dengan mengakses situs-situs yang berbahasa Arab. Dari internet ini, selain para siswa
mahasiswa melatih diri untuk ―melek teknologi‖, juga terbiasa melakukan investigasi informasi dan eksplorasi sumber-sumber bacaan, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan penguasaan mufradât. Penggunan internet dalam pengembangan mufradât ini sebaiknya dilakukan dalam laboratorium bahasa agar gurudosen dapat
mengontrol dan memberi bimbingan yang konstruktif bagi mereka. Pemanfaatan internet dalam laboratorim bahasa ini, pada gilirannya, juga dapat menciptakan
model pembelajaran konstruktivisme
20
sebagai salah satu strategi dalam pengembangan penguasaan mufradât.
Penguasaan mufradât secara terencana dan berkala dapat pula dikembangkan melalui evaluasi dalam bentuk tes kosakata, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam
hal ini, gurudosen dituntut mampu menyiapkan berbagai model tes kosakata yang relevan agar tingkat penguasaan siswamahasiswa terhadap kosakata yang
dipelajarinya dapat diketahui atau diperkirakan.
21
Sebagai contoh, guru misalnya dapat mengevaluasi tingkat penguasaan mufradât siswamahasiswa dengan
memperlihatkan karikatur atau gambar yang menunjukkan pemandangan atau peristiwa tertentu, lalu mereka diminta untuk mendeskripsikan pemandangan atau
peristiwa tersebut baik secara lisan ataupun tulisan. Dapat pula tes mufradât seperti yang dikembangkan dalam TOAFL, yaitu tes pilihan ganda dengan memilih kosakata
yang paling dekat maknanya dengan mufradât yang digaribawahi dalam kalimat atau teks. Dengan cara seperti itu, para siswamahasiswa diharapkan lebih rajin dalam
memanfaatkan kamus dan mengembangkan kekayaan kebahasaan mereka.
G. Penguasaan Mufradât sebagai Basis Pengembangan Kemahiran Berbahasa
Tidak ada yang menyangkal bahwa penguasaan mufradât sangat vital bagi pengembangan kemahiran berbahasa Arab: menyimak, berbicara, membaca danatau
menulis. Keempat kemahiran ini mustahil dapat dicapai tanpa dibarengi dengan
20
Pembelajaran konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswamahasiswa dalam setiap interaksi edukatif untuk melakukan eskplorasi, investigasi, dan
informasi secara mandiri, dan sedikit demi sedikit. Filosofi dari model pembelajaran ini adalah bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas, dan bukannya terjadi secara sekonyong-konyong in a sudden. Jika akses internet dan membaca secara mandiri misalnya koran atau majalah berbahasa Arab dilakukan oleh setiap
siswamahasiswa lalu dilaporkan atau disampaikan secara bergantian di dalam forum kelas, niscaya informasi mengenai mufradât yang ditemukan dan diketahui oleh seorang mahasiswa dapat
melengkapi dan membuat konstruksi kekayaan bahasa yang luar biasa.
21
Lihat Harold S. Madsen, Techniques in Testing, New York: Oxford University Press, 1983, p. 12-18.
13 penguasaan mufradât. Oleh karena itu, revitalisasi pembelajaran mufradât yang
berorientasi kepada pengembangan empat keterampilan berbahasa Arab mutlak dilperlukan, baik pada tataran teoritik-akademik maupun pada tataran praktik-
pragmatik. Hanya saja, yang menjadi persoalan adalah ―bagaimana mengemas dan
mengembangkan penguasaan mufradât para siswamahasiswa secara efektif dan konstruktif?‖
Secara teoritik-akademik, pengembangan kemahiran berbahasa harus dilandasi oleh, misalnya, berapa ribu mufradât yang harus dikuasi oleh siswa
mahasiwa dalam satu semester? Penguasaan jumlah nominal mufradât boleh jadi bukan hal yang substansial, karena yang diperlukan adalah seberapa tinggi tingkat
fungsionalitas dan nilai pragmatik mufradât yang dibelajarkan. Lalu, mufradât apa saja yang tepat dan relevan diberikan kepada mereka? Dalam konteks ini, model
planned vocabulary learning and teaching perlu dikembangkan, sehingga gurudosen dapat mengukur berapa mufradât yang telah diberikan dan bagaimana
respon siswamahasiswa dalam menggunakan mufradât itu untuk pengembangan keterampilan berbahasa mereka.
Keterampilan menyimak mahârah al-istimâ tampaknya kurang mendapat perhatian dan porsi pembelajaran bahasa Arab di institusi pendidikan Islam di
Indonesia secara memadai.
22
Padahal, menyimak merupakan pintu masuk kemahiran berbahasa lainnya. Melalui latihan menyimak secara teratur dan
terprogram, siswamahasiswa dapat meningkatkan penguasaaan mufradât. Dalam waktu yang sama, mufradât yang sering didengar itu memudahkan mereka untuk
dapat memahami substansi yang diperdengarkan. Dalam konteks signifikansi peningkatan porsi latihan menyimak, menarik
dikemukakan hasil sebuah penelitian di Amerika. Dalam belajar bahasa, para siswa SMU di Amerika menghabiskan 30 waktu mereka setiap hari untuk keterampilan
berbicara, 16 untuk keterampilan membaca, 9 untuk menulis; sementara untuk keterampilan menyimak mendengar mereka menghabiskan 45 dari waktu belajar
mereka. Sedangkan siswa SD menghabiskan 2,5 jam 50 dari waktu belajar mereka selama 5 jam setiap hari untuk kegiatan menyimak.
23
Jika penguasaan mufradât bagi siswamahasiswa dapat dioptimalkan melalui berbagai latihan, terutama menyimak dan membaca, niscaya kemahiran berbahasa
22
Mata kuliah istimâ’ pada Jurusan PBA, FITK, UIN Jakarta, misalnya, baru dikurikulumkan
tiga tahun terakhir. Secara tidak langsung, istimâ’ terkadang ditumpangsarikan pada mata kuliah
muhâdatsah atau ta’bîr syafawî. Selama ini, mahasiswa praktis latihan menyimak dari para dosen
yang ―istiqâmah‖ menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Baru sebagian kecil mahasiswa yang meminati menyimak langsung dari siaran TV yang berbahasa Arab.
23
Muhammad Shâlih al-Syanthî, al-Mahârât al-Lughawiyyah: Madkhal ilâ Khashâish al- Lughah al-Arabiyyah wa Funûnihâ, Hail: Dâr al-Andalus, 2003, Cet. V, h. 147.
14 Arab lainnya dapat ditumbuh-kembangkan secara proporsional. Semua latihan
kebahasaaraban perlu diarahkan pada pencapaian target penguasaan mufradât tertentu, sehingga dalam jangka waktu tertentu guru dapat melihat perkembangan
penggunaan mufradât itu dalam keterampilan berbicara, membaca maupun menulis.
H. Kesimpulan