10 bahasa tanpa mempersiapkan daftar kosakata tertentu yang akan diajarkan,
melainkan pembelajaran mufradât berlangsung secara spontan dan bergantung pada situasi dan sumber belajar yang ada. Sedangkan yang kedua, sebelum masuk kelas,
gurudosen sudah merencanakan dan membuat daftar kosa-kata tertentu yang akan dibelajarkan.
16
Ketika gurudosen membawa koran ke dalam kelas, lalu membaca headline yang berisi mengenai terorisme, kemudian ia mengenalkan kata
وويبا رإ
terorisme kepada siswamahasiswa karena sangat aktual, meski sebelumnya ia
tidak berniat mengenalkan kata itu, maka ia pada dasarnya membelajarkan mufradât secara tidak terencana.
F. Metode Pengembangan Pembelajaran Mufradât
Dalam pembelajaran mufradât, gurudosen dituntut mampu mengembangkan
penguasaan mufradât siswamahasiswa agar menjadi lebih mahir dalam berbicara maupun menulis dalam bahasa Arab. Metode yang disarankan oleh Hasan Syahâtah
dalam pengembangan mufradât adalah dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
17
Pertama, gurudosen hendaknya dapat memusatkan perhatian para siswa mahasiswa ketika menyajikan mufradât baru sekaligus menjelaskan maknanya dalam
konteks yang tepat. Pemanfaatan multi-media yang fungsional dan penciptaan suasana pembelajaran yang menarik dipastikan dapat meningkatkan minat dan
motivasi siswamahasiswa dalam berupaya memahami mufradât baru. Kedua, gurudosen hendaknya juga langsung mendorong mereka untuk
memnggunakannya dalam percakapan maupun karangan mereka. Mufradât baru yang telah diketahui siswamahasiswa akan langsung bermakna dan fungsional jika
mereka terlibat menggunakannya, tidak sekedar dicatat dan dihafal. Ketiga, gurudosen perlu meminta secara khusus agar mereka mencatat
mufradât baru berikut maknanya dalam buku khusus. Sedapat mungkin mereka dibiasakan mengembangkan mufradât dalam format kamus; dalam arti: mufradât
yang dicatat itu disusun secara alfabetis atau secara tematik agar mudah mencarinya saat diperlukan.
Keempat, dalam percakapan atau diskusi, gurudosen hendaknya tidak ragu- ragu dalam penggunaan mufradât baru. Mufradât yang diberikan memang telah
dikuasainya dan digunakan sesuai dengan konteksnya. Sedapat mungkin mufradât
16
Bernard D. Seal, Vocabulary Learning and Teaching, dalam Marianne Celce Murcia Ed., Teaching English as a Second Foreign Language, Boston: Heinle Heinle Publishers, 1991, Cet.
II, h. 298.
17
Delapan langkah tersebut diadaptasi dari lima langkah yang disarankan oleh Hasan Syahâtah, dalam Talîm al-Lughah al-Arabiyyah baina al-Nazhariyyah wa al-Tahthbîq, Kairo: al-Dâr al-
Mishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996, Cet. III, h.267.
11 yang diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan, pengalaman, dan kebutuhan
mereka. Dalam hal ini, gurudosen sangat penting memahami psikolinguistik pembelajar, agar ia dapat memberikan kekayaan bahasa yang tepat dan diperlukan,
sehingga berkesan dan ―awet‖ dalam ingatan. Kelima, gurudosen hendaknya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada mereka untuk banyak membaca, sekaligus memberi kesempatan untuk menceritakan atau mengekspresikan hasil bacaannya. Contextual Teaching and
Learning CTL sebagai sebuah model pembelajaran tampaknya juga relevan untuk mengembangkan penguasaan mufradât.
18
Keenam, pada saat percakapan atau diskusi, gurudosen hendaknya berhenti sejenak ketika mengucapkan mufradât baru yang perlu mendapat perhatian khusus
dari mereka. Bahkan, gurudosen disarankan mengulanginya lagi dan menempat- kannya pada struktur kalimat lain yang semakna dengan kalimat sebelumnya.
Ketujuh, gurudosen hendaknya memberi kesempatan kepada mereka untuk menunjukkan beberapa mufradât baru yang telah dicatat berikut contoh-contoh
penggunaannya dalam struktur kalimat, paragraf, atau karangan yang utuh. Kedelapan, gurudosen hendaknya dituntut memberikan umpan balik, berupa
pembetulan, koreksi, dan responsi terhadap karya mereka agar lebih bersemangat dan terpacu untuk terus mengembangkan penguasaan mufradât secara mandiri dan
sekaligus terbiasa mencari pengertian atau maknanya dalam kamus. Berdasarkan sebuah penelitian mengenai Sikap Siswa Kelas II SMP di Beirut
Lebanon terhadap Muthâlaah diperoleh data, bahwa salah satu tujuan mereka menelaah bahan bacaan adalah untuk: a memperkuat bahasa dan b memperkaya
perbendaharaan bahasa atau mufradât. Kedua jawaban responden ini berada pada urutan pertama dan ketiga. Masing-masing dijawab oleh 155 dan 87 responden.
Sementara itu, tujuan menelaah bahan bacaan untuk memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas dijawab oleh 91 responden dan menempati urutan kedua.
19
Fakta ini menunjukkan bahwa melalui bahan bacaan muthâlaah pengembangan mufradât dapat diintensifkan, karena siswamahasiswa langsung bersentuhan dan
berinteraksi dengan teks: kosakata, istilah, ungkapan-ungkapan, dan lain sebagainya.
18
Contextual Teaching and Learning CTL adalah sebuah sistem pembelajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa pembelajar akan belajar apabila mereka menemukan makna dalam
materi pelajaran dan apabila mereka dapat mengaitkan sebuah informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Mufradât seperti tilfâz televisi akan lebih
bermakna dan berkesan jika diikuti dengan beberapa kosakata lain seperti: batsts mubâsyir siaran langsung, mubârât kurat al-qadam pertandingan sepak bola, ihrâz al-hadaf mencetak gol,
tasallul ofside, dan sebagainya. Lihat Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What
It is and Why It’s Here to Stay. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc., 2002, p. 25
19
Anton Shiyah, Dirâsat fi al-Lughah al-Arabiyyah al-Fushhâ wa Tharâiq Talîmihâ, Beirut: Dâr al-Fikr al-Lubnânî, 1995, Cet. I, h.287.
12 Dalam konteks kemajuan teknologi informatika, pengembangan pembe-
lajaran mufradât juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan internet dengan mengakses situs-situs yang berbahasa Arab. Dari internet ini, selain para siswa
mahasiswa melatih diri untuk ―melek teknologi‖, juga terbiasa melakukan investigasi informasi dan eksplorasi sumber-sumber bacaan, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan penguasaan mufradât. Penggunan internet dalam pengembangan mufradât ini sebaiknya dilakukan dalam laboratorium bahasa agar gurudosen dapat
mengontrol dan memberi bimbingan yang konstruktif bagi mereka. Pemanfaatan internet dalam laboratorim bahasa ini, pada gilirannya, juga dapat menciptakan
model pembelajaran konstruktivisme
20
sebagai salah satu strategi dalam pengembangan penguasaan mufradât.
Penguasaan mufradât secara terencana dan berkala dapat pula dikembangkan melalui evaluasi dalam bentuk tes kosakata, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam
hal ini, gurudosen dituntut mampu menyiapkan berbagai model tes kosakata yang relevan agar tingkat penguasaan siswamahasiswa terhadap kosakata yang
dipelajarinya dapat diketahui atau diperkirakan.
21
Sebagai contoh, guru misalnya dapat mengevaluasi tingkat penguasaan mufradât siswamahasiswa dengan
memperlihatkan karikatur atau gambar yang menunjukkan pemandangan atau peristiwa tertentu, lalu mereka diminta untuk mendeskripsikan pemandangan atau
peristiwa tersebut baik secara lisan ataupun tulisan. Dapat pula tes mufradât seperti yang dikembangkan dalam TOAFL, yaitu tes pilihan ganda dengan memilih kosakata
yang paling dekat maknanya dengan mufradât yang digaribawahi dalam kalimat atau teks. Dengan cara seperti itu, para siswamahasiswa diharapkan lebih rajin dalam
memanfaatkan kamus dan mengembangkan kekayaan kebahasaan mereka.
G. Penguasaan Mufradât sebagai Basis Pengembangan Kemahiran Berbahasa