Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam Dan UU NO. 5/1960 Tentang UUPA

(1)

PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH WAKAF HAK MILIK

MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 5/1960

TENTANG UUPA

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

SRI KARTIKA MAWARDI HSB,SH

057011084 / M.Kn

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH WAKAF HAK MILIK

MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 5/1960

TENTANG UUPA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam

Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SRI KARTIKA MAWARDI HSB,SH

057011084 / M.Kn

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL TESIS :

PERUBAHAN

PERUNTUKAN

TANAH

WAKAF HAK MILIK MENURUT

HUKUM ISLAM DAN UU NO. 5/1960

TENTANG UUPA

NAMA MAHASIWA

: SRI KARTIKA MAWARDI HSB

NOMOR POKOK :

057011084

PROGRAM STUDI :

KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA Ketua

Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN Prof. Sanwani Nst,SH Anggota Anggota

Ketua Program Studi

Direktur


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 27 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti,MA

Anggota : 1. Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN 2. Prof. Sanwani Nst,SH

3. Chairani Bustami,SH,SpN,MKn 4. Notaris Syafnil Gani,SH,M.Hum


(5)

PERUBAHAN PERUNTUKKAN TANAH WAKAF HAK MILIK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 5/1960 TENTANG UUPA

Sri Kartika Mawardi Hsb*) Ramlan Yusuf Rangkuti**)

Muhammad Yamin**) Sanwani Nst**)

INTISARI

Indonesia sebagai Negara yang telah lama merdeka yang berdasarkan hukum mempunyai sistem hukum sendiri dan punya hubungan antara satu sama lain. Sehubungan dengan itu, maka sistem hukum yang berlaku di Indonesia dalam bidang sosial ini masalah yang berhubungan dengan wakaf ada dua macam yang harus dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat yaitu hukum Islam dan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960. Kedua masalah tersebut mempunyai kaitan yang erat yang tidak bisa dipisahkan secara totalitas. Kaitan antara hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA sangat erat dan tidak dapat dipisahkan, maka muncullah masalah pokok dalam tesis ini yakni Perubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA. Masalah ini memang terjadi di dalam masyarakat, yang dalam hal ini karena tidak mengerti secara luas dan mendalam ingin menghindari Hukum Islam maupun UU No. 5/1960 tentang UUPA, yang keduanya disebabkan perubahan keadaan yang pada saat ini semakin berkembang dengan pesat, padahal sebelumnya pewakif mengharapkan ganjaran di dunia secara sosial dan juga pahala di akhirat.

Untuk mengkaji hal-hal tersebut diatas, dilakukan penelitian yang bersifat deskriptis. Lokasi penelitian di kota Medan, Departemen Agama, dan ustadz atau ulama. Metode pendekatan penelitian adalah pendekatan yuridis normatif. Data sekunder dikumpulkan melalui dokumen, data-data yang ada di Departemen Agama. Sedangkan data primer diperoleh melalui berbagai aspek hukum, baik dari segi peraturan-peraturan yang berlaku mengenai wakaf menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA meneliti atau menelaaahnya dari segi pelaksananaannya.

Dengan melihat faktor perkembangan manusia yang semakin maju, juga pengamalan agama yang baik, sebagian umat Islam mengalami kemunduran disebabkan faktor ekonomi dan ilmu yang kurang memadai, dalam hal ini seharusnyalah pihak penyuluh agama, juga pemerintah agar dapat menggalakkan sekaligus dapat memberikan informasi tentang pentingnya mempertahankan aset umat Islam yaitu dalam hal memasyarakatkan dan mempedomani hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA. Dengan adanya usaha tersebut, maka akan lahir dan muncullah suatu ketentuan bahwa wakaf tersebut jelas kedudukannya, sehingga menjadi aset umat Islam dan sarana pembangunan.

_____________________________

*) Mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU-Medan Program Studi Magister Kenotariatan


(6)

Kemudian bagi yang beragama Islam dapat mengerti apa maksud dan arti yang sesungguhnya dari pelaksanaan wakaf tersebut. Pemahaman yang muncul dari hal itu, maka ahli waris atau orang-orang yang ingin berbuat yang bertentangan dengan hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA yang berlaku di Indonesia akan terhindar, akirnya pelaksanaan hukum dan pembangunan baik agama dan Negara akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Kata-Kata Kunci : - Tanah wakaf - Hak milik


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan dan menguasai langit dan bumi dengan sempurna, dan serta atas Rahmat dean KaruniaNya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini dengan judul “ Peubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam Dan UU No. 5/1960 Tentang UUPA “.

Pembuatan Tesis ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak memperoleh gelar Sarjana Magister Kenotariatan (MKn) pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti,MA selaku Pembimbing I dengan tulus ikhlas membimbing penulis untuk memyelesaikan Tesis ini. Terima kasih yang sama penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN selaku Pembimbing II dan Bapak Prof. Sanwani Nst,SH selaku Pembimbing III.

Selanjutnya dalam rangka penyelesaian tugas Tesis ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairunnisa B,Msc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah membina dan memberikan pandangan selama dalam pendidikan di Kampus maupun di luar Kampus.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN selaku Ketua Program Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas


(8)

Sumatera Utara, yang dengan tulus ikhlas telah memberikan petunjuk, kritik dan bimbingan selama berlangsung kuliah di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan.

3. Para Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

4. Seluruh Staf Biro Pendidikan serta teman-teman di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan dalam Tesis ini.

5. Bapak Ahmad Kamil Hrp, S.Ag pegawai Kantor Departemen Agama Kota Medan yang menjabat sebagai Kepala Kordinator Kepenghuluan dan Bapak Drs. H. Abdul Rahim, M.Hum sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kota Medan

6. Bapak Ustadz Drs. H. Maramonang Pulungan, MA yang telah memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis dalam penulisan tesis ini.

Sungguh rasa suatu kebanggaan tersendiri yang di dalam kesempatan ini penulis juga turut mengucapkanh terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Ir. H. Hasfan Mawardi Hsb dan Ibunda Hj. Erriyani Hrp, karena segala bentuk kesuksesan dan keberhasilan penulis dalah berkat doa dan didikan serta perhatian yang cukup besar yang diberikannya selama ini. Kepada abangda Yudi Indra Muda Hsb,SP juga adinda Tongku Ahmad Taufik Hsb, dan Shanti Rizki,Hsb. dan serta kepada seluruh keluarga yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah


(9)

memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan Tesis ini.

Penulis juga menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam penulisan dan pembahasan Tesis ini masih banyak dijumpai berbagai kekurangan disana-sini, baik itu dalam segi penguasaan materinya, penganalisaan masalah maupun dalam segi penyusunan bahasanya, oleh sebab itu penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran-saran yang dapat mendukung demi terwujudnya suatu kesempurnaan Tesis ini.

Terakhir sebagai penutup kata, penulis mengharapkan agar Tesis ini bermanfaat bagi semua pihak, dan penulis berdoa semoga ilmu yang telah penulis dapatkan dipergunakan untuk kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

Medan, Agustus 2007 Hormat Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Sri Kartika Mawardi Hsb Tempat/Tgl Lahir : Tebing Tinggi / 21 April 1983 Orang Tua

Ayah : Ir. H. Hasfan Mawardi Hsb Ibu : Hj. Erriyani Hrp

Saudara : Yudi Indra Muda Hsb,SP Tongku Ahmad Taufiq Hsb Shanti Rizki Hsb

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Alamat : Jl. Bersama No. 8C,Tembung-Medan 20225

PENDIDIKAN

Tahun 1995 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Swasta Wiyata Dharma Medan

Tahun 1998 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Wiyata Dharma Medan

Tahun 2001 : Menyelesaikan Pendidikan sekolah Menengah Umum Swasta Wiyata Dharma Medan

Tahun 2005 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-1 Fakultas Hukum, Jurusan Keperdataan Universitas Islam Sumatera Utara

Tahun 2007 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-2 Magister Kenotariatan Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN INTISARI

ABSTRACT

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 13

G. Metode Penelitian ... 23

1. Sifat dan jenis Penelitian... 24

2. Lokasi Penelitian... 24

3. Jenis Pengumpulan Data ... 24

4. Alat Pengumpulan Data ... 25

5. Analisis Data ... 25

BAB II PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH WAKAF HAK MILIK MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Wakaf ... 26

B. Rukun-rukun dan Syarat-syarat Wakaf... 34


(12)

D. Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik ... 50 E. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik ... 54 BAB III PERUBAHAN PERUNTUKKAN TANAH WAKAF HAK MILIK MENURUT UU NO. 5/1960 TENTANG UUPA

A. Pengertian Wakaf ... 70 B. Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf ... 75 C. Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik ... 78 D. Perubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut UU

No. 5/1960 Tentang UUPA... 82 BAB IV AKIBAT HUKUM PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH WAKAF

HAK MILIK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 5/1960 TENTANG UUPA

A. Akibat Hukum Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam... 89 B. Akibat Hukum Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut

UU No. 5/1960 Tentang UUPA ... 92 C. Penyelesaian Perselisihan Wakaf ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102 LAMPIRAN


(13)

Daftar Istilah

Al-habs : menahan

Al-Khairi : kebajikan

Aqad Tabarru : janji yang melepaskan hak tanpa suatu imbalan kebendaan

Arbitrase : penyelesaian sengketa di luar

lingkungan pengadilan

Bayyinah : merupakan alat bukti administrasi tanah

wakaf

Ditaolidkan : digantungkan

Ditawliqkkan : digantungkan

Faraidh : pembagian harta pusaka

Field Research : penelitian lapangan

Fill : kata kerja

Fiil Lazim : kata kerja intransitif

Fill Mutaaddi : kata kerja transitif

Fiqh : hukum

Fiqih : hukum

Hablun minalllah wa hablun minannas : selain mengandung nilai ibadat untuk

pelaku

nya dalam rangka pendekatan kepada Allah

juga terkandung didalamnya nilai muamalat

Ijab : pernyataan memberi

Ilmu Tajwid : ilmu membaca Al-Qur’an

Jaiz : boleh

Lafaz : ucapan


(14)

Maliyah : harta

Masdar : abstrak

Mashlahah : memelihara maksud syara yaitu

memberikan

kemanfaatan dan menghindari hal-hal yang merugikan

Mauquf : orang yang menerima wakaf

Mauquf Alaih : tujuan wakaf

Mubah : boleh

Mutawalli : pemelihara harta benda wakaf

Nadzir : pemelihara harta benda wakaf

Privat : pribadi

Qabul : pernyataan menerima

Rajih : kuat

Shodaqoh jariah : sedekah yang terus mengalir pahalnya

untuk

orang yang menyedekahkannya

Sighot : pernyataan

Syara : menurut hukum Islam

Syariah : secara hukum Islam

Syariat : secara hukum Islam

Syar’iy : secara hukum

Tabarru : kecukupan melepaskan hak milik kepada

orang lain

Taqorrob : pendekatan

Tunfiguu mimmaa tuhibbunn : menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai

Univied Frame Work : kesatuan bingkai kerja

Univied Legal Opinion : kesatuan pendapat yang legal


(15)

Daftar Singkatan

Bimas : Bimbingan Masyarakat BPN : Badan Pertanahan Nasional BWI : Badan Wakaf Indonesia DDR : Dompet Dhuafa Republika Depag : Departemen Agama

Dirjen : Direktorat Jenderal H.R. : Hadis Riwayat

Jo. : Junto

Kandenpag : Kantor Departemen Agama Kanwil : Kantor Wilayah

KHI : Kompilasi Hukum Islam KUA : Kantor Urusan Agama

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata LSM : Lembaga Sosial Masyarakat

MUI : Majelis Ulama Indonesia No. : Nomor

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri Permenegria : Peraturan Menteri Agraria PKPU : Pos Keadilan Peduli Umat PMA : Peraturan Menteri Agama

PP : Peraturan Pemerintah PPAIW : Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf RI : Republik Indonesia RUTR : Rencana Umum Tata Ruang SK : Surat Keputusan

SWT : Sertifikat Wakaf Tunai UII : Universitas Islam Indonesia UU : Undang-Undang UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria WNI : Warga Negara Indonesia


(16)

Daftar Pertanyaan

Tanya : Apakah perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik boleh dilakukan? Jawab : Pada dasarnya apa yang telah diwakafkan dalam ikrar wakaf oleh wakif

tidak boleh dirubah. Tetapi dengan perkembangan yang ada saat ini hal ini dapat dilakukan perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut sesuai ketentuan Pasal 225 ayat 2 KHI, dimana penyimpangan tersebut setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama Kecamatan pada Camat setempat dengan alasan yakni karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan oleh wakif serta karena kepentingan umum.

Tanya : Apakah ada perubahan perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut?

Jawab : Perubahan peruntukan peruntukan tanah wakaf pernah terjadi di propinsi Sumatera Utara ini pada tahun 1992.

Tanya : Dimanakah terjadinya perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut?

Jawab : Perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik terjadi salah satunya pada tanah wakaf yang di atasnya berdiri suatu mesjid yang bernama Mesjid Muslimin di Pasar V (lima) Marelan.

Tanya : Apakah yang menyebabkan perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut?

Jawab : Penyebabnya adalah letak Mesjid Muslimin tersebut kurang strategis karena berada tepat di pinggir jalan raya sehingga kendaraan bermotor


(17)

yang lalu lalang menggangu kemyamanan pihak jemaah dalam beribadah di mesjid tersebut serta adanya suatu pelebaran jalan yang dilakukan oleh pihak pemerintah.

Tanya : Bagaimana perubahan peruntukan tanah wakaf tersebut?

Jawab : Atas kesepakatan bersama pihak nadzir, camat dan masyarakat setempat Mesjid Muslimin tersebut dipindahkan dari depan ke belakang kira-kira berjarak 500 meter.

Tanya : Berdasarkan apa kasus perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut?

Jawab : Kasus perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik tersebut terjadi pada tahun 1992 diputuskan berdasakan PP No. 28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik karena UU Wakaf No. 41/2004 pada saat itu belum lahir/ belum ada.


(18)

BERITA ACARA PERBAIKAN SEMINAR HASIL PENELITIAN TESIS

Tanggal : 17 Juli 2007

NAMA

: SRI KARTIKA MAWARDI HSB

NIM :

057011084

JUDUL TESIS

: PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH

WAKAF

HAK MILIK MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UU NO. 5 /1960 TENTANG UUPA

Dibuka Oleh

: Ketua Komisi Pembimbing :

Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA

Saran dan Masukan dari Para Pembanding :

1. Arfiayani Nurafni

a. Pada daftar isi poin H. Jadwal Penelitian di hilangkan karena pada seminar hasil jadwal penelitian tidak ditulis lagi

Jawaban :

Saran dari saudari Arfiayani Nurafni, mengenai daftar isi pada poin H. Jadwal Penelitian sudah tidak dimasukkan lagi.

b. Pada halaman 79 footnote No. 108 dan 109 tertulis ibid sebaiknya diperbaiki Jawaban :


(19)

Saran dari saudari Arfiani Nurafni, mengenai footnote No. 108 dan 109 sudah saya perbaiki.

c. Pada kesimpulan dan saran poin a,b,c dan d sebaiknya dihilangkan.

Jawaban :

Saran dari saudari Arfiani Nurafni, sudah saya hilangkan poin a,b,c,dan d tersebut.

d. Mengenai kutipan yang lebih dari 5 baris di buat 1 spasi seperti pada footnote No. 7 dan 13.

Jawaban :

Mengenai saran saudari Arfiani Nurafni, pada kutipan yang lebih dari 5 baris sudah saya perbaiki dengan diketik menjadi 1 spasi.

e. Mengenai ketikan penulisan sebaiknya diperbaiki. Jawaban :

Saran dari saudari Arfiani Nurafni, barisan penulisan yang kurang rapi sudah saya rapikan.

2. Chairunisa Juliani

a. Pada kerangka teori dan konsepsi tidak tertulis teori apa yang dipakai. Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Chairunisa Juliani, memang ini kekhilafan penulis, maka penulis telah menuliskan teori apa yang dipakai pada kerangka teori dan konsepsi.


(20)

b. Pada Bab I poin E. Keaslian Penelitian sebaiknya ditulis ringkasan tesis yang telah ada lebih dulu dengan judul yang hampir sama.

Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Chairunisa Juliani, telah dimasukkan ringkasan tesis yang telah ada dari saudari YULIA DAMAYANTI Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Pendaftaran dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah “ (Penelitian Di Kota Medan).

c. Pada kesimpulan dan saran pada poin 2 barisan kurang rapi dengan poin 2. Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Chairunisa Juliani, barisan poin 2 pada kesimpulan dan saran sudah saya perbaiki.

3. Eni Gussetiawati

a. Pada intisari sebaiknya ditulis hanya 3 spasi saja. Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Eni Gussetiawati, intisari telah saya perbaiki menjadi 3 spasi.

b. Pada Bab III halaman 85 pada poin B sebaiknya penyelesaian sengketa di pisah dengan sub judul penyelesaian sengketa menurut Hukum Islam dan Menurut UUPA.


(21)

Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Eni Gussetiawati, penyelesaian sengketa tersebut sudah dipisah dengan sub judul penyelesaian sengketa menurut Hukum Islam dan menurut UUPA.

c. Pada saran sebaiknya saran hanya dibuat 3 saja sesuai 3 permasalahan penelitian.

Jawaban :

Mengenai saran saudari Eni Gussetiawati, saran sudah saya perbaiki menjadi 3 sesuai dengan 3 permasalahan penelitian.

Saran dan Masukan dari peserta seminar 1. Novi Sri Wahyuni

a. Pada metode pendekatan sebaiknya diperbaiki. Jawaban :

Mengenai saran saudari Novi, metode pendekatan sudah saya perbaiki.

b. Pada Bab I lebih banyak dari pada bab-bab lainnya sebaiknya dikurangi dan lebih dipadatkan.

Jawaban :

Mengenai saran dari saudari Novi, Bab I sudah saya kurangi dan lebih dipadatkan.

Saran dan Masukan dari Dosen Pembimbing, yaitu : 1. Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA


(22)

a. Pada judul tesis sebaiknya dirubah menjadi Perubahan Peruntukan Tanah wakaf Hak Mil;ik Menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 Tentang UUPA karena lebih sesuai.

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Ketua Komisi Pembimbing,, judul penelitian sudah saya perbaiki dari Perubahan Peralihan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan UUPA menjadi Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 Tentang UUPA. b. Pada mazhab Maliki, Hanafi, Hambali, dll harus disebutkan sumber

penulisannya atau pengutipannya. Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Komisi Pembimbing, pada mazhab Maliki, Hanafi, Hambali, dll telah saya tulis sumber penulisannya.

c. Pada konsepsi tidak sebutkan apa Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Ketua Komisi Pembimbing, sudah disbutkan konsepsinya.

d. Pada kerangka teori terlalu panjang sebaiknya diringkas. awaban :

Mengenai saran dari Bapak Ketua Komisi Pembimbing, saya telah meringkas kerangka teori tersebut.

e. Pada UUPA sangat sedikit dibahas sebaiknya harus dijelaskan dengan yang lainnya seperti PP No. 28/1977


(23)

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Ketua Komisi Pembimbing, sudah saya masukkan pembahasan dari PP No. 28/1977.

f. Sebaiknya ditulis juga dari UU wakaf juga sumber-sumber yang lainnya seperti PP No. 28/1977.

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Ketua Komisi Pembimbing, sudah saya tuliskan dari UU Wakaf, PP No. 5/1960 maupun sumber-sumber lainnya.

Saran dan Masukan dari Dosen Penguji, yaitu : 1. Ibu Notaris Chairani Bustami, SH,Sp.N,MKn

a. Pada intisari diperbaiki dan abstract belum ada. Jawaban :

Mengenai saran dari Ibu Notaris Chairani Bustami,SH,Sp.N,MKn, saya sudah memperbaiki intisari dan akan dibuat abstractnya.

b. Pada kesimpulan ada berbagai mazhab sebaiknya dimasukan saran dari penulis mengikuti aliran yang mana dari mazhab-mazhab tersebut.

Jawaban :

Mengenai saran dari Ibu Notaris Chairani Bustami,SH,Sp.N,MKn, saya sudah memasukan saran dengan mengikuti dari pendapat Imam Malik dan Ahmad bin Hambal.

c. Pada saran lebih dipadatkan lagi menjadi 3 saja. Jawaban :


(24)

Mengenai saran dari Ibu Notaris Chairani Bustami,SH,Sp.N,MKn, pada saran sudah saya padatkan menjadi 3 saja dari yang semula 4 saran.

d. Mengenai kesalahann ketik sebaiknya diperbaiki. Jawaban :

Mengenai saran dari Ibu Notaris Chairani Bustami,SH,Sp.N,MKn, kesalahan pengetikan sudah saya perbaiki.

e. Sebaiknya dimasukan mengenai wakaf benda bergerak. Jawaban :

Mengenai saran dari Ibu Notaris Chairani Bustami,SH,Sp,N,MKn, sudah saya masukan mengenai wakaf benda bergerak.

2. Bapak Notaris Syafnil Gani,SH,M.Hum a. Pada intisari lebih dipadatkan lagi

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH,M.Hum, pada intisari sudah saya padatkan dari yang semula 4 paragraf menjadi 3 paragraf.

b. Pada keaslian penelitian dimasukan isi ringkas tesis yang sudah ada dengan judul yang sama tentang wakaf.

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH.M.Hum, sudah saya masukan ringakasan tesis dari YULIA DAMAYANTI Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “


(25)

Pendaftaran dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah “ (Penelitian Di Kota Medan).

c. Pada kerangka teori sebaiknya dimasukan pada bab-bab berikutnya atau lebih dipadatkan lagi.

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH.M.Hum, sudah saya masukan pembahasan pada kerangka teori sudah saya masukan pada bab-bab berikutnya dan sudah lebih dipadatkan lagi.

d. Pada kesimpulan lebih dijelaskan lagi berhubungan dengan permasalahnnya. Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH.M.Hum, pada kesimpulan sudah dijelaskan berhubungan dengan permasalahannya.

e. Pada saran sebaiknya apa yang paling relevan pada saat ini di perbaiki sesuai dengan penelitian.

Jawaban :

Mengenai saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH.M.Hum, pada saran sudah saya perbaiki sesuai dengan yang ada pada saat ini.

f. Mengenai stuktur penulisan sebaiknya diperbaiki. Jawaban :


(26)

Saran dari Bapak Notaris Syafnil Gani,SH.M.Hum, mengenai stuktur penulisan sudah saya perbaiki.


(27)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang

Ajaran agama Islam yang bersumber dari wahyu Allah SWT (Al-Qur’an) dan hadis Rasul Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada umat manusia adalah mencakup seluruh kehidupan baik hubungan antara mahluk dengan TuhanNya, demikian juga hubungan antara manusia dengan sesamanya dan alam sekitarnya. Hubungan antara manusia dengan Tuhan disebut ibadah, dimana ibadah ada yang wajib seperti sholat lima waktu dan ada pula yang sunat seperti sholat sunat, ada yang bentuk ibadah badaniyah, seperti sholat dan puasa, dan yang berbentuk ibadah

maliyah (harta) seperti zakat, wakaf, infaq, sedekah dan lain – lain.

Tanah dapat bermakna sebagai ibadah, apabila tanah itu digunakan untuk Tuhan, seperti tanah yang di “wakafkan” untuk bangunan tempat-tempat ibadah, untuk keperluan pembiayaan fakir miskin, dan lain-lain sebagainya. Tanah wakaf pada dasarnya adalah “ Tanah untuk Tuhan”.1

Wakaf adalah ibadah yang diutamakan dalam Islam, disamping taqorrob (pendekatan) diri kepada Allah, juga sebagai salah satu sarana mewujudkan kesejahteraan sosial dan sekaligus modal dalam perkembangan dan kemajuan agama Islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat yang akan diperoleh lebih dari pada bersedekah, berderma bisa, sebab harta wakaf itu abadi, tidak boleh dijual, dihibah, atau diwariskan, sehingga hasilnya dapat terus menerus di

1

Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala (Penyunting), Reformasi Tanah , Mandar Maju, Bandung, 2002, hal.52


(28)

pergunakan untuk kepentingan masyarakat dan usaha – usaha amal Islam, seperti membangun rumah sekolah, madrasah, rumah sakit, rumah penyantunan anak yatim atau jompo dan amal akhirat lain.2

Perwakafan merupakan suatu perbuatan hukum tersendiri yang dipandang dari sudut tertentu yang bersifat rangkap, karena di satu pihak perbuatan tersebut menyebabkan objeknya memperoleh kedudukan yang khusus, sedangkan di pihak lain perbuatan tersebut juga menimbulkan suatu badan hukum di dalam hukum adat serta sanggup ikut dalam kehidupan sebagai subjek hukum.3

Mengenai obyek tanah wakaf dapat dimungkinkan pula tanah-tanah selain hak milik dapat diwakafkan, misalnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) bahkan bila mungkin Hak Pakai, yang penting tanah-tanah hak tersebut bebas dari segala pembebanan, ikatan , sitaan maupun perkara.4

Secara harfiah wakaf berarti penahanan. Wakaf terdiri atas pemberian atau pengikatan harta kekayaan untuk selama-lamanya sehingga tidak ada hak-hak kepemilikan terhadap benda wakaf itu, tetapi hanya ada hak guna saja.5

Rasulullah SAW menggunakan kata al-habs dalam menunjukkan pengertian wakaf, maka yang di maksud wakaf adalah menahan (al-habs), yaitu menahan suatu

2

Hasbi AR, Wakaf , IAIN Sumatera Utara, 1985, hal.1

3

Bahder Johar dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama Tentang

Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, dan Sadaqah) , CV Mandar Maju, Bandung, 1997, hal.64 4

Asri Muhammad Saleh (Penyunting), Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem

Hukum Nasional Indonesia , UIR Press, Pekanbaru, 1991, hal.111 5

Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya , PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal.407


(29)

harta benda yang manfaatnya di peruntukan bagi kebajikan yang di anjurkan oleh agama.6

Menurut Pasal 1 butir 1 UU Wakaf No. 41/2004 menyatakan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.7

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada buku III , tentang hukum pewakafan Bab I Pasal 215 ayat 1 memberikan pengertian wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya, untuk selama – lamanya untuk kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.8

Menurut Pasal 20 UU No. 5/1960 tentang UUPA menyatakan hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 yaitu semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.9

Menurut Pasal 49 UU No. 5/1960 tentang UUPA yang terdiri atas tiga ayat menyatakan hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial yaitu pada ayat :

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi.

6

Departemen Agama RI, Wakaf Tunai Dalam Perspektif Hukum Islam , Departemen Agama RI, Jakarta, 2005, hal.13-14

7

Ibid, hal.151

8

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama , PT. Logos Wacana Islam, Jakarta, 1999, hal.209

9


(30)

Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).10

Pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia di benarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat Abu Hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib, sama halnya dengan pinjaman (pinjam meminjam).11

“Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.”12 Para ulama mazhab, kecuali Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkannya bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama – lamanya dan terus – menerus. Itu pula sebabnya, wakaf disebut sedekah jariah. Jadi jika orang yang mewakafkan itu membatasi waktunya untuk jangka waktu tertentu, maka apa yang di lakukannya itu tidak bisa disebut sebagai wakaf.

“Wakaf adalah bentuk lain penyerahan harta seseorang atau sekelompok orang termasuk lembaga tertentu yang ditujukan untuk kemaslahatan umat.”13 wakaf karena Allah dapat di lakukan oleh siapapun untuk menanggulangi berbagai masalah sosial ekonomi yang di hadapi oleh umat manusia yang lebih bersifat jangka panjang. Penanggulangan masalah pendidikan , kesehatan, keamanan, dan

10

Ali Ahmad Chomzah, Op. Cit ,hal.58

11

Suparman Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia , Darul Ulum Pers, Jakarta, 1999, hal.25

12

Muhammad Jawad Muqhniyah, Fiqh Lima Mazhab , Lentera, Surabaya, 1996, hal.635

13

Hasan Aedy, Peranan Pemerintah dan Ulama dalam Pengelelolaan Zakat dan Wakaf Untuk

Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Ekonomi Umat , Pada International Seminar On


(31)

kesejahteraan umat pada umumnya dapat ditanggulangi secara tepat melalui pengelolaan wakaf yang sesuai dengan keinginan atau wasiat pemberi wakaf.

Mengenai wakaf akan di bahas pendapat dari para ulama / mujtahid sebagai berikut :

1. Syafi’i

a. Wakaf itu ditetapkan secara lafaz meskipun tidak di ketahui oleh hakim, dan tidak di keluarkan dari tempat wasiat sesudah meninggalnya, hak milik hilang dari wakaf , meskipun tidak di keluarkan dari tangannya.

b. Wakaf tidak sah, jika barang yang diwakafkan tersebut tidak dapat diambil manfaatnya, kecuali dengan merusaknya seperti emas dan perak, termasuk mewakafkan binatang.

c. Hak milik barang yang telah di wakafkan itu menjadi milik Allah semata, dengan jelas bahwa barang wakaf itu bukan milik wakif dan mauquf alaih. d. Wakif menjelaskan wakafnya kepada orang tertentu , apabila orang yang

menerima wakaf tidak jelas, maka wakaf itu tidak sah.

e. Apabila barang wakaf itu telah rusak, seperti mesjid, tidak boleh dijual.14

2. Maliki

a. Wakaf itu merupakan ibadah yang di bolehkan oleh syara, ditetapkan dengan

lafaz meskipun tidak di ketahui oleh hakim , dan tidak di keluarkan dari

wasiat sesudah meninggalnya.

14

Maramonang Pulungan, Pembatalan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan PP

No. 28/1977 , 2003, hal.28, yang dikutip dari Syamsudin Muhammad, Hidayatul Muktaaj fi Fiqh ala Mazhab Asy Syafi’i , Juz V t.t., hal.397


(32)

b. Wakaf itu merupakan suatu pemberian yang benar tetapi tidak di lazimkan dan tidak terlepas dari milik orang yang mewakafkannya, sehingga hakim memberi keputusan atau di tawligkkan / digantungkan dengan kematiannya. c. Harta yang telah di wakafkan , pemilikan berpindah dari wakif kepada

mauquf alaih.

d. Apabila seseorang mewakafkan dirinya dan kepada orang yang berpenghabisan akhirnya adalah sah , seperti seseorang berwakaf kepada anak – anaknya dan anak – anaknya kepada orang Islam yang fakir.

e. Wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selama – lamanya, tetapi sah dan bisa berlaku untuk satu tahun misalnya, sesudah itu kembali kepada pemiliknya semula.15

3. Hanafi

a. Wakaf dianggap sah, jika barang yang di wakafkan di keluarkan dari tangannya, yaitu dengan menyerahkan kepada pengurus wakaf.

b. Wakaf itu merupakan suatu pemberian yang benar tetapi tidak di lazimkan dan tidak terlepas dari milik yang mewakafkannya, sehingga hakim memberikan keputusan atau ditawligkan / digantungkan dengan kematiannya. c. Apabila wakaf itu rusak , contoh mesjid (Hanafi tidak menentukan

hukumnya) sahabatnya (Abu Yusuf) mengatakan bahwa menjualnya

15

Maramonang Pulungan, Op. Cit. , hal.29-30, yang dikutip dari Malik bin Abas, Al-Muwatta , Juz III, Maktabah al-Alamiyah, Beirut, t.t. ,hal. 999


(33)

(Muhammad bin Al-Hasan) mengatakan di kembalikan kepada pemiliknya yang pertama.16

4. Hambali

a. Wakaf itu telah ditetapkan secara lafaz , meskipun tidak diakui oleh hakim dan tidak di berlakukan dari tempat wasiat sesudah meninggalnya.

b. Wakaf tidak sah , jika barang yang di wakafkan tidak dapat diambil manfaatnya, dan mewakafkan binatang hukumnya adalah sah.

c. Harta yang telah di wakafkan oleh wakif kepemilikannya berpindah kepada

mauquf alaih.

d. Seseorang yang mewakafkan harta kepada dirinya adalah sah.

e. Apabila barang wakaf rusak , maka boleh di jual dan uangnya di belikan kepada barang yang sepertinya.17

Pada dasarnya terhadap benda yang telah di wakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan dan ketentuan tersebut pada Pasal 225 dalam ayat (1) hanya dapat di lakukan terhadap hal – hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama (KUA) lalu setelah mendapat

16

Maramonang Pulungan, Op. Cit. , hal.30, yang dikutip dari Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimayqiy, Fiqh Empat Mazhab , Penerjemah Abdullah Zaki Alkaf, hal.310

17

Ibid, hal.30-31, dikutip dari Muhammad bin Abdurarahman ad-Dimayqiy, Fiqh Empat


(34)

persetujuan dari Camat setempat dengan alasan, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, seperti yang diikrarkan oleh wakif, dan karena kepentingan umum.18

Kemudian dapat di jelaskan dalam hal perubahan benda wakaf di uraikan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa perubahan benda wakaf itu cukup sampai pada Kantor Urusan Agama (KUA) sesuai dengan pasal 225 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :

1. Pada dasarnya pada benda yang telah di wakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksudkan dalam ikrar wakaf.

2. Penyimpangan dalam ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat di lakukan terhadap hal – hal tertentu setelah lebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama Kecamatan pada Camat setempat dengan alasan sebagai berikut :

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh

wakif.

b. Karena kepentingan umum.19

Berhubung maksud wakaf itu untuk selama – lamanya (abadi) maka hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat di wakafkan.

Menurut Pasal 3 UU Wakaf No. 41/2004 bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.20

Dari penjabaran di atas bahwa wakaf itu untuk selama-lamanya bersifat abadi dengan jangka waktu tidak terbatas dan wakaf yang diikrarkan tidak dapat dibatalkan, maka pada asasnya wakaf tersebut tidak dapat dilakukan peubahan peruntukannya. Tetapi sesuai dengan perkembangan yang ada pada saat sekarang ini hal tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada atau dengan kata lain wakaf

18

Cik Hasan Bisri, Op. Cit., hal.215

19

Cik Hasan Bisri, Op. Cit. , hal.215

20


(35)

tersebut dapat dilakukan suatu penyimpangan-penyimpangan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan KUA Kecamatan.

Perubahan peruntukan tanah wakaf pernah terjadi seperti penelitian yang dilakukan penulis, dimana perubahan peruntukan tersebut terjadi pada tahun 1992 pada suatu tanah wakaf yang diatasnya didirikan suatu mesjid yang bernama Mesjid Muslimin di Pasar V (lima) Marelan. Mesjid tersebut mengalami perubahan peruntukan yakni berpindah dari depan ke belakang dan kasusnya sudah selesai berdasarkan PP No. 28/1977 hal ini dikarenakan pada tahun 1992 UU Wakaf No. 41/2004 belum lahir / belum ada. Sejak adanya UU Wakaf No. 41/2004 di propinsi Sumatera Utara belum ada perubahan peruntukan tanah wakaf.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik

2. Bagaimana pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik.

3. Bagaimana akibat hukum perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA.


(36)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik..

2. Untuk mengetahui pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik.

3. Untuk mengetahui akibat hukum perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik menurut pandangan hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis adalah untuk dijadikan informasi yang berharga bagi pengkaji hukum Islam khususnya dan masyarakat umumnya. Disamping itu penelitian ini juga cukup signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan , terutama pengkaji hukum mengenai masalah wakaf tanah hak milik.

2. Secara praktis manfaat penelitian ini jika di tinjau dari segi praktisnya adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar magister dalam bidang keislaman. Selain itu , manfaat penelitian ini dapat di jadikan salah satu temuan konseptual untuk pengembangan perangkat sistim hukum tentang tanah wakaf hak milik.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelitian kepustakaan , khususnya pada lingkungan perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara , maka belum ada melakukan penelitian yang berjudul : “Perubahan Peruntukan Tanah


(37)

Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 Tentang UUPA.” Dengan demikian ini penelitian ini asli dan aktual.

Setelah ditelesuri oleh penulis terhadap seluruh tesis-tesis yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya Magister Kenotariatan, sudah ada beberapa peneliti yang mengkaji permasalahan perwakafan maupun tanah hak milik yang dilakukan oleh Saudara :

1. YULIA DAMAYANTI, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Pendaftaran dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah “ (Penelitian Di Kota Medan).

2. SYAHRIAL AMS, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Beberapa Sentuhan Antara

Lembaga Hukum Yayasan Dengan Lembaga Hukum Wakaf ”.

3. SRI KASTINI , Mahasiswi Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Beberapa Masalah Atas Tanah Wakaf Setelah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Di daerah Tingkat II Kotamadya Banda Aceh “.

4. H. RADEN SYAFI’I, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Wewenang Nadzir Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Dan Fikih Islam ” (Penelitian Di Kota Medan).

5. ELYANJU SIHOMBING, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian, “ Pendaftaran Peralihan


(38)

Hak Milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No. 24/1997 “ (Penelitian Di Kota Pematang Siantar).

Dari judul-judul penelitian di atas, penulis akan memaparkan secara ringkas isi tesis dari saudara peneliti YULIA DAMAYANTI Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, NIM : 027011066, dengan judul penelitian “ Pendaftaran Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah “ (Penelitian Di Kota Medan) sebagai suatu bahan perbandingan.

Dalam Perumusan Masalah saudara peneliti YULIA DAMAYANTI ia menuliskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tata cara pendaftaran tanah wakaf dalam Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah yang berlaku ?.

2. Bagaimanakah status tanah wakaf yang tidak didaftarkan ?.

3. Apakah alasan-alasan yang membenarkan penggantian harta wakaf ?. 4. Bagaimanakah penggunaan hasil penggantian dari harta wakaf tersebut ?.21

Penelitian yang dilakukan saudara peneliti YULIA DAMAYANTI bersifat deskriptif analistis. Lokasi penelitian di Kota Medan dan Departemen Agama Medan. Metode pendekatan penelitian adalah : pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data sekunder dikumpulkan melalui dokumen kasus-kasus yang ada di Departemen Agama. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara dengan 1 (satu) orang pegawai Kantor Departemen Agama Medan, dilengkapi dengan dan 1 (satu) orang ulama/tokoh masyarakat Islam.22

Dalam hasil penelitian saudara YULIA DAMAYANTI menunjukkan bahwa tanah wakaf baru dianggap sah menurut KHI bila tanah wakaf tersebut pada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang diangkat berdasarkan

21

Yulia Damayanti, Pendaftaran dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau dari Hukum Islam dan

Peraturan Pemerintah (Penelitian Di Kota Medan) , 2004, hal.6 22


(39)

peraturan yang berlaku. Adapun alasan-alasan yang membenarkan merubah benda wakaf adalah :

a.Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh di pewakaf.

b.Karena kepentingan umum.

Hasil penggantian harta/benda wakaf harus dimanfaatkan untuk tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh yang berwakaf.23

Dalam hasil penelitian di lapangan banyak sekali benda wakaf yang tidak didaftarkan, maka berpontensi melahirkan konflik. Upaya yang dapat ditempuh adalah mempermudah pendaftaran benda wakaf dan sekaligus meringankan beban administrasi pertanahan. Diserahkan kepada yang berwakaf dan nadzir wakaf supaya mendaftarkan benda wakaf kepada PPAIW, hal yang mana juga berlaku bagi organisasi Islam yang bertindak menjadi nadzir wakaf. Selanjutnya saran juga disampaikan kepada Kantor Departemen Agama supaya memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan wakaf kepada masyarakat muslim agar harta wakaf yang telah milik Allah dijaga dengan baik agar memberi manfaat bagi orang banyak.24

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

A. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Menurut Al-Qur’an

Pembicaraan mengenai hal wakaf di dalam Al-Qur’an tidak di jumpai secara jelas , namun secara implisit ada beberapa ayat yang memerintahkan manusia untuk berinfaq sebagai sebuah perintah yang terkategori sebagai perintah untuk berwakaf secara implisit, firman Allah tersebut sebagai berikut, pada Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 77 :

Artinya : “Hai orang – orang yang beriman , ruku’ dan sujud dan sembahlah Tuhan kamu dan berbuatlah kebaikan supaya kamu dapat kejayaan.”25

23

Ibid

24

Yulia Damayanti, Op. Cit. , pada intisari hal.iv

25

R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum , CV.Mandar Maju, Bandung, 2001, hal.184


(40)

Beberapa ayat yang telah di sebutkan diatas bukan semata – mata menjelaskan dalam masalah wakaf , tetapi sekaligus dapat berbuat dengan sebaik – baiknya, dan pendapat para ulama , ayat dan hadis tersebut termasuk dalil wakaf.

Pengaturan mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf tidak diatur secara terperinci dalam Al-Qur’an. Di dalam ajaran agama Islam mewakafkan harta benda bersifat kekal artinya untuk selama-lamanya tidak dapat ditarik kembali dengan jangka waktu yang tidak terbatas.

B. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Menurut Hadis

Mengenai sejarah munculnya istilah wakaf, memang sulit menetapkan kapan munculnya istilah tersebut. Karena dalam buku-buku fikih tidak ditemui sumber yang menyebutkan secara tegas. Tetapi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa sebelum Islam lahir, belum dikenal istilah wakaf. Begitu juga halnya bahwa orang-orang Jahiliyah belum pernah mengenal dan mengetahui tentang wakaf.26

Wakaf telah dikenal dalam Islam sejak masih ada Rasullullah, yaitu sejak beliau hijrah ke Madinah, disyari’atkannya pada tahun kedua Hijriyah.

Para Ulama berpendapat bahwa peristiwa atau pelaksanaan wakaf yang pertama terjadi ialah wakaf yang dilaksanakan oleh sahabat Umar bin Khattab terhadap tanahnya di Khaibar. Menurut keterangannya, kemudian sahabat Umar menyedekahkannya kepada fakir miskin, kaum sahabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu Sabil dan kepada para tamu.27

26

Abdul Halim, Hukum Perwakafan Di Indonesia , Ciputat Press, Ciputat, 2005, hal.12

27


(41)

Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa mula pertama wakaf dalam Islam ialah tanah yang diwakafkan oleh Rasulullah untuk mesjid.

Para ulama menilai bahwa wakaf itu termasuk kategori sedekah jariah yang nilai pahalanya senantiasa mengalir selagi manfaatnya bisa di petik. Dalam konteks inilah maka para fuqaha mengemukakan hadis Nabi SAW yang berbicara terhadap keutamaan sedekah jariah sebagai salah satu landasan wakaf yang di riwayatkan dari Abu Hurairah:

Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, Apabila manusia mati maka putuslah pahala segala amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariah atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang selalu mendoakannya.”28

Pada dasarnya terhadap harta benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lainnya.

C. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Menurut UU

Keberadaan wakaf, khususnya wakaf tanah, di Nusantara ini sudah di lakukan semenjak lahirnya komunitas-komunitas muslim. Lembaga wakaf muncul bersamaan dengan lahirnya komunitas muslim, sebagai sebuah komunitas pada umumnya memerlukan fasilitas-fasilitas peribadatan dan pendidikan untuk menjamin kelangsungannya, dimana dapat dipenuhi dengan cara wakaf.29

28

Al-Masyhad Husaini, Sahih Muslim Juz II ,Al-Qahariah, t.t, hal.14

29

Marpuji Ali, Wakaf dan Pemberdayaan Ekonomi Umat , Pada International Seminar On Islamics As a Solution, di Medan pada tanggal 18-19 September 2005, hal.259


(42)

Dalam perkembangan pembinaan Hukum Nasional di Negara kita, dimana Hukum Islam telah banyak memberikan pengaruh yang positif dalam berbagai macam peraturan perundang – undangan di Indonesia, hal ini di karenakan hukum Nasional kita banyak sekali yang konsep dasarnya di transformasi dari hukum Islam.

Setelah di transformasi dari Hukum Islam kedalam hukum nasional juga telah di transformasikan kedalam Hukum Nasional (peraturan perundang – undangan) tentang pertahanan, yakni tanah wakaf dan perwakafan tanah. Mengenai perwakafan ini juga asalnya semata – mata dari Hukum Islam , tidak dari hukum lain. Ia semata – mata khasanah Hukum Islam yang erat kaitannya dengan Hukum Islam.

Keharusan transformasi mengenai lembaga wakaf yang ada di dalam Hukum Islam ke dalam Hukum Nasional , mengingat dalam hal seseorang beramal saleh melalui Shodaqoh jariyah yang berupa wakaf, maka ia telah mewujudkan secara konkrit ajaran Islam yang sangat esensial yakni “Hablun

minallah wa habun minannas” artinya dalam lembaga wakaf selain ia

mengandung nilai ibadat untuk pelakunya (orang yang berwakaf) dalam rangka

taqarrub kepada Allah juga terkandung di dalamnya nilai mu’alamat , yakni

hubungan antara sesama manusia (antara sesama anggota komunitas masyarakat) dengan benda yang berupa tanah yang guna pelaksanaan kesempurnaan pelaksanaannya memerlukan adanya bantuan penyelenggaraan Negara.30

Di satu segi masalah sangat erat sekali kaitannya dengan masalah keagrariaan, yaitu masalah bumi , air dan ruang angkasa yang merupakan karunia Allah SWT. Di segi lain ia (lembaga wakaf) merupakan kekayaan umat Islam

30

Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional , PT. Tatanusa, Jakarta, 2003, hal.36


(43)

sebagai sumber dana yang sangat besar dalam mensukseskan pembangunan sosial , ekonomi, kebudayaan dan keagamaan.31

Mengingat betapa pentingnya masalah tersebut dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluknya agama Islam, maka lembaga wakaf, (tanah) harus di transformasikan ke dalam Hukum Nasional guna melindungi eksistensi dan keberadaannya di tengah – tengah masyarakat.32

Menurut Pasal 49 UU No. 5/1960 tentang UUPA yang terdiri atas tiga ayat menyatakan hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial yaitu pada ayat :

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).33

“Pengaturannya yang sebelumnya d dasarkan kepada doktrin – doktrin fiqh yang banyak mengandung ikhtilaf, berakibat satu sama lain menimbulkan ketidak pastian.”34

Dengan ditransformasikannya Hukum Islam tentang perwakafan kedalam hukum Nasional mengakibatkan ketentuan – ketentuannya menjadi hukum positif yang bersifat Univied frame work dan Univied legal Opinion sehingga peraturannya tidak lagi berserah kepada berbagai doktrin kitab – kitab fiqh

(madzahab) yang sering mengandung ikhtial dan membawa ketidak pastian di

sebabkan tata cara dan pengatministrasiannya secara publik tidak diatur. Dengan demikain langkah kearah terwujudnya landasan kesamaan kerangka hukum dan pandangan hukum yang berwawasan Nasional telah tercipta

31

Ibid

32

Ibid

33

Ali Ahmad Chomzah, Op. Cit ,hal.58

34


(44)

dengan dituangkannya perwakafan tanah tersebut kedalam peraturan perundang – undangan yaitu UU No 5 / 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) pada pasal 5 yang tidak mengesampingkan hukum Agama.35

Di dalam UU No. 5/1960 tentang UUPA tidak ada pengaturan mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik. Pada Pasal 23 diatur mengenai peralihan tanah milik saja dan pada Pasal 49 mengatur mengenai hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial dimana perwakafan termasuk di dalamnya.

Di dalam UU Wakaf No. 41/2004 ada pengaturan mengenai perubahan status harta benda wakaf yakni pada Pasal 40 dan Pasal 41.

D. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Menurut PP

Menurut Pasal 11 ayat 1 PP No. 28/1977 bahwa pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukkan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.36

Menurut Pasal 11 ayat 2 PP No. 28/1977 bahwa penyimpangan hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni :

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum.37

Menurut Pasal 11 ayat 3 PP No. 28/1977 bahwa perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaanya sebagai akibat ketentuan Pasal

35

Ibid, hal.36-37

36

Suparman Usman, Op. Cit. , hal.218

37


(45)

11 ayat 2 tersebut harus dilaporkan oleh nadzir kepada Bupati / Walikota Kepala Derah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk penyelesaian lebih lanjut.38

Menurut Pasal 49 ayat 1 PP No. 42/2006 bahwa perubahan status benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI).39

Menurut Pasal 49 ayat 2 PP No. 42/2006 bahwa izin tertulis dari Menteri hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut ;

a. Perubahan harta benda wakaf tersebut dugunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip

syariah.

b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf.

c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.40

Menurut Pasal 49 ayat 3 PP No. 42/2006 bahwa selain izin tertulis, izin penukaran harta benda wakaf hanya dapat diberkan izin ;

a. Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula41.

38

Ibid

39

PP No 41/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf No. 41/2004 , hal.26

40

PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf No. 41/2004, hal.26

41


(46)

Menurut Pasal 49 ayat 4 PP No. 42/2006 bahwa nilai dan manfaat harta benda wakaf ditetapkan oleh Bupati / Walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur ;

a. Pemerintah daerah kabupaten / kota. b. Kantor pertanahan kabupaten / kota. c. Majelis Ulama Indonesia kabupaten / kota. d. Kantor Departemen Agama kabupaten / kota. e. Nadzir tanah wakaf yang bersangkutan.42

E. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Menurut Pendapat Para Ulama

Di lingkungan masyarakat Islam khususnya Indonesia sering memahami secara kurang proporsional tentang ajaran wakaf itu sendiri. Pemahaman masyarakat tersebut memang lebih karena dipengaruhi oleh beberapa pandangan Imam Mazhab, seperti Imam Malik dan Syafi’i yang menekankan pentingnya keabadian benda wakaf, walaupun telah rusak sekalipun.43

Pendapat-pendapat tersebut seperti : Golongan Malikiyah berpendapat “tidak boleh” menukar harta wakaf yang terdiri dari benda tak bergerak, walaupun benda itu akan rusak atau tidak menghasilkan sesuatu. Tapi sebagian ada yang berpendapat

42

Ibid

43

Depertemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia , Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2005, hal.67


(47)

lagi. Sedangkan untuk benda bergerak, golongan Malikiyah “membolehkan”, sebab dengan adanya penukaran maka benda wakaf itu tidak sia-sia.44

Imam Syafi’i sendiri dalam masalah tukar menukar harta wakaf hampir sama dengan pendapatnya Imam Malik, yaitu sangat mencegah adanya tukar menukar harta wakaf.Imam Syafi’i berpendapat “tidak boleh” menjual mesjid secara mutlak, sekalipun mesjid itu roboh. Tapi golongan Syafi’iyyah berbeda pendapat tentang benda wakaf tak bergerak yang tidak memberi manfaat sama sekali. Sebagian menyatakan “boleh” ditukar agar harta wakaf itu ada manfaatnya, sebagian ada yang menolaknya.45

Pendapat kedua Imam tersebut nampaknya kurang fleksibelnya pandangan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini banyak yang bersikukuh memeganginya. Akibatnya, banyak benda wakaf yang hanya dijaga eksistensinya tanpa pengelolaan yang baik, meskipun telah usang dimakan usia atau karena tidak strategis dan tidan memberi manfaat apa-apa kepada masyarakat. Bahkan tidak kalah banyaknya benda-benda wakaf justru membebani masyarakat sekitar.46

Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal, yang membolehkan menukar atau menjual harta wakaf yang sudah tidak memiliki manfaat. Pendapat kedua Imam cukup luwes tersebut memberikan peluang terhadap pemahaman baru, bahwa wakaf itu harusnya lebih tepat disandarkan pada aspek kemanfaatannya untuk kebajikan umum dibandingkan hanya menjaga benda-benda tersebut tanpa memiliki kemanfaatan lebih nyata.47

Pendapat yang mengatakan bahwa benda-benda wakaf tidak boleh “diutak-atik” tanpa sentuhan pengelolaan dan pengembangan yang lebih manfaat semakin kurang relevan dengan kondisi saat ini. Yaitu sebuah kondisi dimana segala sesuatu akan bisa memberikan nilai manfaat (ekonomi) apabila dikelola secara baik.48

Dari berbagai penjabaran perubahan peruntukan tanah wakaf diatas diatas penulis sependapat dengan pendapat dari Imam Malik dan Ahmad bin Hambal Hal

44 Ibid 45 Ibid, hal.68 46 Ibid 47 Ibid 48


(48)

ini dikarenakan apa yang telah diwakafkan boleh dijual atau ditukar statusnya yang sudah tidak memiliki manfaat hal ini lebih relevan sesuai perkembangan yang ada saat ini dari pada apa yang telah diwakafkan tidak boleh dijual atau dirubah peruntukannya padahal sudah tidak memberi manfaat lagi, hal ini menjadi suatu yang sia-sia dan tidak lagi ditujukan bagi kemaslahatan masyarakat umum.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.49

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,50 yang disebut dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.

Tanah wakaf adalah suatu tanah dimana perbuatan hukum wakif untuk menyerahkannya untuk dimanfaatkan selamanya dengan jangka waktu tidak terbatas demi kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum demi mendapat keridhoan dari Allah SWT.

49

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei , Jakarta, LP3ES, 1989, hal.34

50


(49)

Menurut Pasal 20 UU No. 5/1960 tentang UUPA bahwa hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 yakni semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.51

Perubahan peruntukan tanah wakaf pada dasarnya tidak dapat dilakukan , hal ini dikarenakan apa yang telah telah diwakafkan dalam ikrar wakaf oleh wakif tidak dapat dirubah atau penggunaan lainnya. Tapi hal ini dapat dilakukan penyimpangan sesuai Pasal 225 ayat 2 KHI terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari KUA Kecamatan pada Camat setempat dengan alasan sebagai berikut ;

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum.

Dalam penulisan Tesis ini peneliti dalam konsepsi dengan menggunakan teori kepastian hukum. Dimana dalam penelitian ini mengenai perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA yang akan dibahas dan di paparkan dalam tesis berdasarkan kepada hukum Islam dan peraturan hukum yang berlaku pada saat ini, sehingga mempunyai suatu kepastian hukum.

G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang di lakukan adalah bersifat deskriptif, maksudnya penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap sesuatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat – sifat

51


(50)

atau faktor – faktor tertentu. Dalam hal ini untuk menjelaskan dan menelaah serta menganalisa peraturan perundang – undangan yang berlaku mengenai perubahan peruntukan terhadap wakaf hak milik tersebut, sehingga dapat di lakukan penyusunan, pengolahan dan penilaian, terhadap data – data yang di temukan maka dapat di peroleh gambaran yang lengkap dan menyeluruh mengenai permasalahan yang di teliti.

Jenis pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif,52 dimana pendekatan terhadap permasalahan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, baik dari segi ketentuan peraturan – peraturan yang berlaku mengenai wakaf menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan cermin kelayakan akan terungkapnya data primer atau data dasar . Untuk itulah dalam hal ini lokasi penelitian di lakukan di kota Medan yakni dengan meneliti kasus perubahan peruntukan tanah wakaf hak milik , Departemen Agama Kota Medan dan seorang ustadz atau ulama. Adapun alasan pemilihan lokasi ini di sebabkan karena kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, dimana para perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik pernah terjadi.

52


(51)

3. Jenis Pengumpulan Data

Jenis pengumpulan data dalam penelitian ini di lakukan dengan 2 (dua ) cara yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (Library research), yaitu dengan membaca, mempelajari, dan menganalisa literatur / buku – buku , peraturan perundang – undangan dan sumber – sumber lain yang berkaitan dengan perubahan perauntukkan tanah wakaf hak milik menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA.

2. Penelitian Lapangan (Field research), dilakukan dengan menghimpun data primer dari nara sumber dengan wawancara.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:

1. Studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Studi dokumen yang di maksud dalam penelitian ini antara lain wakaf, hukum Islam, dan UU No. 5/1960 tentang UUPA.

2. Pedoman wawancara yang di lakukan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara.


(52)

5. Analisis Data

Setelah data primer dan data sekunder diperoleh, selanjutnya data tersebut di seleksi disusun dan dianalisa secara kualitatf yaitu tanpa menggunakan rumus – rumus statistik, data tersebut kemudian di terjemahkan secara logis sistematis denga menggunakan metode deduktif dan induktif sehingga kegiatan analisis ini diaharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai sesuai dengan pemberian jawaban dari permasalahan dan tujuan penelitian.

BAB II

PERUBAHAN PERUNTUKAN TANAH WAKAF HAK MILIK

MENURUT HUKUM ISLAM


(53)

“Penulisan kata wakaf dalam Bahasa Indonesia telah baku, dengan menggunakan huruf f, (wakaf)”53 Kata ini diambil dari bahasa Arab , kata benda abstrak (masdar) atau kata kerja (fiil) yang dapat berfungsi sebagai kata kerja intrasitif (fiil lazim) atau transitif (fiil mutaaddi). Akan tetapi pengertian yang di pakai dalam tulisan ini ialah kata wakaf dari bentuk kata kerja transitif.

Secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa wakaf menurut bahasa berarti “menahan harta” tidak di pakai oleh seseorang, tidak pula diizinkan untuk dikuasai.54

Menurut kamus, pengertian wakaf yang asal katanya terdiri dari dengan pengertian menahannya pada jalan Allah dikatakan mewakafkan untuk seseorang yang selanjutnya.55

Wakaf adalah suatu perbuatan hukum dengan mana sesuatu barang atau barang telah dikeluarkan atau diambil dari kegunaan atau keadaannya dari dalam masyarakat semula, guna kepentingan seseorang atau orang tertentu atau guna sesuatu maksud atau tujuan yang telah ditentukan, barang atau barang-barang yang berada dalam tangan mati.56

“Menurut syara’ wakaf adalah menahan harta yang mungkin dimanfaatkan hasilnya pada jalan Allah sedangkan asalnya tetap utuh.”57

Wakaf adalah salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya belum sepenuhnya digali dan di kembangkan. Pembahasan ulama dan intelektual

53

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Kedua , Balai Pustaka, Jakarta, 1975, hal.1123 54

Helmi Karim, Fiqh Muamalah , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal.103

55

Mahtabl As Syartqiyah, Al-Munjid , Yayasan Piara, Bandung, 1995, hal.6

56

Abdurahman, Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria (Seri Hukum Agraria VI) , Alumni, Bandung, 1980, hal.309

57


(54)

tentang wakaf sesungguhnya telah cukup maju, tidak hanya pada kalangan intelektual, melainkan para ulama mazhab pun tidak lupa membicarakannya.58

Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan itulah yang di maksud dengan wakaf dalam uraian ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam.

Kata wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu waqf yang menurut lughat artinya “menahan”. Dengan demikian menurut istilah, wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan penggunaannya dibolehkan oleh agama dengan maksud mendapatkan keridhaan Allah.59

Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid mengandung makna menguatkan bacaan , baik seterusnya seseorang pembaca tidak boleh berhenti di pertengahan suku kata, harus pada akhir kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. “Pengertian wakaf dalam arti makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wukuf, yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah Haji, tanpa wukuf di Arafah tidak ada Haji bagi seseorang.”60

Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa pada zaman Jahiliyah tidak ditemukan suatu indikasi yang menunjukkan bahwa mereka pernah melakukannya. Mereka tidak pernah mewakafkan rumahnya atau pun tanahnya yang saya ketahui kata Imam Syafi’i.

Pendapat yang senada juga datang dari An-Nawawi, “Wakaf itu khusus ada bagi orang-orang Muslim”. Ini artinya pada zaman sebelum Islam datang wakaf belum dikenal. Sayyid Sabiq, lebih tegas menyatakan munculnya istilah wakaf

58

Syukri Isha, Manajemen Zakat dan Wakaf dalam Peningkatan Ekonomi Umat , Pada International Seminar On Islamics As a Solution, di Medan tanggal 18-19 September 2005, hal.277

59

Bahder Johar dan Sri Warjiyati, Op. Cit, hal.63

60

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf , Bina Aksara, Jakarta, 1981, hal.80


(55)

setelah Islam datang dan berkembang. Kemudian semakin populer setelah Nabi Muhammad SAW secara langsung mempraktekkannya.

Dasar – dasar wakaf adalah sebagai berikut : a. Di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 92

Artinya : “Kamu tidak akan mendapat nilai kebajikan sebelum menafkahkan harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu nafkahkan, Allah Maha mengetahuinya.”61

b. Pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 261

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang – orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap – tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang di kehendaki dan Allah Maha Kuasa (karunia – Nya) lagi Maha Mengetahui.”62

Dalam ayat diatas terdapat perkataan “tunfiguu mimmaa tuhibbuun” (menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai) sebagai mana di terangkan oleh hadis Nabi SAW.

Artinya : “Dari Anas ra ia berkata : Abu Thalhah adalah seorang golongan Anhasar yang terkaya di Madinah, diantara (kekayaannya) berupa kebun kurma. Kebunnya yang paling disenanginya ialah Bairuha; yang terletak berhadapan dengan mesjid (Madinah) dan Rasullullah SAW bisa masuk kedalam kebun itu serta meminum air sumurnya yang bersih dan jernih! Selanjutnya Anas berkata “Tatkala diturunkan ayat (Ali Imran 92) ini yaitu “Lan tanalal birra hatta tunfiqun mimmaa tuhibbuun …”, berkata Abu

61

Zaini Dahlan dan Azharuddin Sahil (Penerjemah), Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya , UII Press, Yogyakarta, 1999, hal.109

62


(56)

Thalhah kepada Rasulullah SAW . “Ya Rasulullah, bahwasanya Allah tabaaraka wa ta’ala berfirman Lan tanalal birra hatta tunfiqun mimmaa

tuhibbuun, sesungguhnya hartaku yang paling aku cintai ialah bairaruha,

dan sesungguhnya harta itu aku sedekahkan untuk (jalan) Allah, aku mengharap harta sebagai baktiku yang tersimpan kepada Allah, dan aku serahkan kepada Engkau ya Rasulullah untuk menggunakn ketentuan Allah . Rasulullah SAW menjawab”Alangkah besar labanya, itulah harta yang mempunyai laba , aku telah mendengar ucapanmu, dan menurutku agar harta itu di berikan kepada kerabatmu” Abu Thalhah berkata : “Akan aku laksanakan Rasulullah!” lalu Abu Thalhah membagi – bagikannya kepada kerabat dan saudara sepupunya. (H.R Bukhori dan Muslim).”63

Dalam penulisan tesis ini, penulis juga menuliskan mengenai wakaf tunai yang akan di jabarkan di bawah ini.

Perbincangan tentang wakaf tunai mulai mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terjadi seiring berkembangnya sistem perekonomian dan pembangunan yang memunculkan inovasi-inovasi baru. Wakaf tunai sebagai instrumen finansial, keuangan sosial dan perbankan sosial dipelopori Prof M.A. Mannan (2002), pakar ekonomi dari Bangladesh.64

Wakaf Tunai yang digagas Mannan merupakan suatu produk baru dalam sejarah perekonomian Islam. Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan, khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan pandangan umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya, bahwa wakaf itu berbentuk benda-benda tak bergerak.

Wakaf tunai bukan merupakan aset tetap yang berbentuk benda tak bergerak seperti tanah, melainkan aset lancar. Diakomodirnya wakaf tunai dalam konsep wakaf

63

Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqih Jilid 3 , Dana Bhakti Wakaf , Yogyakarta, 1995, hal.188-189

64

Departemen Agama RI, Proses Lahirnya Undang-Undang Wakaf No.41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf , Direktorat Pemgembangan Zakat Dan wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelengaraan Haji,


(57)

sebagai hasil interpretasi radikal yang mengubah defenisi mengenai wakaf. Tafsiran baru ini dimungkinkan karena berkembangnya teori-teori ekonomi.

Menurut Mannan, wakaf tunai mendapat perhatian serius karena memiliki akar yang panjang dalam sejarah Islam. Sebagai instrumen keuangan, wakaf tunai merupakan produk baru dalam sejarah Perbankan Islam. Pemanfaatan wakaf tunai dibedakan menjadi dua, yakni pengadaan barang privat dan barang sosial. Karena itu dapat membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial.

Bagi Mannan, wakaf tunai yang biasa diterbitkan dengan Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) dapat dilakukan dengan maksud untuk memenuhi target investasi, sedikitnya empat bidang, yaitu :

1. Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat). 2. Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia dan akhirat). 3. Pembangunan sosial.

4. Membangun masyarakat sejahtera.65

Dikalangan ulama fiqih klasik, hukum mewakafkan uang merupakan

perselisihan tersebut tidak lepas dari tradisi yang lajim di masyarakat bahwa mewakafkan hartanya berkisar pada harta tempat dan pada penyelewengan harta wakaf.66

Berdasarkan tradisi yang lajim tersebut maka sebagian ulama masa silam merasa aneh saat mendengarkan fatwa yang di keluarkan oleh Muhammad bin

65

Departemen Agama RI, Op. Cit. , hal.3-4

66


(58)

Abdullah al- Anshari, murid dari Zufar tentang bolehnya berwakaf dalam bentuk uang tunai, dirham atau dinar, dan dalam bentuk komoditi yang di timbangan atau di takar seperti gandum.67

Disamping ada yang membolehkan , terdapat pula ulama yang tidak memperbolehkannya . Ibn Qudamah meriwayatkan suatu pendapat dari sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang, dirham dengan alasan dirham dan dinar akan lenyap ketika dibayarkan, sehinga tidak ada lagi wujudnya.68

Dari beberapa pendapat ulama diatas jelas bahwa alasan boleh dan tidaknya mewakafkan mata uang berkisar pada apakah wujud , uang tersebut setelah digunakan atau dibayarkan ada seperti semula atau tidak.69

Perdebatan ulama tentang unsur “keabadian” pada dasarnya tidak lepas dari pemahaman mereka terhadap petunjuk Rasulullah kepada Umar Ibu Khathab “ Tanamlah pohonnya dan sedekahkanlah buahnya” Menurut Abu Ishaq Asy Syirai petunjuk tersebut mengandung makna bahwa yang boleh di wakafkan adalah yang dapat bermanfaat dan tahan lama (tidak lenyap ketka dimanfaatkan).70

Adanya perdebatan dikalangan ulama fiqih tentang boleh atau tidaknya berwakaf dengan uang, memperlihatkan adanya upaya yang terus menerus untuk memaksimalkan hasil harta wakaf. Karena semakin banyak harta wakaf yang dihimpun, berarti semakin banyak pula hasil dan manfaatnya serta kebaikan yang mengalir kepada pihak yang berwakaf.

67

Departemen Agama RI, Op. Cit. , hal.95

68

Ibid, hal.97

69

Ibid, hal.98

70


(59)

Paham yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, membuka peluang bagi asset wakaf untuk memasuki berbagai usaha investasi seperti syirkah, mudharabah dan lainnya.

Sudah saatnya Indonesia mengembangkan wakaf uang, karena sangat strategis untuk pembangunan ekonomi umat. Hal-hal yang menjadi urgensi wakaf uang ialah :

1. Terhadap wakif, dimana seorang wakif tidak lagi memerlukan jumlah uang yang besar untuk dibelikan tanah atau bangunan untuk diwakafkan.

2. Terhadap Lembaga keuangan syariah, dimana jika uang wakaf yang terhimpun dapat dikelola oleh bank syariah dengan manajemen profesional, maka akan berdampak positif bagi pengembangan lembaga keuangan syariah.

3. Terhadap kegiatan ekonomi secara makro yaitu : a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Pemerataan pertumbuhan ekonomi. c. Stabilitas politik dan ekonomi.

Mengenai wakaf tunai ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan suatu fatwa tentang wakaf uang pada tanggal 11 Mei 2002. Fatwa tersebut isinya terdiri atas 2 (dua) yaitu sebagai berikut :

1. Pertama yakni :

a. Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. c. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).


(60)

d. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy.

e. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

2. Kedua, dimana fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliuran, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.71

Dalam konteks Indonesia, wakaf tunai yang digagas Mannan direspon positif oleh beberapa lembaga sosial keagamaan seperti Dompet Dhuafa Republika (DDR), UII Yogyakarta, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) dan beberapa lembaga lain. Meskipun beberapa pola pengelelolaan wakaf tunai yang dijalankan oleh lembaga-lembaga nadzir (LSM) profesional tersebut belum sesuai dengan semangat pemberdayaan wakaf sebagaimana yang diajarkan nabi, tapi paling tidak, wakaf tunai sudah mewacana dalam variabel aksi penanganan kesejahteraan sosial.72

B. Rukun-rukun dan Syarat-syarat Wakaf

Kendatipun para mujtahid berbeda pendapat mengenai wakaf dan perbedaan pendapat itu tercermin dalam perumusan mereka , namun semuanya sependapat bahwa untuk pembentukan lembaga wakaf diperlukan beberapa rukun. Rukun artinya sudut tiang penyangga yang merupakan sendi utama atau unsur pokok

71

Departemen Agama RI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia , Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji, Jakarta, 2003, hal.86

72


(61)

dalam pembentukan suatu hal. Tanpa rukun sesuatu hal tidak akan tegak berdiri. Wakaf sebagai suatu lembaga , mempunyai unsur – unsur pembentukannya. Tanpa itu, wakaf tidak dapat berdiri unsur – unsur pembentukan yang juga merupakan rukun wakaf itu adalah :

1. Wakif (orang yang mewakafkan)

Wakif adalah pemilik harta yang mewakafkan hartanya, seseorang yang

mewakafkan hartanya harus mempunyai syarat – syarat sebagai berikut :

a. Wakif itu adalah pemilik sah dari harta yang akan di wakafkan. Harta yang

belum jelas pemiliknya tidak boleh di wakafkan seperti harta warisan yang belum di bagikan , harta yang berserikat yang belum di tentukan siapa – siapa pemiliknya, harta yang di jual tetapi belum lunas pembayarannya, dan sebagainya. Karena itu perlu di teliti kedudukannya suatu harta yang akan diwakafkan.

b. Wakif mempunyai kecukupan melakukan tabarru yaitu kecukupan

melepaskan hak milik kepada orang lain. Yang menjadi ukuran seseorang yang telah dapat melakukan tabarru ialah telah mempunyai kemampuan mempertimbangkan sesuatu yang telah di temukan kepadanya dengan baik. c. Wakif tidak mempunyai hutang sedikit pun , maka ia boleh mewakafkan

paling banyak sepertiga hartanya, sedangkan dua pertiga yang lain tergantung kepada persetujuan ahli waris , keadaan yang demikian ahli waris berhak menentukan harta yang mungkin diwariskan.

d. Jika ia berhutang sedangkan hartanya cukup untuk membayar hutangnya , maka orang sakit itu boleh berwakaf, ia harus terlebih dahulu melunaskan


(1)

dimaksudkan dalam ikrar wakaf, karena wakaf adalah merupakan suatu tindakan seseorang melepaskan haknya atas harta kekayaan yang dimilikinya untuk kepentingan dijalan Allah dan untuk kemaslahatan umum.

Tetapi wakaf dapat berubah statusnya apabila tidak sesuai lagi dengan tujuan semula dan telah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Agama yakni sebagai berikut :

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang telah diikrarkan oleh wakif.

b. Karena kepentingan umum.

Perwakafan tanah dalam UU No. 5/1960 tentang UUPA diatur dalam Pasal 49 ayat 3 dimana perwakafan tanah dilindungi dan diatur dengan perturan pemerintah.

3. Sebagai akibat hukum perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA, ada yang berdampak positif demi kemaslahatan masyarakat umum dan berdampak negatif. Dampak negatif dari perubahan peruntukan tanah wakaf selain akan dikenakan sanksi pidana juga dengan sendirinya akan batal menurut hukum yang berlaku. Dalam hal perubahan peruntukan tanah wakaf tersebut menimbulkan suatu perselisihan, maka akan diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan baik kompetensi Pengadilan Agama maupun Pengadilan Umum.


(2)

B. Saran

Dari kesimpulan penulisan tesis ini penulis menyarankan :

1. Penulis tujukan kepada Departemen Agama, dimana perubahan peruntukan tanah wakaf diawasi dengan ketat agar eksistensinya dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tetap ada demi kemaslahtan masyarakat umum. 2. Kiranya lembaga wakaf dapat berkembang dengan pengertian bahwa wakaf itu

bukan hanya untuk ditahan tetapi diharapkan bahwa wakaf itu menjadi ekonomi umat yaitu seperti membuat suatu toko berfungsi sebagai wakaf, atau menjadi wakaf yang produktif menghasilkan keuntungan untuk kemaslahatan masyarakat umum.

3. Masyarakat dan pihak pemerintah sama-sama mengawasi pelaksanaan wakaf tersebut, agar dapat mencegah pelaksanaan wakaf yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh pihak-pihak tertentu.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdullah, Hafid, Fikih Syafi’i , CV. Asy Syifa, Semarang, 1992

Abdurahman, Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria (Seri Hukum Agraria VI) , Alumni, Bandung, 1980

Adhie, Brahmana dan Hasan Basri Nata Menggala (Penyunting), Reformasi Tanah , Mandar Maju, Bandung, 2002

Al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah Di Indonesia , Rajawali Press, Jakarta, 1992

Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf , Bina Aksara, Jakarta, 1981

AR, Hasbi, Wakaf , IAIN Sumatera Utara, 1985

Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama , PT. Logos Wacana Islam, Jakarta, 1999

Chomzah, Ali Ahmad, Hukum Pertanahan , Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003

Dahlan, Zaini dan Azharuddin Sahil (Penerjemah), Qur’an Karim dan Terjemahan

Artinya, UII Press, Yogyakarta, 1999

Daradjat, Zakiah, Ilmu Fiqih Jilid 3 , Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995

Departemen Agama RI, Wakaf Tunai Dalam Perspektif Hukum Islam , Departemen Agama RI, Jakarta, 2005

___________________, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorak Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan haji Departemen Agama RI, Jakarta, 2003

___________________, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf , Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji, Jakarta, 2005


(4)

___________________, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia , Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta , 2005

Djamali, R.Abdul, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium

Ilmu Hukum , CV. Mandar Maju, Bandung, 2001

Furqan, Arif, Islam Untuk Disiplin Ilmu , Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2002

Halim, Abdul, Hukum Perwakafan Di Indonesia , Ciputat Press, Ciputat, 2005

Hamami, Taufiq, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional , PT. Tatanusa, Jakarta, 2003

Husaini, Al-Masyhad, Sahih Muslim Juz II , Al-Qahirah,t.t.

Johar, Bahder dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama

Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, dan Sadaqah) , CV.

Mandar Maju, Bandung, 1997

Karim, Helmi, Fiqh Muamalah , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993

Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya , PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah , Prenada Media, Jakarta, 2004

Munghriyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab , Lentera, Surabaya, 1996 Muhammad Syah, Ismail, Filsafat Hukum Islam , Bumi Aksara dan Bekerjasama

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Jakarta, 1997

Praja, Juhaya S, Perwakafan Di Indonesia , PT. Tiara, Bandung, 1995

____________, Perwakafan Di Indonesia, Sejarah, Pemikiran Hukum dan

Perkembangannya, Mizan, Bandung, 1995

Saleh, Asri Muhammad (Penyunting), Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah

Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia , UIR Press, Pekanbaru, 1991


(5)

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei , Jakarta, LP3ES, 1989

Soekanto, Soejano, Pengantar Penelitian Hukum , UII Press, Jakarta, 1986

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian , Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998 Syarqiyah, Mahtabal AS, Al-Munjid , Yayasan Piara, Bandung, 1995

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua , Balai Pustaka, Jakarta, 1975

Usman,Suparman, Hukum Perwakafan Di Indonesia , Darul Ulum Press, Jakarta, 2002

Yamin, Muhammad, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria , Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003

B. Tesis, Makalah, Jurnal, Artikel, Diklat

Aedy, Hasan, Peranan Pemerintah dan Ulama Dalam Pengelolaan Zakat dan Wakaf

Untuk Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Ekonomi Umat , Pada

Internasional Seminar On Islamics As a Solution, di Medan pada tanggal 18-19 September 2005

Ali, Marpuji, Wakaf dan Pemberdayaan Ekonomi Umat , Pada Internasional Seminar On Islamics As a Solution, di Medan pada tanggal 18-19 September 2005 Damayanti, Yulia, Pendaftaran dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum

Islam dan Peraturan Pemerintah (Penelitian Di Kota Medan), 2004

Departemen Agama RI, Manajemen Perwakafan Tanah (Bahan Untuk CPPN) , Departemen Agama RI Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Jakarta,1995 Iska, Syukri, Manajemen Zakat dan Wakaf Dalam Peningkatan Ekonomi Umat , Pada

Internasional Seminar On Islamics As a Solution, di Medan pada tanggal 18-19 September 2005

Pulungan, Maramonang, Pembatalan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam

dan PP No. 28/1977 , 2003

Yamin, Muhammad, Problematika Mewujudkan Jaminan Kepastian Hukum Atas


(6)

dala Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara pada tanggal 2 September 2006 di Gelanggang Mahasiswa kampus USU, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006

C. Peraturan Perundang-undangan

Instruksi Presiden No. 1/1991 tentang Penyebarluasan dan Penerapan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Peraturan Pemerintah No. 28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

Peraturan Pemerintah No. 42/2006 tentang Pelaksana UU Wakaf No. 41/2004

Peraturan Menteri Negara Agraria (Permenegria) No. 1/1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

Peraturan Menteri Negara Agraria (Permenegria)/ Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 3/1978 tentang Fatwa Tata Guna Tanah

Undang-Undang No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang No. 41/2004 tentang Wakaf

D. Majalah