Rata-Rata Kerapatan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Scenedesmus sp. yang ditumbuhkan pada medium ekstrak tauge pada awalnya berwarna hijau muda kemudian setelah hari ketujuh kultur Scenedesmus sp. menjadi berwarna hijau tua yang pekat lihat Gambar 12. Menurut Agustini dan Kabinawa 1993, kadar klorofil meningkat sejalan dengan waktu kultur. Warna hijau pada kultur menandakan bahwa pigmen fotosintesis klorofil ini yang dominan dalam sel mikroalga tersebut Sze, 1993. Sel Scenedemus sp. yang dihasilkan pada medium ekstrak tauge ini tumbuh sangat baik dengan bentuk sel yang utuh tanpa adanya kontaminasi mikroalga lainnya.

4.2. Rata-Rata Kerapatan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Pertumbuhan mikroalga diamati berdasarkan rata-rata kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. Hasil penelitian pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. pada kontrol dan perlakuan yang menggunakan medium limbah cair tahu disajikan dalam data kerapatan rata-rata sel selama 13 hari pengamatan, lihat Tabel 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata kerapatan sel Scenedesmus sp. dalam perlakuan limbah cair tahu bervariasi. Hasil hasil analisis sidik ragam Tabel 6 pada taraf nyata 5 menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi limbah cair tahu, waktu hari, dan interaksi antara keduanya. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi berdasarkan jumlah kerapatan sel Scenedesmus menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada konsentrasi 40 dengan konsentrasi 10, 20, 30, kontrol MBB, dan kontrol akuades. Perbedaan yang nyata juga ditunjukan pada konsentrasi 10 dengan konsentrasi 20, 30, kontrol MBB, dan kontrol akuades. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi limbah cair tahu mempengaruhi pertumbuhan Scenedesmus sp. Namun, pada konsentrasi 20 berdasarkan uji Duncan menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap konsentrasi 0 akuades. Sama halnya dengan konsentrasi 30 yang menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan konsentrasi 20 dan 0 akuades. Unsur-unsur yang terdapat pada limbah cair tahu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. karena unsur tersebut digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan. Berdasarkan daftar komposisi tahu Pranoto dalam Fatha 2007, kandungan limbah cair tahu yang dihasilkan oleh industri tahu antara lain kalsium, Phospor dan besi. Masing-masing unsur tersebut mempunyai fungsi- fungsi khusus, unsur Kalsium dan Posphor penting untuk metabolisme karbohidrat dan pembentukan protein. Unsur besi Fe penting bagi pembentukan pigmen fotosintesis yaitu klorofil Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995. Pengaruh konsentrasi medium memang terlihat nyata pada medium perlakuan 40 yang konsentrasi limbah cair tahunya lebih tinggi, kerapatan jumlah selnya paling rendah. Menurut Chrismada dan Nofdianto, 1994 penurunan pertumbuhan pada konsentrasi yang tinggi adalah karena konsentrasi nutrien yang tinggi tersebut meracuni sel-sel mikroalga, sehingga keberadaan nutrsi dalam konsentrasi yang tinggi malah menghambat pertumbuhan. Perbedaan yang nyata juga terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 10 dengan konsentrasi limbah cair tahu 20, 30, dan kontrol MBB dan akuades. Terdapatnya perbedaan yang nyata ini diduga karena rendahnya konsentrasi nutrien dalam medium akibat pengenceran atau pemberian akuades steril pada limbah cair tahu. Sehingga nutrisi menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan yang akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan ketersedian nutrien yang cukup akan menyebabkan terjadinya pembelahan sel dengan cepat Sriharti dan Carolina, 2000. Pada konsentrasi limbah cair tahu 20 dan 30 tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga karena pengenceran yang dilakukan dengan penambahan akuades ini mengurangi kepekatan limbah, sehingga sel dapat menyerap nutrien dengan mudah. Pada uji Duncan untuk lamanya waktu pengamatan terhadap jumlah kerapatan sel menunjukan perbedaan yang nyata antara hari ke-0 dengan hari ke- 1 sampai hari ke-13, begitupula pada hari ke-13 terdapat perbedaan yang nyata terhadap hari ke-1 sampai hari ke-11 kecuali pada hari ke-12 yang menunjukan tidak berbeda nyata. Ini tampak dari notasi yang didapatkan pada uji Duncan, lihat Tabel 9 hari ke-0, hari ke-4, dan hari ke-7 memiliki notasi yang berbeda dengan hari yang lain. Perbedaan nyata yang tampak pada lamanya waktu pengamatan ini membuktikan bahwa sesungguhnya sel Scenedesmus sp. dalam selang waktu tertentu mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perbedaan yang nyata pada hari ke-0 dengan hari berikutnya selama pengamatan selama 13 hari membuktikan bahwa pada awal inokulasi terdapat ketersedian nutrisi yang cukup dalam media. Sama halnya dengan hari ke-4 dan hari ke-7. Selain itu faktor lain berupa umur kultur yang menyangkut dengan daur hidup mikroalga Scenedesmus sp. tersebut. Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 menyatakan bahwa mikroalga umumnya mempunyai daur hidup yang cukup singkat berkisar antara 3 sampai 7 hari setelah inokulasi. Untuk hari ke-13 menunjukan perbedaan yang nyata dengan hari pertama sampai hari ke-11. Hal ini menunjukan bahwa setelah meningkatnya pertumbuhan sel mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan akan nutrisi. Sementara ketersediaan nutrisi tidak bertambah, maka berakibat terjadinya penurunan populasi mikroalga Scenedesmus sp. Pada perlakuan kontrol MBB dan perlakuan limbah cair tahu terdapat perbedaan waktu pada saat kerapatan tertinggi. Kontrol MBB medium basal bold kerapatan tertinggi terjadi hari ke 9 sedangkan perlakuan limbah air tahu antara hari ke 2 sampai hari ke 4. Kemungkinan hal ini terjadi karena pada perlakuan kontrol MBB tidak terdapat unsur trace element EDTA yang berfungsi sebagai ion pengelat atau sebagai unsur yang berfungsi untuk mengikat ion-ion logam yang memang dibutuhkan mikroalga dalam metabolisme selnya Damayanti, 2006. Rata-rata kerapatan sel Scenedesmus sp. pada ke enam perlakuan berbeda yang dihitung pada saat puncak yaitu pada media limbah cair tahu 10 sebesar 363.333,33 selml yang dicapai pada hari ke-3, 20 sebesar 383.333,33 selml yang dicapai pada hari ke-2, 30 sebesar 541.666,67 selml yang dicapai pada hari ke-3, 40 sebesar 340.000 selml yang dicapai pada hari ke-4. Pada perlakuan tanpa limbah cair tahu yaitu 0 kontrol MBB sebesar 930.833,33 selml dicapai pada hari ke-10, dan 0 kontrol akuades sebesar 460.000 selml dicapai pada hari ke-9. Tabel 1. Data rata-rata kerapatan pertumbuhan sel Scenedesmus sp. pada enam perlakuan konsentrasi yang berbeda selama 13 hari pengamatan. Hari t Rata-rata Kerapatan Jumlah Sel selml Pada Enam Perlakuan 10 20 30 40 0 MBB 0Akuades 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 1 296.666,67 236.666,67 170.000,00 60.000,00 266.666,67 120.000,00 2 44.000,00 383.333,33 311.666,67 40.833,33 370.000,00 80.000,00 3 363.333,33 180.000,00 541.666,67 166.666,67 403.333,33 270.000,00 4 174.166,67 320.000,00 413.333,33 340.000,00 926.666,67 330.000,00 5 223.333,33 253.333,33 270.000,00 173.333,33 463.333,33 333.333,33 6 170.000,00 310.000,00 156.666,67 166.666,67 533.333,33 390.000,00 7 310.000,00 236.666,67 150.000,00 150.000,00 338.600,00 310.000,00 8 313.333,33 230.000,00 326.666,67 170.000,00 740.000,00 380.000,00 9 156.666,67 296.666,67 253.333,33 166.666,67 740.000,00 460.000,00 10 225.000,00 311.666,67 194.166,67 200.000,00 930.833,33 290.000,00 11 180.833,33 211.666,67 195.000,00 80.833,33 850.000,00 243.333,33 12 37.500,00 74.166,67 62.500,00 78.333,33 381.666,67 148.333,33 13 49.166,67 32.500,00 58.333,33 55.000,00 359.166,67 27.500,00 Rata-rata peningkatan jumlah sel Scenedesmus sp. terlihat dari terjadinya perubahan warna kultur itu sendiri baik pada kontrol, medium basal bold, dan medium ekstrak tauge. Berdasarkan hasil penampakan makroskopik pada awal perlakuan hari ke 0 kultur sel tampak berwarna bening, baru beberapa hari setelah inokulasi tampak warna hijau pada masing-masing perlakuan. Berdasarkan pengamatan makroskopis lampiran 7 tampak bahwa pada seluruh perlakuan limbah cair tahu, kontrol MBB dan kontrol aquades pada akhir pengamatan hari ke-13 kultur tampak semakin hijau padahal rata-rata kerapatan sel sudah menurun jumlahnya. Pemberian cahaya secara terus menerus selama penelitian diduga dapat memacu peningkatan kadar klorofil. Tidak adanya fase gelap tanpa cahaya dalam penelitian ini karena pembentukan ATP jauh lebih banyak dilakukan oleh kloroplas, sehingga klorofil sebagai pigmen penangkap cahaya akan semakin banyak terbentuk Irawati, 1998. Pada pengamatan akhir limbah cair tahu yang digunakan sebagai medium pertumbuhan Scenedesmus sp. di ketahui bahwa bau aroma limbah cair tahu telah berkurang bahkan untuk perlakuan yang konsentrasi limbahnya lebih kecil bau limbah tersebut telah hilang. Perubahan warna juga terjadi pada masing-masing perlakuan, hampi semua limbah yang telah di tumbuhi Scenedesmus sp. ini telah berubah warna menjadi hijau kecuali pada perlakuan limbah cair tahu 40 yang masih tampak kekuningan. Bila dibandingkan dengan penelitian Damayanti 2006 yang mengkultur mikroalga Scenedesmus sp. dengan menggunakan medium ekstrak tauge, kepadatan sel Scenedesmus sp.yang didapat dengan medium limbah cair tahu jauh lebih rendah. Walaupun limbah cair tahu juga mengandung bahan organik sama halnya dengan medium ekstrak tauge, namun faktor lingkungan berupa nilai pH yang sangat rendah diduga sebagai penyebab terhambatnya pertumbuhan sel Scenedesmus sp. Berbeda dengan medium ekstrak tauge yang mempunyai pH cendrung mendekati netral yang memang sesuai untuk pertumbuhan Scenedesmus sp.

4.3. Kurva Pertumbuhan Scenedesmus sp.