Peranserta Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur

(1)

PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

A I Y U B

067004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

S E

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

A I Y U B

067004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa : A i y u b Nomor Pokok : 067004002

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS) Ketua

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Dr. Delvian, SP., M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Januari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

2. Dr. Delvian, SP., M.Si

3. Prof. Dr. Chalida Fachruddin 4. Dr. Budi Utomo


(5)

ABSTRAK

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.

Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “PERANSERTA MASYARAKAT

DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR”.

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa tenaga, materi maupun pikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus tulusnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Ketua Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU.

4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Delvian, SP, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.


(7)

5. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, dan Bapak Dr. Budi Utomo selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda serta Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa untuk keberhasilan penulis.

8. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menunggu dengan kesabaran dan penuh pengertian serta memberikan dorongan doa selama penulis menempuh pendidikan.

9. Rekan-rekan seangkatan 2006/2007 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Terima kasih.

Medan, Februari 2010


(8)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1.2.Perumusan Masalah ... 1.3.Tujuan Penelitian ... 1.4.Kerangka Berpikir... 1.5.Hipotesis... 1.6.Manfaat Penelitian ...

1 5 5 5 8 8 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1. Pengertian Hutan ... 2.2. Peranserta Masyarakat ... 2.2.1. Pengertian Peranserta Masyarakat ... 2.2.2. Pentingnya Peranserta... 2.3. Faktor Karakteristik yang Mempengaruhi Peranserta Masyarakat ... 2.3.1. Tingkat Pendidikan... 2.3.2. Pekerjaan... 2.3.3. Pendapatan... 2.3.4. Lama Menetap... 2.3.5. Umur... 2.3.6. Jenis Kelamin ... 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peranserta ... 2.4.1. Sosial Ekonomi... 2.4.2. Budaya... 2.4.3. Penegakan Hukum...

9 9 10 10 15 15 15 17 17 18 18 19 20 20 21 23


(10)

BAB III : METODE PENELITIAN... 25 BAB IV BAB V : :

3.1. Jenis Penelitian... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 3.3. Populasi dan Sampel... 3.4. Metode Pengumpulan Data... 3.5. Variabel Penelitian... 3.6. Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 4.1.1. Keadaan Geografis... 4.1.2. Topografi Daerah Penelitian... 4.1.3. Demografi... 4.1.4. Gambaran Umum Areal Hutan Berdasarkan

Fungsinya... 4.2. Hasil... 4.2.1. Peranserta Masyarakat... ... 4.2.2. Karakteristik Responden... 4.2.3. Sosial Ekonomi... 4.2.4. Budaya…... 4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan

Berkelanjutan... 4.3. Pembahasan...

4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat... 4.3.2. Jenis Kelamin... 4.3.3. Lama Menetap... 4.3.4. Pendidikan... 4.3.5. Pekerjaan... 4.3.6. Pendapatan...

4.3.7. Sosial Ekonomi……….

4.3.8. Budaya... 4.3.9. Hukum... KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ...

25 25 25 27 27 28 30 30 30 31 31 32 33 33 34 38 39 40 40 40 41 42 43 44 45 45 47 48 50 50 50 DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan ... 4

1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... ... 4

3.1. Ukuran Sampel ± 0,5... 26

3.2. Variabel Peranserta Masyarakat ... 27

3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat... 28

4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi ... 32

4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... 33

4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi... 34

4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 34

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap ... 35

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 36

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 37

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 37

4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 38

4.10. Distribusi Dukungan Responden Berdasarkan Budaya Masyarakat... 39


(12)

4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 54 2. Hasil Pengolahan Data... 58


(15)

ABSTRAK

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.

Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar pulau-pulau tersebut (10.000 buah) adalah merupakan pulau-pulau berukuran kecil. Pada setiap pulau terdapat tumbuhan, hewan dan jasat renik yang tinggi. Dari satu pulau dengan pulau yang lain bahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain dari pulau yang sama terdapat keadaan alam yang berbeda. Perpaduan antara sumberdaya alam dan hayati dan tempat hidupnya yang berbeda, menumbuhkan berbagai ekosistem di dalamnya (Suhendang, 2002).

Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam hutan tropis yang komplek, menyediakan pohon-pohon berbagai ukuran. Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan koleksi yang mempunyai potensi genetik yang besar. Namun hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan.

Hutan juga merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai permasalahan lingkungan hidup global. Terlepas dari bagaimana implementasi pengelolaan hutan di lapangan, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah menyatakan perhatian yang serius terhadap masalah degradasi lingkungan global di antaranya


(17)

dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari (sustainable forest management) (Nurrochmat, 2005).

Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Penebangan ini menyebabkan berkurangnya luas hutan yang sangat cepat. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia (Suhendang, 2002). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan dan pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali. Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam produksi tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua makhluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang menjelaskan bahwa hutan


(18)

pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Oleh karena itu, hutan lindung perlu perhatian yang serius dari semua pihak agar kelestariannya tetap terjamin. Masalah tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi pemecahannya. Pembalakan liar, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pembukaan pemukiman baru, transmigrasi, dan pemberlakuan izin hak penebangan hutan (HPH) dan lain sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan di Indonesia. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin tinggi serta diiringi oleh desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, lapangan kerja kurang tersedia memaksa kawasan hutan, termasuk kawasan hutan lindung dijadikan sebagai alternatif sasaran bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat yang jauh dari kawasan untuk memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Kawasan hutan di Indonesia yang dikeluarkan oleh setiap instansi atau peneliti sangat beragam, yakni seluas 95 juta hektar (Matthews, 2002), 112 juta hektar (Kartodihardjo, 1999), 97 juta Ha (Dephut, 1996) dan 144 juta Ha (World Resource Institute, 2003). Kawasan hutan adalah areal yang ditetapkan Pemerintah sebagai hutan sehingga luasnya tidak selalu sama dengan luas lahan hutan, bisa saja suatu kawasan yang status "resminya" adalah hutan, tetapi di lapangan kenyataannya berupa alang-alang, kebun, atau bahkan pemukiman. Akibat sangat banyak pembalakan liar dan laju konversi lahan hutan yang tinggi, luas kawasan hutan yang kenyataannya masih berhutan diperkirakan hanya tersisa separuhnya.


(19)

Data luas kawasan hutan nasional menurut fungsinya berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan

No. Kategori Hutan Luas (Ha)

1. Hutan Produksi Terbatas 29.833.302

2. Hutan Lindung 29.784.305

3. Suaka Alam dan Hutan Wisata 19.326.960

4. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi 18.461.538

T o t a l 97.406.105

Sumber: Ditjen Intag, Departemen Kehutanan, 1996.

Kabupaten Aceh Timur, mempunyai kawasan hutan sesuai dengan fungsinya dengan luas 604.060 Ha. Kawasan hutan di Kabupaten Aceh Timur dapat kita lihat pada Tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007

No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase 1.

2. 3. 4. 5.

Hutan Lindung (HL)

Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Tetap (HP) Taman Nasional (TN) Areal Penggunaan lain

79.822 110.197 115.000 - 299.041 13.22 18.24 19.04 - 49.04

Jumlah 604.060 100

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.

Di Kecamatan Serba Jadi memiliki jumlah penduduk 8.687 jiwa dan 1.854 kepala keluarga yang sangat tergantung dengan keberadaan hutan yang ada di sekitarnya. Dari gambaran tersebut maka harus ada suatu pengaturan yang mengatur penataan lingkungan secara swadaya oleh masyarakat yang tinggal


(20)

di sekitarnya secara berkelanjutan. Maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui hubungan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh antara faktor karakteristik masyarakat, sosial ekonomi, budaya masyarakat dan faktor penegakan hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, hubungannya dengan karakteristik masyarakat dan aspek sosial ekonomi, hukum dan budaya di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.

2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur khususnya dan Pemerintah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya


(21)

dalam upaya meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di wilayahnya.

1.5. Kerangka Berpikir

Penelitian tentang peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan sangat diharapkan, untuk mengukur tingkat peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi, peneliti mengambil 2 (dua) topik analisis, yaitu:

1. Karakteristik masyarakat (responden) yang terdiri dari: a. jenis kelamin,

b. lama menetap, c. pendidikan, d. pekerjaan, dan e. pendapatan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta masyarakat Kecamatan Serba Jadi yang terdiri dari:

a. Sosial – Ekonomi, b. Hukum


(22)

Adapun bentuk kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Faktor-faktor yang

mempengaruhi:

1. Sosial Ekonomi 2. Hukum

3. Budaya

Peranserta Masyarakat Karakteristik Masyarakat

1 Jenis kelamin 2 Lama menetap 3 Pendidikan 4 Pekerjaan 5 Pendapatan

Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Program Pemerintah

GRNHL

Moratorium Ilegal Logging


(23)

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dan variabel yang akan diteliti, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

2. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

3. Ada hubungan antara faktor budaya dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

4. Ada hubungan antara faktor hukum dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem dan saling ketergantungan. Spurr (1973), mendefinisikan bahwa hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.

Dalam Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, hutan dibagi kepada 8 (delapan) jenis, yaitu:

a. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

b. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. a. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat

hukum adat.

b. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.


(25)

c. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

d. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

e. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

f. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

2.2. Peranserta Masyarakat

2.2.1. Pengertian Peranserta Masyarakat

Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peranserta masyarakat. Proses tersebut merupakan komunikasi dua arah yang berlangsung terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu


(26)

proses kegiatan, di mana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang berwenang (Canter, 1977).

Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feed-forward information (Komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (informasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu). Dari sudut terminologi peranserta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahkan yang lebih khusus lagi, peranserta masyarakat yang sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas insentif material yang mereka butuhkan (Gullet, 1989). Tjokroamidjojo (1996), mengatakan berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak saja dari pengambil kebijaksanaan tertinggi, para perencana, pegawai pelaksana operasional, tetapi juga dari petani-petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, pengusaha, dan lain-lain.

Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan model top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu handarbeni terhadap hasil pembangunan. Kesadaran berpartisipasi ini sangat penting juga dalam rangka menciptakan hutan berkelanjutan.


(27)

Pentingnya peran dari seluruh masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1991) sebagai berikut:

1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Hardjasoemantri (1991), mengungkapkan bahwa selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. Santosa (1991), dalam penelitiannya merangkum kegunaan peranserta masyarakat sebagai berikut :

1. Menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab; Kesempatan untuk berperanserta dalam kegiatan publik, akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab


(28)

2. Meningkatkan proses belajar; Pengalaman berperanserta secara psikologis akan memberikan seseorang kepercayaan yang lebih baik untuk berperanserta lebih jauh.

3. Mengeliminir perasaan terasing; Dengan turut aktifnya berperanserta dalam suatu kegiatan, seseorang tidak akan merasa terasing. Karena dengan berperanserta akan meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat.

4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah; Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan mempunyai kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu. Jadi, program peranserta masyarakat menambah legitimasi dan kredibilitas dari proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik atas proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.

5. Menciptakan kesadaran politik; John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa peranserta pada tingkat lokal, di mana pendidikan nyata dari peranserta terjadi, seseorang akan "belajar demokrasi". Ia mencatat bahwa orang tidaklah belajar membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam skala kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana mempraktekkannya dalam lingkup yang lebih besar lagi.


(29)

6. Keputusan dari hasil peranserta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat; Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui peranserta masyarakat distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat, karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses pengambilan keputusan.

7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna; Masyarakat sekitar, dalam keadaan tertentu akan menjadi "pakar" yang baik karena belajar dari pengalaman atau karena pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan sehari-hari. Keunikan dari peranserta adalah masyarakat dapat mewakili pengetahuan lokal yang berharga yang belum tentu dimiliki oleh pakar lainnya, sehingga pengetahuan itu haruslah termuat dalam proses pembuatan keputusan.

8. Merupakan komitmen sistem demokrasi; Program peranserta masyarakat membuka kemungkinan meningkatnya akses masyarakat ke dalam proses pembuatan keputusan (Devitt, 1974).

Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan. Partisipasi masyarakat tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan: “Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup”.

Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan


(30)

penilaian. Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yakni:

(a) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. (b) Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

(c) Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan

pengawasan sosial.

(d) Memberikan saran dan pendapat; dan

(e) Berperan dalam menyampaikan pemikiran dan pendapat dalam setiap kegiatan agar berwawasan lingkungan.

2.2.2. Pentingnya Peranserta

Peranserta masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan, sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep pembangunan dari bawah yang melibatkan peranserta masyarakat (bottom up) untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain dan Dodo, 1989).

2.3. Faktor Karakteristik yang Mempengaruhi Peranserta Masyarakat 2.3.1. Tingkat Pendidikan

Peranserta masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan mempengaruhi besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.


(31)

Sastropoetro (1988), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu:

a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri.

b. Penginterpretasian yang dangkal terhadap agama.

c. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk.

d. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan.

e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

Slamet (1995) dalam Amba (1998) yang menjelaskan ada 3 (tiga) syarat yang diperlukan agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pembangunan adalah:

a. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan.

b. Masyarakat harus memiliki kemauan untuk ikut berpartisipasi. Kemauan adalah aspek emosi dan perasaan terhadap suatu obyek tertentu, yang berupa kecenderungan reaksi psikis yang timbul dari dalam diri manusia yang dapat menimbulkan motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan


(32)

c. Harus ada kesempatan untuk berpartisipasi. Kesempatan adalah peluang yang tersedia bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi tersebut, mulai dari tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian.

Tjokroamidjojo (1996) menjelaskan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

2.3.2. Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan tua dan umumnya dilakukan secara musiman.

2.3.3. Pendapatan

Hasil nyata yang dapat dilihat dari program pemberdayaan masyarakat desa hutan antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pengetahuan atas pentingnya kelestarian sumberdaya hutan, meningkatnya ketrampilan berusaha/ usaha produktif, menunjang program pemerintah dalam pengadaan pangan nasional, mensukseskan kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, memberikan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar hutan (http//www.inoscent.org).


(33)

Sistem hak milik hutan Indonesia sekarang ini bertentangan dengan kesehatan hutan, serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan. Dengan mengalahkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta pengaturan peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru ini, telah mengurangi rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam jangka panjang. Hal ini menimbulkan konflik sosial di banyak wilayah. Pada waktu yang sama, besarnya skala dan dalam hal-hal tertentu, terpencilnya wilayah di bawah konsesi kayu telah menyebabkan pemerintah kewalahan mengumpulkan data seperti batas-batas wilayah yang dapat dipercaya (http//www.inoscent.org).

2.3.5. Umur

Karakteristik umur mempengaruhi produktivitas kerja seseorang dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pembagian angkatan kerja di sini berdasarkan usianya, di mana umur 15 – 57 tahun termasuk angkatan kerja produktif dan umur 58 tahun ke atas adalah angkatan kerja tidak produktif (http//www.damarnet.org).

Slamet (1995) dalam Amba (1998) menjelaskan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan dan timbulnya kemauan seseorang untuk berpartisipasi dan berperanserta dalam suatu kegiatan adalah: faktor umur, tingkat pendidikan, pengalaman, dan manfaat dari kegiatan tersebut.

2.3.6. Jenis Kelamin

Pengetahuan pria dan wanita menunjukkan keefektifan kegiatan penyebaran informasi tentang peranserta masyarakat yang telah dilakukan. Hasil penelitian


(34)

dengan wanita, hal ini didukung fakta yang menunjukkan 46 persen partisipan dari kegiatan proyek yang formal (pertemuan-pertemuan, presentasi, dan pendidikan lingkungan hidup) tercatat sebagai wanita. Tingkat peranserta wanita yang lebih rendah dari pria dalam kegiatan-kegiatan peranserta menunjukkan adanya perbedaan antara pekerjaan pria dan wanita di masyarakat. Selanjutnya Sukmara (2002) menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan peranserta seperti pertemuan-pertemuan, pembangunan pusat informasi, pencegahan banjir, pembuatan daerah perlindungan laut, pemantauan terumbu karang, dan lain-lain lebih banyak diikuti kaum pria dibandingkan dengan wanita.

Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pria dan wanita mengenai partisipasi dalam penyusunan rencana pengelolaan desa dan pengetahuan apakah rencana pengelolaan tersebut sudah disetujui atau belum. Sedikitnya perbedaan antara pria dan wanita ini mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa penyuluh lapangan adalah wanita sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan diskusi informal dalam jumlah yang lebih besar dengan anggota masyarakat wanita. Sebagai tambahan, sepertinya penyebaran informasi dalam rumah tangga dan masyarakat adalah melalui pembicaraan dan diskusi informal. Dalam hal pengetahuan tujuan dan isi peraturan daerah perlindungan laut, terdapat perbedaan yang nyata antara tanggapan pria dan wanita. Karena daerah perlindungan laut belum ditetapkan pada saat survei, informasi tentang hal tersebut mungkin belum tersebar secara penuh dan tidak cukup waktu untuk penyebaran informasi kepada wanita yang tidak berpartisipasi secara formal dalam kegiatan perencanaan daerah perlindungan laut.


(35)

Sebagai tambahan, para nelayan lebih tertarik pada daerah perlindungan laut, dan mereka hampir selalu pria.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peranserta 2.4.1. Sosial Ekonomi

Hubeis (1990), menyebutkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang mereka, mencakup karakteristik sosial dan ekonomi. Pengertian Sosial Forestry menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. PP.01/Menhut-11/2004 adalah Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan.

Banyak hutan sekunder dimanfaatkan secara intensif serta sedikit banyaknya sistematis dan permanen. Hal ini terjadi terutama didekat pemukiman penduduk, di mana hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka (ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah). Akibat tekanan pemanfaatan yang sangat tinggi, seringkali timbul bahaya pemanfaatan yang berlebihan. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan saat ini meliputi pengambilan kayu


(36)

(untuk tujuan regenerasi) serta peternakan/penggembalaan. Hutan-hutan sekunder mempunyai arti ekonomi terpenting sebagai sumber pasokan kayu bakar dan sebagai areal cadangan dalam sistem perladangan berpindah (Emrich, et al, 2000).

2.4.2. Budaya

Keberadaan keanekaragaman hayati dan budaya ini bertumpu pada keberadaan masyarakat adat yang hidup dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. diperkirakan bahwa dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia, antara 50 sampai 70 juta diantaranya adalah masyarakat adat, yaitu "penduduk yang hidup dalam satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya" (KMAN dalam Nababan, 2002). Walaupun mengalami tekanan berat, banyak studi yang telah membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat adat di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang berkembang dan berubah secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat. Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat (Nababan, 2002).


(37)

Dibandingkan dengan pihak-pihak berkepentingan lain, masyarakat adat mempunyai motif yang paling kuat untuk melindungi hutan adatnya. Bagi masyarakat adat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, menjaga hutan dari kerusakan merupakan bagian paling penting mempertahankan keberlanjutan kelangsungan kehidupan mereka sebagai komunitas adat. Motivasi ini didasari pada 2 (dua) hal. Pertama adalah keyakinan atas hak-hak asal usul yang diwarisi dari leluhur. Masyarakat adat berbeda dari kelompok masyarakat yang lain, bukan semata-mata karena mereka rentan terhadap intervensi/hegemoni luar, tetapi karena mereka memiliki hak asal usul atau hak tradisional. Mempertahankan hutan adat bukan sekedar tindakan konservasi tetapi merupakan tindakan mempertahankan hak adat, hak asal usul dan hak tradisional mereka (Nababan, 2002).

Kedua, di samping untuk mempertahankan hak, masyarakat adat juga menyadari posisinya sebagai penerima insentif yang paling besar jika hutan adatnya utuh dan terpelihara dengan baik. Sebagai penduduk yang sebagian besar kehidupannya tergantung dengan hutan adat, hutan adat yang lestari akan menjamin ketersediaan pangan, ramuan obat-obatan, air bersih, bahan bangunan dan kebutuhan primer lain bagi masyarakat adat. Bagi masyarakat adat yang kehidupannya sudah terintegrasi dengan ekonomi uang, hutan adat merupakan sumber berbagai jenis hasil hutan, baik berupa kayu maupun non kayu, yang bernilai jual tinggi untuk mendapatkan uang membiayai kebutuhan-kebutuhannya seperti menyekolahkan anak-anaknya, membayar pajak, membeli alat transportasi yang lebih cepat, membeli


(38)

masyarakat adat, hutan adat juga sangat penting dalam kehidupan budaya dan religi asli. Sebaliknya jika terjadi pengrusakan terhadap hutan adat, baik oleh mereka sendiri maupun oleh pihak-pihak luar, maka masyarakat adat akan menjadi korban yang paling menderita (Nababan, 2002).

Hubeis (1990), menambahkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan budaya di mana mereka bertempat tinggal. Kearifan lokal merupakan salah satu manifestasi kebudayaan

sebagai sistem yang cenderung memegang erat tradisi sebagai sarana untuk memecahkan persoalan yang kerap dihadapi oleh masyarakat lokal.

2.4.3. Penegakan Hukum

Schrechenberg dan Hadely (1995) menyebutkan, untuk memenuhi keseluruhan fungsinya maka perlu pengaturan dalam pengelolaan hutan yang baik, setiap upaya menaikkan salah satu fungsi atau salah satu out put akan memarginalkan fungsi yang lain. Pasal 1 butir 1 UU No. 5 Tahun 1967 yaitu bahwa hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang ditumbuhi pepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya, dan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan. Cormick (1979), membuat perbedaan peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam peranserta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar


(39)

pendapatnya dan untuk diberi tahu, di mana keputusan terakhir tetap berada ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peranserta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membahas keputusan. Ternyata masih banyak yang memandang peranserta masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peranserta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sebagai tujuan (participation is an end itself).

Menurut Hardjasoemantri (1991), menjelaskan bahwa peranserta masyarakat akan membantu penegakan hukum, bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif pemecahan yang dapat diambil sebelum sampai pada keputusan akhir.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2008 s/d Desember 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Metode yang digunakan dalam menentukan populasi dalam penelitian ini adalah metode Purposive sampling yaitu seluruh kepala keluarga yang berada di Kecamatan Serba Jadi, yang berjumlah 1.854 kepala keluarga. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah proportionate stratified random sampling, teknik ini digunakan karena populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, contoh seperti latar belakang pendidikan masyarakat yang berbeda, pekerjaan dan lain-lain.

Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah menggunakan Tabel Krejcie.


(41)

Krejcie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi (Sugiyono, 2002). Tabel Krejcie ditunjukkan pada Tabel 3.1, dari tabel itu terlihat bila jumlah populasi 1.854 maka sampelnya 318.

Tabel 3.1. Ukuran Sampel± 0,5

Catatan: N = populasi S = sampel

Sumber: Sugiyono, 2002.

N S N S N S

10 10 220 140 1.200 291

15 14 230 144 1.300 297

20 19 240 148 1.400 302

25 24 250 152 1.500 306

30 28 260 155 1.600 310

35 32 270 159 1.700 313

40 36 280 162 1.800 317

45 40 290 165 1.900 320

50 44 300 169 2.000 322

55 48 320 175 2.200 327

60 52 340 181 2.400 331

65 56 360 186 2.600 335

70 59 380 191 2.800 338

75 63 400 196 3.000 341

80 66 420 201 3.500 346

85 70 440 205 4.000 351

90 73 460 210 4.500 354

95 76 480 214 5.000 357

100 80 500 217 6.000 361

110 86 550 226 7.000 364

120 92 600 234 8.000 367

130 97 650 242 9.000 368

140 103 700 248 10.000 370

150 108 750 254 15.000 375

160 113 800 260 20.000 377

170 118 850 265 30.000 379

180 123 900 269 40.000 380

190 127 950 274 50.000 381

200 132 1.000 278 75.000 382


(42)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: Metode pengumpulan data primer dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur, kuesioner digunakan untuk mengukur karakteristik masyarakat dan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pembangunan kehutanan dan pemanfaatan hasil hutan.

Data Sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan, Badan Statistik Kabupaten Aceh Timur, Kantor Kecamatan Serba Jadi, serta seluruh Kantor Kelurahan/Desa di Kecamatan Serbajadi, tentang data geografis wilayah, demografi, serta data-data pendukung lainnya.

3.5. Variabel Penelitian

Tabel 3.2. Variabel Peranserta Masyarakat

No Variabel Indikator Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

1. Peranserta Masyarakat Perencanaan Pelaksanaan Pembangunan Kehutanan Pemanfaatan Hasil Menggunakan kuesioner terstruktur - Baik - Kurang

2. Sosial –

Ekonomi Pendidikan Pendapatan Menggunakan kuesioner terstruktur - Tinggi - Rendah

3. Budaya Adat Istiadat

Agama

Menggunakan kuesioner terstruktur

- Mendukung - Tidak mendukung

4. Hukum Jumlah Penegak Hukum

Sarana dan Prasarana Hukum Regulasi Sanksi Menggunakan kuesioner terstruktur - Mendukung - Tidak mendukung


(43)

Tabel 3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat

No Variabel Indikator Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

1 Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

Menggunakan kuesioner terstruktur

Laki-laki atau perempuan

2 Lama Menetap - 1 s/d 5 thn - 6 s/d 10 thn - ≥ 11 thn

Menggunakan kuesioner terstruktur

1 s/d 5 tahun 6 s/d 10 tahun ≥ 11 tahun

3 Pendidikan - Dasar

- Menengah - Tinggi

Menggunakan kuesioner terstruktur

l. Tidak/Belum Sekolah 2. Tamat SD

3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Akademi/Sarjana (S.l)

4 Pekerjaan - Petani

- Wiraswasta/ Pedagang - PNS/TNI/POLRI Menggunakan kuesioner terstruktur 1. Bekerja 2. Tidak bekerja

5 Pendapatan - Tinggi - Rendah

Menggunakan kuesioner terstruktur

1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000)

3.6. Analisis Data

Teknik statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengujian Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang digunakan untuk pengujian non-parametrik.

Analisis data dilakukan setelah semua data dikumpulkan, maka selanjutnya ada 4 (empat) proses yang harus dilakukan yaitu entering (memasukkan data di komputer), tabulating (melakukan tabulasi), cleaning (melakukan pembersihan data) dan processing (melakukan analisis data).


(44)

Pada analisis data ada 3 (tiga) tahap yang dilakukan yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat.

a. Analisis Univariat, semua variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi berupa tabel dan presentase.

b. Analisis Bivariat

Pada tahap ini, uji yang digunakan adalah uji Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang digunakan untuk pengujian non-parametrik. Masing-masing variable independent dilihat hubungannya dengan variable dependent. Jika P value <0,25, maka variabel tersebut masuk ke dalam model multivariat.

c. Analisis Multivariat

Uji yang dilakukan pada analisis multivariat adalah regresi logistic ganda. Di mana variabel yang memiliki P<0,25 yang masuk dalam uji ini. Pada tahap ini, variable independent yang memiliki p value <0,05 yang berarti mempunyai hubungan dengan variable dependent.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Serba Jadi terletak di Kabupaten Aceh Timur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah sebesar 2,245,40 Km². Secara Astronomis

Kecamatan Serba Jadi terletak antara Lintang Utara: 04º09, 21,08 - 04º44,48,65, dan

Bujur Timur: 97º15,22,07 - 97º46,24,32. Memiliki suhu rata-rata 25°C - 29°C.

Kecamatan ini merupakan daerah yang berada pada dataran tinggi, dengan ketinggian antara 300 – 700 m di atas permukaan laut. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang mempunyai kawasan hutan yang paling luas di Kabupaten Aceh Timur.

Kecamatan Serba Jadi mempunyai luas hutan sebesar 224.540 Ha, terdiri dari hutan lindung 79.822 Ha, hutan produksi terbatas 110.197 Ha, hutan produksi tetap 115.000 Ha dan penggunaan lain 299.041 Ha.

4.1.1. Keadaan Geografis

Geografis Kecamatan Serba Jadi berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara, Kecamatan Julok dan Kecamatan Idi Rayeuk.

Sebelah Timur : Kecamatan Ranatau Seulamat dan Kecamatan Birem Bayeun. Sebelah Selatan : Kecamatan Ranto Peureulak dan Kecamtan Pantee Bidari. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara.


(46)

4.1.2. Topografi Daerah Penelitian

Topografi daerah penelitian terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian antara 300 sampai dengan 700 m dari permukaan laut. Kondisi klimatologis Kecamatan Serba Jadi antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 mempunyai suhu antara 23º C sampai dengan 30º C, kelembaban udara berkisar antara 82% sampai

dengan 87%, curah hujan terjadi setiap bulan diantara tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 yaitu antara 181 mm sampai dengan 645 mm, dan kecepatan angin berkisar antara 05 sampai dengan 08 Km/jam. Keadaan iklim yang terjadi di Kecamatan Serba Jadi sangat mendukung bagi perkembangan dan pertumbuhan hutan di daerah tersebut.

Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan rata-rata tinggi. Curah hujan tinggi terjadi pada bulan Juni sampai Januari setiap tahunnya.

4.1.3. Demografi

Secara demografi Kecamatan Serba Jadi adalah kecamatan yang kecil jumlah penduduknya dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Aceh Timur. Mata pencaharian penduduknya umumnya adalah petani. Jumlah penduduk terpadat terdapat di Desa Bunin yaitu 1147 jiwa dan 257 KK. Sedangkan penduduk terendah terdapat di Desa Ujung Karang dengan jumlah penduduk 153 jiwa dan 39 KK.

Berikut tabel jumlah penduduk Kecamatan Serba Jadi menurut desa tahun 2008.


(47)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi

No. Desa Jumlah Penduduk Jumlah KK

1 Lokop 565 132

2 Tualang 435 89

3 Terujak 346 78

4 Lelis 495 106

5 Ujung Karang 193 42

6 Nalon 420 77

7 Jering 598 121

8 Umah Taring 248 47

9 Rampah 502 109

10 Seulemak 391 65

11 Loot 389 91

12 Sekualan 365 74

13 Bunin 1209 261

14 SP 1 Kuala Pango 449 96

15 SP 2 Kuala Pango 983 228

16 Sunti 385 80

17 Mesir 341 73

18 Sembuang 370 85

Total 8687 1854

Sumber: Profil Kecamatan Serba Jadi, 2008.

4.1.4. Gambaran Umum Areal Hutan Berdasarkan Fungsinya

Gambaran umum luas areal hutan berdasarkan fungsinya di Kecamatan Serba Jadi terdapat beberapa jenis pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya yaitu hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan taman nasional dan hutan lainnya. Pemanfaatan hutan di Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada Tabel 4.2 berikut:


(48)

Tabel 4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007

No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase

1. Hutan Lindung (HL) 47.175 21.01

2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) 101.897 45.38

3. Hutan Produksi Tetap (HP) 50.225 22.37

4. Taman Nasional (TN) - -

5. Areal Penggunaan lain 25.243 11.24

Jumlah 224.54 100

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.

4.2. Hasil

4.2.1. Peranserta Masyarakat

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperanserta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Bentuk peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur dapat kita lihat pada Tabel 4.3 berikut:


(49)

Tabel 4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi

No Peran Serta Jumlah Persentase (%)

1. Baik 113 35,53

2. Kurang 205 64,47

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.3 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner peran serta baik (responden yang dapat menjawab lebih dari 4 kuesioner dari 7 kuesioner) sebanyak 35,53%. Sedangkan peranserta kurang adalah responden yang menjawab kurang dari 4 kuesioner dari 7 kuesioner, yang berjumlah 64,47%.

4.2.2. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin

Berdasarkan sampel yang diambil jumlah jenis kelamin terbesar ialah laki- laki, dikarenakan pada umumnya pengisian kuesioner dilakukan oleh kepala keluarga yang umumnya laki-laki, kecuali janda atau tidak menikah. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki-laki 253 79,55

2. Perempuan 65 20,45

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 79,55% dan responden yang berjenis kelamin perempuan


(50)

b. Lama Menetap

Sistem hak milik hutan bertentangan dengan kesinambungan ekosistem hutan, serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan. Dengan mengenyampingkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta pengaturan peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru, telah mempengaruhi rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam jangka panjang. Distribusi sampel berdasarkan lama menetap dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap

No Lama Menetap Jumlah Persentase ( % )

1. 1 s/d 5 thn 21 6,60

2. 6 s/d 10 thn 42 13,20

3. ≥ 11 thn 255 80,20

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.5 menunjukkan distribusi responden yang menetap lebih dari 11 tahun berjumlah 80,20% lebih besar dari pada responden yang menetap 6 s/d 10 tahun (13,20%) dan responden yang menetap 1 s/d 5 tahun (6,60%). Dengan kata lain penduduk asli lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat pendatang.

c. Pendidikan

Peranserta masyarakat dan bentuk peranserta sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk ikut berperan aktif dalam suatu


(51)

kegiatan dan dengan pendidikan yang memadai seorang masyarakat dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan. Berikut distribusi sampel berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. Dasar 160 50,31

2. Menengah 133 41,83

3. Tinggi 25 7,86

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.6 menunjukkan distribusi responden yang berpendidikan dasar berjumlah 50,31% lebih besar dari pada responden yang berpendidikan menengah (41,83%) dan sangat sedikit responden yang berpendidikan tinggi (7,86%).

d. Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan tua dan umumnya dilakukan secara musiman.


(52)

Berikut distribusi sampel berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1. Petani 182 57,23

2. Wiraswasta/pedagang 20 6,30

3. PNS/TNI/POLRI 116 36,47

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.7 menunjukkan distribusi responden yang mempunyai pekerjaan petani lebih besar berjumlah 57,23% dari pada responden yang mempunyai pekerjaan PNS/TNI/POLRI (36,47%) dan responden yang mempunyai pekerjaan Wiraswasta/ pedagang (6,30%).

e. Pendapatan

Pendapatan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan biasanya akan mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran tentang kelestarian hutan sebagai suatu bagian dari ekosistem pemukiman tersebut, sehingga berpengaruh terhadap peranserta masyarakat dalam mengelola hutan di daerah tersebut.

Distribusi responden di Kecamatan Serba Jadi berdasarkan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)

1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 177 55,66

2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000) 141 44,34


(53)

Pada Tabel 4.8 tingkat pendapatan menunjukkan distribusi responden yang berpendapatan tinggi lebih besar yaitu sebesar 55,66% dari pada responden yang berpendapatan rendah yaitu sebesar 44,34%.

4.2.3. Sosial Ekonomi

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Hal ini terjadi terutama di dekat pemukiman penduduk, di mana hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka (ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah).

Dukungan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi

No Sosial Ekonomi Jumlah Persentase (%)

1 Mendukung 127 40

2 Tidak mendukung 191 60

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa distribusi responden yang sosial ekonominya tidak mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan


(54)

yaitu sebesar 60%, sedangkan pada sosial ekonomi yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu berjumlah 40%.

4.2.4. Budaya

Di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang berkembang dan berubah secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat. Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat.

Dukungan masyarakat lokal tradisional Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10. Distribusi Dukungan Responden Berdasarkan Budaya Masyarakat

No Budaya Jumlah Persentase (%)

1. Mendukung 243 76,41

2. Tidak mendukung 75 23,59

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.10 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner budaya yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu sebesar 76,41%, lebih besar dari pada budaya yang tidak mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu sebesar 23,59%.


(55)

4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Pelestarian hutan serta fungsinya secara berkesinambungan perlu ada suatu aturan dalam pengambilan keputusan, bersifat konsultif dan kemitraan antara pemerintah sebagai pengambil keputusan dengan masyarakat yang berkepentingan. Bentuk dukungan responden terhadap penegakan hukum di Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Dukungan Responden terhadap Penegakan Hukum

No Hukum Jumlah Persentase (%)

1. Mendukung 96 30,18

2. Tidak mendukung 222 69,82

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.11 menunjukkan distribusi responden yang memberikan jawaban hukum yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan sebesar 69,82%, lebih besar dari pada hukum yang tidak mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu sebesar 30,18%.

4.3. Pembahasan

4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat

Uji bivariat dilakukan dengan uji Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu uji beda rata-rata dua sampel, untuk mengetahui hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.


(56)

Hasil uji statistik hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Peran Serta Masyarakat P Kurang Baik Baik Value No Variabel

Jlh % Jlh %

Keterangan

Jenis Kelamin

Laki laki 163 63,4 90 36,6 0,463 P>0,25

1

Perempuan 41 63,08 24 36,92

Lama menetap

1s/d 5 thn 15 71,4 6 28,6

6 s/d 10 thn 29 69,0 13 30,1 0,387 P>0,25 2

> 11 thn 162 63,5 93 36,5

Pendidikan

Dasar 95 59,4 65 40,6

Menengah 93 69,9 40 30,1 0,115 P<0,25

3

Tinggi 18 72 7 28

Pekerjaan

Petani 119 65,4 65 34,6

Wiraswasta / pedagang 15 75,0 5 25,0 0,419 P>0,25 4

PNS/TNI/POLRI 70 60,3 46 39,7

Penghasilan

Rendah 94 66,7 47 33,3 0,462 P>0,25

5

Tinggi 111 62,7 66 37,3

Budaya

Tidak Mendukung 51 68,0 24 32,0 0,385 P>0,25 6

Mendukung 160 65,8 83 34,2

Hukum

Tidak Mendukung 149 67,1 73 32,9 0,104 P<0,25 7

Mendukung 56 58,3 40 41,7

Sosial Ekonomi

Tidak Mendukung 116 60,7 75 39,3 0,074 P<0,25 8

Mendukung 88 69,3 39 30,7

4.3.2. Jenis Kelamin

Hubungan jenis kelamin dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah dalam hal pengetahuan, aktivitas, pekerjaan, peranserta


(57)

dan mengikuti pertemuan-pertemuan. pada uji chi-square jenis kelamin tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan peranserta masyarakat terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Asep (2002) menyebutkan bahwa perkerjaan, pengetahuan, peranserta, pertemuan-pertemuan dan aktivitas di mana umumnya peran serta laki-laki berbeda dengan kaum perempuan.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan peneliti, bahwa kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi umumnya bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga, walaupun ada juga yang bekerja di lahan-lahan pertanian, namun mereka hanya mendampingi dan membantu kaum lelaki dalam bekerja. Dalam hal pendidikan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi juga umumnya lebih rendah dari pada kaum laki-laki. Sedangkan dari kegiatan- kegiatan pertemuan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi hanya terbatas dengan kaum wanita saja, yaitu kegiatan wirit Yasin.

4.3.3. Lama Menetap

Hubungan lama menetap dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan bekelanjutan adalah jangka waktu tinggal menetap masyarakat setempat di sekitar wilayah hutan yang menggunakan sumberdaya hutan sebagai hak-hak dan kewajibannya untuk kebutuhan hidupnya pada kelangsungan ekosistem hutan tersebut.


(58)

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sistem pengaturan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat setempat untuk kelangsungan hidup ekosistem belum memadai. Hal ini sesuai dalam opini (http//www.inoscent.org), menyebutkan bahwa jangka waktu tinggal menetap masyarakat

setempat di sekitar wilayah hutan yang memungkinkan tentang pengaturan hak-hak dan kewajibannya untuk menentukan kelangsungan ekosistem hutan tersebut.

4.3.4. Pendidikan

Hubungan pendidikan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan memberikan tingkat peranserta yang tinggi pula.

Pada hasil uji variabel, pendidikan terdapat hubungan antara pendidikan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekanto, 1985) yang menjelaskan bahwa pencapaian taraf pendidikan tertentu akan mempunyai potensi yang yang lebih baik untuk penyesuaian diri tentang sikap dan pendapat, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah.

Pendidikan responden di Kecamatan Serba Jadi 50,31% adalah pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah 41,83%, menunjukkan tingkat pendidikan responden sebahagian besar adalah rendah. Dalam hal ini dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden terhadap peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Arti pentingnya lingkungan hutan bagi kelangsungan dan kesehatan


(59)

manusia harus tertanam dalam pengetahuan seseorang sehingga akan membentuk perilakunya dan perannya sehari-hari terhadap lingkungan hutan di sekitarnya.

Dalam hal peranserta dalam pengelolaan huatan berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan mempengaruhi sikap peranserta seseorang terhadap pembangunan yang berada di lingkungan hutan (Sastropoetro, 1988). Hal ini sesuai dengan Tjokroamidjodjo (1996) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

4.3.5. Pekerjaan

Pada variabel pekerjaan menunjukkan peranserta kurang baik pada tiap jenis pekerjaan yaitu: petani 57,23%, Wiraswasta/pedagang 6,30% dan PNS/TNI/POLRI 36,47%. Namun pada hasil uji variabel pekerjaan diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008.

Hubungan pekerjaan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah mata pencaharian masyarakat setempat yang berada di sekitar hutan secara musiman atau dominan sehingga motivasi dan aktivitas peranserta masyarakat tersebut bisa terlaksana (Damar, 2008). Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor mata pencaharian masyarakat setempat yang tidak menetap dan berbentuk musiman dan bagi masyarakat yang bertani masih menggunakan lahan


(60)

4.3.6. Pendapatan

Hubungan pendapatan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat maka peranserta masyarakat semakin baik dikarenakan pendapatan yang cukup maka pendidikan, pengetahuan tentang peranserta pengelolaan hutan di lingkungannya sendiri semakin meningkat pula.

Pada variabel pendapatan, terlihat pendapatan rendah lebih banyak memiliki peranserta kurang baik sebanyak 177 orang (55,66%) dan pendapatan tinggi sebanyak 141 orang (44,34%). Dari hasil uji diketahui tidak terdapat hubungan atau pengaruh antara penghasilan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti pengetahuan sehingga mengubah kesadaran terhadap lingkungannya. Dalam pengamatan peneliti terdapat adanya masyarakat setempat yang memiliki ekonomi baik, namun mereka memiliki usaha kayu olahan, yang akan dipasarkan keluar Kecamatan Serba Jadi. Dalam pengamatan lain semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat maka semakin mampu pula masyarakat untuk membeli peralatan memadai untuk pengolahan kayu di daerahnya.

4.3.7. Sosial Ekonomi

Pada variabel sosial ekonomi, maka responden yang memiliki sosial ekonomi mendukung lebih banyak yang memiliki peranserta baik yaitu 127 orang (40%), dan pada sosial ekonomi tidak mendukung memiliki peranserta kurang baik yaitu 191 orang (60%).


(61)

Hubungan sosial ekonomi dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah penduduk yang tinggal di daerah tersebut adalah umumnya petani dan berpendidikan rendah, selain itu mereka tidak banyak memiliki pilihan mata pencaharian untuk mendukung ekonomi keluarganya, sehingga masyarakat yang berekonomi rendah maka akan rendah pula peransertanya dalam pengelolaan hutan karena masih sibuk untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Berdasarkan hasil uji variabel sosial ekonomi, terdapat hubungan atau pengaruh antara sosial ekonomi dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hal ini sesuai yang disebutkan (Hubeis, 1990) bahwa bentuk peranserta masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang mereka, mencakup karakteristik sosial dan ekonomi. Dikarenakan masyarakat berada di sekitar hutan tersebut maka mereka mempunyai kesempatan sebagai pelaku utama atau sebagai mitra utama dalam pengelolaan hutan tersebut. Penelitian Emrich, et.al (2000) yang menyebutkan hutan-hutan sekunder mempunyai arti ekonomi terpenting sebagai sumber pasokan kayu bakar dan sebagai areal cadangan dalam sistem perladangan berpindah.

Hutan yang ada di sekitar masyarakat akan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan ekonomi masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari. Pada hasil penelitian diketahui sosial ekonomi responden yang tidak mendukung sebesar 60% lebih besar dari pada sosial ekonomi yang mendukung yaitu sebesar


(62)

ekonomi dari pengolahan kayu yang ada di sekitarnya dan sebagian membuka sistem perladangan pertanian berpindah yang menyebabkan kerusakan hutan di daerah tersebut. Di sisi lain kurangnya lapangan kerja dan kurangnya alternatif pekerjaan di daerah terpencil membuat masyarakat setempat memilih hutan yang ada sebagai pemenuhan ekonominya.

4.3.8. Budaya

Variabel budaya masyarakat, yang tidak mendukung lebih banyak memiliki peranserta kurang baik sebanyak 75 orang (23,59%) dan budaya masyarakat yang mendukung peranserta baik sebanyak 243 orang (76,41%). Namun dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan atau pengaruh antara budaya masyarakat dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hubungan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah penduduk yang hidup dalam satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya (KMAN dalam Nababan, 2002).

Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat (Nababan,


(63)

2002). Namun dalam penelitian ini faktor budaya tidak terdapat hubungan, hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Berdasarkan pengamatan peneliti adanya mobilitas penduduk dari daerah lain untuk mencari penghasilan dari sumber hutan yang ada di sekitar Kecamatan Serba Jadi, hal ini memungkinkan terjadinya tingkat penggunaan hutan di luar tanggung jawab kepada sistem adat dan budaya masyarakat setempat.

4.3.9. Hukum

Pada variabel hukum, terdapat peranserta mendukung yaitu 222 orang (69,82 %), dan yang tidak mendukung hukum 96 orang (30,18%). Berdasarkan hasil uji statistik variabel hukum, didapat hasil terdapat hubungan atau pengaruh antara hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Hubungan Hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah untuk menjalankan fungsi hutan keseluruhan perlu adanya suatu aturan dan undang-undang yang mengatur tatanan fungsi hutan. Berdasarkan hasil penelitian responden yang mendukung hukum dalam peranserta masyarakat adalah sebesar 69,86% dan responden yang tidak mendukung hukum sebesar 31,14%. Dari hasil observasi diketahui kurangnya prasarana dan sarana hukum dan sanksi yang belum memadai, dibandingkan dengan daerah penelitian yang sangat luas dan sangat terpencil sehingga memungkinkan penggunaan hutan yang tidak terkendali di kecamatan tersebut. Sehingga memungkinkan rendahnya peranserta masyarakat


(1)

2. Pendidikan

Chi-Square Tests

4.330a 2 .115

4.347 2 .114

3.915 1 .048

318 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.97.

a.

pendidikan responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

95

65 160

59.2% 40.8% 100.0%

93 40 133

69.3% 30.7% 100.0%

18

7 25

71.4% 28.6% 100.0%

206 112 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within pendidikan responden

Count

% within pendidikan responden

Count

% within pendidikan responden

Count

% within pendidikan responden

dasar

menengah

tinggi pendidikan

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(2)

3. Pekerjaan

Chi-Square Tests

1.738a 2 .419

1.775 2 .412

.666 1 .414

318 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.19.

a.

Pekerjaan responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

119

63

182

65.6% 34.4% 100.0%

15

5

20

73.9% 26.1% 100.0%

70

46

116

60.9% 39.1% 100.0%

204 114 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within Pekerjaan responden

Count

% within Pekerjaan responden

Count

% within Pekerjaan responden

Count

% within Pekerjaan responden

Petani

Wiraswasta/pedagang

PNS/TNI Polri Pekerjaan

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(3)

Lama menetap

Chi-Square Tests

1.898a 2 .387

1.952 2 .377

1.765 1 .184

318 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.84.

a.

Lama menetap responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

15 6 21

72.7% 27.3% 100.0%

29

13 42

70.8% 29.2% 100.0%

162

93

255

62% 37.3% 100.0%

206 112 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within Lama menetap responden Count

% within Lama menetap responden Count

% within Lama menetap responden Count

% within Lama menetap responden 1-5 Tahun

6-10 tahun

>= 11 tahun Lama menetap

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(4)

Penghasilan

Chi-Square Tests

.541b 1 .462

.392 1 .531

.543 1 .461

.509 .266

.540 1 .462

318 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 57. 34.

b.

penghasilan responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

94 47 141

66.5% 33.5% 100.0%

111

66

177

62.7% 37.3% 100.0%

205 113 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within penghasilan responden

Count

% within penghasilan responden

Count

% within penghasilan responden

rendah

Tinggi penghasilan

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(5)

Budaya

Chi-Square Tests

.753b 1 .385

.546 1 .460

.746 1 .388

.440 .229

.751 1 .386

318 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30. 63.

b.

total nilai budaya responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

51

24

75

60.5% 39.5% 100.0%

160

83

243

65.6% 34.4% 100.0%

211 107 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within total nilai budaya responden Count

% within total nilai budaya responden Count

% within total nilai budaya responden tidak mendukung

mendukung total nilai budaya

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(6)

HUKUM

Chi-Square Tests

2.641b 1 .104

2.268 1 .132

2.609 1 .106

.122 .067

2.634 1 .105

318 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39. 18.

b.

total nilai hukum responden * peran serta masyarakat Crosstabulation

149

73

222

67.1% 32.9% 100.0%

56

40

96

58.2% 41.8% 100.0%

205 113 318

64.4% 35.6% 100.0%

Count

% within total nilai hukum responden Count

% within total nilai hukum responden Count

% within total nilai hukum responden tidak mendukung

mendukung total nilai hukum

responden

Total

Kurang Baik Baik peran serta masyarakat

Total

p d fMachine

I s a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se !

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


Dokumen yang terkait

Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir

6 90 113

Identifikasi Dan Inventarisasi Pengelolaan Hutan Rakyat Di Kecamatan Biru-Biru

12 89 67

Analisis pengelolaan hutan mangrove wilayah pantai berkelanjutan dan dampaknya kepada kesejahteraan masyarakat di kabupaten Kutai propinsi Kalimantan Timur

0 8 258

Pengembangan Model Redistribusi Laban Hutan Dalam Perspektif Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Dan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan. (Studi Kasus Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah).

0 8 278

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kelurahan Benteng Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo dan Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjal Timur Kabupaten Sinjai)

0 9 110

Analisis konflik sumberdaya hutan untuk pemberdayaan masyarakat kearah pengelolaan hutan secara berkelanjutan

0 39 428

Valuasi ekonomi pengusahaan hutan tanaman industri dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam perspektif pembangunan berkelanjutan

6 145 298

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kelurahan Benteng Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo dan Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjal Timur Kabupaten Sinjai)

1 4 100

Analisis pengelolaan hutan mangrove wilayah pantai berkelanjutan dan dampaknya kepada kesejahteraan masyarakat di kabupaten Kutai propinsi Kalimantan Timur

0 3 248

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM RANGKA PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus Desa Jegong, Kabupaten Blora) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 214