BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Akta PPAT bukan sebagai akta otentik, karena bentuknya hanya ditentukan oleh Menteri dan bukan oleh Undang-Undang, sehingga akta PPAT hanya perjanjian
biasa setingkat dengan akta dibawah tangan, dari segi fungsi hanya mempunyai pembuktian dengan kualifikasi sebagai bukti yang kuat, yang penilaian
pembuktiannya apabila jika bermasalah akan diserahkan kepada hakim, jika hal tersebut diperiksa atau menjadi objek gugatan di pengadilan negeri. Alasan lain
bahwa akta PPAT bukan akta otentik, karena para PPAT hanya mengisi formulir atau blangko akta yang telah disediakan oleh pihak lain, bukan membuat akta,
sehingga akta PPAT bukanlah akta otentik tetapi adalah akta dengan bukti yang kuat karena dibuat dihadapan Pejabat yang merupakan subordinasi Pejabat
Pemerintahan atau BPN. 2. PPAT bukanlah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik, tetapi
adalah Penjabat yang berwenang membuat akta tanah sebagai bukti yang kuat. Hal ini sesuai dengan jiwa dan kehendak yang ditetapkan dalam pasal 19 UUPA.
3. Akibat dari akta PPAT yang dibuat dalam bentuk yang diatur oleh Menteri dengan bentuk blanko atau formulir yang disediakan dimana dalam prakteknya
116
Pantas Situmorang : Problematika Keontetikan Akta PPAT. USU e-Repository © 2008.
sering sulitnya mendapatkan blanko dan formulir PPAT di Kantor Pos sedangkan masyarakat yang hendak membuat akte PPAT tidak mau atau tidak bersedia
menggunakan foto copy yang dilegasir oleh BPN yang mana hal ini akan menjadi masalah hukum dikemudian hari, karena tidak mempunyai dasar dan kekuatan
hukum atas legalisasi foto copy blanko atau formulir PPAT tersebut.
B. Saran
Adapun saran-saran dalam penulisan tesis ini yaitu : 1. Sehubungan dengan permasalahan akta otentik tersebut maka kewenangan
pembuatan akta otentik oleh PPAT hendaknya dikembalikan atau diserahkan kewenangannya kepada Notaris selaku pejabat umum pembuatan akta otentik.
2. Hendaknya pasal 15 ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dapat dilaksanakan secara murni dan konsekwen.
3. PPAT bukanlah lembaga yang berdiri sendiri, namun PPAT merupakan sub kordinat Badan Pertanahan Nasional atau pembantu Kepala Kantor Pertanahan
sehingga setiap pembuatan Akta PPAT harus didasarkan dengan Akta Otentik yang dibuat oleh Notaris. Karena dalam peralihan hak atas tanah terlebih dahulu
harus dibuat dengan Akta Pengikatan atau surat kuasa, sedangkan untuk pendaftaran peralihan hak tersebut di Badan Pertanahan Nasional dibuatlah Akta
PPAT yang dibuat oleh Penjabat Sub Kordinat Badan Pertanahan Nasional.
Pantas Situmorang : Problematika Keontetikan Akta PPAT. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku dan Makalah Al Rasyid. Harun, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah Berikut Peraturan-