3. Gagal napas
Gagal nafas merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan pertukaran gas karbon dioksida dan
oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan CO
2
dan penurunan O
2
dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf
pusat yang mengontrol sisterm pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
4. Perubahan pola napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 18-22 xmenit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Pernapasan
normal disebut eupnea. Perubahan pola napas dapat berupa: dispnea, apnea, takipnea, bradipnea, kussmaul, cheyne-stokes, dan biot Hidayat,2006.
2.3 Perubahan Fungsi Pernafasan
Perubahan fungsi pernapasan terbagi dua, yaitu hiperventilasi dan hipoventilasi. a.
Hiperventilasi Hiperventilasi adalah upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O
2
dalam paru-paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi disebabkan
karena: kecemasan, infeksi sepsi, keracunan obat-obatan dan ketidakseimbangan asam basa.Tanda dan gejala hiperventilasi adalah
takikardia, napas pendek, nyeri dada chest pain, menurunnya konsentrasi, disorientasi, dan tinnitus.
b. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O
2
tubuh atau untuk mengeluarkan CO
2
dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis kolaps paru.Tanda dan gejala pada
hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdisritmia, keseimbangan elektrolit, kejang, dan kardiak arrest
Wartonah Tarwoto,2006.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO
2
21. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas
dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO
2
60 mmHg atau SaO
2
90.Indikasi terapi okseigen diberikan pada: perubahan frekuensi atau pola napas, perubahan atau gangguan pertukaran gas atau penurunan, hipoksemia, menurunnya
kerja napas, menurunnya kerja miokard, dan trauma berat. Pemberian oksigen terapi oksigen dapat dilakukan melalui dua metode yaitu: sistem aliran rendah dan sistem
aliran tinggi 1.
Sistem aliran rendah Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini ditujukan pada pasien yang
membutuhkan oksigen tetapi masih mampu bernapas normal, karena teknik sistem ini menghasilkan FiO
2
yang bervariasi atau tidak konstan, sangat dipengaruhi oleh aliran, reservoir, dan pola napas pasien. Contoh pemberian
oksigen dengan aliran rendah adalah dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana simple mask, sungkup muka dengan kantong rebreathing, dan
sungkup muka dengan kantong non-rebreathing.
2. Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO
2
lebih stabil dan tidak terpengaruholeh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury.Prinsip pemberian ventury
adalah oksiegen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya: warna biru 24,
putih 28, jingga 31, kuning 35, merah 40, dan hijau 60 Wartonah Tarwoto,2006.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Pengkajian a. Riwayat Perawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi : ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan gangguan hidung dan tenggorokan
seperti epistaksis kondisi akibat lukakecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah dan kanker,
Obstruksi nasal Kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor dan influenza, dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan Hidayat,
2006.
b. Pola Batuk dan Produksi Sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat, dan
berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorakan
saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien sedang makan, merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal
pasien. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien
Hidayat,2006.
c. Sakit dada
Pengkajian terhadap sakit dada untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila
posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan anatar waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit Hidayat,2006.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengkajian Fisik Inspeksi. Mengamati dari kepala sampai ujung kaki klien untuk mengkaji kulit
dan warna membran mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernafasan, dan gerak dinding dada.
Palpasi. Dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas
dada klien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung klien dengan memintanya menyebutkan “ tujuh-tujuh” secara
berulang. Jika klien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak tanggannya Selain itu palpasi dilakukan
untuk meraba adanya benjolan di aksila dan jaringan payudara. Palpasi pada ekstermitas menghasilkan data tentang sirkulasi perifer, adanya nadi perifer,
temperatur kulit, warna dan pengisian kapiler.
Perkusi. Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam
serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekan jari tengah pemeriksa mendatar di
atas dada klien. Kemudian jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk tengah sebelahnya. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resonan.Pada penyakit tertentu misalnya pneumotoraks, emfisema, adanya udara pada dada atau paru-paru menimbulkan bunyi
hipersonan atau bunyi drum.
Auskultasi. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan
dalam tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas,
durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikuler, bronkial, bronkuvesikuler, ronkhi; juga untuk mengetahui
adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu terjadinya PotterPerry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemeriksaan Diagnostik