Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause
GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA
DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
HILMAYANI NASUTION
041301009
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ Gambaran Coping Stress Pada Dewasa Madya Dalam Menghadapi Pramenopause ” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Desember 2010
(3)
Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat
bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi
pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.
Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam
menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang
(27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.
(4)
The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi ABSTRACT
The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958
The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).
(5)
KATA PENGANTAR
Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu
(S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Gambaran Coping
Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause”.
Terutama sekali peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang telah memberikan begitu banyak pengorbanan, belaian kasih sayang, motivasi, dan perhatian yang berlimpah sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti: Kakakku Intan, Abangku Sufan, Adik-adikku Nurul Dan Anggi yang telah memberikan semangat dan dukungan begitu berarti bagi peneliti, serta keponakanku tercinta Shaqila yang telah memberikan pencerahan dan penyegaran dengan tingkah lakunya yang lucu saat menghadapi masa-masa stres dalam penyelesaian skripsi. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
(6)
2. Ibu Ika Sari Dewi, Msi selaku dosen pembimbing skripsi dan penguji I. Terima kasih atas waktunya, nasehat, masukan serta kesabaran yang Ibu berikan..
3. Dosen penguji II Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog dan penguji III Kak Rahma Yurliani, M.Psi . Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan.
4. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si, terima kasih atas nasehat, bimbingan,
masukan dan pinjaman bukunya.
5. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, terima kasih atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan.
6. Ibu Eka Ervika, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.
8. Sepupuku Cory Aryuni & Maya Sari Dewi yang telah membantu peneliti
menyebarkan dan mengumpulkan data. Kak Eda, terima kasih ya udah mau menemani ke kampus dan banyak membantu sampai semuanya akhirnya selesai.
9. Sahabat-sahabatku, Vida, Dini, Aci, Ira, Cahyanti (makasi buat semangatnya ya), Dara dan Kak Etty (tetap semangat !!), Kak Desi (makasi banyak ya kak udah mau bantuin hilma..), Kak Maya (makasi ya kak dah instalin SPSS-nya) 10.Teman-teman psikologi USU lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu
namanya.
11.Dan terakhir peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam mensukseskan penelitian ini.
(7)
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Peneliti sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, Amin.
Medan, Desember 2010 Peneliti
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GRAFIK... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. Stres ... 14
1. Pengertian stres ... 14
2. Penyebab stres dan stressor ... 15
(9)
4. Reaksi terhadap stres ... 19
5. Coping ... 21
6. Fungsi coping ... 22
7. Metode coping stress ... 22
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping ... 23
B. Dewasa Madya ... 24
1. Pengertian dewasa madya ... 24
2. Karakteristik dewasa madya ... 25
3. Tugas perkembangan dewasa madya ... 28
4. Penyebab stres pada dewasa madya ... 29
C. Menopause ... 29
1. Pengertian menopause ... 29
2. Usia memasuki menopause ... 31
3. Masa klimakterium ... 32
4. Tanda dan gejala menopause ... 33
D. Gambaran coping stress pada wanita wadya dalam menghadapi pramenopause ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39
B. Definisi Operasional ... 39
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40
1. Populasi ... 40
(10)
D. Alat Ukur Penelitian ... 42
E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas alat ukur ... 43
1. Validitas alat ukur ... 43
2. Uji daya beda aitem ... 44
3. Reliabilitas ... 45
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51
1. Persiapan penelitian ... 51
2. Pelaksanaan penelitian ... 52
3. Pengolahan data ... 52
G. Metode Analisis Data ... 53
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Analisa Data ... 54
1. Gambaran umum subjek penelitian ... 54
a. Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 54
2. Hasil penelitian utama ... 55
a. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause ... 55
b. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berdasarkan aspek coping stress 59
B. Hasil Tambahan ... 78
1. Gambaran coping stress pada dewasa madya dalam menghadapi pramenopause berdasarkan usia ... 78
(11)
C. Pembahasan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA... 90 LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi PramenopauseSebelum Uji Coba ... 46 Tabel 2 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi PramenopauseSetelah Uji Coba ... 47 Tabel 3 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi Pramenopauseyang Digunakan dalam Penelitian... 49 Tabel 4 Hasil Analisa Deskriptif Coping Stress Wanita Madya yang
Pramenopause...56 Tabel 5 Kriteria kategorisasi skor coping stress Wanita Madya dalam
menghadapi pramenopause ... 58 Tabel 6 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek planful problem
solving...59 Tabel 7 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek planful problem
solving...60 Tabel 8 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek confrontive
coping... ... 62 Tabel 9 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek confrontive
coping... ... 62 Tabel 10 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek seeking social
support... ... 64 Tabel 11 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek seeking
social support... ... 65 Tabel 12 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek accepting
responsibility... ... 66 Tabel 13 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek accepting
responsibility... ... 67 Tabel 14 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek distancing ... 68 Tabel 15 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek Distancing .. 69 Tabel 16 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek escape
avoidance... ... 71 Tabel 17 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek escape
avoidance... ... 72 Tabel 18 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek self
control... ... 73
Tabel 19 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek self report ... 7420 Hasil Peng Tabel 20 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek positive
reappraisal... ... 76 Tabel 21 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek positive
(13)
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 54
Grafik 2 Coping Stress pada wanita madya yang Pramenopause ... 58
Grafik 3 Coping stress berdasarkan aspek planful problem solving ... 61
Grafik 4 Coping stress berdasarkan aspek confrontive coping ... 63
Grafik 5 Coping stress berdasarkan aspek seeking social support ... 65
Grafik 6 Coping stress berdasarkan aspek accepting response... ... 68
Grafik 7 Coping stress berdasarkan aspek distancing ... 70
Grafik 8 Coping stress berdasarkan aspek escape avoidance ... 72
Grafik 9 Coping stress berdasarkan aspek self report ... 75
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Coping Stress
Lampiran 2 Data Uji Coba Skala Coping Stress
Data Penelitian Skala Coping Stress
Lampiran 3 Reliabilitas SkalaSaat Uji Coba Hasil Olah Data SPSS
(15)
Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat
bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi
pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.
Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam
menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang
(27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.
(16)
The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi ABSTRACT
The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958
The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut perannya yaitu tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, serta mulai menata karir yang baru. Selain itu juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis yang terjadi seperti perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kesehatan, dan perubahan dalam seksual (Hurlock, 1999).
Masa madya atau usia setengah baya dialami oleh individu yang berusia antara 40 sampai 60 tahun, masa ini terbagi kedalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Masa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999).
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) individu dewasa madya memiliki sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, seperti halnya rentang kehidupan lainnya. Salah satu tugas tersebut adalah penyesuaian terhadap
(18)
perubahan fisik. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, salah satu dari perubahan tersebut adalah menopause yang terjadi pada wanita sedangkan pada pria dikenal dengan istilah andropause.
Menopause merupakan momok yang harus dihadapi setiap wanita dewasa madya. Menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi (Kasdu, 2002).
Usia menopause antara seorang wanita dan wanita lainnya tidaklah sama dan bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Siswono, 2004). Beberapa sumber menjelaskan bahwa umumnya wanita di Indonesia mengalami menopause pada usia 40-an sampai 50-an. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan paramedis wanita di beberapa rumah sakit di Medan diperoleh hasil bahwa interval usia menopause antara 43 sampai 53 (Hutapea, 1998). Menopause adalah kejadian alami yang harus dilalui oleh setiap wanita. Kondisi ini merupakan suatu akhir proses biologis yang menandai berakhirnya masa subur seorang wanita.
Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa
berhentinya menstruasi yang akan terjadi pada setiap wanita madya dimana pada masa ini wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan anak. Dikatakan menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12 bulan atau 1 tahun (Noor, 2001).
(19)
Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia ( Kuntjoro, 2002 ). Penurunan kadar estrogen, menyebabkan periode menstruasi yang tidak teratur sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya menopause.
Hasil penelitian Departemen Obsetri dan Ginekologi di Sumatera salah satu kota di Indonesia, keluhan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perempuan menopause terkait dengan rendahnya kadar estrogen atau androgen di dalam sirkulasi darah, sehingga muncul keluhan nyeri senggama (93,33 %), keluhan pendarahan pasca senggama (84,44 %), vagina kering (93,33 %), dan keputihan (75,55 %), keluhan gatal pada vagina (88,88%), perasaan panas pada vagina (84,44 %), nyeri berkemih (77,77 %), inkontenensia urin (68,88 %), (Hadrians, dkk, 2005).
Mappiare (1983), mengemukakan menopause terjadi sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur. Faktanya Sekitar 40-85% dari semua wanita dalam usia klimakterik mempunyai keluhan. Neugarten (dalam Indarti, dkk, 1991) mengatakan bahwa wanita yang belum menopause (usia klimakterik) bersikap negatif terhadap menopause, karena mereka belum siap menjadi tua, sedangkan wanita yang sudah menopause lebih dapat menerima keadaan tua karena mereka telah mempunyai pengalaman menopause. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita yang usianya masih dalam proses menuju pada menopause lebih merasakan dampak stresnya yang
(20)
diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam diri dibandingkan mereka yang telah melewati masa-masa tersebut.
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya (Sumanto T, 2009).
Menopause ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi aspek fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang timbul akibat perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Biasa ditandai dengan memendeknya siklus haid dan menyebabkan haid menjadi tidak teratur pada usia sekitar 45 tahun. Fisik juga akan mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu karena adanya semburan panas (hot flashes) yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa perasaan panas pada muka dirasakan sekitar 75 % wanita menopause.
Kebanyakan wanita merasakan panas pada muka lebih dari setahun dan sekitar 25-50 % merasakan lebih dari 5 tahun. Perasaan panas dirasakan pada muka berkisar antara 0,5 menit sampai 5 menit dan kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin. Hal yang sama dijelaskan Sheldon (dalam Reitz, 1993) bahwa 60 % wanita mengalami arus panas ini. Reaksi negatif lain seperti pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, berdebar-debar dan sebagainya dirasakan sekitar 80 % wanita menopause (http://www.situs-keluarga.com) . Sedangkan gejala psikologis ketika menopause sebenarnya tidak
(21)
dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan wanita.
Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sulit tidur, tertekan, gelisah, gugup, kesepian, tidak sabar, gangguan konsentrasi, gangguan libido, tegang, cemas, stres, dan depresi (Hurlock, 1999). Dari penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3 % pasien mengalami depresi dan kecemasan. Kecemasan yang muncul menimbulkan insomnia. Ada juga yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang (http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm)
Hal di atas menjadi faktor yang dapat menjelaskan mengapa wanita mengalami stres memasuki masa menopause. Menopause juga dapat berakibat lebih lanjut bagi tubuh karena memicu kelainan seperti gangguan cardiovascular, osteoporosis, hipertensi, kanker dan lain-lain.
Data dari American Heart Association
(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm) menunjukkan, 1 dari 9 orang berusia 45-60 tahun terkena Penyakit Jantung Koroner. Pada usia di atas 60 tahun, 1 di antara 3 wanita terkena Penyakit Jantung Koroner. Angka kematian wanita yang terkena Penyakit Jantung Koroner cukup tinggi, yaitu 50%. Di Amerika, kematian akibat Penyakit Jantung Koroner bahkan 10 kali lipat dibanding akibat kanker payudara. Seorang wanita yang sudah menopause punya kemungkinan 30 kali
(22)
lebih besar terkena Penyakit Jantung Koroner dibanding wanita premenopause. Selain itu, seiring bertambahnya usia, keseimbangan tubuh pun jadi terganggu. Tulang menipis sehingga bisa menyebabkan keropos tulang yang lebih dikenal dengan osteoporosis. Akibat lebih parahnya, tulang bahkan bisa patah. Sebanyak 40% wanita usia 50 -70 tahun mengalami patah tulang, sedangkan di atas usia 70 tahun yang mengalaminya sebanyak 50%. Keduanya biasa terjadi secara diam-diam tanpa disadari. Perubahan fisik dan resiko yang akan dihadapi sebagai akibat menopause mendorong kemungkinan terjadinya peningkatan stres pada wanita madya. Stres yang dialami dapat mengubah seorang wanita madya tersebut mengalami kecemasan.
Achdiati (2006) menyatakan bahwa masa menopause merupakan masa yang
berpotensi dapat menimbulkan kecemasan. Respon terhadap datangnya masa menopause memiliki keragaman, diantara penyebabnya adalah pengetahuan, wawasan dan aktivitas yang dijalani oleh wanita usia dewasa madya tersebut. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan banyak kaum ibu mengalami masalah dalam menghadapi menopause. Masalah yang sering dihadapi antara lain
(23)
gangguan dalam kehidupan seksual suami isteri, perasaan yang tidak menyenangkan sampai ketidaksiapan dalam menghadapi proses penuaan (Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Berkurangnya kadar estrogen dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit sehingga kulit menjadi keriput (Bromwich dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) sehingga terjadi kemunduran pada kualitas feminin, kecantikan dan vitalitas. Keadaan ini sering menimbulkan reaksi penolakan terhadap proses penuaan (Kartono dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) disamping itu timbul perasaan cemburu pada kesempatan yang diperoleh wanita yang lebih muda (Gluckman dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000), sehingga menjadi mudah cemburu terhadap suami dan mempengaruhi keharmonisan keluarga (Daradjat dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Masalah diatas berpotensi memperparah stres pada wanita yang mengalaminya dan berkembang menjadi kecemasan.
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres sangat individual sifatnya (Kuntjoro, 2002).
Noor menyebutkan bahwa wanita yang menilai atau menganggap menopause itu sebagai peristiwa yang menakutkan (stressor) dan berusaha untuk
(24)
menghindarinya, maka stres pun akan sulit untuk dihindari. Jika tidak ditanggulangi stres dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat
menggerogoti tubuh secara diam-diam (http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm).
Setelah individu mengalami kejadian yang membuat stres, individu biasanya berusaha untuk mengatasinya (Sears, 2009). Pusadan (2004) menyatakan bahwa beban individu dapat sedikit berkurang jika individu tersebut melakukan pengalihan atau upaya penanganan dari stres yang dialami yang disebut sebagai coping. Metode coping dibutuhkan untuk mengatasi stres yang wanita alami saat menghadapi menopause.
Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Pusadan, 2004).
Llewellyn & Jones (1997), mengatakan bahwa pada saat menopause terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh. Perubahan tersebut antara lain anak-anak
(25)
sudah dewasa dan telah meninggalkan rumah, suami yang punya kebiasaan waktunya lebih banyak diluar bersama dengan teman-temannya, ditambah lagi teman-teman sering mengeluh hal yang sama membuat wanita ini merasa semakin kesepian sehingga dibutuhkan penyesuaian diri dari wanita tersebut untuk menetralisir keadaan. Dalam penelitian ini, coping stres mengacu pada suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stres yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani individu.
Menurut Aspinwall (dalam Taylor, dkk., 2009) coping terhadap kejadian yang menekan adalah proses yang dinamis. Coping tersebut dimulai dengan penilaian terhadap situasi yang harus individu atasi. Penilaian ini penting bagi usaha untuk mengelola situasi yang menekan. Menilai kejadian sebagai tantangan dapat menghasilkan upaya coping yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan menganggap kejadian stressor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan diri dan menimbulkan emosi negatif (Skinner, dalam Taylor, dkk., 2009). Kedua penilaian ini disebut sebagai penilaian primer (primaryappraisal).
Wanita yang sudah memahami tentang menopause serta dapat menerima hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan hidup sehat dengan tidak mencemaskan datangnya menopause karena menopause adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang didapat kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai sesuatu yang harus ditutupi atau dihindari. Wanita yang takut akan datangnya
(26)
menopause dan memandang menopause sebagai suatu ancaman mereka akan menutupinya dengan mengikuti tren atau mode untuk menutupi perubahan-perubahan pada dirinya. Seperti dandanan yang terlalu mencolok, model pakaian yang seperti anak muda karena tidak mau dikatakan tua (Pamela, 2008).
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan seorang wanita madya berikut :
“Ya biasa aja…anggap aja ini tanda-tanda kalo ibu ni udah tua.. awalnya sempat bingung juga karena perubahan dalam diri,tapi....Ya mungkin ini memang yang harus dialami setiap perempuan kalo udah tua... Bapak pun nggak pernah protes kok sama keadaan ibu sekarang,ya jadi ibu tenang-tenang aja..Ya bersyukur ajalah sama Tuhan apa yang sudah diberikannya dan yang terpenting kita tetap sehat.”
( Komunikasi Personal, 29 Mei 2010 )
Selanjutnya langkah penilaian yang kedua adalah penilaian sekunder (secondary appraisal). Pada tahap ini, individu mengevaluasi potensi atau kemampuannya dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian (Lazarus, dalam Santrock, 2003). Penilaian ini merupakan suatu proses yang terlibat dalam memilih strategi coping untuk merespon situasi stres (Lazarus, 1986). Coping merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan individu agar bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian individu dapat menjalankan tugas dan fungsi mereka sesuai dengan keinginan dan harapan (Pusadan, 2004). Berbagai upaya dilakukan untuk memperlambat datangnya menopause, mulai dari mengubah, mengurangi, dan memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan hingga penggunaan obat-obatan, suplemen atau memasukkan zat-zat tertentu ke dalam tubuh (Smart,2010).
(27)
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi
pramenopausesecara umum?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya, dan memberikan
kontribusi terhadap psikologi perkembangan yang terkait dengan coping
stress.
2. Secara praktis,
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan dan menambah
wawasan bagi wanita-wanita yang akan menghadapi menopause
(28)
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori – teori yang dimuat adalah teori-teori yang berhubungan dengan stres dan coping stress, dewasa madya, dan menopause.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data penelitian , validitas, uji daya beda dan realibilitas alat ukur, serta metode analisis data
BAB IV : Analisa data dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
(29)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Stres
1. Pengertian Stres
Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang
menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing,
(30)
serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.
2. Penyebab Stres atau Stressor
Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor
(31)
diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus & Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu:
a. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
b. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch & Dipboye, dalam Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu kondisi fisik, ada tidaknya
(32)
dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian tertentu (Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).
3. Appraisal
Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors) dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics.
Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:
a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
b. Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
c. Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan stres.
d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi
(33)
f. Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk
merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu
situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada situasi yang terkontrol.
Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1986) mengungkapkan bahwa individu yang tidak akan merasakan suatu kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif yang potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus & Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam
kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan
tersebut.
Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress bagi individu, yaitu:
a. Primary appraisals yaitu penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3 akibat yaitu harm-loss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan challenge (tantangan)
b. Secondary appraisals mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita atau yang kita miliki untuk menanggulangi stres.
(34)
4. Reaksi terhadap Stres a. Aspek Fisiologis
Walter Canon (dalam sarafino, 2006) memberikan deskripsi mengenai bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia
menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon
fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu.
Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor
terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome
(GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu: 1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
2. Fase perlawanan (Stage ofResistence )
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh
(35)
harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.
b. Aspek psikologis
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
1. Kognisi
Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas kognitif.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006). Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
3. Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino, 2006).
(36)
5. Coping
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk
mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung,
2006).
Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba
untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang
dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.
Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang
dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan
(resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.
Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
(37)
6. Fungsi Coping
Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. 2. Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah
7. Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
(38)
3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
8. Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:
1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah, 2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.
(39)
2. karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi
secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control,
kekebalan dan ketahanan.
3. Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.
B. Dewasa Madya
1. Pengertian Dewasa Madya
Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001) mengatakan bahwa dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut peran, tanggungjawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, mulai menata karir yang baru. Menurut Lachman (2001), dewasa madya merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi dan sejauh mana mereka telah memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan waktu yang tersisa dalam hidup mereka.
Hurlock (1999) mengungkapkan, pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut
(40)
ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti dengan penurunan daya ingat.
Biasanya usia dewasa madya dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun.
2. Karakteristik Dewasa Madya
Havighurst (dalam Hurlock,1999) mengatakan bahwa usia madya
diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda. Adapun karakteristik tersebut adalah:
1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti
Terdapat kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya masa muda
2. Usia madya merupakan masa transisi
Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa yaitu perubahan pada ciri jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause
3. Usia madya adalah masa stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan poal hidup yang berubah terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik dan psikologis. Pada wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause
(41)
dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria. Ini terjadi pada usia 50-an saat masuk pensiun. disertai berbagai perubahan fisik. Stres somatik, stress budaya, stres ekonomi, dan stress psikologis.
4. Usia madya adalah “ Usia yang berbahaya”
Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak yang bekerja, cemas yang berlebihan, kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat mengganggu hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.
5. Usia madya adalah “ Usia Canggung”
Serba canggung karena bukan “muda” lagi dan bukan juga ”tua”. Kelompok usia madya seolah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi senior.
6. Usia madya adalah masa yang berprestasi
Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson,
usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk
menghasilkan) vs stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan
terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam pekerjaan merupakan imbalan dan prestasi yang dicapai yaitu generasi pemimpin.
7. Usia madya merupakan masa evaluasi
Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi evaluasi prestasi.
(42)
a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur
b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetpa merasa muda dan aktif
menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.
9. Usia madya merupakan masa sepi
Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan orang tua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita ynag selama ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.
10.Usia madya merupakan masa jenuh.
Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan anak.
3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya
Havighurst (1999) mengatakan bahwa tugas perkembangan pada dewasa madya meliputi:
1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab, dan bahagia
3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang
dewasa
(43)
5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini
6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier
pekerjaan
7. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) membagi tugas perkembangan dewasa madya menjadi empat kategori utama :
1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik
Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi
2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat warga negara dan sosial, minat pada waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan.Berasumsi terhadap tanggung jawab
3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan 4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga
Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
4. Penyebab Stres Pada Dewasa Madya
Marmor (dalam Hurlock, 1999) telah membagi sumber-sumber umum dari stres selama usia dewasa madya yang mengarah pada ketidakseimbangan menjadi empat kategori utama yaitu :
(44)
a. Stres somatik, yaitu stres yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia madya
b. Stres budaya, yaitu stres yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu
c. Stres ekonomi, yaitu stres yang diakibatkan oleh beban keuangan dari
mendidik anak dan memberikan simbol bagi seluruh anggota keluarga
d. Stres psikologis, yaitu stres yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau isteri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian
C. Menopause
1. Pengertian Menopause
Menurut Kasdu (2002 : 54), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopouse dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita
setelah menopouse dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi.Webster’s
Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50. Menopause kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali.
Baziad (dalam Kasdu, 2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Istilah
(45)
menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.
Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa dimana
pada wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan anak.
Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti dalam hidup (Muhammad, 1981 dalam http://www.Liputankita.com ).
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya menstruasi. Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan–lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia (Kuntjoro, 2002).
Menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik yang dapat
mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar estrogen dan progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding vagina menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun, menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Kondisi ini menyebabkan stres emosi yang sangat kuat (Kesrepro, 2007 dalam www.wordpress.com ).
2. Usia Memasuki Menopause
Kapan menopause terjadi pada seorang wanita, tidak ada yang sama pada setiap orang. Yatim (dalam Kasdu, 2002), menyebutkan hasil studinya bahwa
(46)
rata-rata seorang wanita memasuki masa menopouse berbeda pada setiap ras. Meskipun dalam satu ras, tetap tidak sama pada setiap orang. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun. Menurut Rachman (dalam Kasdu, 2002), menyebutkan usia menopause terjadi pada usia 48 – 50 tahun. Sedangkan Smart menyebutkan bahwa usia memasuki menopause terjadi antara 40 hingga 65 tahun. Webster’s Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50
Sebuah penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di Kota Jawa Tengah dengan responden wanita berpendidikan, diketahui bahwa wanita mengalami menopause pada usia 50,2 tahun . Pada wanita yang tinggal di pedesaan, terjadi pada usia 46,5 tahun. Angka ini hampir sama dengan rata-rata usia wanita Amerika dan Eropa mulai memasuki masa menopouse (Kasdu, 2002). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usia seorang wanita dalam menghadapi menopause sangat bervariatif. Hal ini sangat bergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Umumnya dapat diambil rata-ratanya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45 sampai 50 tahun (Kasdu, 2002)
3. Masa Klimakterium
Fase terakhir dalam kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium ,yaitu yang terjadi antara usia 45-50 tahun. Klimakterium adalah suatu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif
(47)
ke periode non-reproduktif. Tanda, gejala atau keluhan yang kemudian timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut gejala atau tanda premenopause. Periode ini dapat berlangsung antara 5 sampai 10 tahun sekitar fase menopause (5 tahun sebelum atau 5 tahun sesudah menopause). Pada fase ini fungsi reproduksinya mulai menurun.
Menurut Kasdu (2002), masa klimakterium ini berlangsung secara bertahap sebagai berikut :
1. premenopause, adalah masa sebelum menopause yang ditandai dengan timbulnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode pendarahan uterus yang bersifat tidak teratur. Dimulai sekitar usia 40 tahun. Pendarahan terjadi karena penurunan kadar estrogen.
2. perimenopause, periode dengan keluhan memuncak, rentang waktu 1 sampai 2 tahun sebelum dan sesudah menopause. Masa wanita mengalami akhir datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Keluhan yang sering dijumpai adalah berupa gejolak panas (hot flushes), berkeringat banyak, insomnia, depresi serta perasaan mudah tersinggung.
3. postmenopause, periode setelah menopause sampai senilis. Masa yang berlangsung kurang lebih 3-5 tahun setelah menopause
4. Tanda dan Gejala Menopause
Menopause merupakan bagian dari perkembangan manusia (wanita) yang tentu saja melibatkan berbagai macam aspek termasuk di dalamnya fisiologis manusia.tentu saja menopause akan menghadirkan berbagai macam tanda dan
(48)
gejala tersendiri. Tanda dan gejala tersebut dapat dilihat baik dari segi fisik atau psikologisnya (Smart, 2010). Berikut merupakan tanda-tanda fisik yang dapat diamati :
a. Pendarahan
Pendarahan yang terjadi pada saat menopause tidak seperti menstruasi. Di sini siklus pendarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Pendarahan seperti ini terjadi di awal manopause dalam rentang beberapa bulan yang kemudian akan berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala peralihan.
b. Rasa panas (Hot Flash) dan keringat malam
Pada saat memasuki masa menopause wanita akan mengalami rasa panas yang menyebar dari wajah ke seluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada, wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti dengan timbulnya warna kemerahan pada kulit dan berkeringat malam yang menyebabkan tidur tidak nyaman serta timbulnya rasa cemas dan detak jantung yang lebih cepat. Rasa ini sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Rasa panas terkadang terjadi sebelum wanita memasuki usia menopause. Gejala ini biasanya menghilang dalam 5 tahun tetapi beberapa di antaranya akan terus mengalaminya hingga 10 tahun.
c. Vagina menjadi kering dan kurang elastis
Gejala pada vagina yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina. Ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen. Selain itu, juga muncul rasa gatal dan sakit saat berhubungan seksual hingga akhirnya wanita menopause rentan terhadap infeksi vagina.
(49)
d. Saluran uretra mengering, menipis dan kurang elastis
Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran kencing yang terkadang ditampakkan dengan rasa selalu ingin kencing dan ngompol yang disebut dengan inkontinensia.
e. Perubahan fisik (lebih gemuk)
Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause karena perilaku makan yang sembarangan dan kurangnya olahraga.
f. Insomnia
g. Gangguan punggung dan tulang belulang (osteoporosis) h. Linu dan nyeri disebabkan kurangnya penyerapan kalsium i. Perubahan pada indera perasa (indera pengecap)
j. Muncul gangguan vasomotoris yang berupa penyempitan atau pelebaran
pembuluh-pembuluh darah
k. Pusing dan sakit kepala terus-menerus
l. Gangguan sembelit
m. Neuralgia, yaitu gangguan atau sakit saraf
n. Payudara kehilangan bentuknya dan mulai kendur.ini merupakan akibat dari
kadar estrogen yang menurun
Selain tanda-tanda fisik, menopause juga memperlihatkan berbagai macam gejala psikologis. Di bawah ini adalah gejala-gejala psikologis yang tampak :
a. Ingatan menurun, sebelum menopause seorang wanita dapat mengingat
dengan mudah, tetapi setelah mengalami menopause kecepatan dan daya ingatnya menurun.
(50)
b. Perubahan emosional dan kognitif, gejala ini bervariasi di setiap individu di antaranya kelelahan mental, masalah daya ingat, lekas marah, dan perubahan mood yang berlangsung cepat. Umumnya perubahan emosional tidak disadari oleh yang bersangkutan.
c. Depresi, beberapa wanita yang mengalami masa menopause tidak sekedar
mengalami perubahan mood yang sangat drastis bahkan ada yang mengalami
depresi. Wanita ini akan lebih sering merasa sedih karena kehilangan reproduksinya,kehilangan kesempatan untuk memiliki anaknya, kehilangan daya tariknya dan tertekan jika kehilangan seluruh perannya sebagai wanita.
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian, karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu (Hadi, 2000). Hasil penelitian deskriftif berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata, atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di setiap variabel. Dalam pengolahan dan analisa data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriftif (Hasan, 2003).
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah coping stress pada
wanita madya yang menghadapi pramenopause.
B. Definisi Operasional
Coping stress adalah usaha atau keterampilan yang dimiliki individu untuk menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan atau masalah yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan, merugikan ataupun mengancam individu baik secara eksternal maupun internal dengan cara mengendalikan, menguasai,
(52)
menerima, mengurangi dengan reaksi tertentu. Coping stress dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala yang dibuat peneliti berdasarkan 8 strategi coping stress yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman (1986) yang meliputi :
(1) Planful problem solving (2) Confrontive coping (3) Seeking social support
(4) Accepting responsibility (5) Distancing,
(6) Escape-avoidance (7) Self-control
(8) Positive reappraisal.
Skor total pada skala coping stress merupakan petunjuk yang menggambarkan strategi coping dari subjek yang tinggi atau rendah.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama. Kemudian akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian (Hadi, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya usia 45-50 tahun di kota Medan.
(53)
Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah : 1. Wanita dewasa yang berusia 45-50 tahun
Umumnya dapat diambil rata-ratanya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45 sampai 50 tahun (Kasdu, 2002)
2. Menikah dan belum menopause
3. Masih bersuami dan tinggal bersama anak-anaknya
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya yang berusia 45-50 tahun. Menurut Azwar (2004), secara tradisional, statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Adapun jumlah subjek yang digunakan dalam uji coba alat ukur adalah 40 orang, sedangkan subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang.
Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti, 1994).
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik incidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan hanya menyelidiki individu-individu atau grup-grup yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja (Hadi, 2000). Dalam hal ini jika
(54)
peneliti menemukan individu yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, maka peneliti langsung menjadikannya sampel penelitian.
D. Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan adalah metode pengumpulan data untuk mengukur coping skill adalah skala psikologis. Penelitian ini menggunakan metode skala, mengingat data yang ingin diungkap berupa konstruk atau konsep psikologi yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk butir-butir pernyataan (Azwar, 2000).
Azwar (2002) mengemukakan kebaikan-kebaikan skala dan alasan-alasan penggunaannya, yaitu:
1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari
keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.
2. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal.
3. Subyek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari
pertanyaan skala.
Skala coping stress yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis
yang merupakan modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus &
Folkman (1986) berdasarkan 8 aspek dari coping skill yaitu: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, (6) Escape-avoidance, (7) Self-control, dan (8) Positive reappraisal.
(55)
Skala Coping Stress diukur dengan menggunakan model skala likert. Masing-masing pernyataan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung. Atribut nilai dari skala kecerdasan emosional bergerak dari 1 sampai 4. Bobot pernyataan mendukung yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Bobot penilaian untuk pernyataan tidak mendukung, yaitu: STS=4, TS=3, S=2, SS=1.
E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial khususnya Psikologi adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi sangat penting, artinya kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada info yang juga dapat dipercaya (Azwar, 2002). Terlihatlah bahwa alat pengumpulan data memiliki peranan penting. Baik atau tidaknya suatu alat pengumpulan data dalam mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan.
1. Validitas Alat Ukur
Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas (Azwar, 2000). Validitas menurut Azwar (2000) adalah sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi alat ukurnya, artinya alat ukur memang mengukur apa yang dimaksud untuk diukur.
(56)
Azwar (2000) menyatakan bahwa suatu validitas menunjukkan kecermatan pengukuran mengenai gambaran perbedaan-perbedaan diantara subjek yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas
isi (content validity). Menurut Azwar (2000) validitas isi bertujuan untuk
mengungkap sejauh mana alat ukur layak digunakan untuk mengungkap atribut yang dikehendaki oleh perancang skalanya. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan profeessional judgement.
2. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda butir pernyataan dilakukan untuk melihat sejauh mana skala itu mampu membedakan antara individu dan kelompok yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang dimaksudkan untuk diukur (Azwar, 2000). Selain itu,indeks daya beda aitem merupakan indikator dan keselarasan antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan konsistensi aitem total. Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan parameter daya beda aitem. Kriteria
pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix > 0,300
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor
tiap aitem dengan skor total, dengan menggunakan tehnik korelasi Pearson
(57)
3. Realibilitas Alat Ukur
Menurut Azwar (2000) reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Prosedur pengujian reliabilitas dalam penelitian ini adalah koefisien reliabilitas alpha. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh melalui penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (singel-trial administration)
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx') yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00, maka semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya. Tehnik koefisien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur akan dihitung dengan bantuan program SPSS versi 15.00.
4. Hasil Uji Coba A lat Ukur
Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar,2000). Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba dilakukan pada 40 orang wanita madya yang berusia 45-50 tahun di kota Medan. Dalam skala coping stress yang disebar terdapat 64 aitem.
(58)
Tabel 1. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya yang Menghadapi Pramenopause Sebelum Uji Coba.
No. Dimensi Indikator
Perilaku Aitem Jumlah (%) Fav Unfav 1. Planful Problem Solving Olahraga: joging, berenang, bersepeda Makan makanan bergizi Menjaga makan atau diet
9,25,41,57 1,17,33,49 8
2.
Confrontive coping
Suntik atau
terapi hormon
Konsumsi
obat atau suplemen
10,26,42,58 2,18,34,50 8
3. Seeking social support
konsultasi
dengan dokter
(59)
Sharing dengan
teman dan keluarga 4. Accepting
Responsibility
Bertanggung
jawab terhadap masalah
Menerima
kenyataan
12,28,44,60 4,20,36,52 8
5. Distancing Melupakan masalah
Memotivasi
diri
13,29,45,61 5,21,37,53 8
6. Escape avoidance
Menyalahkan
diri sendiri
Berpakaian
dan berdandan seperti anak muda
Tidak
(60)
mengakui ada masalah 7. Self-control Mengurangi
pekerjaan melelahkan
Istirahat
cukup
Check
kesehatan
15,31,47,63 7,23,39,55 8
8. Positive Reappraisal
Beribadah
Mencari
ketenangan
Berpikiran
positif
Melakukan
aktivitas sosial
16,32,48,64 8,24,40,56 8
Total 32
50%
32 50%
64 100% Keterangan Tabel 1:
F : Aitem Favorable
(61)
Hasil ujicoba alat ukur di olah melalui dua kali pengujian agar memenuhi reliabilitas yang memenuhi standar ukur dan indeks daya beda aitem di atas 0,3. reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah 0,958. Aitem yang memiliki daya beda tinggi (di atas 0,275) bergerak dari 0,309 sampai 0,832 (N= 36). Tabel 2 menunjukkan blue print skala coping stress setelah dilakukan ujicoba.
Tabel 2. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya yang Menghadapi Pramenopause Setelah Uji Coba.
No. Dimensi Indikator
Perilaku
Aitem Jumlah (%)
Fav Unfav 1.
Planful Problem Solving
Olahraga:
joging, berenang, bersepeda
Makan
makanan bergizi
Menjaga
makan atau diet
9,25,41,57 1,17,33,49 8
2.
Confrontive coping
Suntik atau
terapi hormon
(62)
Konsumsi
obat atau suplemen
3. Seeking social support
konsultasi
dengan dokter
Sharing
dengan
teman dan keluarga
11,27,43,59 3,19,35,51 8
4. Accepting Responsibility
Bertanggung
jawab terhadap masalah
Menerima
kenyataan
12,28,44,60 4,20,36,52 8
5.
Distancing Melupakan masalah
Memotivasi
diri
13,29,45,61 5,21,37,53 8
6.
Escape avoidance
Menyalahkan
diri sendiri
(63)
Berpakaian dan
berdandan seperti anak muda
Tidak
mengakui ada masalah 7. Self-control Mengurangi
pekerjaan melelahkan
Istirahat
cukup
Check
kesehatan
15,31,47,63 7,23,39,55 8
8. Positive Reappraisal
Beribadah
Mencari
ketenangan
Berpikiran
positif
Melakukan
aktivitas
(64)
sosial
Total 32
50%
32 50%
64 100% Keterangan Tabel 2:
Nomor yang ditebalkan berarti memiliki daya diskriminasi < 0.3
Setelah memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur, peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk skala penelitian yang sebenarnya sebagaimana tertera pada tabel 3
Tabel 3. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya yang Menghadapi Pramenopause yang Digunakan dalam Penelitian.
No. Dimensi Indikator
Perilaku
Aitem Jumlah (%)
Fav Unfav 1.
Planful Problem Solving
Olahraga:
joging, berenang, bersepeda
Makan
makanan bergizi
Menjaga
makan atau diet
1, 17 2, 18, 29,
34
(1)
B. ANALISA FREKUENSI SUBJEK PENELITIAN
Pekerjaan
36 45.0 45.0 45.0
18 22.5 22.5 67.5
26 32.5 32.5 100.0
80 100.0 100.0
1 2 3 Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Usia
12 15.0 15.0 15.0
12 15.0 15.0 30.0
14 17.5 17.5 47.5
13 16.3 16.3 63.8
15 18.8 18.8 82.5
14 17.5 17.5 100.0
80 100.0 100.0
45 46 47 48 49 50 Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(2)
I. PLANFUL PROBLEM SOLVING Descriptive Statistics
80 12 23 17.89 2.158
80 VAR00001
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
II. CONFRONTIVE COPING
Descriptive Statistics
80 5 11 8.11 1.359
80 VAR00001
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
III. SEEKING SOCIAL SUPPORT Descriptive Statistics
80 10 19 15.54 1.757
80 VAR00001
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IV.ACCEPTING RESPONSIBILITY Descriptive Statistics
80 12 21 16.38 2.095
80 VAR00001
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
(3)
Descriptive Statistics
80 8 14 11.09 1.333
80 VAR00001
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VI.ESCAPE-AVOIDANCE
Descriptive Statistics
80 10 16 13.05 1.590
80 VAR00001
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VII.SELF CONTROL Descriptive Statistics
80 2 8 5.55 1.054
80 VAR00001
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VIII.POSITIVE REAPPRAISAL
Descriptive Statistics
80 13 20 15.84 1.554
80 VAR00001
Valid N (listwis
(4)
Descriptive Statistics
13 100 122 105.62 5.516
13 Usia45tahun
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
12 88 108 100.25 6.538
12 Usia46
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
14 96 109 103.29 4.322
14 Usia47
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
13 89 113 100.23 7.282
13 Usia48
Valid N (listwise
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
15 98 119 104.40 5.193
15 Usia49
Valid N (listwise
(5)
Descriptive Statistics
13 96 119 106.54 6.912
13 Usia50
Valid N (listwis
(6)
Descriptive Statistics
36 89 119 103.50 6.893
36 PNS
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
18 88 109 100.44 5.338
18 Wiraswasta
Valid N (listwis
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Descriptive Statistics
26 92 114 104.73 4.143
26 IRT
Valid N (listwis