16
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, lempeng Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan lempeng Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau
Sumatera—Jawa—Nusa Tenggara—Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian besar didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung merapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yaitu panas dan hujan, dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin
yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun
kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia, yaitu terjadinya bencana
hidrometrologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan RI, 2006:II-3. Seiring dengan waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometrologi yang terjadi silih berganti
di Indonesia, bahkan rata-rata korban bencana alam di Indonesia cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun. Jika pada tahun 1981-1990 jumlahnya
Universitas Sumatera Utara
17 berkisar 212.000 orang, tahun 2000 jumlahnya berlipat menjadi 709.000 orang.
Indonesia berada di urutan ketiga negara-negara di Asia yang paling sering dilanda bencana alam selama periode 1964-1986 Hadi, 2007: 1.
Data bencana Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa antara tahun 2003–2005 telah terjadi 1.429 kejadian
bencana. Bencana hidrometrologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana
hidrometrologi, yang paling sering terjadi adalah banjir 34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia, diikuti oleh tanah longsor 16 persen RI, 2006 :
II-3. Begitu juga pada tahun 2007, terjadi 888 total kejadian bencana di Indonesia, dan banjir adalah sebesar 38 persen yaitu 339 kejadian, seperti terlihat
pada diagram di bawah ini.
Diagram 1. 1 Data Bencana di Indonesia Tahun 2007
Sumber: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Universitas Sumatera Utara
18 Berikut ini adalah data bencana yang terjadi di berbagai provinsi Indonesia
pada tahun 2008:
Tabel 1. 1 Data Bencana di Indonesia Tahun 2008
Nama Propinsi
Bencana Terjadi
Nangroe Aceh Darusalam
40
Sumatera Utara
32
Sumatera Barat
44
Riau 11
Jambi 4
Sumatera Selatan
6
Bengkulu 3
Lampung
13
DKI Jakarta 26
Jawa Barat 130
Jawa Tengah 110
DI Yogyakarta
7
Jawa Timur 123
Bali
8
Nusa Tenggara
Barat
25
Nusa Tenggara
Timur
29
Nama Propinsi
Bencana Terjadi
Kalimantan Barat
15
Kalimantan Tengah
7
Kalimantan Selatan
19
Kalimantan Timur
14
Sulawesi Utara
33
Sulawesi Tengah
38
Sulawesi Selatan
104
Sulawesi Tenggara
5
Maluku 10
Papua 20
Maluku Utara 5
Banten
17
Gorontalo 19
Sulawesi Barat
8
Papua Barat
3
Universitas Sumatera Utara
19 Sumber: Departemen Kesehatan RI
Dapat dilihat pada tabel 1.1 di atas bahwa selama tahun 2008, terdapat 32 kejadian bencana di Sumatera Utara. Apabila dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Sumatera, maka provinsi Sumatera Utara berada pada peringkat kedua terbanyak setelah Sumatera Barat dengan jumlah total 44 kejadian bencana pada
tahun 2008. Kabupaten Langkat adalah salah satu
kabupaten yang terletak di
Sumatera Utara
. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 6.272 km² dan berpenduduk sejumlah 902.986 jiwa pada tahun 2000
http:www.langkatkab.go.id , diakses
tanggal 2 November 2009, pukul 16:09 WIB. Ibukota Kabupaten Langkat, Stabat dan sekitarnya, merupakan daerah langganan banjir musiman. Pada tahun 2006,
beberapa sungai kecil di Stabat di antaranya Sungai Senglar, Belengking dan Kapal Keruk tidak mampu menampung air hingga meluap ke kawasan
pemukiman penduduk dan areal pertanian dengan ketinggian air bervariasi mulai 30 sampai 100 sentimeter. Luapan air baik akibat curah hujan maupun luapan dari
sungai menggenangi kawasan pemukiman di beberapa kecamatan di Langkat, di antaranya adalah Kecamatan Padangtualang tercatat 64 KK warga Dusun Bangun
Murni Desa Tebing Tanjung Selamat mengungsi di atas tanggul Sei Batangserangan.
Pada bulan Mei 2007, banjir kembali menggenangi kabupaten Langkat. Prediksi Badan Meteorologi dan Geofisika Medan akan bahaya banjir dan longsor
selama bulan Mei terbukti. Dalam dua hari terahir, setidaknya ada 5 kecamatan di Kabupaten Langkat yang terendam. Ketinggian air bahkan ada yang mencapai
satu meter. Selain merusak rumah warga serta fasilitas lainnya, banjir kali ini juga
Universitas Sumatera Utara
20 mengakibatkan lebih 1.500 warga mengungsi. Banjir terparah terjadi di
Kecamatan Batang Serangan, Sawit Sebrang dan Padang Tualang. Masyarakat di sana sudah mengungsi di tanggul-tanggul, serta daerah yang lebih tinggi. Di
Kecamatan Batang Serangan, sedikitnya ada empat desa yang terendam air dengan ketinggian 1 meter. Di kecamatan ini saja, jumlah pengungsi mencapai
1.583 KK, sementara itu di Kecamatan Padang Tualang, dua desa juga digenangi banjir sehingga masyarakatnya kini mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Seperti di Desa Sukaramai mencapai 450 KK, dan di Desa Tebing Tanjung Selamat mencapai 1.005 KK korban banjir mengungsi di tanggul Dusun Bangun
Sari http:bainfokomsumut.go.iddetail.php?id=1639, diakses
tanggal 19 September 2009, pukul 20:24 WIB.
Apabila kita amati kejadian bencana yang terjadi, masyarakat selalu tidak siap untuk melakukan tindakan pencegahan. Hampir tidak ada sistem deteksi dini
terhadap bencana yang bisa diakses langsung masyarakat. Tidak ada sistem yang membuat masyarakat terlatih menghadapi bencana, dan hanya tergantung pada
respon pemerintah. Akan lebih baik jika masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana, memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana.
Salah satu mandat Palang Merah Indonesia PMI adalah penanggulangan bencana. Kerja kemanusiaan ini bukan saja merespon bencana yang terjadi, tetapi
juga pengurangan risiko bencana melalui program pengurangan risiko berbasis masyarakat. Mitigasi berupa pembangunan saluran air dilaksanakan di Desa
Tebing Tanjung Selamat, tepatnya di dusun IX, dusun XI dan dusun XII, sepanjang 2.000 meter dan dibangun di depan rumah-rumah penduduk di setiap
Universitas Sumatera Utara
21 dusun tesebut. Saluran air tersebut dibangun untuk memperlancar aliran air hujan
yang menggenangi pemukiman penduduk .
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui respon masyarakat Desa Tebing Tanjung Selamat Kecamatan
Padang Tualang Kabupaten Langkat terhadap program pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul:
“Respon Masyarakat Desa Tebing Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Terhadap Program Pengurangan Risiko
Bencana Berbasis Masyarakat oleh PMI Cabang Langkat”
1.2 Perumusan Masalah