c. Akta ikrar wakaf diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1997
dan sebagai pejabatnya yang disebut Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah Kepala Kantor Urusan Agama di setiap kecamatan.
d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan pemilik satuan rumah susun tersebut.
e. Hak tanggungan adalah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996.
2. Pembuktian Hak Lama Atas Tanah
Pembuktian hak lama menunjukkan alat bukti yang sudah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu sebelum tanggal 8
Oktober 1997 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24, ayat 1 dan ayat 2. Ayat 1 : Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan
atau pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala
Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pemilik lain
membebaninya. Ayat 2 : Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sesuai disebutkan pada ayat 1, pembukuan hak dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 dua puluh tahun atau lebih secara berturut-
turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan
tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
Desa Kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah menurut Penjelasan Pasal 24
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ada 2 macam cara yaitu berdasarkan pembuktian pemilikan tanah dan berdasarkan pembuktian penguasaan tanah.
a. Berdasarkan pembuktian pemilikan tanah
Pembuktian hak lama berdasarkan pemilikan tanah dinyatakan secara tertulis sesuai konversi hak-hak lama di dalam penjelasan pasalnya, sebagai berikut:
117
1 Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrjvings
Ordonantie Staatsblad 1824-27 yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik.
2 Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrvings
Ordonantie Staatsblad 1824-27 sejak berlakunya Undang-Undang Pokok
117
S. Chandra, Op.Cit, halaman 16.
Universitas Sumatera Utara
Agraria sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan.
3 Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja
yang bersangkutan. 4
Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1959.
5 Surat keputusan pemberian hak milik dan pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yang tidak disertai dengan kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi
telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya. 6
Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala AdatKepala DesaKelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya peraturan pemerintah ini. 7
Akta pemindah hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang tanahnya belum dibukukan.
8 Akta ikrar wakafsurat ikrar yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. 9
Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan.
10 Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah sebagai pengganti tanah
yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
11 Bentuk pajak bumilandrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. 12
Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
13 Lain-Iain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sesuai
dimaksud Pasal 11, Pasal IV, dan Pasal VII ketentuan-ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria.
b. Berdasarkan pembuktian penguasaan tanah
Pembuktian hak lama berdasarkan penguasaan tanah dibuktikan berdasarkan pernyataan tertulis yang bersangkutan dan dikuatkan saksi-saksi, sebagaimana
ditentukan dalam penjelasan Pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah harus memenuhi syarat, sebagai berikut:
1 Bahwa penguasaan tanah yang digunakan secara nyata dengan itikad baik, selama
atau lebih dan 20 dua puluh tahun berturut-turut. 2
Bahwa penguasaan tanah tersebut dihormati dan tidak diganggu gugat oleh pihak lain.
3 Bahwa penguasaan tanah tersebut dikuatkan oleh saksi-saksi yang dipercaya.
4 Bahwa untuk pendaftaran hak atas tanahnya harus diteliti terlebih dahulu oleh
Panitia A dan diumumkan sesuai ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, serta dikeluarkan surat keputusan pengakuan haknya oleh pejabat
berwenang.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pembuktian hak baru dan hak lama hanya bersifat administratif, yaitu pembuktian hak baru merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang
ada sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sedangkan pembuktian hak lama merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang ada
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Persamaan pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama yaitu sama-sama untuk meneguhkan
kepunyaan sendiri sebagai pemegang hak.
118
C. Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, diperlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten
sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah. Peraturan pendaftaran tanah yang dikeluarkan sejak
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1997. Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 selama lebih dari 36 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan dan sekitar 55 juta bidang tanah
hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang tanah yang terdaftar.
119
Hal ini merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di samping kekurangan anggaran, alat dan tenaga adalah keadaan objektif tanah-tanahnya sendiri.
Menurut Zaidar: Hal ini merupakan kendala dalam pelaksaanaan pendaftaran tanah di samping
kekurangan anggaran, alat dan tenaga. Selain jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh alat-
alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum
cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan.
120
118
A.P. Parlindungan, Op.Cit, halaman 26.
119
Ibid.
120
Zaidar, Op.Cit, halaman 165.
Universitas Sumatera Utara
Dengan segala peraturan pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria dirasa belum mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah. Sulitnya mencari bukti-bukti hak, pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendaftaran, terjadinya sengketa hak dan
sebagainya, maka Pemerintah merasa berkewajiban untuk merevisi peraturan pelaksana pendaftaran tanah ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997. Di dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain ditetapkan cara-cara memberikan pembuktian hak atas tanah di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data yuridis dalam bentuk peta, daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, hak milik atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang
membebaninya.
121
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka
memberikan kepastian hukum bidang pertanahan, dan untuk memperoleh kekuatan hukum rangkaian kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik, pengajuan kebenaran
materiil pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang dibutuhkan sebagai dasar hak pendaftaran tanah, mengetahui status hak dan atau
riwayat asal usul pemilikan atas tanah, jual-beli, warisan, kesemuanya memerlukan suatu peraturan perundang-undangan selaku payung hukum dan pengesahan pejabat
pendaftaran yang berwenang dan akan dijadikan sebagai bukti kepemilikan yang terkuat dan terpenuhi.
122
121
Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
122
The Aceh Institue, Hak Pemilikan Atas Tanah, http:www.acehinstitute. orgringkasan penelitian hak tanah alue naga.htm, 2006, diakses tanggal 10 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah bagian dari pelaksanaan hukum agraria maka seyogyanya azas yang mendasari
pendaftaran tanah tidak jauh dari konsepsi hukum tanah nasional yang berasal dari hukum adat yang individualistik, komunalistik, dan religius dalam pengertian bahwa
setiap kepemilikan perseorangan merupakan bagian dari dan untuk kepentingan bersama yang diyakini oleh tiap-tiap pribadi bangsa Indonesia sebagai anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat
kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, namun kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum
yang relatif dengan pengertian bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian hukum selama tidak dibuktikan sebaliknya.
123
Dengan adanya lembaga publikasi negatif maka pemilik hak atas tanah yang sebenarnya belum tentu namanya terdaftar di dalam buku tanah, sedangkan pemegang
sertifikat hak atas tanah yang namanya sudah terdaftar di buku tanah sepanjang tidak terbukti sebaliknya tetap dianggap sebagai pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
Khusus terhadap hak milik, yakni menurut Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh.
Walaupun demikian tinggi kedudukan sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti, namun tetap diperlakukan sebagai alat bukti awal, karena didasari kemungkinan
adanya alat pembuktian pihak lain yang lebih berwenang, tidak terkecuali terhadap sertifikat hak milik yang terkuat dan terpenuh sekalipun.
123
S. Chandra, Op.Cit, halaman 122.
Universitas Sumatera Utara
Hapusnya hak atas tanah terdaftar dalam arti luas, yaitu berakhirnya tanggung jawab negara terhadap hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan dengan atau
tanpa kemauan pemegangnya, baik berdasarkan ketetapan konstitutif ataupun deklaratori, oleh Kepala Kantor Pertanahan dicatat di buku tanah dan surat ukur serta
dimusnahkannya sertifikat hak atas tanah bersangkutan. Hapusnya hak atas tanah terdaftar dalam arti sempit, yaitu berakhirnya
tanggung jawab negara terhadap hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan tanpa kemauan yang punya berdasarkan ketetapan konstitutif atau deklaratori yang oleh
Kepala Kantor Pertanahan dicatat di buku tanah dan surat ukur bersangkutan. Harapan selanjutnya, adalah kebijakan pendaftaran tanah yang tertuang dalam
peraturan pemerintah tentang pendaftaran tanah perlu disempurnakan dengan berpedoman pada tata kaedah hukum dan mempertimbangkan sungguh-sungguh nilai
universal yang terdapat dalam hukum adat sesuai dengan kesadaran hukum dan realitas sosial masyarakat, sehingga hukum adat bukan merupakan dasar, tetapi
merupakan sumber utama hukum tanah nasional. Indonesia
sebagai negara
kesejahteraan berkepentingan
mengatur perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang berkepastian
hukum, bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat bangsa secara
transparan, tanpa tipu daya, intimidasi atau diskriminasi, sesuai Pasal 26 Kovenan Internasional “Semua orang adalah sama dihadapan hukum dan atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia perlindungan hukum yang disediakan pemerintah melalui Pasal 31 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan, sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Tipologi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini masih didominasi karakteristik azas negatif, konsekuensinya yaitu hak azasi manusia harus dilihat dan
dipahami secara utuh, tidak parsial. Kenyataannya masih bersifat administratif belum bersifat hak, memberi perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah tetapi
belum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah.
124
Penerbitan sertifikat tanah telah melalui proses atau tahapan yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 atau dahulu Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961. Maka penerbitan sertifikat oleh BPN bersifat konstitutif, yaitu keputusan administrasi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat
hukumnya adalah negara menjamin dan melindungi pemilik sertifikat tanah. Siapapun juga wajib menghormati adanya hak ini. Ini sejalan dengan prinsip
Kedaulatan Hukum. Jikalau ternyata ada kesalahan atau kekhilafan dalam penerbitan sertifikat
tanah, harus melalui mekanisme hukum untuk memperbaiki akibat hukumnya. Dalam kejadian ini tentu ada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan harus diberikan
124
Ibid, halaman 124.
Universitas Sumatera Utara
kompensasi kerugian. Dasar untuk mengajukan ganti rugi adalah berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Hubungan penerbitan sertifikat tanah dan kepastian hukum adalah hubungan sebab akibat. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah menetapkan
kepastian hukum yang lebih baik dibanding dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Jika Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, belum ditentukan
batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat pemilik sertifikat tanah, maka Pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan batas waktu
bagi pihak ketiga untuk menggugat, yakni 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut.
Kini pemilik sertifikat tanah sebagai pemegang hak-hak milik atas tanah tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun setelah sertifikat tersebut “berusia” lima tahun.
Hanya pada usia sertifikat di bawah lima tahun sajalah pihak lain diberikan kesempatan untuk menggugat kepemilikan atau penguasaan hak atas tanah pemegang
sertifikat, kalau memang mempunyai bukti yang juga berkekuatan hukum sama derajatnya.
125
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi:
1 Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
125
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang
merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 lima tahun sejak
diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
Maka jelas bahwa sebidang tanah sudah disertifikatkan maka tidak mudah bagi orang lain atau pihak manapun untuk merebutnya, apalagi bila “usia” sertifikat
telah melampaui masa 5 lima tahun. Persyaratan dan prosedur yang harus ditempuh oleh pihak lain termasuk negara untuk bisa merebut atau menggugurkan
kehakmilikan atas tanah yang sudah disertifikatkan sangat sulit, meskipun sertifikat belum melampaui 5 lima tahun.
Bahkan Boedi Harsono mengatakan “Pengadilan tidak berwenang membatalkan sertifikat karena hal tersebut termasuk kewenangan Administrasi”.
126
Menurut M. Yamin bahwa kepastian hukum dalam pendaftaran tanah belum terwujud, yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
126
Boedi Harsono, Op.Cit, halaman 536.
Universitas Sumatera Utara
a Faktor sejarah kepemilikan tanah. Ketika hambatan jadi negara pendapatan tanah masih diabaikan dan
dianggap tidak menjadi penting sehingga saat ini pendaftaran tanah itu tidak dianggap sebagai kewajiban yang dapat mengemukakan hak atas
tanah. Apalagi kepemilikannya adalah kepemilikan kolektif. Maka bukti hak tidak perlu, sehingga masyarakat tidak aman mendapatkan tanah.
Selain itu bukti tanah selalu diabaikan sehingga kepentingan tidak terwujud dengan baik.
127
b Faktor psikologi masyarakat. Masyarakat tidak memahami suatu perbedaan yang berarti antara ada
sertifikat dengan tidak ada sertifikat atas tanahnya. Bahkan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap pemegang sertifikat hampir sama
dengan yang tidak memiliki sertifikat. Realitas tidak adanya jaminan titel insuren yang lebih ini melemahkan keinginan masyarakat untuk
mendaftarkan tanahnya. Orang hanya mau mendaftarkan tanah jika ada keinginan untuk menggunakannya sehingga makna sertifikat ini belum
menjadi bergelora dan perlindungan masyarakat.
c Kelemahan aturan pendaftaran tanah. Sampai saat ini, banyak masyarakat yang tidak tahu tentang aturan
pendaftaran tanah. Oleh karena itu secara material diharapkan dapat mempercepat pendaftaran tanah terwujud ternyata tidak. Sehingga tidak
dijumpai perlindungan atas aturan tersebut. Bahkan memang isi aturan itu tidak dapat dipertahankan untuk memberikan alat bagi pencapaian target
terwujudnya sertifikat hak atas tanah di Indonesia.
d Faktor pelaksana dan pelaksanaan. Masih banyak keluhan masyarakat pada pelaksanaan dan pendaftaran
tanah. Akibat pelaksanaan terkadang dianggap tidak tegas dan bahkan beda tafsir dalam melakukan pekerjaannya. Jika ini muncul sudah pasti
akan tidak terdorong lagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya.
127
Hans Dieter Evers, Sosiologi Perkotaan Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: LP3ES, 1982 halaman 196-197, dalam Muhammad Yamin, Problematika
Mewujudkan Jaminan Kepastian Hukum Atas Tanah dalam Pendaftaran Tanah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum USU, Medan: Tanggal 2
September 2006, halaman 25.
Universitas Sumatera Utara
e Intervensi Undang-Undang BPHTB dan biaya lain. Sekarang yang ingin mendaftarkan tanah, di samping harus memenuhi
biaya pemohon yang ditetapkan aturan pendaftaran tanah masih juga ada biaya-biaya lain atas perintah undang-undang yang tidak dapat diabaikan
seperti Undang-Undang No. 212001 tentang BPHTB, dan undang- undang PBB lain. Semua biaya yang dibebankan dan ketentuan aturan
pendaftaran tanah itu sendiri menjadikan orang enggan mendaftarkan tanahnya apalagi di daerah pedesaan.
128
Indikator ini menjadi problematika pelaksanaan pendaftaran tanah sehingga pendaftaran tanah tidak terwujud kepastian hukum dari dilaksanakannya pendaftaran.
Bahkan faktor-faktor tersebut di atas membuat munculnya permasalahan pendaftaran tanah seperti adanya Sertifikat palsu, Sertifikat aspal, Sertifikat ganda, dan
pemblokiran sertifikat oleh bank.
129
Ketidakpastian hukum bagi tanah masyarakat harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar segera mensosialisasikan apa dan bagaimana pendaftaran tanah serta
tujuan dilakukan pendaftaran. Bila dibiarkan akan mendorong tidak yakinnya lagi masyarakat atas bukti hak itu sendiri karena dianggap tidak dapat melindungi hak-hak
tanah masyarakat. Apalagi sertifikat tanah masih dianggap hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu saja sehingga masyarakat masa bodoh atas pendaftaran tanah
di negara ini. Menurut A.P. Parlindungan untuk mengatasi permasalahan agraria ini harus
tetap berpijak pada suatu teori tentang: a Pandangan mengenai political will;
b Pandangan mengenai permasalahan planning political will; c Pandangan mengenal programming;
128
Muhammad Yamin, Op.Cit, halaman 25-26.
129
Soni Harsono, Pokok-pokok Kebijaksanaan Bidang Pertanahan dalam Pembangunan Nasional, Analisis CSJS, Tahun XX Nomor 2, Maret-April, 1991, dalam Muhammad Yamin, Ibid.
halaman 26.
Universitas Sumatera Utara
d Pandangan mengenal pelaksanaan dan pelaksana; e Pandangan mengenai pengawasan;
f Pandangan mengenai ketahanan nasional.
130
D. Kendala Alas Hak di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertifikat
Pendaftaran tanah pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah. Terbitnya sertifikat merupakan pemberi rasa aman kepada
pemilik tanah akan haknya pada tanah tersebut. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah maka sertifikat tanah berfungsi sebagai
pembuktian yang kuat. Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
di dalamnya sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang terdapat di dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Salah satu masalah yang berkaitan erat dengan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah adalah masalah pembuktian. Dalam pendaftaran tanah dikenal 2
dua pendaftaran hak yaitu: Hak atas tanah baru. Pembuktian hak atas tanah baru dilakukan dengan:
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak berasal dari
tanah negara atau tanah hak pengelolaan.
130
A.P. Parlindungan, Permohonan Kepastian Hukum Atas Hak Atas Tanah Menurut Peraturan yang Berkaitan, Makalah Seminar Fakultas Hukum USU, Tanggal 19 Oktober 1996,
halaman 2.
Universitas Sumatera Utara
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan untuk hak guna bangunan dan hak pakai atas
tanah hak milik Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak oleh pejabat
yang berwenang; Tanah wakaf yang dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; Hak milik atas satuan rumah susun yang dibuktikan dengan akta pemisahan; Pemberian Hak
Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan. Pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 yaitu:
Untuk keperluan pendaftaran tanah, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak- hak lama dibuktikan dengan alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa alat
bukti tertulis, keterangan sanksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan pihak lain
yang membebaninya. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat pembuktian maka
pembuktian dapat dilakukan berdasarkan penetapan penguasaan fisik tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya. Dalam Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terdapat
beberapa alat bukti tertulis yang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah adalah
grosse akta hak eigendom, surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan, sertifikat hak milik yang diterbitkan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, Pajak
Bumi sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi kesaksian oleh Kepala
AdatKepala DesaKelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta pemindahan hak
yang dibuat oleh PPAT, akta ikrar wakaf, risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang, surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah yang diambil pemerintah,
surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan.
Besarnya jumlah pendaftar dalam pendaftaran tanah yang menggunakan alas hak berupa akta di bawah tangan sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat mana
masih banyak tanah yang belum bersertifikat. Hal ini tentu saja disebabkan oleh mekanisme pendaftaran tanah terlalu berat bagi masyarakat baik prosedur maupun
biaya pendaftarannya. Dari beberapa alat bukti lama yang dapat digunakan untuk melakukan
pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 penulis melihat ada 2 alat bukti yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:
1. Alat bukti Kesaksian