Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA

19 Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap ditambah bonus kepemilikan perusahaan saham perusahaan jika kinerja mereka bagus. Selain itu, agency problem antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan dapat dikurangi dengan cara : 1 kekhawatirkan untuk di-PHK karena kinerja yang dinilai kurang memuaskan, dan 2 ketakutan mengalami hostile take-over atau kondisi dimana perusahaan diambil alih secara paksa oleh pihak lain. Kondisi ini mungkin terjadi jika nilai perusahaan turun karena mis-management. Jika hostile take-over terjadi, biasanya manajemen lama akan diganti karena dianggap sebagai sumber masalah. 2 Shareholders dengan Kreditor Bondholders Agency problem juga muncul antara kreditor pemberi hutang, misalnya pemegang obligasi perusahaan bondholders dengan pemegang saham stockholders yang diwakili oleh manajemen perusahaan. Adapun penyebab konflik tersebut diantaranya : a Manajemen mengambil proyek-proyek yang resikonya lebih besar daripada yang diperkirakan oleh kreditor, atau b Perusahaan meningkatkan jumlah hutang hingga mencapai tingkatan yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan kreditor. 20 Kedua tindakan diatas akan meningkatkan risiko financial perusahaan, selanjutnya akan menurunkan nilai pasar hutangobligasi perusahaan yang belum jatuh tempo. Kreditur dirugikan jika perusahaan mengambil proyek yang terlalu beresiko karena hal ini akan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. Dilain pihak, jika proyek beresiko tinggi tersebut memberikan hasil yang bagus, kompensasi yang diterima kreditor bunga tidak ikut naik. Kreditur yang bijak akan menyadari kondisi ini sehingga pada umumnya mereka akan membuat rambu-rambu bagi pihak debitur. Rambu-rambu ini, disebut restrictive debt covenant yaitu perjanjian hutang yang bersifat membatasi yang disepakati bersama pada saat pinjaman diberikan. Termasuk didalamnya pembatasan terhadap pembayaran dividen kepada para pemegang saham. b. Pendekatan untuk mengurangi Agency Problem Untuk meminimumkan agency problem dalam perusahaan, diperlukan biaya yang disebut agency cost. Agency cost merupakan biaya yang muncul karena menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara stockholder dan bondsholders Dermawan Sjahrial, 2008 : 202. Jensen dan Meckling 1976 dalam Etty M.Nasser 2008 : 2 mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari : 1 pengeluaran biaya untuk monitoring oleh pemilik principal, dan 2 pengeluaran karena penggunaan hutang oleh manajemen agency dan pengeluaran karena karena kehilangan keindependenan atau efisiensi residual loss. Dengan demikian, menurut 21 Jensen dan Meckling 1976 dalam Dermawan Sjahrial 2008 : 204, keputusan struktur modal yang dilakukan oleh manajer adalah untuk menyeimbangkan agency cost of debt dengan agency cost of equity. Untuk mengatasi agency problem tersebut dapat di lakukan dengan beberapa cara, yaitu Farah Margaretha, 2009 : 5 : 1. Pendekatan dengan cara meningkatkan insider ownership. Menurut pendekatan ini, agency problems bisa dikurangi bila manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan Jensen dan Meckling, 1976. Dengan adanya kepemilikan saham, maka insider akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambilnya, demikian juga kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Dengan demikian, kepemilikan saham merupakan insentif bagi para manajer dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan, juga menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan agency cost. 2. Pendekatan pengawasan eksternal. Pendekatan ini dilakukan melalui penggunaan hutang. Peningkatan penggunaan debt financing akan mempengaruhi pemindahan equity capital. Jensen 1996 dalam Farah Margareta 2008 : 5 menyatakan bahwa dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian menghindari investasi yang sia-sia. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. 22 Peningkatan hutang tersebut dikaitkan dengan meningkatnya harga saham perusahaan Masulis,1988 dalam Tendi Haruman, 2008 : 153. Di sisi lain, timbul masalah jika hutang yang tinggi tidak diikuti dengan penggunaan yang hati-hati, karena adanya kecenderungan perilaku opportunistic oleh insider, sehingga biaya keagenan akan semakin tinggi dan pada akhirnya juga merugikan pemegang saham. 3. Instituonal investor sebagai monitoring agents. εoh’d, et al., 1998 dalam Etty M. Nasser 2008 : 3 menyatakan bahwa bentuk distribusi saham shareholders dispersion antara pemegang saham dari luar outside shareholders yaitu institusional investors dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan source of power yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran kekuasaan menjadi suatu hal yang relevan. Adanya kepemilikan oleh investor – investor institusional seperti bank, asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain dalam bentuk perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insiders. 4. Dengan Mekanisme Pembayaran Dividen Dengan menggunakan mekanisme pembayaran dividen, menurut Rozeff 1982 seperti yang dikutif dalam Tendi Haruman 2008 : 151 masalah keagenan dapat dikurangkan atau diturunkan dengan mekanisme 23 pembayaran dividen. Dividen disini berperan sebagai salah satu bentuk penawaran distribusi pendapatan, karena menurut A. W. Djabid 2009 : 250 dengan pembayaran dividen pemegang saham melihat bahwa pengelola perusahaan sudah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik keagenan. Tetapi disisi lain pembayaran dividen akan juga menimbulkan biaya dari sumber internal perusahaan yang tidak lagi banyak untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan, sehingga mendorong pengelola perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dananya dari pihak eksternal guna mengisi kembali dana yang telah dikeluarkan dalam bentuk dividen. 2. Nilai Perusahaan Beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah : nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsic, nilai buku dan nilai liquidasi Keown, 2007 : 849. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebut secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering juga disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar dipasar saham. Nilai intrinsic, merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsic ini bukan sekedar harga dari sekumpulan asset, melainkan nilai 24 perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan cara membagi selisih antara total aktiva dan total hutang dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi, adalah nilai jual seluruh asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa di hitung dengan cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca proforma yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi. Jika mekanisme pasar berfungsi dengan baik, maka harga saham tidak mungkin berada di bawah nilai likuidasi. Karena nilai likuidasi ini hanya dihitung bila perusahaan akan dilikuidasi maka investor bisa menggunakan nilai buku sebagai alat pengganti untuk tujuan yang sama yaitu memperkirakan batas bawah harga saham. Namun demikian ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam memahami konsep nilai buku ini. Pertama, sebagian besar asset dinilai dengan nilai historis, karena itu pada beberapa asset nilai jualnya bisa jauh lebih tinggi dari nilai bukunya. Kedua, di dalam asset kadang terdapat aktiva tak berwujud, yang dalam likuidasi sering tidak memiliki nilai jual. Ketiga, nilai buku sangan dipengaruhi oleh metode dan estimasi akuntansi seperti metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain- lain. Dengan demikian nilai buku sulit digunakan sebagi metode untuk menentukan nilai perusahaan. Selanjutnya, nilai intrinsic juga sulit di gunakan 25 sebagi alat untuk menentukan nilai perusahaan. Hal ini karena sangat sulit untuk menentukan nilai intrinsic suatu perusahaan, karena untuk menentukan nilai intrinsic perusahaan oarng membutuhkan kemampuan mengindetifikasi variabel-variabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan, dan variabel ini berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Karena itulah, maka nilai pasar market value digunakan dengan alasan kemudahan data didasarkan pada penilaian moderat. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga akan meningkat. Kekayaan pemegang saham dan perusahan direpresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, kebijakan dividen, dan keputusan pendanaan Brigham dan Houston, 2009:19. Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah rasio nilai pasar, seperti yang di jelaskan di atas. Menurut Mamduh M. Hanafi 2008:840 rasio pasar adalah rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut pandang dari rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut investor meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini. Sedangkan menurut Brigham dan Houston 2009 : 110 rasio nilai pasar market value ratio, akan menghubungkan harga saham perusahaan pada laba, arus kas, dan nilai buku persahamnya. Rasio-rasio ini dapat memberikan 26 indikasi kepada manajemen mengenai apa yang dipikirkan oleh para investor tentang kinerja masa lalu dan prospek perusahaan dimasa mendatang. Nilai perusahaan atau harga dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain : a. Proyeksi Laba Profitabilitas Investor pada umumnya melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit atau laba cukup baik dan mempunyai prospek yang cukup cerah dimasa datang, maka investor mau melakukan investasi pada perusahaan tersebut sehingga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. b. Earning per Share Sebagai seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan, akan menerima laba atas saham yang dimiliki. Semakin tinggi laba per saham yang diberikan oleh perusahaan, maka tingkat pengembalian akan baik sehingga mendorong investor melakukan investasi yang lebih besar lagi, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. c. Tingkat Resiko Pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan tinggi, juga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko, maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor akan semakin besar. 27 d. Kebijakan Pembagian Dividen Perusahaan dalam mengalokasikan laba usahanya memiliki dua alternatif, yaitu apakah laba akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang atau laba akan ditahan untuk membiayai investasi mendatang. Disinilah perusahan dituntut untuk dapat mebuat kebijakan dividen yang tepat. Indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah : 1 Market to Book Ratio MBR. Market to book ratio MBR merupakan perbandingan antara harga pasar perlembar saham terhadap nilai buku equitas perlembar saham Brigham and Houston, 2009 : 112, MBR ini memberikan indikasi tentang bagaimana investor memandang suatu perusahaan. Perusahaan yang tingkat pengembalian atas ekuitasnya relatif tinggi biasanya menjual sahamnya dengan penggandaan nilai buku yang lebih tinggi daripada perusahaan lain yang tingkat pengembaliannya rendah. 2 Price Earning Ratio PE Price Earning Ratio PE merupakan rasio harga pasar persaham terhadap terhadap laba persaham Mamduh Hanafi, 2008 : 85. Rasio ini menunjukan berapa dolar rupiah yang harus dibayar investor untuk setiap 1 laba periode berjalan Brigham dan Houston, 2009 : 110. Semakin besar PER, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan 28 untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan dari segi investor Mamduh Hanafi, 2008 : 85. Price Earning Ratio PER menurut Brigham dan Weston 2001:305 adalah rasio harga per saham terhadap laba per saham. Rasio ini menunjukkan berapa Rupiah yang harus dibayarkan oleh investor untuk setiap Rp 1 laba periode berjalan. Menurut Arief Sugiono 2009:84 Rasio Price Earning Ratio PER diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba per saham sehingga semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan dengan semakin baik. Price Earning Ratio merupakan suatu rasio yang lazim dipakai untuk mengukur harga pasar market price setiap lembar saham biasa dengan laba per lembar saham Simamora, 2000:531. Brigham dan Houston 2001:110 menyebutkan bahwa PER menunjukkan berapa banyak jumlah uang yang dikeluarkan oleh para investor untuk membayar setiap Dolar laba yang dilaporkan. Sedangkan Desmond Wira 2011:76 mendefinisikan bahwa Price Earning Ratio PER adalah rasio yang dihitung dengan membagi harga saham saat ini dengan Earning Per Share EPS nya. Price Earning Ratio 29 PER menggambarkan seberapa banyak investor berani menghargai saham itu. Angka rasio ini digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba earning power di masa mendatang Dwi Prastowo, 2002:96. PER menjadi rendah nilainya bisa karena harga saham cenderung semakin turun atau karena meningkatnya laba bersih perusahaan. Penafsiran terhadap rasio ini juga dipengaruhi oleh persepsi pemodal terhadap kualitas perusahaan dan trend pendapatannya, risiko relatif, penggunaan metode akuntansi alternatif dan faktor-faktor lain. Adler Haymans Manurung 2004:27 menyatakan bahwa PER dapat digunakan untuk berbagai pihak atau investor untuk membeli saham. Investor akan membeli suatu saham perusahaan dengan PER yang kecil, karena PER yang kecil menggunakan laba bersih per saham yang cukup tinggi dan harga yang rendah. Gregorius Sihombing 2008:87 PER adalah perbandingan harga sebuah saham dengan laba bersih untuk setiap lembar saham perusahaan itu. PER merupakan suatu ukuran murah dan mahalnya harga sebuah saham jika dibandingkan dengan harga saham lainnya untuk suatu industri yang serupa. 30 Toto Prihadi 2010:232 PER adalah indikator yang mengukur besar nilai value yang diapresiasi oleh investor terhadap nilai perusahaan. 3 Prive to Book Value PBV PBV atau rasio harga per nilai buku merupakan hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham Jones, 2000: 274. Rasio Price to Book Value PBV merupakan rasio untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Rasio PBV merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku ekuitas. 3. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan keputusan keuangan yang berkaitan dengan penentuan berapa besarnya laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa yang dibagikan yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa sebagai dividen dan berapa banyak jumlah yang ditahan sering disebut dengan kebijakan dividen Warsono, 2003 : 271. Rasio pembayaran dividen Dividen payout Ratio menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba 31 ditahan, maka semakin dikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai dividend payout ratio DPR. Karena kelebihan laba bersih di atas dividen itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive dengan keputusan mengenai laba ditahan Suwaldiman dan Aziz, 2006:. Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut. Dengan demikian, keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan dividen dividend policy yang optimal terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Ahmad Rodoni dan Herni Ali 2010 : 125 mengatakan bahwa kebijakan dividen yang optimal optimal dividend policy perusahan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang yang memaksimalkan nilai perusahaan. Menurut agency theory Jansen and Mackling : 1976 dalam Farah Margaretha 2009 : 5 salah satu pendekatan untuk meminimumkan agency problem adalah dengan mekanisme pembayaran dividen. 32 εenurut Rozeff 198β dan εoh’d et.al,. 1998 dalam Tendi Haruman 2008 : 151 masalah keagenan dapat diturunkan dengan mekanisme pembayaran dividen, karena dengan pembayaran dividen pemegang saham melihat bahwa pengelola perusahaan telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik keagenan. Selain agency theory, terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai kebijakan dividen, antara lain Dermawan Sjahrial, 2008 : 311 : a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller Modigliani dan Miller MM berpendapat, nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak EBIT dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen tidak relevan untuk diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut MM kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari asset perusahaan. b. Teori The Bird in The Hand Gordon dan Litner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika dividen payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor 33 memandang dividen yield lebih pasti daripada capital gains. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan Ks adalah tingkat keuntungan yang disayratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari capital gains capital gains yield ditambah keuntungan dari capital gains capital gains yield. Menurut MM pendapat ini merupakan suatu kesalahan karena pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama Abdul Halim, 2005:124. c. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswarmy. Menyatakan bahwa karena ada pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains , para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividen yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividen yield rendah, capital gains yield tinggi. d. Teori Signaling Hypothesis Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan haraga saham turun. Fenomina ini dapat 34 dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Seperti teori dividen yang lain, teori signaling hypothesis ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan preferensi terhadap dividen. e. Teori Clientele Effect Teori ini menyatakan bahwa kelompok clientele pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividen Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini akan lebih menyukai suatu dividend payout ratio DPR yang tinggi. Sebaliknya, kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini akan lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba bersih perusahaan Abdul Halim, 2005. 35 Adapun rasio yang digunakan sebagai indikator dari kebijakan dividen adalah Dividen Payout Ratio DPR dan Dividend Yield DY. Dividen Payout Ratio DPR merupakan rasio yang memperlihatkan bagian earning pendapatan yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. Rasio ini diukur dengan membagi jumlah dividen perlembar saham dengan laba perlembar saham. Perusaahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi Mamduh Hanafi , 2009:86. Dividend Yield merupakan rasio dari dividend per share terhadap share price dan merefleksikan berapa tingkat pendapatan yield berupa dividen yang diperoleh dari investasi terhadap per lembar saham perusahaan. Indikator ini mengindikasikan besarnya dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham relatif terhadap harga pasar saham perusahaan Barclay, et al., 1995 dan Sprenman Gantenbein, 2001 dalam Bambang Sugeng 2009:43. Menurut Mamduh Hanafi 2008 : 85, dari segi investor, rasio dividen yield sangat berarti karena dividen yield merupakan sebagian dari total return yang akan diperoleh investor. Bagian return yang lain adalah capital gains , yang diperoleh dari selisih positif antara harga jual dengan harga beli. Biasanya perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividen yield yang rendah, karena dividen 36 sebagian besar akan diinvestasikan kembali, dan juga karena harga dividen yang tinggi PER yang tinggi yang mengakibatkan dividen yield akan menjadi kecil. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang rendah akan memberikan dividen yang tinggi dan dengan demikian mempunyai dividen yield yang rendah pula . Ahmad Rodoni dan Herni Ali 2010:125 menyatakan setiap perubahan dalam kebijakan pembayaran dividen akan memiliki dua dampak yang berlawanan yaitu apabila dividen akan dibayarkan semua, maka keputusan cadangan terabaikan dan sebaliknya apabila laba akan ditahan semua kepentingan pemegang saham akan uang kas akan terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Kebijakan dividen yang optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang, sehingga dapat dimaksimumkan laba dan mempengaruhi nilai perusahaan. Dividen Yield merupakan salah satu dari market value ratio, rasio ini merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham terhadap harga saham Lukas Setia Atmaja, 2008 : 417. 4. Struktur Modal Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F.Houston 2001:5, struktur modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk menambah modal. Kemudian, 37 James C. Van Horne 2005:232, mendefinisikan struktur modal sebagai berikut : Struktur modal adalah bauran atau proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Menurut Ahmad Rodoni dan Indoyama Nasaruddin 2007:45, struktur modal capital structure adalah sesuatu yang berkaitan dengan struktur pembelanjaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Selain itu, menurut Bambang Riyanto 2008:22, struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Dan menurut Dilek Teker, Ozlem Tasseven, dan Ayca Tukel 2009:179, The Capital Structure of a company consist of a particular combination of debt and equity issues to relieve potential pressures on its long term financing. Frank J. Fabozzi dan Pamela P. Peterson 2003:583, mendefinisikan struktur modal sebagai berikut : The Combination of debt and equity used to finance it a firms projects is referred to as its capital structure. Selain itu, menurut Ross et.all 2003:6, Capital structure : the mixture of debt and equity maintained by a firm. 38 Pengertian struktur modal menurut Bambang Riyanto 2001:145 adalah perimbangan atau perbandingan antar jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal di proxy dengan Debt to Equity Ratio DER, yang merupakan perbandingan antara total hutang terhadap modal sendiri. Struktur modal ini merupakan masalah penting bagi perusahaan karena baik atau buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur modal yang optimal. Sedangkan menurut James C. Van Horne 2005:237, struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan dan karenanya memaksimumkan nilai perusahaan. Struktur modal turut memadukan sumber dana permanen yang digunakan perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Harmiza dan Yudhanta,2008:56. Yang menjadi permasalahan dari struktur modal adalah bagaimana perusahaan dengan cepat memadukan komposisi dana permanen yang digunakannya dengan mencari paduan dana yang dapat meminimumkan biaya modal perusahaan dan dapat memaksimalkan harga saham. Hal 39 inilah yang menjadi tujuan akhir dari struktur modal, yakni membuat komposisi sumber pembiayaan yang paling optimal Ahmad Rodoni dan Herni Ali , 2010:138. Dari referensi-referensi di atas, maka daat disimpulkan bahwa struktur modal menggambarkan proporsi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri. Dalam penelitian ini Struktur Modal di proxy kan oleh Debt to Equity Ratio DER dan Long Term Debt Ratio LTDR. Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, jika keputusan investasi dan kebijkan dividen dipegang konstan. Dengan kata lain, jika perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan keuangan lainnya. Dengan kata lain, jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Tetapi jika merubah struktur modalnya, ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik Husnan, 2004:263. 40 Menurut Moeljadi 2006:244, terdapat tiga teori utama yang menjelaskan tujuan perusahaan memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Ketiga teori itu beruapaya menjelaskan suatu permasalahan mengenai bagaiman struktur modal dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Ketiga teori tersebut dijelaskan sebagai berikut : a. Teori Tradisional Pendekatan tradisional menyatakan bahwa ada struktur modal optimal yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan cara meminimumkan biaya modal rata-rata average cost of capital . Salah satu versi teori ini dikembangkan secara sistematis oleh Ezra Solomon. Solomon mengatakan bahwa struktur modal optimal terjadi apabila kelebihan debt to equity ratio di atas average cost of capital dan dikatakan minimum. b. Pendekatan Modigliani dan Miller MM tanpa pajak Teori yang dikembangkan oleh Modigliani dan Miller mengasumsikan bahwa pasar modal bersifat sempurna dan tidak ada pajak . Dalam teori ini Modigliani dan Miller MM menyatakan bahwa nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Dan dalam artikelnya, MM menunjukkan bahwa pendekatan tradisional adalah tidak benar. Mereka 41 menunjukkan kemungkinan munculnya Arbitrase yang akan membuat harga saham nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang, akhirnya sama. Terdapat beberapa asumsi yang dipegang oleh Modigliani dan Miller, antara lain bahwa pasa modal sempurna dimana investor bertindak rasional, overall cost of capital K o adalah konstan pada semua derajat leverage pada risiko bisnis yang sama dan pada ukuran usaha yang sama pula. Pada waktu perusahan menghasilkan arus pendapatan yang sama, risiko bisnis sama, dan nilai pasar yang sama, tidak ada struktur modal yang optimal pada risiko bisnis yang sama dan tentu saja bahwa pajak dianggap tidak ada. Sedangkan Ross et. all 2003:575 menyimpulkan teori MM proportion I sebagai berikut : “The propotition that the value of the firm independent of the firm capital structure “ . c. Pendekatan Modigliani dan Miller dengan pajak Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958. Asumsi yang diubah adalah pajak terhadap penghasilan perusahaan Corporate Income taxes. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang Leverage akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya 42 bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak a tax deductible expense . Dan Ross et. all 2003:576, menyimpulkan teori MM propotion II sebagai berikut : “the propotion that a firm cost of equity capital is a positive linear function of the firm capital structure “ . 5. Struktur Kepemilikan Prosentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya prosentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang memiliki saham dari satu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar. Struktur kepemilikan saham terdiri dari insider ownership, institusional ownership . a. Insider Ownership Insider ownership merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial yaitu direktur dan komisaris. Kepemilikan oleh manajerial ini dihitung dari rasio yang dimiliki oleh direktur dan komisaris perusahaan pada akhir tahun terhadap total jumlah saham yang beredar Itturiga dan Sanz, 1998 dalam Untung W. dan Hartini, 2006:6. Menurut Jensen and Mackling 1976 dalam A.W. Djabid 2009 : 250 pendekatan untuk mengurangi agency problem dan agency cost 43 adalah dengan cara meningkatkan insider ownership. Menurut pendekatan ini, agency problems bisa dikurangi bila manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan. Dengan adanya kepemilikan saham, maka insider akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambinya, demikian juga kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Dengan demikian, kepemiliakna saham meruapakan insentif bagi para manajer dalam perusahaan untuk menungkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan, juga menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan agency cost. b. Institusional Ownership. Institusional ownership merupakan tingkat kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusional. Institusional ownership dapat dihitung dengan cara membandingkan proporsi yang dimiliki oleh institusi seperti lembaga keuangan, asuransi, serta perusahan lain Bathala, et al., 1994 dalam A.W. Djabid, 2009 : 250. Peningkatan kepemilikan oleh institusi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi agency problem dan agency cost . εenurut εoh’d, et.al. 1998 dalam Farah Margaretha 2008 : 5 menyatakan bahwa institusional investor dapat mengurangi agency cost. Karena dengan adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan 44 oleh institusi lain dalam bentuk perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider A.W. Djabid, 2009 : 250.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan agency theory, struktur modal, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan, telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan untuk tujuan pengembangan penelitian : Lisa Marlina dan Clara D. 2009, menguji Pengaruh Cash Position , Debt To Equity Ratio, Dan Return On Assets Terhadap Dividend Payout Ratio. Dengan menggunakan Regresi Linear Berganda Multiple Regression, indikator seperti Cash Position CP, Debt to Equity Ratio DER, Return On Assets ROA diteliti. Dan hasilnya menunjukkan bahwa Secara simultan, variabel Cash Position, Debt to Equity Ratio , dan Return On Assets berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio . Secara parsial, variabel Cash Position dan Return On Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio , sedangkan Debt to Equity Ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Etty M.Nasser 2008 meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan dan dewan komisaris independen terhadap nilai perusahaan dengan manajemen laba dan kebijakan hutang sebagai variabel 45 intervening . Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2002 sampai 2004 yang di ambil dengan menggunakan purposive sampling sebanyak 37 perusahan. Variabel dependen adalah nilai perusahaan yang di ukur dengan Tobin’s Q, sedang variabel independen terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komisaris independen. Hasil study ini menunjukan bahwa kepemilikan oleh manajerial dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, sedangkan untuk dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilain perusahan, dan untuk kebijakan hutang terdapat hubungan positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tendi Haruman 2008 meneliti mengaenai Struktur Kepemilikan, Keputusan Keuangan, dan Nilai Perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktir yang terdaftar di BEI pada tahun 1994-1995. Sebanyak 94 perusahaan diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan metode purposive sampling . Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel utama struktur kepemilikan, keputusan pendanaan, keputusan investasi, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan dan variabel control struktur asset, ukuran perusahan, risiko, profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan penjualan. Metode analisis yang di gunakan adalah dengan regresi bertahap. Hasil studi menunjukan secara simultan 46 struktur kepemilikan berpengaruh terhadap keputusan keuangan dan nilai perusahan market value of equity , sedangkan indikator fundamental perusahaan memiliki pengaruh yang proporsinya relatif kecil terhadap keputusan keuangan dan nilai perusahaan. Kemudian, Indoyama dan Umi Maimunah 2009 dengan tema penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Struktur εodal, Faktor Intern dan Faktor Ekstern , terhadap Nilai Perusahaan”. Penelitian ini mengambil populasi perusahaan-perusahan go public yang terdaftar di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Untuk penentuan sampel menggunakan purposive sampling. Penelitian ini dalah menggunakan analisis Structural Equation Modeling SEM. Hasilnya penelitian ini di dapat bahwa variabel struktur kepemilikan saham kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, factor ekstern tingkat suku bunga, keadaan pasar modal, pertumbuhan pasar, dan factor intern profitabilitas , pembayaran dividen, ukuran perusahaan memiliki hubungan yang negatif dan signifikan tarhadap struktur modal leverage. Sedangkan terhadap nilai perusahaan ketiga variabel di atas berpengaruh secara positif dan signifikan. Dan untuk pengujian pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan di dapat hubungan negatif dan signifikan. Penelitian lainnya oleh Ugy Soebiantoro dan Sujoko 2007 yang menguji tentang pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor 47 ekstern dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan public yang terdaftar di BEJ. Dengan sampel sebanya 134 perusahaan yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Metodologi penelitian dengan menggunakan SEM. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa struktur kepemilikan, faktor ekstern dan faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, study ini menguji teori keagenan Jensen dan Mecling 1976, Pecking Order Theory 1948, Trade off Model dan Signaling Theory, Bhattacarya 1979. Bambang Sugeng 2009 meneliti hubungan Struktur Kepemilikan dan Struktur modal terhadap kebijakan Inisiasi dividen di Indonesia. Dengan menggunakan beberapa indikator tersebut , Insiders Ownership IH, Institutional Ownership INSTH, Leverage LEV, Debt to Equity DE, Collateralizable Assets CA. M etode yang digunakan adalah Structural Equating Model SEM . Hasil menunjukkan bahwa Di lingkungan perusahaan go public di Indonesia, struktur kepemilikan yang diproksikan dengan Insiders Ownership dan Institutional Ownership terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan inisiasi dividen. Sedangkan struktur modal yang diproksikan dengan Leverage, Debt to Equity, dan Collateralizable Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan inisiasi dividen.

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei

0 88 85

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUSAHAAN DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perusahaan Di Indonesia Melakukan Auditor Switching (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2013-2015).

0 3 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUSAHAAN DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perusahaan Di Indonesia Melakukan Auditor Switching (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2013-2015).

0 2 17

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

1 4 15

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 16

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia m.anas

0 0 109

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Auditor Switching pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia IMG 20151207 0024

0 0 1

SKRIPSI DEWI LESTARI

0 0 100

Skripsi Rini Dwiyanti

1 3 112

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal serta Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 5 16