Proses Pengolahan Alumina Produksi Al

mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion- ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya. α-Al 2 O 3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al 2 O 3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000 o . -Al 2 O 3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah ~ 450 o . α-Al 2 O 3 keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al 2 O 3 mudah menyerap air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al 2 O 3 . Terdapat beberapa bentuk alumina terhidrat dengan stokiometri dari AlO.OH sampai AlOH 3 . Penambahan amoniak pada larutan mendidih garam aluminium menghasilkan suatu bentuk AlO.OH yang dikenal sebagai bohmite. Bentuk kedua AlO.OH terdapat di alam sebagai mineral diaspore. Hidroksida sesungguhnya AlOH 3 diperoleh sebagai endapan Kristal putih bilamana CO 2 dialirkan ke dalam larutan basa “Aluminat”. Max Well, 1968

2.2.1 Proses Pengolahan Alumina

Alumina adalah bahan baku utama dalam industry peleburan aluminium. Alumina ini berasal dari bermacam-macam bahan baku seperti : bauksit, dowsit, kaolinit, anorthosit, dan lain- lain. Untuk mendapatkan alumina, bahan baku tersebut dapat diekstraksi dan masing-masing bahan baku tersebut mempunyai kandungan alumina yang berbeda-beda serta tingkat pengotoran yang berbeda-beda pula. Akan tetapi pada umumnya bauksit merupakan bijih yang paling banyak mengandung alumina dari yang diperdagangkan sekitar 30-65 Al 2 O 3 . Bauksit dari Universitas Sumatera Utara suatu tambang mungkin mengandung satu atau lebih mineral aluminium yang masih bercampur dengan bermacam-macam pengotoran. Gibbsite megandung silika reaktif dalam jumlah yang rendah dibanding dengan boehmite dan diaspore, sehingga ongkos untuk memproduksi alumina lebih murah karena suhu, tekanan dan kaustik soda dalam prosesnya lebih rendah. Pengotoran-pengotoran utama yang terdapat pada bijih bauksit adalah SiO 2 , Fe 2 O 3 , TiO 2 , MnO 2 , NiO 2 , Cr 2 O 3 , dan lain-lain. Pada prinsipnya pembuatan alumina dari bauksit adalah proses bayer yang ditemukan pada tahun 1888 oleh Karl Bayer seorang ahli dari Jerman. Secara garis besar proses pembuatan alumina dari bauksit dengan metode bayer terdiri dari 4 tahap yaitu : ekstraksi, penjernihan, pengendapan, dan kalsinasi. www.azom.com

2.2.2 Produksi Al

2 O 3 dengan Proses Bayer Mendominasi bahan baku untuk produksi aluminium adalah bauksit. ini adalah suatu aluminium hidroksida yang tidak murni dengan Fe 2 O 3 dan silika sebagai zat pengotor utama. kebanyakan bauksit diperlakukan dalam proses bayer untuk produk Al 2 O 3 murni. Setelah solusi telah dipenuhi dengan hidroksida aluminium di dalam bagian yang dapat larut dipindahkan oleh penyelesaian, cucian, dan filtrasi. solusi didinginkan ke suhu-kamar dan melemahkan dengan air. ini penurunan temperatur dan pH membawa solusi itu ke dalam area keunggulan untuk AlOH 3 . bagaimanapun, dalam rangka mempercepat hidroksida itu, menabur benih dengan AlOH 3 segar adalah perlu. ketika tidak ada hujantimbulnya lebih lanjut terjadi hidroksida itu dipisahkan dengan bahan pengental, mencuci, dan filtration. hidroksida adalah Universitas Sumatera Utara calcined pada sekitar 1200 o C untuk memberi 99.5 Al 2 O 3 , dimana solusi dipusatkan oleh penguapan dan dikembalikan ke dalam larut langkah. Jika bauksit tadinya tanah kerikil tinggi pada bagian yang tidak dapat larut dari larut langkah, lumpur merah, akan masih berisi sejumlah oksida aluminium pantas dipertimbangkan. proses khusus telah dikembangkan untuk memulihkan oksida aluminium ini. Dengan begitu lumpur yang merah mungkin calcined dengan kapur perekat dan abu soda untuk memberi aluminat sodium dapat larut dalam air dan silikat zat kapur tidak dapat larut, yang terdahulu dilarutkan ke luar dan trated seperti diuraikan di atas. lumpur merah yang sisanya menjadi nilai kecil, tetapi boleh temukan beberapa penggunaan sebagai suatu bijih besi. Rosenqvist, 1983

2.2.3 Sifat-Sifat Alumina