Penentuan Kadar Silika Dalam Bahan Baku Aluminium Fluorida Secara Spektrofotometri

(1)

PENENTUAN KADAR SILIKA DALAM BAHAN BAKU

ALUMINIUM FLUORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

AZWINNATA

072401042

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR SILIKA DALAM BAHAN BAKU ALUMINIUM FLUORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : AZWINNATA

Nomor Induk : 072401042

Program Studi : D 3 KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, juni 2010

Diketahui/ Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS Drs. Chairuddin, MSc NIP.195408301985032001 NIP.195912311987011001


(3)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR SILIKA DALAM BAHAN BAKU ALUMINIUM FLUORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri,kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, juni 2010

AZWINNATA 072401042


(4)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpakan rahmat dan karunia-Nya yaitu berupa nikmat kesehatan dan kelapangan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan program studi D-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang telah di buat masih banyak memiliki kekurangan maupun kekeliruan baik dari segi isi, makna, maupun penyusunan kata dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.

Penyusunan karya ilmiah ini dilakukan berdasarkan pengamatan dan analisa penulis selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan ( PKL ) di PT. ASAHAN ALUMINIUM ( INALUM ), dengan judul “ PENENTUAN KADAR SILIKA DALAM BAHAN BAKU ALUMINIUM FLUORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI ”

Dalam pengerjaan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan, bimbingan, informasi, pengetahuan dan wawasan yang begitu berharga sehingga memberikan manfaat yang begitu besar dalam proses pengerjaannya. Oleh karena itu penulis mengucapakan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1 Ayahanda Supranata dan Ibunda Yuslizar Br Sagala yang telah banyak berkorban buat penulis baik moril maupun materil yang tak terhitung nilainya serta Doa yang tulus dari hati seorang ayah dan ibu agar anaknya dapat berhasil di kemudian hari

2 Kakanda Bripda Yudi pranata dan adinda Azlina Sari yang telah memberikan doa dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaiKarya ilmiah ini.

3 Bapak Drs. Chairuddin,MSc selaku dosen pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan yang begitu banyak dalam penyelesaian karya ilmiah ini

4 Para karyawan PT. INALUM yang telah memberikan bantuan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini 5 Rekan PKL Aswin Syahputera mawan, Andre Adhe putra, yang

saling membantu selama masa PKL

6 Rekan sejawat saya nadza yang telah membantu saya dalam mengartikan teks bahasa inggris ke bahasa indonesia


(5)

7 Teman – teman seperjuangan di Kimia Analis stambuk 2007 yang telah bersama- sama selama 3 tahun yang selalu memberikan semangat sehingga saya bisa tamat tepat waktu

8 Sheila Eka Putri sebagai teman baik yang selalu memberikan semangat untuk hari tua. Semoga kita dapat berkomitmen bersama sampai tujuan kita tercapai.

Penyusun menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya lmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan juni 2010 Penulis


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar silika pada aluminium fluorida yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam proses peleburan aluminium di PT. INALUM. Silika telah diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis dengan panjang gelombang 655 nm. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan industri japan internasional standar. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa rata – rata kadar silika dalam aluminium fluorida adalah 0,0763 % maka memenuhi persyaratan sebagai bahan baku dalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium di PT. INALUM.


(7)

DETERMINATION OF CONCENTRATION SILICATE CONTENT IN ALUMINIUM FLUORIDE AS SPEKTROFOTOMETRI

ABSTRACT

Silicate determination at aluminium fluoride which is used as the main ingredient in aluminium smelting plant at PT.INALUM has been carried out. The silicate was measured using UV-Vis spectrophotometer at wave length 655 nm. The result was compared to Japan International Industrial Standard. The results analysis show that the average of silicate in aluminium floride is 0,00763 % amd according to requirements as ingredient in the process of electrolysis of alumina into aluminium at PT.INALUM.


(8)

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar SiO2 ... 27

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel AlF3 ... 27

Tabel 4.3 Data Perhitungan Persamaan garis Regresi untuk analisis SiO2 ... 28

Tabel 4.4 Harga y Baru Untuk Larutan Standar SiO2 ... 29


(9)

Daftar Lampiran

Lampiran I : Gambar Alat Spektrofotometer Cary-50

Lampiran II : Standar Penerimaan Analisa Aluminium Flourid Lampiran III : Grafik Kurva Kalibrasi Larutan Standar SiO2

Lampiran IV : Gambar Proses Produksi Aluminium Di Pabrik Inalum Lampiran V : Gambar Tungku Reduksi Tempat Elektrolisis Aluminium Lampiran VI : Gambar Proses Elektrolisis Aluminium Batang


(10)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar silika pada aluminium fluorida yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam proses peleburan aluminium di PT. INALUM. Silika telah diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis dengan panjang gelombang 655 nm. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan industri japan internasional standar. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa rata – rata kadar silika dalam aluminium fluorida adalah 0,0763 % maka memenuhi persyaratan sebagai bahan baku dalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium di PT. INALUM.


(11)

DETERMINATION OF CONCENTRATION SILICATE CONTENT IN ALUMINIUM FLUORIDE AS SPEKTROFOTOMETRI

ABSTRACT

Silicate determination at aluminium fluoride which is used as the main ingredient in aluminium smelting plant at PT.INALUM has been carried out. The silicate was measured using UV-Vis spectrophotometer at wave length 655 nm. The result was compared to Japan International Industrial Standard. The results analysis show that the average of silicate in aluminium floride is 0,00763 % amd according to requirements as ingredient in the process of electrolysis of alumina into aluminium at PT.INALUM.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Logam aluminium pertama kali dipersiapkan pada tahun 1825 , tetapi baru

dalam jumlah sedikit sebagai logam berharga. kesulitan yang tidak teratasi sampai waktu yang begitu lama adalah daya pengikatannya yang besar untuk elemen – elemen oksigen.

Alumina , kokas dan aluminium fluorida merupakan bahan baku utama untuk memproduksi aluminium secara elektrolisa , dimana alumina sebagai zat yang akan dielektrolisis menjadi aluminium , kokas sebagai sumber karbon dan aluminium fluorida merupakan larutan elektrolit, dimana reaksinya sebagai berikut :

2 Al2O3 + 3 C 4 Al + 3CO2

Kriolit ( Na3AlF6 ) adalah senyawa yang digunakan sebagai larutan elektrolit didalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium , namun kriolit sangat mudah menguap menjadi natrium tetrafluoroaluminate karena kriolit merupakan spesies garam yang paling cepat menguap. Dari asil analisis kandungan free AlF3 dalam elektrolit dengan menggunakan alat XRD ( X-Ray Difraksi ) maka akan didapatkan keasamaan elektrolit yang dilambangkan dengan

Sa. Keasamaan elektrolit dalam hal ini berarti kandungan free AlF3 dalam elektrolit. Pengontrolan keasamaan ditentukan oleh pemasukan AlF3 yang berguna untuk menetralkan Na2O yang masuk bersama alumina , sesuai reaksi berikut.


(13)

Na3AlF6 2 NaF + NaAlF4 3 Na2O + 4 AlF3 2 Na3AlF6 + Al2O3

Jika hal ini terjadi maka proses elektrolisa akan terganggu, maka perlu ditambahkan aluminium fluorida. Keasamaan elektrolit dinyatakan dalam % , dimana standar keasamaan yang baik dalam tungku operasi reduksi yaitu berkisar antara 6,3 – 6,5 %. Keasamaan elektrolit sangat mempengaruhi suhu ( temperatur operasi ). Selama operasi normal suhu elektrolit lebih kurang 965 oC. Suhu operasi pot atau tungku reduksi akan turun jika keasamaan elektrolit tinggi. Hal ini yang sebenarnya harus diperhatikan karena biaya energi listrik yang dibutuhkan tidak terlalu mahal karena suhu turun , dan sebaliknya jika keasamaan rendah maka suhu dalam pot akan tinggi sehingga dapat menyebabkan semakin besarnya biaya listrik dan kemungkinan pot akan meledak semakin besar. Dengan adanya penambahan aluminium fluorida maka suhu akan terjaga dengan mengatur keasamaan dari total aluminium fluorida.

Kemurnian aluminium fluorida yang ditambahkan harus diperhatikan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap senyawa senyawa pengotornya seperti silika dan pospat. Jika kadar silika didalam aluminium fluorida yang akan ditambahkan dalam pot terlalu tinggi maka akan menyebabkan kualitas produksi aluminium ingot akan jelek. Kadar logam – logam pengotor seperti silika dalam produk hasil aluminium ingot telah dibatasi sesuai dengan standar JIS ( Japan Internasional Standar ). Semakin tinggi kadar pengotor maka semakin murah harga jual produk aluminium ingot. Kadar silika dalam standar JIS didalam aluminium ingot yaitu 0,04 % , sedangkan kadar silika dalam aluminium fluorida yaitu 0,090 %. Semakin tinggi kadar silika didalam aluminium fluorida maka


(14)

secara signifikan akan mempengaruhi kadar silika dalam produk aluminium yang dihasilkan.

Silika merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam kerak bumi secara berlimpah. Dialam , silika tidak ditemukan dalam bentuk elemen bebas , melainkan berikatan dengan oksigen dan elemen lain. Silika bersifat tidak larut dalam air maupun asam dan biasanya berada

dalam bentuk koloid. Silika terdapat pada hampir semua batuan dan mudah mengalami pelapukan. Sumber alami utama silika adalah mineral kuarsa dan feldspar. Dalam tanah umumnya silika berbentuk asam monosilikat. Pengapuran sering menyebabkan turunnya kadar silika dalam tanah. Konsentrasi silika larut dalam air biasanya sangat rendah, yaitu antara 1-30 mg SiO2 / L. Asam monosiklik dari silik dapat membentuk senyawa kompleks dengan senyawa – senyawa organik terutama asam – asam humik dan fulvik, dimana muatan positif pada senyawa kelat menggantikan ion – ion pada asam monosiklik untuk membentuk ikatan asam monosklik – kelat , sehingga peristiwa ini dapat dimanfaatkan dalam penentuan kadar silika secara spektrofotometry dengan menggunakan pengkompleks ammonium molibdat yang akan membentuk warna biru.

1.2 Permasalahan

Apakah kadar silika didalam aluminium fluorida yang akan dipakai sebagai bahan baku utama dalam PT. INALUM masih memenuhi standar JIS ( Japan Internasional standar ) .


(15)

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui kadar Silika didalam aluminium fluorida yang digunakan pada proses elektrolisis aluminium di PT. INALUM sehingga dapat diketahui bahwa aluminium fluorida yang akan dipakai masih memenuhi standar JIS ( Japan Internasional Standar )

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah :

- Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang hasil analisis kadar silika didalam aluminium fluorida yang digunakan sebagai bahan baku utama pada proses elektolisis alumina menjadi aluminium ingot atau batang.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku utama dalam proses elektrolisis aluminium 2.1.1 Alumina

Alumina ( Al2O3 ) diperoleh dari pengolahan biji bauksit dengan proses bayer. Proses bayer terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Proses Ekstraksi

Al2O3. X H2O + 2 NaOH 2 NaAlO2 + ( x + 1 ) H2O …….( 1 ) 2. Proses Dekomposisi

2 NaAlO2 + 4 H2O 2 NaOH + Al2O3. 3 H2O ……..( 2 ) 3. Proses kalsinasi

Al2O3 . 3 H2O + kalor Al2O3 + H2O ...( 3 ) Pada proses kalsinasi akan dihasilkan jenis alumina sandy jika operasi berlangsung pada temperature rendah dan jenis alumina floury untuk operasi pada temperature tinggi . P.T INALUM tidak menghasilkan alumina sendiri tetapi diperoleh dari Negara lain terutama dari Australia. ( Bagian SRC. INALUM , 2009 )

2.1.2 Anoda Carbon

Anoda karbon berfungsi sebagai reduktor dalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium.Anoda Karbon diproduksi pada pabrik karbon ( karbon plant ) komposisi karbon terdiri dari 60 % kokas minyak , 15 % hard pich dan 20 % puntung anoda ( butt ). Sifat – sifat anoda karbon yang dipakai adalah sebagai berikut:


(17)

1.Tahan terhadap perubahan panas sehingga sulit retak saat beroperasi pada temperature tinggi.

2. Angka muai panas yang rendah agar anoda sulit terlepas dari tangkai anoda pada temperature tinggi.

3.Konduktivitas panas yang tinggi agar segera mencapai temperature tinggi pada proses pemanasan. (Bagian SRC. INALUM , 2009)

2.1.3 Kriolit ( Bath )

Kriolit mengandung senyawa CaF3 dan AlF3. Aluminium fluoride berfungsi menjaga keasamaan bath ( kriolit ) yang ditambahkan secara manual. Fungsi utamanya adalah menurunkan temperature liquid bath , sehingga pot tungku reduksi tempat elektrolisis aluminium biasa dioperasikan pada temperature yang rendah. (Bagian SRC. INALUM , 2009 )

2.2 Fungsi Penambahan AlF3

Kriolit ( Na3AlF6 ) adalah pelarut utama yang tersusun atas aluminium fluorida.AlF3 digunakan sebagai zat aditif dalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium bersama dengan cryolite sehingga menurunkan titik lebur dibawah 1000o C. Kriolit memiliki sifat yang unik, yaitu mampu melarutkan semua oksida dengan baik. Sifat – sifat kriolit diantaranya :

• Kemampuan melarutkan alumina dengan baik

• Tegangan komposisi lebih tinggi.

• Konduktifitas elektrolitnya cukup tinggi.

• Titik lelehnya relatif rendah.

• Tidak dapat bereaksi dengan aluminium dan karbon.


(18)

• Massa jenisnya cukup rendah, bila dalam keadaan sama-sama cair.

• Tekanan uapnya relatif rendah.

Kriolit sendiri sangat mudah menguap menjadi natrium tetrafluoroaluminate , karena kriolit merupakan spesies garam. Dari hasil analisa kandungan free AlF3 dalam elektrolit dengan menggunakan alat instrumen x- ray difraksi ( XRD ) maka akan diperoleh nilai keasamaan yang dilambangkan dengan Sa. Keasamaan elektrolit dalam hal ini berarti kandungan free AlF3 dalam elektrolit tersebut. Standart keasaman dalam tungku adalah 6,3 – 6,5 %. Pengontrolan keasaman tersebut ditentukan oleh pemasukan aluminium fluorida yang berguna menetralkan natrium oksida yang masuk bersama alumina.

AlF3 yang ditambahkan harus memiliki parameter – parameter yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah kandungan impuritisnya seperti silika yang dapat memberikan nilai yang tidak baik sehingga aluminium ingot yang dihasilkan kualitasnya tidak baik sehingga tidak sesuai dengan standart Jis / Japan International Standart . ( Bagian SRC. INALUM , 2009 )

2.3 Proses Pembuatan Aluminium Fluorida

Mayoritas cara pembuatan aluminium fluorida terutama dihasilkan dengan memperlakukan alumina dengan asam hexafluorosilicic, berdasarkan reaksi : H2SiF6 + 2 Al2O3 2 AlF3 + H2O + SiO2 …….. ( 4 ) Dalam skala kecil aluminium fluorida juga dapat dibuat dengan mereaksikan aluminium hidroksida. Asam hexafluorosilicic dipanaskan pada suhu 80 o C sedangkan alumina dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Asam hexafluorosilicic kemudian direaksikan didalam reaktor batch berpengaduk pada


(19)

suhu 100 0 C dengan waktu ± selama 13 menit. Produk yang dihasilkan yaitu silika dan aluminium fluorida, dan silika kemudian dipisahkan dengan cara mengeluarkannya dari sistem filtrat dan dikirim ke unit crystallizer. Diunit cristallizer temperatur dijaga 98 – 100 o C selama 4 sampai 5 jam. Kemudian

kristal yang terbentuk dipisahkan dari larutan induknya. ( Http : //

2.4 Aturan- aturan ketetapan kriolit ( Bath )

Molten cryolite merupakan suatu bahan utama dari hall- heroult elektrolit. Zat aditif ini digunakan untuk meningkatkan mutu / kualitas bahan- bahan kimia tersebut dan fisika juga. Zat aditif yang ideal dapat berkurang terhadap larutan yang dihasilkan dengan proses pemanasan dan cairan dengan temperature rendah untuk meningkatkan efesiensi faraday. Aditif seharusnya dapat meningkatkan ataupun berkurang didalam larutan alumina. Peningkatan konduktivitas elektrik lebih baik digunakan untuk efesiensi yang kuat, pengurangan densitas dapat disertai dengan pemisahan yang lebih

Antara aluminium dan garam molten dan penurunan tekanan uap dapat memminimalkan / mencegah terjadinya kehilangan fluoride. Seharusnya hal tersebut tidak perlu diperhatikan, atau pun menyebabkan pelepasan ion dengan potensial terendah dimana aluminium sebagai kation dan oksigen sebagai anion, tidak ada aditif yang ideal namun AlF3 sering ditambahkan untuk meningkatkan efesiensi faraday.

Pada tahun 1886 charles Martin Hall di USA dan Paul L.T. Heroult diprancis menemukan banyak sekali penemuan mengenai suatu proses untuk reduksi suautu elektrolit dari alumina Yang tidak bercampur atau terpisah didalam


(20)

molten cryolite. Hall mensyahkan penemuannya tersebut diamerika dan Heroult di prancis. Hall menyelidiki banyak sekali aditif dilaboraturium dan menemukan kegunaan aluminium fluorida dan calsium fluorida, berikut adalah perlakuan keduanya pada temperatur rendah untuk peningkatan efesiensi yang terjadi. Calsium fluorida disebabkan adanya debu – debu dan karbon dari anoda menguap dan terbakar dan yang lebih bahaya sehingga menyebabkan elektrolit terlepas. Hall memilih suatu bath dari cryolit plus 28% AlF3 dan CaF216 % untuk sell sel industri lainnya. Kita dapat menyimpulkan bahwa bath mempunyai suatu cairan pada suhu 8800 Cdan 4,2 watt dengan % larutan alumina pada suhu 980 0 C. Sel tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya kerusakan. Alumina sekelompok daripada larutan dengan konsentasi rendah didalam larutan tertentu dan perlakuan tertentu.

Bath analisis digunakan untuk AlF3 yang dibutuhkan untuk dibawa keluar menurut suatu tabel yang diperlukan, hal ini juga digunakan untuk memonitoring campuran CaF2 yang dipercaya untuk menstabilkan komponem AlF3 itu sendiri didalam bath. ( Warren Haupin, 1995 )

2.5 Jenis - jenis Silika

Walaupun silika bebas hanya terdapat dialam, silika tetrahedra didominasikan dalam struktur primer dan sekunder seperti silika mineral yang terdapat didalam kombinasi dengan aluminium ataupun dengan besi dan mangan, jumlah ini sangat banyak terutama dalam bentuk mineral.

Silikon hanya yang kedua setelah oksigen dalam kelimpahannya dialam ( kira – kira 28 % dari kerak bumi ) dan terdapat beragam dalam mineral silikat dan sebagai kuarsa , SiO2. Silikon diperoleh dalam pembentukan komersial biasa


(21)

dengan reduksi silikon dengan karbon atau CaC2 dalam tungku pemanas listrik. Silikon biasanya agak kurang reaktif. Ia diserang oleh halogen menghasilkan tetrahalida , dan oleh basa menghasilkan larutan silikat. Ia tidak dapat diserang oleh asam kecuali hidrofluorida, diperkirakan bahwa disini kestabilan SiF6 menyebabkan gaya dorong. Silika murni terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk kuarsa dan kristobalit. Silika selalu terikat secara tetrahedral kepada empat atom oksigen namun ikatan – ikatannya mempunyai sifat ionik yang cukup. Dalam kristobalit atom – atom silikon ditempatkan seperti halnya atom – atom karbon dalam intan , dengan atom – atom oksigen berada ditengah dari setiap pasangan. Dalam kuarsa terdapat heliks , sehingga terjadi kristal enansiomorf, dan hal ini dapat dengan mudah dikenali dan dipisahkan secara mekanik.

Silika hanya membentuk anion – anion fluoro , biasanya SiF6 dengan tetapan pembetukan yang tinggi , di perhitungkan untuk hidrolisis tak sempurna SiF4 dalam air. Ionnya biasanya dibuat dengan melarutkan SiO2 dalam larutan HF dan stabil meskipun dalam larutan basa. (Cotton F. Albert , 1989 )

2.6 Metode Pengukuran Silika

Hampir kebanyakan prosedur kolorimetri untuk silikon didalam larutan didasarkan pada bentuk kompleks dari molybdenum biru. Secara Detail persamaan itu dapat diikuti untuk metode pengukuran phosporus.Gangguan dalam phosporus dapat dicegah dengan mengontrol pH dan kehadiran dari oxalic atau asam tartat.

2.6.1 Metode Molybdenum Biru

Metode ini dengan menggunakan molybdate sehingga terbentuk asam molybdosilikat dapat menghasilkan kompleks berwarna biru. Metode ini dapat


(22)

digunakan untuk tanah dan tanaman setelah campuran dari 2 reaksi yaitu 2 bentuk dari asam molybdosilikat yaitu β dan α dimana ini tergantung dari aciditas dan faktor – faktor lain. Bentuk alfa merupakan hasil terbaik dengan menggunakan sebuah reagent daripada asam stannous dan bentuk beta dengan menggunakan asam amino – naphtol. ( Allen Stewart. E , 1985 )

2.6.2 Metode Gravimetri A. Penetapan silika dapat larut

Silika – silika yang dapat diuraikan oleh asam seperti asam klorida dengan membentuk asam silikat dan garam – garam dari logam – logam. Silika yang masuk dalam klasifikasi ini adalah ortosilikat – ortosilikat yang terbentuk atas unit – unit SiO44- yang bergabung dengan hanya satu atau dua kation.

Proses penetapannya silika yaitu dengan menambahkan asam klorida 1 : 1 dan diuapakan hingga kering pada suhu 100 -1100 C. Basahi residu dengan asam klorida pekat tambahkan air. Panaskan untuk mengekstraksi garam yang dapat larut dan saring melalui sehelai kertas saring yang baru tetapi ukurannya lebih kecil. Cuci dengan asam klorida encer hangat , dan akhirnya dengan sedikit air panas. Lipat saringan yang basah dan diletakkan dalam krus platinum yangtelah ditimbang. Keringkan kertas dengan nyala kecil, arangkan kertas dan bakar habis karbon itu diatas nyala kecil, dijaga agar tidak ada bubuk halus keluar. Bila semua karbon teroksidasi, tutup krus dan panaskan selama 1 jam pada temperatur meker. Biarkan mendingin dalam desikator dan ditimbang. ( Vogel, 1994 )

B. Penetapan Silika yang tak dapat larut

Silia –silika yang tak dapat larut umunya dilebur dengan natrium karbonat dan lelehan itu yang mengandung silikat itu yang dapat diuraikan oleh asam lalu


(23)

diolah dengan asam klorida. Larutan yang asam dari silikat yang telah diuraikan diuapkan sampai kering diatas penangas air untuk memisahkan asam silikat yang seperti gelatin, sebagai silika yang tak dapat larut residu dipanaskan pada suhu 110 -1200 C untuk menhidrasi parsial silika itu. ( Vogel , 1994 )

2.7 Spektrofotometri

Sudah lama sekali ahli kimia menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam mengidentifikasi zat kimia. Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan visual dimana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energi cahayaoleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan mengganti mata manusia dengan detectoor – detector radiasi lain, dimungkinkan studi absorbsi diluar daerah spektrum tampak dan seringkali eksperimen spektrofotometri dilakukan secara automatik.

Dalam penggunaan dewasa ini istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu. Untuk memahami spektrofotometri, memperhatikan interaksi radiasi dengan spesies kimia dengan cara yang elemeter, dan secara umum mengurus apa kerja instrument – instrumennya.

( Underwood. R . A, 1996 )

2.7.1 Spektrum elektromagnetik

Berbagai eksperiment dalam laboraturium fisika paling baik ditafsirkan dengan menggunakan gagasan bahwa cahaya dirambatkan dalam bentuk


(24)

gelombang transversal. Dengan pengukuran yang tepat, gelombang-gelombang ini dapat di cirikan menurut panjang gelombangnya, kecepatan, dan besaran-besaran yang dapat digunakan untuk memberikan gerakan gelombang apa saja.

Kecepatan cahaya kira-kira adalah 3x1010 cm/detik. Berbagai satuan digunakan untuk panjang gelombang, bergantung pada daerah spektrum : untuk radiasi ultraviolet dan cahaya tampak, satuan amstrong dan nanometer digunakan secara meluas. Sedangkan micrometer merupakan satuan yang lazim untuk daerah inframerah. Satuan mikrometer, ( μm ) didefenisikan sebagai 10-6 m dan satu nanometer ( nm ), 10-9 m atau 10-7 cm. Satu satuan amstrong ( Å ) adalah 110-10 m atau 10-8 cm. jadi 1 nm = 10 Å . Bilangan gelombang sering digunakan oleh ahli kimia sebagai satuan frekuensi karena memiliki nilai numerik yang nyaman.

Teori gelombang dari cahaya menjelaskan gejala optis, seperti pemantulan, pembiasan dan lenturan ( difraksi ), namun ada hasil – hasil eksperiment seperti efek fotolistrik, yang paling baik ditafsirkan menurut gagasan bahwa seberkas cahaya adalah aliran paket – paket energi butiran yang disebut foton. Masing – masing partikel memiliki energi karakteristik yang dihubungkan dengan frekuensi cahaya oleh persamaan sebagai berikut :

E = h v

Dimana h adalah tetapan planck. Cahaya dengan frekuensi tertentu ( atau panjang gelombang tertentu ) dikaitkan dengan foton –foton, yang masing – masing memiliki kuantitas yang terpastikan. Seperti diterangkan dibawah ini kuantitas energi yang dimiliki foton inilah yang menetapkan apakah suatu spesies molekul tertentu akan menyerap ataukah meneruskan cahaya dengan panjang gelombang padanannya.


(25)

Disamping energi biasa dari gerakan translasi, yang tidak diperhatikan disini , molekul memiliki energi dalam yang dapat dibagi lagi dalam tiga kelas. Pertama molekul memiliki dapat berotasi mengelilingi berbagai sumbu dan memiliki kuantitas energi rotasi. Kedua, atom – atom atau gugus – gugus atom dalam molekul dapat bergetar, artinya bergerak secara berkala satu terhadap yang lain disekitar posisi – posisi kesetimbangan mereka, dengan memberikan energi getaran kepada molekul itu. Akhirnya, sebuah molekul memiliki energi elektronik.

Salah satu gagasan dasar teori kuantum adalah bahwa sebuah molekul tak boleh memiliki energi dalam dengan kuantitas sebarang apa saja, tetapi molekul itu hanya dapat ada dalam keadaan energi diizinkan yang tertentu. Jika sebuah molekul harus menyerap suatu energi antara tingkat – tingkat yang diperbolehkan. Kuantisasi energi molekul ini, yang digandengkan dengan konsep bahwa poton memiliki kuantitas enenrgi yang terpastikan, meletakkan dasar keselektifan dalam pengabsorpsian energi radiasi oleh molekul – molekul. Bila molekul – molekul disinari dengan banyak panjang gelombang, mereka akan mengambil dari dalam berkas masuk, panjang – panjang gelombang yang berpadanan dengan foton – foton yang energinya tepat untuk peralihan ( transisi ) energi molekul dan panjang – panjang gelombang lain akan diteruskan begitu saja. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.7.2 Spektrofotometri Ultraviolet – Cahaya Tampak ( UV – Vis )

Spektrum elektronik senyawa dalam fase uap kadang – kadang menunjukkan struktur halus dimana sumbangan vibrasi individu dapat teramati namun dalam fase – fase mampat, tingkat energi molekul demikian tergangu oleh tetanga – tetangga dekatnya, sehingga seringkali hanya tampak pita lebar. Semua


(26)

molekul dapat mengabsorpsi riadiasi dalam daerah UV – tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ketingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapac kuat elektron itu terikat dalam molekul tersebut. Elektron dalam suatu ikatankovalen tunggal terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk eksitasinya. Misalnya , alkana yang mengandung ikatan tunggal C – H dan C-C tak menunjukkan absorbpsi diatas 160 nm. Metana menunjukkan suatu puncak pada 122 nm yang ditandai sebagai transisi — * ini berati bahwa suatu elektron dalam orbital ( bonding ) sigma dieksitasikan ke orbital anti – ikatan ( anti bonding ) sigma.

Jika suatu molekul mengandung sebuah atom seperti klor yang mempunyai pasangan elektron menyendiri, sebuah elektron tak terikat ( nonbonding ) dapat dieksitasikan ketingkat energi yang lebih tinggi, karena elektron non bonding tak terikat terlalu kuat seperti elektron bonding – sigma, maka absorbsinya terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang.

Kebanyakan penerapan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak pada senyawaan organik yang didasarkan pada transisi n- π * atau pun π-π* dan karenanya memerlukan hadirnya gugus kromoforat dalam molekul itu. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum ( sekitar 200 hingga 700 nm ) yang praktis untuk digunakan dalam eksperiment. Spektrofotometer UV – V15 yang komersial biasanya beroperasi dari sekitar 175 atau 200 hingga 1000 nm. Identifikasi kualitatif senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam daerah inframerah. Ini karena pita absorbsi terlalu lebar dan kurang lebih terinci.


(27)

Tetapi , gugus gugus fungsional tertentu seperti karbon, nitro dan sisterm terkonjugasi menunnjukkan puncak yang karakteristik. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.7.3 Hukum bouguer – Beer

Hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang gelombang lintasan melewati medium yang menyerap mula –mula dirumuskan oleh Bouger ( 1729 ), meskipun kadang – kadang dikaitkan kepada lambert ( 1768 ). Jika dibayangkan suatu medium pengabsorbsi yang homogen seperti suatu larutan kimia terbai dalam lapisan lapisan imajiner yang sama tebalnya. Jika suatu berkas radiasi monokromatis yakni radiasi dengan panjang gelombang tunggal ) diarahkan menembus medium itu, ternyata bahwa tiap lapisan menyerap fraksi radiasi yang sama besar.Anggaplah sebagai contoh bahwa lapisan pertama menyerap separuh radiasi yang keluar dari lapisan kedua ini akan menjadi seperempat dari daya aslinya dari lapisan ketiga seperdelapan dan seterusnya.

Penentuan bouguer dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut dimana p0 adalah daya radiasi masuk dan P daya yang keluar dari suatu lapisan medium sebesar b satuan.

-

= k1P

Tanda minus menandakan bahwa daya itu berkurang karena mengalami pengabsorbsian. Berkurangnyadaya radiasi per ketebalan satuan dari medium yang menyerap adalah berbanding lurus dengan daya radiasi itu.

Menurut Beer hubungan antara konsentrasi spesies pengabsorbsian dan tingkat absorbsi dirumuskan oleh beer dalam tahun 1859. Hukum Beer analog


(28)

dengan hukum bouguer dalam memerikan berkurangnya secara eksponen soal daya radiasi yang diteruskan dengan pertambahan secara aritmatik konsentrasi.

Hukum Beer dapat diterapkan benar –benar hanya untuk radiasi monokromatik dan dimana sifat dasar spesies pengabsorpsian tak berubah sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.7.4 Penyimpangan Hukum Bouguer dan Beer

Menurut hokum bouguer dan beer suatu plot absorbans vs konsentrasi molar akan berupa garis lurus dengan arah kemiringan , tetapi seringkali pengukuran terhadap sistem kimia riil menghasilkan plot hokum beer yang tidak linar sepanjang seluruh rentang konsetrasi yang diminati. Kelengkungan seperti ini menyarankan bahwa bukanlah suatu ketetapan, yang tak bergantung pada konsentrasi, untuk sistem semacam ini, namun pemahaman yang lebih mendalam menimbulkan suatu pandangan yang agak lebih canggih. Nilai diharapkan bergantung pada sifat dasar spesies pengabosrpsian dalam larutan dan pada panjang gelombang radiasi. Kebanyakan penyimpangan dari hukum beer yang dijumpai dalam praktik. Analitis dapat dibebankan pada kegagalan atau ketidakmampuan mengawasi kedua aspek ini, dan karena itu dapat dikatakan sebagai penyimpangan semu karena penyimpangan ini lebih mencerminkan kesukaran eksperiment daripada semua kekurangan dari hukum beer itu sendiri.

Penyimpangan berdasarkan instrument dapat terjadi karena karekteristik instrument yang digunakan dalam mengukur nilai absorbansi. Dulu simpangan semacam ini kadang – kadang diakibatkan oleh efek kelelahan detector, ketidaklinearan penguat dan piranti baca serta ketidakstabilan sumber –sumber


(29)

energi cahaya ( radiasi )dan sebagian besar masalah ini telah dipecahkan dalam instrument spektrofotometrik modern.( Underwood. R . A, 1996 )

2.8 Instrumentasi Spektrofotometri

Sebuah spektrofotometer adalah instrumentasi untuk mengukur transmitan atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrumentasi semacam ini dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau sebagai berkas tunggal atau berkas rangkap. Dalam praktik, instrumen berkas – tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrumentasi berkas rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap spektra absorbsi, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum dengan instrumentasi berkas tunggal. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.8.1 Sumber energi Cahaya

Sumber energi radiasi yang biasa untuk daerah tampak ( dari ) spektrum itu maupun daerah ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram. Pada Kondisi operasi biasa, keluaran lampu wolfram ini memadai dari sekitar 325 atau 350 nm hingga sekitar

3 μm. Energi yang dipancarkan oleh kawat yang dipanaskan itu beraneka sekali

menurut panjang gelombangnya. Distribusi energi merupakan fungsi temperatur kawat, yang selanjutnya bergantung pada voltase yang disuplai kepada lampu. Kenaikan temperatur operasi menaikkan energi total dan menggeser puncak kepanjang gelombang yang lebih pendek.

Dibawah kira – kira 350 nm keluaran lampu wolfram itu – tak memadai untuk spektrofotometer dan haruslah digunakan sumber yang berbeda. Paling


(30)

lazim adalah lampu tabung discas ( discharge tube ) hidrogen ( atau deuterium ) yang digunakan kira –kira 175 ke 375 atau 400 nm. Bila suatu discas antara dua elektroda mengeksitasi pancaran cahaya oleh suatu sampel gas seperti hidrogen, akan diperoleh suatu karakteristik spektrum garis yang taksinambung dari gas itu, asal saja tekanannya relatif rendah. Dengan dinaikkannya tekanan hidrogen, garis – garis itu melebar dan akhirnya tumpang tindih sampai dipancarkan spektrum yang berkesinambungan pada tekanan yang relatif tinggi. Tekanan yang diperlukan dalam tabung discas hidrogen lebih rendah daripada dengan gas – gas tertentu lainnya tabung itu juga bekerja dengan lebih dingin. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.8.2 Monokromator

Monokromator adalah piranti optis untuk mengisolasi suatu berkas radiasi dari suatu sumber berkesinambungan, Berkas mana mempunyai kemurnian spektral yang tinggi dengan panjang gelombang apa saja yang diinginkan. Komponen – komponen yang hakiki dari sebuah monokromator adalah suatu sistem celah dan suatu unsur dispersif. Radiasi dari sumber difokuskan kecelah masuk, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas sejajar jatuh ke unsur pendispersi yang berupa prisma atau suatu kisi difraksi. Dengan memutar prisma atau kisi secara mekanis aneka porsi spektrum yang dihasilkan oleh unsur dispersi dipusatkan pada celah keluar, dari situ , lewat jalan optis lebih jauh, porsi – porsi itu menjumpai sampel.

Kemurnian spektral dari radiasi yang keluar dari dalam monokromator itu bergantung pada daya dispersi dari prisma dan lebar celah keluar. Tanpa berfikir panjang orang mungkin menduga bahwa kemonokromatikan dapat dihampiri


(31)

sedekat yang diinginkan dengan semata –mata mengurangi lebar celah secukupnya namun tak demikian halnya. Akhirnya celah itu akan begitu sempit sehingga efek – efek difraktif sampai kepinggir-pinggirnya hanya menciptakan kehilangan daya radiasi tanpa pertambahan kemurnian spektral. Sebenarnya sebelum batas ini didekati dalam spektrofotometer yang khas, celah yang disempitkan itu tidak cukup melewatkan energi untuk mengaktifkan detektor.

Dengan monokromator prisma, lebar celah tertentu tidak menghasilkan derajat kemonokroatikan yang sama sepanjang spektrum itu. Ketergantungan panjang gelombang dalam dispersi suatu prisma adalah sedemikian rupa sehingga panjang gelombang dalam spektrum itu tidak seragam penebarannya dan dapat mengakibatkan ganguan kesalahan dalam analisis. Dispersi besar untuk panjang gelombang yang lebih pendek, dan karenanya celah yang lebih lebar disini akan mencapai derajat kemurnian spektral yang sama seperti celah yang sempit pada panjang gelombang yang lebih panjang. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.8.3 Sel ( Kuvet )

Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan, dan karenanya kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk meletakkan cairan kedalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektral yang diminati. Jadi sel kaca melayani daerah tampak, sel kuarsa dan kaca silika tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet dan garam dapur alam untuk inframerah. Sel –sel harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan, dengan meniskus terletak seluruhnya diatas berkas. Umumnya sel –sel ditahan pada posisinya dengan desain kinematik dari pemegangnya atau


(32)

dengan jepitan berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang sel dari instrumen itu reprodusibel.

Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, namun tersedia sel dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari lintasan yang sangat pendek, kurang arpada 1 milimeter, sampai 10 cm atau bahkan lebih. Dapat diperoleh mikrosel yang istimewa, dengan mana larutan dengan volume kecil sekali dapat menghasilkan panjang lintasan yang biasa, dan juga tersedia sel – sel yang bisa diubah –ubah sehingga panjang lintasannya variabel, terutama untuk penelitian inframerah. ( Underwood. R . A, 1996 )

2.8.4 Detektor

Dalam sebuah detektor untuk suatu spektrofotometer, kita menginginkan kepekaan yang tinggi dalam daerah spectral yang diminati, respons yang linear terhadap daya radiasi, waktu respons yang cepat dapat digandakan, dan kestabilan tinggi atau tingkat noise yang rendah, meskipun dalam praktiknya perlu untuk mengkompromikan faktor – faktor ini. Kepekaan ysng tinggi misalnya, dapat dicapai hanya dengan menerima noise yang meningat. Macam – macam deteksi yang telah digunakan paling meluas, didasarkan pada perubahan fotokimia, efek fotolistrik, dan efek termolistrik. Fotografi tidak lagi digunakan dalam spektrofotometri biasa, secara umum, detektor fotolistrik digunakan dalam daerah tampak dan ultraviolet dan detektor yang didasarkan pada efek termal digunakan dalam inframerah.

Detektor fotolistrik yang paling sederhana adalah tabung foto. Ini berupa tabung hampa udara, dengan jendela yang tembus cahaya, yang berisi sepasang elektroda, melintas dimana potensial dijaga, Permukaan ini bila permukaan itu


(33)

dicahayai dengan foton – foton yang energinya cukup. Elektron – elektron dipercepat kearah eketroda positif, ketika melintasi selisih potensial itu dan mengalirkan arus dalam rangkaian itu. Apakah elektron akan dipancarkan atau tidak, bergantung pada daya radiasi. Tersedia aneka ragam tabung foto yang berbeda bahan permukaan katodanya dan karenany berbeda dalam respons mereka terhadap radiasi yang frekuensinya beragam itu. Sejumlah spektrofotometer memungkinkan saling ditukarnya detektor itu sehingga didapat dijaga respons yang baik sepanjang jangkauan panjang gelombang yang lebar.

Tabung pengganda foto ( photomultiplier ) lebih peka daripada tabung foto biasa karena penggandaan yang tinggi dicapai dengan tabung itu sendiri. Tabung semacam itu mempunyai sederatan elektroda – elektroda yang potensial positifnya relative terhadap katoda makin besar. Geometri tabung itu sedemikian sehingga fotoelektron primer difokuskan menjadi suatu berkas dan dipercepat kearah suatu elektroda yang katakana 50 – 90 V lebih positif daripada katodanya.Keluaran pengganda poto itu masih digandakan lebih lanjut dengan suatu penguat elektronik dari luar. ( Underwood. R.A, 1999 )


(34)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat –alat

1. Spektrophotometer Cary- 50 2. Krusibel platinum 50 mL 3. Neraca Analitis

4. Sendok pereaksi 5. Muffle furnace 6. Plat heater

7. Beaker Teflon 100 dan 300 mL 8. Beaker Polyethylen 100 mL 9. Beaker gelas 100 mL 10. Labu ukur gelas 100 mL

11. Labu ukur polyethylene 100 mL 12. Labu ukur polyethylene 200 mL 13. Aspirator

14. Pipet Volum 3 mL 15. Pipet Volum 5 mL 16. Pipet Volum 10 mL 17. Pipet Volum 15 mL 18. Pipet ukur 5 mL 19. pH meter


(35)

3.2. Bahan- Bahan

1. Na2CO3 ( special grade ) 2 H3BO3 ( special grade ) 3. Na2SO3 ( special grade ) 4. Na2S2O5

5. Larutan HNO3 ( 1 + 2 )

6. 1-amino -2 naphtol -4- sulfonic acid 7. Larutan Amonium molibdat 10 % ( w/v ) 8. Larutan standart SiO2 0,01 mg/ mL 9. Larutan Asam tartarik 10 % ( v/v )

10. Larutan Pereduksi

11. Air pH 1,2

3.3 Pembuatan larutan pereaksi

1. Larutan Ammonium molibdat 10 % ( w/v )

Sebanyak 5 gram kristal ammonium molibdat dilarutkan dalam 50 mL air destilat, kemudian dipanaskan dengan menggunakan plat heater sampai kristal ammonium molibdat larut.

2. Larutan pereduksi

a. Sebanyak 0,70 gram Na2SO3 dilarutkan dengan 40 mL air destilat dalam beaker gelas 100 mL dan ditambahkan 0,15 gram 1-amino-2-naphtol-4-sulfonic acid, lalu diaduk hingga larut

b.Sebanyak 0,9 gram Na2S2O5 dilarutkan dengan 40 mL air destilat dalam beaker gelas 100 mL, lalu diaduk hingga larut


(36)

c.Kedua larutan diatas digabungkan dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan air destilat hingga garis batas.

3. Air pH 1,2

Ditambahkan HNO3 ( 1 + 2 ) atau NaOH 20 % kedalam air destilat hingga pH 1,2 dan air pH 1,2 ini digunakan untuk pengganti air destilat dalam pengenceran larutan.

3.4 Prosedur Percobaan

a. penyiapan larutan sampel

Dua buah muffle furnace diset masing – masing pada suhu 800 0C dan 10000C, kemudian ditimbang sampel sebanyak 0,5 gram dalam krusibel platinum 50 mL. Ditambahkan sebanyak 3,3 gram Na2CO3 dan 1 gram H3BO3 kedalam krusibel platinum, kemudian dicampurkan dan diaduk hingga merata, lalu dimasukkan krusibel platinum kedalam muffle furnace dan dinaikkan suhunya secara perlahan – lahan sampai mencapai suhu 800O C dan dibiarkan selama 2 menit, selanjutnya krusibel platinum dipindahkan kedalam muffle furnace pada suhu 1000O C, dimana suhunya dinaikkan secara perlahan – lahan sampai mencapai suhu 1000 O C dan dibiarkan selama 7 menit, kemudian muffle furnace dimatikan, setelah mencapai suhu kamar, krusibel platinum tersebut diangkat.

kedalam krusibel platinum ditambahkan 27 mL HNO3 ( 1 + 2 ) secara perlahan- lahan, kemudian krusibel platinum dipanaskan diatas platheater pada suhu 120oC dan dibiarkan hingga semua garam – garam oksida larut. kemudian dipindahkan larutan yang ada dalam krusibel platinum kedalam beaker gelas


(37)

teflon 100 mL, dibilas krusibel platinum dengan air panas dan dibiarkan pada suhu kamar. Dipindahkan larutan yang ada dalam beaker gelas teflon kedalam labu ukur polyetilen 100 mL kemudian ditambahkan air destilat hingga garis batas, diaduk dan dikembalikan larutan kedalam beaker teflon 100 mL.

Diambil 10 mL larutan tersebut dan dimasukkan kedalam beaker polyetilen

100 mL kemudian ditambahkan ± 50 ml air destilat, lalu diukur pH larutan dengan menggunakan pH – Meter dan dijadikan pH nya menjadi 1,2 dengan menggunakan HNO3 ( 1 + 2 ) atau NaOH 20 % , lalu dipindahkan larutan kedalam labu ukur. Ditambahkan 2 mL larutan ammonium molibdat 10 % kedalam labu ukur polyetilen dan dibiarkan selama 5 menit lalu ditambahkan 2 mL asam tartarik dan 2 mL zat pereduksi kemudian ditambahkan air pH 1,2 hingga tanda batas, lalu dibiarkan selama 15 menit. Dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali percobaan.

b. Penyiapan Larutan Blanko

Sebanyak 8,2 gram Na2CO3 dan 2,50 gram H3BO3 dimasukkan dalam krusibel platinum 50 mL, dicampurkan dan diaduk hingga merata.Dimasukkan krusibel platinum kedalam muffle furnace pada suhu 800oC, dimana suhunya dinaikkan secara perlahan – lahan sampai mencapai suhu 8000 C, lalu dibiarkan selama 2 menit. Kemudian dipindahkan krusibel platinum kedalam muffle furnace pada suhu 10000C dan dibiarkan selama 7 menit. Setelah mencapai suhu kamar, krusibel platinum diangkat, Kemudian ditambahkan HNO3 ( 1 + 2 ) sebanyak 67,5 mL kedalam krusibel platinum secara perlahan- lahan, lalu dipanaskan diatas


(38)

platheater pada suhu 1200C dan dibiarkan sampai garam – garam yang terbentuk larut.

Dipindahkan larutan tersebut kedalam beaker gelas polyetilen 250 mL dan ditambahkan air destilat hingga tanda, lalu dipersiapkan 5 mL beaker gelas polyetilen ukuran 100 mL. Kemudian dipipet larutan standar SiO2 0,01 mg/mL kedalam 4 buah beaker gelas polyetilen 100 mL, masing – masing sebanyak 3 mL, 5mL, 10 mL dan 15 mL sedangkan 1 beaker gelas lagi tanpa pemipetan larutan standar SiO2 0,01 mg/mL. Ditambahkan 10 mL larutan blanko kedalam beaker gelas polyetilen 100 mL lalu diencerkan dengan air destilat hingga menjadi 50 mL. Diukur pH larutan dengan pH- meter dan dijadikan pH nya menjadi 1,2 dengan HNO3 ( 1 + 2 ) lalu dipindahkan kedalam labu ukur 100mL. Ditambahkan larutan tersebut dengan 2 mL ammonium molibdat 10 % kemasing – masing dalam labu ukur polyetilen dan dibiarkan selama 5 menit, selanjutnya ditambahkan 2 mL asam tartarik dan 2 mL zat pereduksi, lalu ditambahkan air pH 1,2 hingga garis tanda kemudian dibiarkan selama 15 menit.

c. Pengukuran Larutan Sampel dan Larutan Blanko

Diambil larutan Sampel dan Larutan Blanko, kemudian dimasukkan kedalam kuvet, kemudian larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 655nm.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan

Dari hasil analisis pengukuran sampel dengan menggunakan spektrofotometer maka didapatkan nilai absorbansi dari larutan standart SiO2

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar SiO2

No Standart Konsentrasi SiO2 ( mg/L ) Absorbansi

1 Standart 1( blanko ) 0,0000 0,0010 2 Standart 2( blanko) 0,3000 0,0391 3 Standart 3( blanko ) 0,5000 0,0602 4 Standart 4( blanko ) 1,0000 0,1234 5 Standart 5( blanko ) 1,5000 0,1843

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi larutan sampel AlF3

No Sampel Absorbansi

1 Check sampel AlF3 ( A ) 0,0438

2 Check sampel AlF3 ( B ) 0,0493

3 Check sampel AlF3 ( C ) 0,0520

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan persamaan garis regresi

Untuk menghasilkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :


(40)

Tabel 4.3 Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis SiO2 dengan menggunakan spektrofotometer UV- VIS

No X Y Xy x2

1 0,0000 0,0010 0,0000 0,0000

2 0,3000 0,0391 0,0117 0,0900

3 0,5000 0,0602 0,0301 0,2500

4 1,0000 0,1234 0,1234 1,0000

5 1,5000 0,1843 0,2765 2,2500

n= 5 ( =

3,3000 ( ) =

0,4080

( ) =

0,4416

( 2

= 3,5900

Dimana x = Konsentrasi larutan standar dan y = Absorbansi larutan standar

a

a

a


(41)

b =

b =

b = 0,0010

Sehingga didapat kan persamaan garis regresinya adalah :

y = 0,123x + 0,0010

4.2.2 Perhitungan Kurva Kalibrasi

Dengan mensubstitusikan harga – harga x, maka diperoleh harga y baru, yaitu :

Tabel 4.4. Harga y baru untuk larutan standart SiO2 y = ax + b

y1 = 0,123 ( 0,0000 ) + 0,0010 = 0,0010

y2 = 0,123 ( 0,3000 ) + 0,0010 = 0,0379

y3 = 0,123 ( 0.5000 ) + 0,0010 = 0,0625

y4 = 0,123 ( 1,0000 ) + 0,0010 = 0,1240

y5 = 0,123 ( 1,5000) + 0,0010 = 0,1855

No X Y


(42)

2 0,3000 0,0379

3 0,5000 0,0625

4 1,0000 0,1240

5 1,5000 0,1855

Dimana : x = konsentrasi larutan standard an y = Absorbansi larutan standar dengan menggunakan harga y ini dapat digambarkan kurva kalibrasi absorbansi ( y ) versus konsentrasi ( x ) yang terdapat dalam tabel 4.4

4.2.3 Perhitungan Konsentrasi Sampel

Konsetrasi sampel dapat dihitung dengan mensubstitusikan harga y (absorbansi) larutan kedalam persamaan garis regresi y = ax + b, maka untuk sampel

dapat dihitung, x =

Persamaan garis regresi : y = 0,0123x + 0,0010

Konsentrasi SiO2 mg/ml dalam Check sampel A =

= 0,3454 mg /L

Konsentrasi SiO2 mg/ml dalam Check sampel B =

= 0,3890 mg /L


(43)

= 0,4116 mg /L

Jumlah kadar SiO2 dalam persen (% ) maka :

SiO2 % = 100

Dimana: [ ] adalah konsentrasi sampel dalam mg/ml V adalah volume labu takar ( ml )

D adalah factor pengenceran Ws adalah berat sampel ( gram )

• Untuk Check Sampel A

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0690 %

• Untuk Check Sampel B

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0777 %

• Untuk Check Sampel C

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0822 %


(44)

No Kode sampel Kadar silika ( % )

1 Check sampel A 0,0690

2 Check sampel B 0,0777

3 Check sampel C 0,0822


(45)

4.3 Pembahasan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada analisis kadar silika dalam bahan baku aluminium fluorida secara spektrofotometri maka didapatkan nilai rata – rata dari hasil analisis yaitu 0,0763 %. Berdasarkan dari hasil analisis itu maka aluminium fluorida dapat ditambahkan didalam pot operasi tungku reduksi, karena nilai kadar silika didalam aluminium fluorida masih berada dalam batas maksimal standar japan international kadar silika yang ditentukan yaitu 0,25%.

Kriolit ( bath ) adalah senyawa yang digunakan sebagai larutan elektrolit didalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium. Namun kriolit sangat mudah menguap menjadi natrium tetrafluoroaminat jika pada saat penambahan alumina banyak mengandung senyawa natrium oksida, akibatnya proses elektrolisa akan terganggu, karena secara umum temperature bath ( kriolit ) akan menurun, dampak negatif yang ditimbulkan yaitu alumina akan sulit dielektrolisis menjadi aluminium dan biaya listrik yang dikeluarkan semakin besar. Untuk menanggulangi hal tersebut harus ditambahkan aluminium fluoride, sehingga natrium oksida yang masuk kedalam pot reduksi akan bereaksi membentuk kriolit. Kriolit sendiri tersusun atas senyawa alumminium fluoride.

Aluminium fluoride berfungsi menjaga keasamaan bath ( kriolit ) dimana dengan adanya penambahan aluminium fluoride temperature bath akan turun,sehingga pot reduksi tempat elektrolisis aluminium dapat dioperasikan pada temperature yang rendah. Jika hal ini terpenuhi maka akan memudahkan operasi. Selama operasi berlangsung suhu bath lebih kurang 9650C. Suhu operasi pot reduksi akan turun jika keasamaan elektrolit tinggi. Keasamaan elektrolit atau bath tinggi diperoleh dengan cara penambahan aluminum fluoride.


(46)

Aluminum fluoride yang ditambahkan juga harus diperhatikan, maka perlu dilakukan analisis agar aluminium ingot yang dihasilkan sesuai dengan parameter – parameter yang diinginkan, seperti kadar silika dalam ingot batangan yang sangat kecil kadarnya.

Kriolit banyak digunakan sebagai larutan dalam elektrolisis alumina menjadi aluminium dikarenakan kriolit memiliki sifat – sifat yang sangat unik yaitu mampu melarutkan semua oksida dengan baik, melarutkan alumina dengan baik, tegangan komposisi lebih tinggi, konduktifitas elektrolitnya tinggi, titik lelehnya relatif rendah, tidak dapat beraksi dengan aluminium dan karbon, cukup encer sebagai pelarut, massa jenisnya cukup rendah bila dalam keadaan sama sama cair, tekanan uapnya relatif rendah.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

• Kadar rata – rata Silika yang didapatkan pada analisis aluminium fluorida adalah sebesar 0,00763 %,dari hasil analisis ini diketahui bahwa aluminium fluorida yang dianalisis masih memenuhi standar JIS ( japan international standar ), maka dapat disimpulkan bahwa aluminium fluorida tersebut dapat digunakan untuk menjaga keasamaan bath sehingga suhu bath berkisar dibawah 10000 C

.

5.2 Saran

Pada analisis SiO2 ( silika ) di PT. INALUM sebaiknya peralatan habis analisis material – material lain dicuci dengan menggunakan metanol terlebih dahulu sehingga zat – zat yang masih menempel tidak akan menggangu analisa material yang lain sehingga nilai kesalahan ( galat ) dalam analisis dapat diperkecil.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, S. E. 1985. Chemical Analysis Of Ecological Materials. Second Edition. London : Black Well Scientific Publication.

Bagian RSC. 2009. Modul Ojt Operasi Tungku Reduksi dan Pendukungnya. PT. Inalum.

Cotton,F. A. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press.

Haupin,W. 1995. Bath Properties And How They Affect Cell Operation. Trondheim City : The International Course on Proses.

Underwood, A. L. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga

Vogel, A. I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : EGC Kedokteran


(1)

= 0,4116 mg /L

Jumlah kadar SiO2 dalam persen (% ) maka :

SiO2 % = 100

Dimana: [ ] adalah konsentrasi sampel dalam mg/ml V adalah volume labu takar ( ml )

D adalah factor pengenceran Ws adalah berat sampel ( gram ) • Untuk Check Sampel A

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0690 % • Untuk Check Sampel B

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0777 % • Untuk Check Sampel C

SiO2 % = 100

SiO2 % = 0,0822 %

Tabel 4.5 kadar silika dalam satuan persen (% )


(2)

No Kode sampel Kadar silika ( % ) 1 Check sampel A 0,0690

2 Check sampel B 0,0777

3 Check sampel C 0,0822 Jumlah rata rata Rata – rata = 0,0763


(3)

4.3 Pembahasan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada analisis kadar silika dalam bahan baku aluminium fluorida secara spektrofotometri maka didapatkan nilai rata – rata dari hasil analisis yaitu 0,0763 %. Berdasarkan dari hasil analisis itu maka aluminium fluorida dapat ditambahkan didalam pot operasi tungku reduksi, karena nilai kadar silika didalam aluminium fluorida masih berada dalam batas maksimal standar japan international kadar silika yang ditentukan yaitu 0,25%.

Kriolit ( bath ) adalah senyawa yang digunakan sebagai larutan elektrolit didalam proses elektrolisis alumina menjadi aluminium. Namun kriolit sangat mudah menguap menjadi natrium tetrafluoroaminat jika pada saat penambahan alumina banyak mengandung senyawa natrium oksida, akibatnya proses elektrolisa akan terganggu, karena secara umum temperature bath ( kriolit ) akan menurun, dampak negatif yang ditimbulkan yaitu alumina akan sulit dielektrolisis menjadi aluminium dan biaya listrik yang dikeluarkan semakin besar. Untuk menanggulangi hal tersebut harus ditambahkan aluminium fluoride, sehingga natrium oksida yang masuk kedalam pot reduksi akan bereaksi membentuk kriolit. Kriolit sendiri tersusun atas senyawa alumminium fluoride.

Aluminium fluoride berfungsi menjaga keasamaan bath ( kriolit ) dimana dengan adanya penambahan aluminium fluoride temperature bath akan turun,sehingga pot reduksi tempat elektrolisis aluminium dapat dioperasikan pada temperature yang rendah. Jika hal ini terpenuhi maka akan memudahkan operasi. Selama operasi berlangsung suhu bath lebih kurang 9650C. Suhu operasi pot reduksi akan turun jika keasamaan elektrolit tinggi. Keasamaan elektrolit atau bath tinggi diperoleh dengan cara penambahan aluminum fluoride.


(4)

Aluminum fluoride yang ditambahkan juga harus diperhatikan, maka perlu dilakukan analisis agar aluminium ingot yang dihasilkan sesuai dengan parameter – parameter yang diinginkan, seperti kadar silika dalam ingot batangan yang sangat kecil kadarnya.

Kriolit banyak digunakan sebagai larutan dalam elektrolisis alumina menjadi aluminium dikarenakan kriolit memiliki sifat – sifat yang sangat unik yaitu mampu melarutkan semua oksida dengan baik, melarutkan alumina dengan baik, tegangan komposisi lebih tinggi, konduktifitas elektrolitnya tinggi, titik lelehnya relatif rendah, tidak dapat beraksi dengan aluminium dan karbon, cukup encer sebagai pelarut, massa jenisnya cukup rendah bila dalam keadaan sama sama cair, tekanan uapnya relatif rendah.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

• Kadar rata – rata Silika yang didapatkan pada analisis aluminium fluorida adalah sebesar 0,00763 %,dari hasil analisis ini diketahui bahwa aluminium fluorida yang dianalisis masih memenuhi standar JIS ( japan international standar ), maka dapat disimpulkan bahwa aluminium fluorida tersebut dapat digunakan untuk menjaga keasamaan bath sehingga suhu bath berkisar dibawah 10000 C

.

5.2 Saran

Pada analisis SiO2 ( silika ) di PT. INALUM sebaiknya peralatan habis

analisis material – material lain dicuci dengan menggunakan metanol terlebih dahulu sehingga zat – zat yang masih menempel tidak akan menggangu analisa material yang lain sehingga nilai kesalahan ( galat ) dalam analisis dapat diperkecil.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, S. E. 1985. Chemical Analysis Of Ecological Materials. Second Edition. London : Black Well Scientific Publication.

Bagian RSC. 2009. Modul Ojt Operasi Tungku Reduksi dan Pendukungnya. PT. Inalum.

Cotton,F. A. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press.

Haupin,W. 1995. Bath Properties And How They Affect Cell Operation. Trondheim City : The International Course on Proses.

Underwood, A. L. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga

Vogel, A. I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : EGC Kedokteran