❏ Nurhayati Harahap
Makna Hata-Hata Jampi
dalam Bahasa Angkola Mandailing
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume III No. 1 April Tahun 2007
ini relatif sehat-sehat dan tahan terhadap penyakit. Hal ini disebabkan banyaknya angin di tempat ini
sehingga kuman-kuman penyakit yang berasal dari ayam akan cepat diterbangkan angin sehingga
ayam-ayam dimaksud jarang kena penyakit. Demikian juga karena kesehatannya yang baik,
ayam-ayam dari tempat ini telurnya relatif banyak. Jadi, nama ayam rasiapas ini sama baiknya dengan
durian sidikalang yang terkenal keenakannya dan kepadatan isinya. Jadi, pemisalan terhadap ayam
ini dimaksudkan agar sikorban yang terkena duri ikan tahan terhadap penyakit seperti halnya ayam
si rasiapas.
Pada baris kedua, langsung pada sasarannya yaitu, daon ni na tarholi ‘obat yang
kena duri, yang biasanya duri ikan’. Kalau kesehatan baik, badan akan tahan terhadap
penyakit sekaligus rasa sakit karena daya tahan tubuh yang tinggi.
Pada baris ketiga dikuatkan lagi manfaat yang disebabkan oleh kesehatan tubuh yang baik
ini, yaitu tahan juga terhadap penyakit yang disebabkan guna-guna, songoni muse na hona
tabas ‘seperti itu juga yang kena guna-guna’.
Dengan mengucapkan hata-hata jampi ini si penderita diharapkan tidak akan mengalami
kesakitan lagi. Demikian juga duri dari kerongkongannya dengan sendirinya akan lenyap
sesudah diminumkan air putih yang telah dibacakan hata-hata jampi tersebut.
2.2 Menunda Hujan
Pangpang si kapungpung Langkitang boru-boru
Nai sarang ni daboru ‘Pangpang si kapungpung suara petir
Langkitang sejenis kerang sungai betina Yang di celana dalam wanita
Disertai lemparan celana dalam wanita pengantin untuk pesta perkawinan dan anak gadis
atau istri yang punya hajat untuk pesta lainnya. Hata-hata jampi yang digunakan untuk
menangkal hujan ini baris pertamanya dimulai dengan tiruan bunyi dari adanya tanda tanda akan
turun hujan, yaitu petir dan halilintar yang bersuara pangpang-pungpung sehingga disebut pangpang
sikapungpung. Hal ini, menunujukkan eratnya kehidupan masyarakat dengan lingkungan
sehingga ungkapan yang digunakan juga tidak lepas dari kondisi lingkungan.
Demikian juga pada baris kedua, dimana digambarkan banyaknya sejenis kepah sungai yaitu
langkitang yang akan muncul apabila turun hujan. Sesudah turun hujan, biasanya akan terjadi air bah.
Pada saat air bah ini akan banyak udang sehingga akan banyak yang akan mendurung udang di
sungai karena saat inilah waktu yang paling baik untuk mendurung udang. Akan tetapi, pada saat
mendurung udang, tidak hanya udang yang akan didapat, tetapi juga langkitang. Jadi, ketika
mendurung udang, ada hasil sampingan yang didapat, yaitu langkitang. Adapun langkitang ini
akan muncul ke pingggir pinggir sungai apabila air bah. Kalau sedang tidak air bah biasanya berdiam
sekitar pertengahan sungai. Jadi, munculnya langkitang-langkitang ke pinggir pinggir sungai
berhubungan dengan turunnya hujan. Adapun penyebutan jenis kelamin betina yaitu langkitang
boru-boru ‘kepah betina’ berhubungan dengan baris ketiga yaitu pakaian dalam jenis kelamin
wanita sebagai benda yang digunakan sebagai pengiring hata-hata jampi.
Pada baris ketiga, dimisalkan dengan sesuatu yang terdapat di dalam celana dalam
wanita, nadi sarang ni da boru ‘yang di celana dalam wanita’. Pemisalan ini diambil berdasarkan
bentuk dan sifat yang sama antara hujan yang turun dari langit dengan keluarnya air kecil
manusia wanita, yang kemudian bisa dihalangi dengan pemakaian celana dalam sebagai
penghalang. Benda yang mengiringinya pun, digunakan celana dalam wanita, yaitu pengantin
wanita yang akan dipestakan kalau pesta perkawinan atau istri yang punya hajatan kalau
pesta lainnya dengan cara melemparkannya ke atas atap rumah yang punya hajatan. Kalau dalam
budaya etnis jawa, yang dilemparkan adalah pakaian dalam laki laki yang punya hajatan.
2. 3 Menguatkan Semangat Pengantin Dalam acara perkawinan adat Angkola Mandailing