BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Hemoglobin
Terdapat 3 jenis hemoglobin: hemoglobin embrional Hb Gower1, Hb Gower 2 dan Hb Portland, hemoglobin fetal HbF dan hemoglobin dewasa HbA dan
HbA2. Masing-masing jenis hemoglobin tersebut mempunyai susunan tertentu pada rantai globin dan setiap rantai globin disintesis pada suatu kromosom yang
spesifik. Rantai epsilon, beta, gamma, dan delta dibentuk oleh gen yang terletak dalam kromosom 11. Rantai alpha dan zeta dibentuk oleh gen pada kromosom 16
Ciesla, 2007.
Fase Pertumbuhan Komponen hemoglobin Persentase
Kehamilan 1-2 bulan Hb Gower 1
Hb Gower 2 Hb Portland
Hb F 25
15 10
50
Kehamilan 3 bulan HbF
HbA 96-97
3-4 Bayi baru lahir
HbF HbA
HbA2 81,7 ± 4,2
17,7 ± 4,6 0,25 ± 0,20
Dewasa HbA HbA2
HbF 97
2,5 0,5
Hoffbrand, et al., 2005.
Tabel 2.1 Hemoglobin normal manusia pada berbagai fase pertumbuhan
Wahiyidiyat Amalia, 2012.
Gambar 2.1 Kromosom 11 dan 16 dengan gennya masing‐masing
Universitas Sumatera Utara
2.2 Talasemia
2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan letak defek dari sintesis rantai globin talasemia dibagi menjadi 2
kelompok Bakta, 2006 : 1. Talasemia alfa : defek pada sintesis rantai alfa
2. Talasemia beta : defek pada sintesis rantai beta Talasemia-
α Talasemia-
α dikelompokkan ke dalam empat bentuk genotip dengan gejala klinis yang berbeda Atmakusuma Setyaningsih, 2009. Secara normal terdapat empat
buah gen globin- α, beratnya penyakit secara klinis dapat digolongkan menurut
jumlah gen yang tidak ada atau tidak aktif Hoffbrand, et al., 2005. 1. Talasemia-2-
α trait -ααα Di sebut juga talasemia-
α silent carrier. Pada penderita hanya dijumpai delesi satu rantai
α -α,yang diwarisi dari salah satu orang tuanya. Sedangkan rantai-α lainnya yang lengkap
αα, diwarisi dari pasangan orang tuanya dengan rantai normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat yang tidak memberikan
gejala dan tanda an asymptomatic , silent carrier state. Kelainan ini ditemukan pada 15-20 populasi keturunan Afrika Atmakusuma Setyaningsih, 2009.
2. Talasemia-1- α trait -α-α atau αα--
Di sebut juga talasemia- α minor. Pada penderita ditemukan delesi dua loki. Delesi
ini dapat berbentuk homozigot- α
+
- α-α atau heterozigot-α
αα- Atmakusuma Setyaningsih, 2009.
3. Hemoglobin H disease --- α
Pada penderita ditemukan delesi tiga loki. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit Hb H karena hemoglobin H
4
dapat dideteksi dalam eritrosit pasien melalui pemeriksaan elektroforesis atau sediaan retikulosit. Pada janin, terbentuk Hb
Bart’s
4
Atmakusuma Setyaningsih, 2009.
Universitas Sumatera Utara
4. Hydrops fetalis dengan Hb Bart’s ---- Pada fetus ditemukan delesi 4 loki. Tidak adanya keempat gen akan menekan
sintesis rantai- α seluruhnya dan karena rantai α esensial penting untuk
hemoglobin fetus dan dewasa, keadaan ini tidak sesuai untuk hidup biasanya menyebabkan kematian in utero hidrops fetalis Atmakusuma Setyaningsih,
2009.
Talasemia- Talasemia- dibagi dalam 4 kelompok :
1. Talassemia- silent carrier Merupakan penderita talasemia dengan variasi mutasi yang heterogen, dimana
hanya terjadi sedikit gangguan produksi rantai- , sehingga hampir tidak ditemukan kelainan hematologis Atmakusuma, 2009.
2. Talasemia- minor trait Keadaan ini biasanya tanpa gejala, ditandai dengan gambaran darah mikrositik
hipokrom MCV dan MCH rendah dan anemia ringan hemoglobin 10-15 gdl. Kadar Hb A2 yang tinggi 3,5 memastikan diagnosis Hoffbrand, et al.,
2005. 3. Talasemia intermedia
Kasus talasemia dengan derajat keparahan sedang hemoglobin 7,0-10,0 gdl Hoffbrand, et al., 2005. Penderita talasemia- intermedia secara klinis dapat
berupa asimptomatik, namun kadang-kadang memerlukan transfusi darah yang umumnya tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup Atmakusuma
Setyaningsih, 2009. 4. Talasemia- mayor
Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat talasemia- . Tidak ada rantai atau sedikit rantai
yang disintesis. Rantai α yang berlebih berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit
matur, menyebabkan eritropoesis inefektif dan hemolisis berat Hoffbrand, et al., 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Patofisiologi Patofisiologi Talasemia- Mayor
Pada talasemia beta, terjadi kelebihan rantai α yang mengendap pada prekursor sel
darah merah dalam sumsum tulang dan sel progenitor pada darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekursor eritroid dan eritropoesis
yang tidak efektif, sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia. Sebagian kecil prekursor eritrosit tetap memiliki kemampuan membuat
rantai , menghasilkan HbF extra uterine. Akibatnya, kelebihan rantai α lebih
kecil karena sebagian bergabung dengan rantai membentuk HbF. Keadaan ini terjadi selama masa fetus, yang kaya HbF. Kombinasi anemia pada talasemia
dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan
peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis talasemia mayor.
Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme. Pada limpa yang membesar
makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, yang dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi
besi dan muatan besi. Beberapa gejala ini bisa diatasi dengan transfusi untuk menekan eritropoesis, tapi akan meningkatkan penimbunan besi. Di dalam tubuh
besi terikat oleh transferin, dalam perjalanan ke jaringan, besi ini segera diikat dalam timbunan molekul berat rendah. Bila berjumlah banyak dapat merusak sel.
Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal bebas. Pada orang dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi penuh, dan fraksi besi
yang tidak terikat transferin dapat terdeteksi di dalam plasma. Hal ini mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dan meningkatnya jumlah besi di
jantung, hati dan kelenjar endokrin sehingga mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi organ Permono Ugrasena, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Hal Yang Terjadi Manisfestasi
Mutasi primer terhadap produksi globin
Sintesis globin tidak seimbang
Efek rantai globin berlebihan terhadap survival eritrosit
Anemia
Efek eritrosit abnormal terhadap fungsi organ
Splenomegali, hepatomegali dan hiperkoagubilitas
Metabolisme besi yang abnormal Kerusakan jaringan hati, endokrin, miokardium, kulit
Pengobatan Muatan besi
berlebih, kelainan tulang, infeksi yang ditularkan
lewat darah, toksisitas obat Atmakusuma Setyaningsih, 2009.
Tabel 2.2 Patofisiologi Talasemia-
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Manisfestasi Klinis Manisfestasi Klinis Talasemia-
Sindrom Gambaran Laboratoris
Gambaran Klinis
Talasemia- mayor Anemia berat, gambaran
eritrosit hipokrom, poikilositosis, sel target,
sel teardrop, stippled dan bernukleus. HbF dan
HbA2 meningkat. HbA tidak ada sama sekali
atau mengalami penurunan. Saturasi
transferrin 80.
Biasanya pada pada anak berusia 6 bulan sampai 2
tahun dengan gejala anemia berat. Jika tidak
diberikan transfusi akan terjadi
hepatosplenomegali, ikterus, dan perubahan
tulang. Bentuk wajah khas, berupa
menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas.
Pertumbuhan fisik juga terhambat . Pada
gambaran radiologis menunjukkan gambaran
khas “ hair on end”.
Atmakusuma, 2009.
Tabel 2.3 Karakteristik Talasemia- Mayor
Universitas Sumatera Utara
Drew, 2004.
Hollar, 2001. Gambar 2.2 Gambaran sel target
Krafts, 2009.
Gambar 2.3 Gambaran mikrositik hipokrom pada pemeriksaan darah
tepi talasemia minor
Gambar 2.4 Gambaran ‘hair on end’ pada penderita talasemia
mayor
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Diagnosis Algoritma pendekatan diagnosis talasemia
Untuk menegakkan diagnosis pasti talasemia, perlu dilakukan analisis hemoglobin diantaranya dengan elektroforesis hemoglobin atau dengan HPLC high
performance liquid chromatography Vanichsetakul, 2011.
2.2.5 Penatalaksanaan 1.
Severe beta-talasemia diseases dengan kadar hemoglobin 7.0 grdl atau
hematokrit 20
Transplantasi sumsum tulang
Transfusi darah
Terapi kelasi besi
Distribusi HbF intraseluler
Pemeriksaan fisik
Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi
Laboratorium darah dan sediaan apus
Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit,
gambaran darah tepitermasuk badan inklusi dalam eritrosit
darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH
Elektroforesis hemoglobin
Adanya Hb abnormal, termasuk analsis pada pH 6‐7 untuk
HbH dan Hb Bart’s
Penentuan HbA2 dan HbF
Untuk memastikan talasemia‐β
Sintesis rantai globin
Analisis struktural Hb varian
Misal: Hb Lepore
Universitas Sumatera Utara
Asam folat
Splenektomi Vanichsetakul, 2011
Vitamin C 200 mg perhari untuk meningkatkan ekskresi besi
Terapi endokrin untuk merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.
Penderita osteoporosis mungkin memerlukan penambahan kalsium,
vitamin D dan bisfosfonat.
Imunisasi hepatitis B diberikan pada semua pasien non imun. Pada
hepatitis C yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon- α dan
ribavirin Hoffbrand, et al., 2005.
2. Moderately severe talasemia disease
dengan kadar hemoglobin 7-9 grdl
atau hematokrit 20-27
Transfusi darah reguler dan kelasi besi pada beberapa kasus tertentu
Transfusi darah sewaktu pada saat terjadi krisis hemolisis
Splenektomi pada beberapa kasus tertentu Vanichsetakul, 2011.
3. Mild talasemia diseases
dengan kadar hemoglobin 9grdl atau hematokrit
27
Transfusi darah sewaktu pada saat krisis hemolisis
Asam folat Vanichsetakul, 2011.
4. Asymptomatic or talasemia trait or carrier
tidak membutuhkan terapi
spesifik Vanichsetakul, 2011.
Transfusi darah
Pemberian transfusi mengurangi komplikasi anemia dan membantu pertumbuhan dan perkembangan. Transfusi dilakukan pada kadar hemoglobin 6 grdl dalam
interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Regimen yang digunakan untuk mempertahankan hemoglobin pada kadar 9,5 grdl menunjukkan penurunan
kebutuhan transfusi dan memperbaiki kontrol beban besi tubuh, dibandingkan dengan regimen transfusi dimana hemoglobin lebih dari 11 grdl. Sebelum
Universitas Sumatera Utara
dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, dan diberikan vaksin hepatitis B Permono Ugrasena, 2012. Volume darah yang
ditransfusi tergantung dari beberapa faktor diantaranya berat badan, target hemoglobin dan nilai hematokrit darah donor. Secara umum jumlah darah yang
ditransfusikan tidak boleh melebihi 15-20 mlkghari untuk mencegah peningkatan volume darah yang tiba-tiba Surapon, 2011. Pasien harus diperiksa
genotipnya pada permulaan program transfusi untuk mengantisipasi bila timbul antibodi eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan Hoffbrand, et al., 2005.
Untuk mencegah reaksi transfusi diberikan darah segar yang telah disaring untuk memisahkan leukosit dan komponen protein plasma Weatherall, 2010.
Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi pada pasien talasemia Permono Ugrasena, 2012. Pasien yang menerima terapi
transfusi berulang tanpa terapi kelasi besi dapat mengalami berbagai kerusakan jaringan akibat akumulasi besi Borgna-Pignatti, et al., 2004.
Terapi kelasi besi
Terapi kelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Obat pilihan utama adalah deferoxamine. Deferoxamine diberikan melalui infus dengan pompa
portable pada subkutan abdomen, biasanya diberikan pada malam hari selama 8- 12 jam. Terapi kelasi dimulai pada saat serum ferritin mencapai 1000 µgdl atau
setelah 12-15 kali transfusi darah Weatherall, 2010. Penentuan konsentrasi feritin serum atau plasma merupakan cara tersering yang digunakan untuk
estimasi tidak langsung dari simpanan besi tubuh terkait untuk terapi kelasi besi. Interpretasi kadar feritin serum dapat dipegaruhi berbagi kondisi seperti defesiensi
askorbat, infeksi akut, inflamasi kronis, dan kerusakan hati, yang semuanya sering terjadi pada pasien talasemia mayor. Oleh karena itu, konsentrasi feritin serum
bukan merupakan indikator yang tepat untuk kadar besi dan kepercayaan pada hasil pengukuran dapat menyebabkan manajemen yang keliru pada pasien.
Pengukuran konsentrasi besi hati merupakan metode yang paling kuantitatif, spesifik dan sensitif untuk mengukur kadar besi tubuh pada pasien talasemia.
Biopsi hati memberikan hasil terbaik untuk evaluasi akumulasi besi pada hepatosit
Universitas Sumatera Utara
dan sel Kupffer, aktivitas inflamasi dan gambaran histologi hati. Prosedur dilakukan dengan bantuan USG Permono Ugrasena, 2012. Dosis awal
deferoksamin yang diberikan 20mgkg selama 5 kali minggu disertai dengan pemberian vitamin C Weatherall, 2010. Dengan pemberian kelasi besi yang
teratur, harapan hidup penderita talasemia mayor membaik secara nyata. Pada beberapa kasus, terapi kelasi terus menerus yang intensif dengan deferioksamin
intravena dapat memperbaiki kerusakan jantung yang disebabkan penimbunan besi. Walaupun demikian, pasien seringkali tidak patuh dan obat tersebut mahal.
Lagipula deferioksamin memiliki efek samping, terutama pada pasien dengan kadar feritin rendah, berupa tuli nada tinggi, kerusakan retina, kelainan tulang dan
retardasi pertumbuhan Hoffbrand, et al., 2005. Pasien yang menerima terapi deferioksamin harus menjalani pemeriksaan auditorik dan funduskopi setiap
tahun. Mahal dan tidak nyamannya pemberian deferioksamin mendorong penemuan agen kelator besi yang aktif secara oral. Agen ini merupakan 1,2
dimethyl-3 hydroxypyridin-4-one deferipron,L1, yang dipatenkan tahun 1982 sebagai alternatif deferoksamin untuk pengobatan kelebihan besi kronis. Obat ini
dapat diberikan secara tersendiri atau dalam kombinasi dengan deferoksamin. Deferipron kurang efektif bila dibandingkan dengan deferioksamin. Efek samping
yang timbul berupa agranulositosis dan neutropenia Permono Ugrasena, 2012
Splenektomi
Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan darah sampai 30 pada pasien yang indeks transfusinya melebihi 200 mlkgtahun. Karena adanya resiko infeksi,
splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum operasi, pasien harus diberi vaksin pneumococcal dan Haemophilus
influenzae tipe B Permono Ugrasena, 2012. Pemberian profilaksis dengan penicillin, amoxicillin, atau erythromycin di rekomendasikan selama dua tahun
pertama setelah operasi Borgna-Pignatti, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Transplantasi sumsum tulang
Keberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia, membebaskan pasien dari transfusi kronis namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi
pada semua kasus. Pengurangan konsentrasi besi pada hati hanya ditemukan pada pasein muda dengan bebas besi rendah sebelum transplantasi. Baik flebotomi
maupun pemberian deferoksamin jangka pendek aman dan efektif untuk menurunkan besi jaringan pada pasien “eks-talasemia” dan dapat dimulai 1 jam
setelah transplantasi sumsum tulang jika konsentrasi besi hati 7mgkg berat kering jaringan hati.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi sumsum tulang Permono Ugrasena, 2012 :
1. Tingkat hepatomegali
2. Adanya fibrosis portal pada biopsi hati
3. Efektivitas terapi kelasi besi sebelum transplantasi
Pasien yang menjalani transplantasi tanpa faktor diatas kelas I memiliki probabilitas overall survival OS 93 dan disease free survival DFS 91 .
Pasien dengan 1 atau 2 faktor resiko kelas II memiliki probabilitas OS 87 dan DFS 79. Sedangkan pasien dengan 3 faktor resiko kelas III memiliki
probabilitas OS 79 dan DFS 58 Sayani, et al., n.d.
2.2.6 Komplikasi 1. Komplikasi jantung
Gagal jantung dan aritmia yang disebabkan kelebihan besi merupakan penyebab kematian utama pada talasemia dengan persentase 60,2 dan 6,8 Borgna-
Pignatti, et al., 2004. 2. Komplikasi hati
Gangguan hati merupakan komplikasi yang umum terjadi pasien talasemia dewasa. Penyebab utama berupa infeksi hepatitis B, hepatitis C lewat transfusi
Universitas Sumatera Utara
darah, kelebihan besi, toksisitas obat dan gangguan empedu akibat batu empedu Sayani, et al., n.d.
3. Komplikasi endokrin Komplikasi yang umum berupa hipogonadism dan pubertas terlambat. Semua
pasien anak harus dievaluasi setiap tahun mulai umur 10 tahun. Hipogonadism pada laki-laki ditandai dengan ukuran testis 4ml dan pada perempuan ditandai
dengan tidak adanya perkembangan payudara sampai umur 16 tahun. Sayani, et al., n.d.
4. Komplikasi tulang Kelainan tulang pada talasemia umum terjadi dan biasanya multifaktorial, dapat
terjadi akibat transfusi inadekuat, kelebihan besi, terapi kelasi besi berlebih dan faktor endokrin lain. Faktor-faktor tersebut menyebabkan terjadinya osteoporosis
dan osteopenia. Kelainan tulang biasanya bermanisfestasi dalam bentuk deformitas skeletal, kegagalan pertumbuhan, arthropathy, dan fraktur patologis
Sayani, et al., n.d. 5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab kematian kedua paling sering pada talasemia- Borgna-Pignatti, et al., 2004. Resiko infeksi pada talasemia disebabkan oleh
abnormalitas sistem imun yang dapat disebabkan oleh penyakit talasemia itu sendiri ataupun efek dari pengobatan seperti transfusi, splenektomi dan
peningkatan besi. Menurut penilitian, pada pasien talasemia terjadi penurunan dari sistem imun berupa defek fagositosis makrofag Ricerca, et al., 2009. Hal ini
berhubungan dengan keadaan hiperaktivitas dari makrofag dalam memfagosit sel – sel eritrosit yang lisis Wiener, et al., 1999. Akibatnya aktivitas makrofag
untuk memfagosit mikroorganisme patogen menjadi terganggu. Transfusi darah yang berulang, selain menambah kadar besi dalam tubuh juga meningkatkan
resiko penularan infeksi. Secara umum HBV, HCV, HIV, dan sifilis merupakan agen infeksi yang paling sering ditularkan lewat transfusi. Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan berupa skrining darah donor dan uji laboratorium Ricerca, et al., 2009. Peningkatan kadar besi dalam tubuh menyebabkan gangguan
fagositosis makrofag, perubahan ekspresi limfosit-T, dan perubahan distribusi
Universitas Sumatera Utara
limfosit pada berbagai kompartmen di sitem imun. Hal tersebut berhubungan dengan kegagalan limfosit untuk mengeliminasi kelebihan besi pada feritin
Walker Walker, 2000.
2.3 Virus Hepatitis B