SUTRADARA DAN PENYUTRADARAAN
SUTRADARA DAN PENYUTRADARAAN
Agus ‘Ley-loor’ Prasetiya
Sutradara
Pertunjukan teater merupakan satu kesatuan yang dicipta- kan oleh pemain (aktor), pengarang (naskah/cerita), sutradara (dibantu tim artistik dan tim produksi), tempat pertunjukan dan penonton. Menghadapi sebuah naskah drama seorang sutradara akan berpikir bagaimana memainkannya di atas panggung agar hidup dan terjadi komunikasi dengan penotonnya. Usaha untuk menghidupkan sebuah naskah drama berarti suatu usaha yang mengacu pada bentuk yang artistiK. Nilai artistik sebuah pe- mentasan drama dapat diukur dan dinilai dari sejauh mana pe- mentasan itu mampu menampilkan atau mewujudkan bentuknya.
Pengertian sutradara adalah orang yang bekerja berdasar- kan konsep dan mampu mengorganisasi produksi, juga dapat menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dalam hubungan- nya dengan sekelompok aktor. perancang artistiK, dan juga teknisi untuk menghasilkan sebuah pementasan drama. Untuk menjadi sutradara sebaiknya lebih dulu menguasai teknik-teknik acting atau menjadi seorang pemeran. Seorang sutradara dituntut mengetahui tentang:
1. Aspek kultural, mengetahui masalah-masalah yang ber- hubungan dengan kebudayaan, juga pengetahuan umum.
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
2. Aspek artistik, menguasai masalah kesenian pada umum- nya, mempunyai cita rasa, kepekaan, keterbukaan. Ia harus bisa mengembangkan kreativitas dan originalitas dengan cara; imajinasi, kemauan, dan perasaan.
3. Aspek literer, menguasai masalah kesusasteraan pada umumnya dan pengetahuan tentang drama pada khu- susnya.
4. Aspek teateral, yakni pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pentas atau panggung.
Langkah yang harus dikerjakan oleh seorang sutradara adalah membuat konsep sebagai penuangan ide atau gagasan yang nantinya dipakai sebagai dasar dalam melakukan kegiatan- nya sebagai sutradara.
Langkah-langkah tersebut antara lain:
1. Melakukan penafsiran terhadap naskah meliputi; tema, plot, dan penokohan.
2. Memilih para pemain (casting).
3. Melakukan kerjasama dengan pengarang naskah, penata pentas, dan lain-lain dalam merencanakan pementasan.
4. Melatih atau memimpin latihan para pemain.
5. Menjadi koordinator dalam keseluruhan pementasan.
Penyutradaraan
Pementasan teater di atas panggung pertunjukan merupa- kan hasil kerja sutradara dalam proses transformasi dari struktur naskah menjadi tekstur panggung. Di sinilah sutradara mencipta, mengatur dan menyatukan komposisi visual, irama, tempo, serta tata bunyi.
Menurut Kernoddle melalui Yudiaryani (2002:354-355), ada tiga langkah perancangan produksi teater yaitu klasifikasi, ana- lisis, dan kualitas teknik dan materi pementasan. Berikut ini pe- rancangan perencanaan produksi teater:
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi
(a) Klasifikasi panggung yang menjadi alat kontrol secara menyeluruh meliputi jenis naskah, hubungan teater dan penonton, konvensi, gaya.
(b) Analisis panggung yang membangun struktur dan tekstur panggung; struktur meliputi plot, penokohan, tema, sedang tekstur meliputi dialog, suasana, spektakel, dan
(c) Pemilihan materi dan teknik pemanggungan yang ditu- jukan.
Pemilihan materi dan teknik pemanggungan meliputi: (i) Bagi sutradara pada pilihan materi meliputi akting, ruang, waktu, garis, warna, cahaya; pada pilihan teknik meliputi komposisi, gambar atau sketsa, movement, dramatisasi pan- tomimik, irama.
(ii) Bagi aktor pada pilihan materi meliputi tubuh, suara, pi- kiran, perasaan; pada pilihan teknik meliputi membaca dialog, movement, dramatisasi pantomimik, irama, gestur.
(iii) Bagi perancang artistik pada pilihan materi meliputi ruang, garis, bentuk, warna, gerakan; pada pilihan teknik meliputi dimulai dari realisme, bergerak ke arah akting, mendalami kualitas suasana dan atmosfer, skeneri sebagai pencetus gagasan.
Plot atau Alur
Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya peristiwa pertama menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, pe- ristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya oleh peristiwa pertama. Plot atau alur di samping mempunyai fungsi untuk mengungkapkan buah pikiran pengarang dan menarik perhatian penonton atau pembaca juga mengungkapkan dan mengembangkan watak-watak tokoh cerita.
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
Unsur-Unsur Plot:
1. Ketegangan (suspense), plot yang baik akan menimbulkan ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui ke- mampuannya untuk menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan kepenasaran penonton dari awal sampai akhir.
2. Dadakan (surprise), dalam membaca atau menonton cerita yang baik, pembaca atau penonton akan selalu menduga- duga mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Pengarang yang baik akan menyusun ceritanya sedemikian rupa hingga dugaan-dugaan pembaca atau penontonnya selalu keliru dan peritiwa membelok ke arah lain yang tidak disangka- sangka dan bahkan mengagetkan.
3. Ironi dramatik (dramatic irony), dapat berbentuk pernyataan- pernyataan atau perbuatan-perbuatan tokoh cerita yang seakan-akan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian. Sudah barang tentu ironi dramatik diciptakan begitu rupa oleh pengarang agar tidak mengganggu ketegangan dan hilangnya unsur dadakan. Sebaliknya ironi dramatik justru untuk mendukung kedua unsur tersebut.
Strutur Dramatik Aristoteles (384-322 SM)
Di dalam cerita-cerita konvensional, struktur dramatik yang dipergunakan adalah struktur dramatik Aristoteles. Disebut demikian, karena struktur dramatik ini disimpulkan Aristoteles dari karya-karya Sophocles (495-406 SM).
Struktur adalah suatu kesatuan dari bagian-bagian yang kalau satu diantara bagiannya diubah atau dirusak, akan berubah atau rusaklah seluruh struktur itu. Struktur dramatik Aristoteles terdiri dari bagian-bagian yang satu sama lain saling menunjang dan oleh karena itu tidak dapat dipisah-pisahkan tanpa merusak struktur itu secara keseluruhan. Adapun bagian-bagian itu ada- lah eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi.
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi
Eksposisi adalah bagian awal atau pembukaan dari suatu karya sastra drama. Sesuai dengan kedudukannya, eksposisi ber- faal sebagai pembuka yang memberikan penjelasan atau kete- rangan mengenai berbagai hal yang diperlukan uantuk dapat me- mahami peristiwa-peristiwa berikutnya dalam cerita. Keterangan- keterangan itu dapat mengenai tokoh-tokoh cerita, masalah yang timbul, tempat dan waktu ketika cerita terjadi, dan sebagainya.
Komplikasi atau gawatan merupakan lanjutan dari ekspo- sisi dan peningkatan dari padanya. Di dalam bagian ini salah seorang tokoh cerita mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi hasil dari prakarsa itu tidak pasti. Dengan demikian timbullah gawatan atau komplikasi. Pada ba- gian ini konflik terjadi baik yang timbul dari diri tokoh sendiri maupun dari seseorang di luar dirinya.
Klimaks, pada bagian ini pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, saling berhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir yang menentukan. Di sinilah nasib para tokoh cerita ditentukan.
Resolusi, semua masalah yang ditimbulkan oleh tokoh- tokoh cerita terpecahkan.
Konklusi, nasib tokoh-tokoh dalam cerita sudah pasti. Berikut adalah Gambar Dramatik Action (A) Aristoteles (B)
Gustav Freytag
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
Penokohan
Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa- peristiwa yang digambarkan dalam plot atau alur cerita. Sifat dan kedudukan tokoh cerita di dalam naskah drama beraneka ragam. Ada yang bersifat penting dan digolongkan kepada to- koh penting atau mayor dan ada pula yang tidak terlalu penting dan digolongkan kepada tokoh pembantu atau minor. Ada yang berkedudukan sebagai protagonis, yaitu tokoh yang pertama-ta- ma berprakarsa dan dengan demikian berperan sebagai peng- gerak cerita. Karena perannya itu protagonis adalah tokoh yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesu- karan-kesukaran. Biasanya kepadanya pula pembaca atau penonton berempati. Yang dimaksud berempati ialah menempat- kan diri pada kedudukan seseorang, hingga dapat memikirkan masalah-masalah orang itu dan mengalami perasan-perasaannya. Lawan protagonis adalah antagonis, merupakan tokoh pengha- lang bagi tokoh protagonis. Tokoh lain yang kedudukannya pen- ting pula dalam cerita adalah kepercayaan (confidant). Tokoh ini menjadi kepercayaan protagonis dan atau antagonis. Kepada tokoh ini protagonis dan antagonis dapat mengungkapkan isi hatinya di pentas, oleh karena itu memberi peluang besar kepada pembaca atau penonton untuk mengenal watak dan niat tokoh- tokoh dengan lebih baik.
Watak para tokoh bukan saja merupakan pendorong terja- dinya peristiwa akan tetapi juga merupakan unsur yang menye- babkan gawatan masalah yang timbul dalam cerita. Dapat dika- takan watak seorang tokoh biasanya menjadi penggerak cerita.
Bahasa
Unsur drama yang lain dan sangat penting adalah bahasa. Percakapan yang dilakukan tokoh-tokoh dalam cerita mengguna- kan bahasa. Dengan bahasa pula untuk menjelaskan bagian-ba- gian plot yang tidak dipertunjukan di atas pentas. Bahasa juga
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi
menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang diucapkan oleh para tokoh atau petunjuk pengarang maka pembaca atau penonton mengetahui tentang tempat, waktu atau zaman dan keadaan di mana cerita terjadi. Dengan melalui ba- hasa maka dapat diketahui suatu cerita terjadi di Inggris, pada abad pertengahan dalam masa perang.
Dari pilihan bahasa yang dilakukan seorang pengarang dapat juga diketahui suasana murung, sedih, riang, bersemangat, dan sebagainya. Juga dapat diketahui watak tokoh cerita itu jahat, baik, kasar, dan sebagainya tau dapat pula diketahui latar belakang sosial, pekerjaan, pangkat, dan dari lingkungan apa dia datang dari dialog yang dipergunakannya.
Perancangan Elemen-elemen Pendukung Pentas
Elemen-elemen pendukung pentas antara lain skeneri, tata busana, tata rias, tata lampu, tata bunyi, mise en scene atau spek- takel, properti, dan tim produksi.
a. Skeneri
Skeneri merupakan segala anasir yang ada di atas panggung dan memungkinkan memberikan perwatakan yang terdapat dalam suatu lakon. Skeneri dimaksudkan untuk mendukung gerak dan laku pemeran sehingga penonton diberikan ruang seluasnya untuk menafsir menurut interpretasinya.
b. Tata Busana
Pengertian tata busana dalam teater yakni segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang dikenakan pemeran di atas panggung, meliputi semua pakaian, sepatu, penutup kepala, dan perlengkapannya baik yang kelihatan maupun yang tidak oleh penonton (Harymawan, 1993:127). Dalam merencanakan tata busana atau kostum harus disesuaikan dan diselaraskan dengan skeneri, tata lampu, kesesuaian atau pas di tubuh pemeran (tidak mengganggu gerak pe- meran).
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
c. Tata Rias
Pengertian tata rias dalam seni teater yakni merubah yang alamiah (nature) menjadi yang berbudaya (culture) dengan maksud mendapatkan daya guna yang tepat (Harymawan, 1993:135). Tata rias dalam sebuah pementasan teater biasa- nya dihadirkan untuk memperjelas karakter peran dan memperkuat watak toloh. Pada karya ini tata rias yang di- tampilkan adalah rias semi fantasi yakni gabungan antara rias tradisi, rias modern dan rias karakter yang disesuaikan.
d. Tata Lampu
Esensi tata lampu atau pencahayaan dalam teater untuk akting adalah menerangi seluruh wajah. Tubuh aktor dan lingkungan sekitar panggung harus mendapat pencahayaan secara efektif, hal ini agar wajah aktor dengan jarak pe- nonton tetap terlihat. Rancangan tata lampu untuk teater dibedakan menjadi 3 tipe area yaitu: (1) acting areas (area akting yang dimaksud di mana akting penting ditempatkan atau di mana aktor membuat garis), (2) traffic areas (area lalu lintas, di mana aktor bergerak antara area akting, tetapi bukan saat melakukan akting atau dialog penting), (3) sce- nery areas (area skeneri, tempat yang tidak pernah dimasuki aktor tetapi pencahayaan diperlukan agar penonton dapat melihat skeneri, furniture, property, dan lain sebagainya (Bunn, 1993:30-34).
e. Tata Bunyi
Seni teater bersifat auditif visual artinya bisa didengar dan bisa dilihat (Harymawan, 1993:159). Bunyi atau suara dalam seni teater merupakan bunyi yang dihasilkan dari suara pe- meran (pengucapan dialog), efek bunyi yang dihasilkan da- ri benda-benda (seperti; bunyi pintu, bunyi detak jam din- ding, bunyi kapal terbang, dan lain sebagainya), dan musik.
f. Properti
Properti atau perlengkapan pentas adalah segala macam peralatan yang digunakan di atas panggung yang kehadir-
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi
annya sengaja diperlukan untuk melengkapi pentas dan membatu gerak dan laku pemeran
g. Spektakel atau Mise en Scene Mise en scene ialah segala perubahan yang terjadi pada daerah permainan yang disebabkan oleh perpindahan pe- main atau peralatan” (Harymawan,1993:68). Penyusunan atau penempatan mise en scene yang tepat akan memberikan sentuhan artistik secara total sebuah pertunjukan. “Spekta- kel muncul melalui gabungan antara warna warni seting, perubahan tata cahaya, dan gemerlap kostum” (Yudiaryani, 2002:368).
h. Tim produksi dan Tim Artistik Hal yang tidak kalah penting perlu diperhatikan dalam penggarapan seni pertunjukan adalah mengenai manajemen produksi. Pembentukan tim produksi dimaksudkan untuk pengelolaan tenaga, biaya, waktu dan gedung pertunjukan. Maka setelah terbentuk susunan kepanitian produksi yang dipimpin oleh seorang pimpinan produksi dibuatlah rencana anggaran biaya. Pembiayaan atau dana produksi diperun- tukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagai beri- kut: (1) bidang produksi, untuk membiayai sewa gedung pertunjukan, pengadaan dan penataan panggung, penam- bahan sound dan lightings system, (2) bidang logistik, untuk membiayai akomodasi, konsumsi, dan transportasi, (3) bidang humas/publikasi, untuk keperluan realease media (koran), poster, leaflet, flyer (selebaran), dan (4) bidang sekretariat, untuk membiayai rapat-rapat, administrasi per- suratan, perizinan, perjanjian, ID card, jasa komunikasi, dokumentasi, penyusunan dan penerbitan laporan.
Beberapa Istilah Drama
Ada beberapa istilah drama perlu diketahui yang sering kita jumpai dalam naskah drama, antara lain:
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
Babak
Dalam naskah drama adalah bagian dari naskah drama yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di suatu tempat pada urutan waktu tertentu. Sering kita jumpai dalam naskah drama terdapat lebih dari satu babak. Dan suatu babak biasanya dibagi- bagi lagi di dalam adegan-adegan. Suatu adegan ialah bagian dari babak yang batasannya ditentukan oleh perubahan peristi- wa berhubung datangnya atau perginya seorang atau lebih to- koh cerita ke atas pentas.
Dialog
Bagian lain dalam naskah yang harus dipahami oleh seorang sutradara adalah dialog. Dari dialog yang diucapkan oleh tokoh- tokoh maka akan tersirat makna dan maksud yang ingin disam- paikan oleh seorang pengarang tau penulis naskah drama.
Prolog
Bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal. Pada dasarnya prolog merupakan pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan tentang cerita yang akan disam- paikan. Keterangan yang dimaksud mengenai masalah, gagasan, pesan pengarang, jalan cerita atau alur (plot), latar belakang ce- rita, tokoh, dan lain-lain, kesemuanya itu diharapkan dapat me- nolong pembaca atau penonton dalam menghayati dan mema- hami cerita yang disajikan. Namun perlu diketahui tidak semua naskah drama memiliki prolog, karena kedudukannya agak ku- rang penting dibandingkan dengan dialog dan petunjuk penga- rang. Walaupun begitu ditangan pengarang-pengarang yang baik prolog bisa menjadi salah satu sarana penyampai yang berdaya guna. Oleh karena itu pengetahuan yang memadai mengenai prolog perlu dimiliki oleh mereka yang berhasrat menghayati dan menikmati karya-karya sastra drama, baik sebagai sastra maupun sebagai pementasan.
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi
Dialog
Merupakan bagian dari naskah yang berupa percakapan antar tokoh. Dialog inilah yang menunjukkan sebuah karya sastra dise- but sebagai sastra drama. Dalam drama dialog memiliki fungsi; (1) menyajikan informasi, mengungkap fakta, ide, dan emosi, (2) harus mewujudkan karakter, (3) memberi tekanan pada mak- na dan informasi, (4) menghidupkan tema naskah, (5) membantu pembentukan nada yang mengidentifikasikan naskah tersebut komedi, tragedi atau lawak, dan (6) meningkatkan tempo dan irama permainan. Selain dialog, yang kadang-kadang hadir da- lam naskah drama adalah petunjuk pengarang (biasanya ditulis dalam kurung) yang memberikan penjelasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, perbuatan dan sifat tokoh cerita kepada para pembaca, atau awak pementasan misalnya; sutradara, pemeran, dan penata artistik.
Epilog
Ditempatkan pengarang di bagian belakang. Epilog biasanya berisi kesimpulan pengarang mengenai cerita, yang kadang- kadang disertai nasehat atau pesan. Ada pula epilog yang disertai ucapan terimakasih pengarang dan para pemain kepada penon- ton yang dengan sabar telah menyaksikan pertunjukan.
Solilokui (konvensi pentas)
Merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seorang tokoh cerita yang diucapkannya kepada dirinya sendiri, baik pada saat ada tokoh lain maupun terutama pada saat ia seorang diri.
Aside (konvensi pentas)
Bagian naskah drama yang diucapkan salah seorang tokoh cerita dan ditujukan langsung kepada penonton dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada di pentas tidak mendengar. Kata aside yang berarti ke samping, menyarankan bahwa kata-kata tokoh itu diucapkan sambil memalingkan muka dari tokoh lain
Proses Kreatif Penulisan dan Pemanggungan
yang ada di pentas dan secara langsung dimaksudkan agar dite- rima langsung oleh penonton.
Daftar Bacaan
Bunn, Rex. (1993), Practical Stage Lighting, Currency Press Ltd PO Box 452 Paddington NSW 2021, Australia. Djelantik, A.A.M. (2001), Estetika Sebuah Pengantar, MSPI bekerjasama dengan kuBuku, Bandung. Harymawan, RMA. (1993), Dramaturgi, Cetakan ke-2, PT. Rosdakarya, Bandung. Padmodarmaya, Pramana. (1983), Tata dan Teknik Pentas, P&K, Jakarta. Purwaraharja, Lephen. ed. (2000), Ideologi Teater Modern Kita, Pustaka Gondho Suli, Yogyakarta. Sahid, Nur. (2004), Semiotika Teater, Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sumardjo, Jakob. (1992), Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia , PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Yudiaryani. (2002), Panggung Teater Dunia Perkembangan dan
Perubahan Konvensi , Pustaka Gondho Suli, Yogyakarta.
Bergelut dengan Fakta dan Fiksi