KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Terbitnya laporan tahunan kebebasan beragama oleh The Wahid Institute (WI), SETARA Institute (SI), dan Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS), adalah terobosan dan sumbangan penting bagi kampanye lebih lanjut kebebasan beragama di Indonesia. Hal ini harus disambut gembira. Tetapi, seperti laporan mana pun, ketiga laporan itu juga tak luput dari keterbatasan dan kelemahan tertentu.

Studi evaluatif ini dimaksudkan untuk menilai dan memberi masukan guna perbaikan penulisan laporan tersebut di masa depan. Selain memperlihatkan keterbatasan dan kelemahan dalam ketiga laporan itu, pada bab-bab yang lalu kami sudah berusaha menunjukkan model penulisan laporan yang lebih memadai. Selain itu, pada bab III dan IV, berdasarkan data-data yang kami pelajari dan olah dari laporan WI dan SI sendiri, kami pun sudah mencoba menunjukkan bagaimana model itu dapat digunakan untuk melaporkan kebebasan beragama di Indonesia pada 2008 secara lebih memadai

Di bawah ini disampaikan beberapa kesimpulan umum dari studi evaluatif ini

Pertama, seperti ditunjukkan pada bab I, ketiga laporan kurang lugas di dalam menunjukkan kebebasan beragama sebagai tema pokok laporannya; dalam hal ini, laporan SI adalah yang terlugas. Ketiga laporan juga mengandung kelemahan mendasar di dalam menetapkan kategori pelanggaran kebebasan beragama dan bagaimana mengukurnya. Kelemahan ini menyebabkan tumpang-tindihnya satu dan lain kategori dan dihitungnya satu insiden pelanggaran beberapa kali, sehingga jumlah totalnya tidak mewakili realitas pelanggaran yang sesungguhnya. Selain itu, ketiga laporan juga kurang memanfaatkan metode statistik (kuantitatif) untuk menganalisis berbagai pelanggaran yang terjadi dan lebih banyak memaparkannya. Akhirnya, dalam tingkat yang berbeda, ketiga laporan, yang ditulis berdasarkan sumber-sumber berbeda, juga mengandung kelemahan di dalam kejelasan, kelengkapan, dan akurasi data.

Kedua, seperti diperlihatkan dalam bab II, belajar dari metode dan teknik penulisan ketiga laporan di atas dan contoh laporan lain yang sudah diterbitkan di dunia, kami menyimpulkan bahwa tema kebebasan beragama, dalam maknanya yang paling luas seperti dirumuskan di dalam Deklarasi PBB dan dokumen-dokumen ICCPR, adalah tema yang mengenainya kita dapat menulis laporan yang lugas dan terus terang, karena jaminan konstitusional mengenainya sudah cukup memadai di Indonesia. Kami juga menunjukkan bahwa tiga kategori yang dikembangkan oleh Center for Religious Freedom (regulasi pemerintah, favoritisme pemerintah, dan regulasi sosial) adalah kategori-kategori paling memadai untuk menilai dan melaporkan kebebasan beragama di Indonesia, sesudah kita mencocokkannya dengan situasi khusus Indonesia. Akhirnya, selain analisis kualitatif yang menimbang insiden-insiden pelanggaran dalam perspektif historis, politis, dan konstitusional yang lebih luas, kami juga menemukan bahwa Kedua, seperti diperlihatkan dalam bab II, belajar dari metode dan teknik penulisan ketiga laporan di atas dan contoh laporan lain yang sudah diterbitkan di dunia, kami menyimpulkan bahwa tema kebebasan beragama, dalam maknanya yang paling luas seperti dirumuskan di dalam Deklarasi PBB dan dokumen-dokumen ICCPR, adalah tema yang mengenainya kita dapat menulis laporan yang lugas dan terus terang, karena jaminan konstitusional mengenainya sudah cukup memadai di Indonesia. Kami juga menunjukkan bahwa tiga kategori yang dikembangkan oleh Center for Religious Freedom (regulasi pemerintah, favoritisme pemerintah, dan regulasi sosial) adalah kategori-kategori paling memadai untuk menilai dan melaporkan kebebasan beragama di Indonesia, sesudah kita mencocokkannya dengan situasi khusus Indonesia. Akhirnya, selain analisis kualitatif yang menimbang insiden-insiden pelanggaran dalam perspektif historis, politis, dan konstitusional yang lebih luas, kami juga menemukan bahwa

Ketiga, seperti ditunjukkan dalam bab III, kami menemukan bahwa dengan cara penulisan laporan seperti ditunjukkan pada butir kedua di atas, kita dapat memperoleh gambaran lebih jelas dan akurat mengenai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia di tahun 2008. Dengan memanfaatkan data-data SI dan WI, kami menemukan bahwa pelanggaran terjadi baik dalam kategori regulasi negara (44 insiden, 41%) maupun regulasi sosial (63 insiden, 59%). Analisis kualitatif kami memperlihatkan kaitan yang erat di antara berbagai insiden di dalam kedua kategori pelanggaran itu. Sementara itu, analisis statistik kami juga memperlihatkan segi-segi tertentu yang menonjol dari pelanggaran kebebasan beragama di tahun yang sama: pelanggaran terutama terjadi di Jawa Barat (40 insiden, 37%), menyangkut isu paham keagamaan (72 insiden; 67%), dan hal ini terutama lagi terkait dengan nasib Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) (55 insiden; 51%), dengan warga tampil sebagai pelaku paling dominan di berbagai insiden (39 insiden, 36%).

Keempat, seperti ditunjukkan dalam bab IV, dengan cara penulisan laporan seperti disebut dalam butir dua di atas, kami harus mengeliminasi 158 insiden yang dalam laporan SI dan WI dianggap sebagai pelanggaran kebebasan beragama. Hal ini karena, dalam pandangan kami, laporan WI dan SI menggunakan kriteria atau tolok ukur yang kurang atau tidak jelas atau tumpang-tindih di dalam memilah insiden apa yang akan masuk dalam kategori pelanggaran kebebasan beragama atau tidak. Selain itu, dalam kedua laporan itu tercakup pula insiden-insiden yang dalam pandangan kami tidak relevan dengan masalah kebebasan beragama atau yang kaitan keduanya belum bisa dipastikan.

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, kami merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Laporan kebebasan beragama harus ditulis dengan lugas dan terus terang, antara lain dengan tidak mengacaukannya dengan tema-tema lain seperti pluralisme atau kehidupan beragama secara umum. Kebebasan beragama adalah sebuah tema khusus, dengan dimensi dan ukuran pelanggaran yang juga khusus. Selain itu, jaminan kebebasan beragama di Indonesia juga sudah cukup memadai.

2. Laporan tahunan kebebasan beragama harus ditulis dengan melaporkan dan menilai baik perkembangan positif maupun negatif dalam periode tahun yang dilaporkan. Perkembangan positif dapat dilihat dari sejauh mana butir-butir pelanggaran di tahun atau tahun-tahun sebelumnya sudah atau belum diatasi. Dengan cara inilah kita bisa menilai naik atau turunnya kinerja kebebasan beragama dan dapat mengadvokasikan jaminannya baik kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan.

3. Laporan kebebasan beragama harus ditulis dengan menggunakan kriteria atau tolok ukur yang jelas untuk memilah insidan apa yang akan dimasukkan sebagai pelanggaran atau tidak. Dengan modifikasi yang penting, tiga kategori yang digunakan Center for Religious Freedom harus dipertimbangkan sungguh-sungguh untuk digunakan sebagai kriteria untuk melihat pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Karena kategori-kategorinya yang sangat 3. Laporan kebebasan beragama harus ditulis dengan menggunakan kriteria atau tolok ukur yang jelas untuk memilah insidan apa yang akan dimasukkan sebagai pelanggaran atau tidak. Dengan modifikasi yang penting, tiga kategori yang digunakan Center for Religious Freedom harus dipertimbangkan sungguh-sungguh untuk digunakan sebagai kriteria untuk melihat pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Karena kategori-kategorinya yang sangat

4. Dalam penulisan laporan tahunan kebebasan beragama, selain paparan kualitatif dengan dukungan data yang jelas, lengkap dan akurat, analisis statistik perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Hal ini akan sangat membantu kita di dalam menilai perkembangan kebebasan beragama dilihat dari segi-segi tertentu yang lebih khusus seperti sebaran menurut wilayah atau kota/desa tertentu, intensitas, pelaku dan korban, isu-isu yang dominan, dan lainnya. Hal itu juga akan membantu kita di dalam mengembangkan indeks kebebasan beragama, yang dapat digunakan untuk membandingkan kinerja kebebasan beragama antarwilayah di seluruh Indonesia. Dengan begitulah kita dapat belajar banyak dari membandingkan berbagai kasus dan terus memperluas serta memperkuat kampanye kebebasan beragama.***