Keadaan Umum Kota Surakarta

1. Keadaan Umum Kota Surakarta

Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang berupa dataran rendah dengan ketinggian kurang lebih 93-95 meter dari permukaan laut, terletak di antara Sungai Pepe, Sungai Jenes dan Sungai Bengawan Solo serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu dan Gunung Merapi di bagian barat dan Gunung Lawu di bagian Timur. Kota Surakarta terletak antara 110 45’ 15” Bujur Timur – 110 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7 36’ 00” Lintang Selatan – 7 56’ 00” Lintang Selatan, dengan batas-batas administratif :

a. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.

b. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.

c. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.

d. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Kota Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Kota Surakarta terjadi pada bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Kota Surakarta adalah 2.200 mm, dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celcius, sedangkan suhu udara terendah adalah 21,0 derajat Celcius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat.

commit to user

kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745. Akibat perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua keraton Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegara, menjadikan kota Solo sebagai kota dengan dua administrasi. Kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Selama 10 (sepuluh) bulan, Solo berstatus sebagai daerah setingkat provinsi, yang dikenal dengan sebutan Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Namun dalam perkembangannya muncul gerakan antimonarki, sehingga pada tanggal 16 Juni 1946 Pemerintah Republik Indonesia membubarkan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dan secara de facto maka terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan Penetapan Pemerintah Tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor historis tersebut, kemudian tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta. Sebutan Kota Surakarta sendiri dimulai sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tanggal 1 September 1965 dan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1965.

Kota Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Kota Surakarta atau yang juga dikenal dengan sebutan Kota Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Dengan luas wilayah 44,04 Km 2 (kilometer persegi), Kota Surakarta memiliki lima kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang camat, dengan jumlah keseluruhan 51 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Lima kecamatan yang terdapat di Kota Surakarta adalah

commit to user

Kecamatan Jebres (11 kelurahan), Kecamatan Pasar Kliwon (9 kelurahan), dan Kecamatan Serengan (7 kelurahan).

Dalam suatu daerah, perkembangan penduduk yang dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi memegang peranan penting dalam kehidupan dan pelaksanaan pemerintahan. Pertumbuhan penduduk disatu pihak dapat menambah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, namun di lain pihak dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.