Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
10
berjalan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang masih terbatas dan impor yang masih tinggi, sejalan dengan masih kuatnya
permintaan domestik.
Pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang menciptakan sentimen negatif. Kekhawatiran terhadap dampak
pengetatan kebijakan fiskal Amerika Serikat, kelangsungan program stimulus ekonomi oleh The Fed, serta masih tingginya
ketidakpastian prospek penanganan krisis Eropa dan kondisi ekonomi makro Eropa yang masih lemah menyebabkan masih
rentannya proses pemulihan ekonomi global. Selain itu, masih rendahnya harga komoditas internasional yang menjadi basis utama
ekspor Indonesia ikut menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi perkembangan rupiah.
Sementara itu pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG di bulan Februari 2013 menunjukkan penguatan dibandingkan
posisinya di awal tahun. Pada akhir bulan Februari 2013 IHSG bergerak di kisaran perdagangan di level 4795 meningkat dibanding
bulan sebelumnya yang hanya mencapai level 4453, atau tumbuh sebesar 7,7.
III. Perkembangan Keuangan Pemerintah
Realisasi kondisi makro pada akhir tahun 2012 tampak berbeda dengan asumsi yang menjadi acuan pada APBN-P 2012. Situasi
ekonomi nasional dan global yang masih tidak menentu menyebabkan perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh
6,2, berada dibawah asumsi yang dipatok pada APBN-P 2012 yaitu sebesar 6,5. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan
pada tahun 2012. Demikian juga hingga akhir 2012 realisasi penyerapan anggaran tidak mencapai target yaitu sebesar 95,6.
Asumsi APBN 2013 dinilai terlalu optimis dengan mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 jika melihat kondisi pada tahun
2012. Tema APBN 2013 yang diusung oleh pemerintah adalah “memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan perluasan
kesejahteraan rakyat”, pada dasarnya pemerintah bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan perekonomian domestik.
Namun mengingat perkembangan global yang masih tidak menentu membuat target pemerintah sulit untuk dicapai.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
11
Tabel 2: APBN 2012 dan 2013 Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 berada dibawah target
Sumber: Kementrian Keuangan
Realisasi pertumbuhan ekonomi salah satunya dapat didorong dengan meningkatkan belanja modal, pada APBN 2013 belanja
modal meningkat 21,3 dibandingkan dengan APBN 2012. Diharapkan belanja modal dapat diserap dengan baik sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Subsidi masih memiliki porsi besar pada APBN 2013, yaitu 27,5 dari total belanja
pemerintah pusat. Disamping itu, belanja subsidi APBN 2013
Tabel 3: Belanja Pemerintah Pusat 2012-2013 IDR Trilyun Belanja pemerintah pusat didominasi oleh subsidi dan belanja pegawai
Sumber: Kementrian Keuangan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
12
Tabel 4: Subsidi APBN 2013 IDR Trilyun Beban pemerintah pusat terhadap subsidi BBM terus meningkat
Sumber: Kementrian Keuangan
Gambar 10: Defisit Primer IDR Trilyun Pada APBN 2013, defisit primer diperkirakan kembali terjadi
Sumber: Kementrian Keuangan
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
13
meningkat cukup besar dibandingkan dengan APBN 2012, yaitu dari IDR 208,9 trilyun menjadi IDR 317,2 trilyun atau mengalami
peningkatan sebesar 51,9. Belanja pemerintah untuk bantuan sosial juga mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu sebesar
54,1 dari IDR 47,8 triliun pada APBN 2012 meningkat menjadi IDR 73,6 trilyun pada APBN 2013.
Subsidi non energi pada APBN 2013 mengalami perubahan sebesar 5,4 dibandingkan dengan APBN 2012. Perubahan tersebut
disebabkan oleh peningkatan pada beberapa pos APBN 2013 dibandingkan dengan APBN 2012, seperti subsidi pangan sebesar
10,2, subsidi pajak sebesar 14,9, dan subsidi benih yang meningkat lebih dari empat kali lipat. Masyarakat dan seluruh
stakeholder perlu ikut dalam mengawasi berbagai anggaran khususnya sosial dan subsidi yang rawan disalahgunakan
mengingat 2013 sudah memasuki tahun politik agar penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan tujuan dapat dihindari.
Pemerintah perlu mewaspadai defisit neraca keseimbangan primer APBN yang berisiko mengganggu kesehatan fiskal akibat beban
bunga utang yang harus ditututup dengan pokok utang baru. Defisit primer pada APBN 2012 tercatat sebesar IDR 72,32 trilyun dan
perkiraan realisasinya sebesar IDR 78,92 trilyun, sedangkan pada tahun 2011 masih surplus IDR 8,86 trilyun. Pada APBN 2013 defisit
primer direncanakan sebesar IDR 40,09 trilyun. Defisit primer terjadi akibat dari penerimaan negara yang tidak optimal dan
besarnya belanja negara, terutama akibat beban subsidi dan belanja pegawai. Krisis dunia dan turunnya daya saing Indonesia menjadi
salah satu penyebab penerimaan negara tidak optimal. Pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara dan meningkatkan kualitas
belanja negara sehingga dapat dikendalikan untuk menghindari defisit primer pada anggaran mendatang.
IV. Perkembangan Fiskal