KORELASI PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHAPAD PERKEMBANGAN PERILAKU NEGATIF ANAK USIA DINI

(1)

i

ANAK USIA DINI

(Studi Pada Kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus Tahun 2011 / 2012 )

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Oleh Malikhah 1601908022

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013


(2)

ii ABSTRAK

Malikhah, 2012. Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini (Studi Pada Kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus Tahun 2011 /2012). Skripsi, Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Drs. Sawa Suryana, M.Pd dan Amirul Mukminin, S.Pd, M.Kes.

Kata Kunci : Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi, Perkembangan Perilaku Negatif

Masa kanak-kanak atau sering disebut usia dini adalah sebuah fase yang harus dilalui oleh manusia. Pada masa ini anak belum dapat berpikir mana yang baik dan mana yang buruk. Perkembangan perilaku anak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah tayangan televisi.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah, apakah ada hubungan pengaruh tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dan seberapa besar hubungan tersebut? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak dan di Taman Kanak-kanak tersebut, dan seberapa besar hubungan tersebut.

Populasi penelitian ini adalah murid kelompok B Taman Kanak kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus. Adapun jumlah populasi adalah sebanyak 76 anak usia dini terdiri atas 33 peserta didik laki-laki dan 43 peserta didik perempuan, setelah dihitung menggunakan validitas dan realibilitas maka sampel yang digunakan sebanyak 50 anak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsional random sampling. Responden yang terpilih diberi angket yang berisi tentang pengaruh tayangan televisi dan perkembangan perilaku negatif anak usia dini. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan SPSS versi 11.00 dengan statistik model linier, sebelum analisis dilakukan uji t, uji F dan uji asumsi klasik yakni; uji Multikolinearitas, uji normalitas dan uji heterokedastitas.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengaruh tayangan televisi (X) dengan perkembangan perilaku negatif anak (Y) di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dengan hasil yang menunjukkan bahwa korelasi antara variable x dan y tergolong cukup. Nilai signifikan F hitung (38,019) > dari nilai F table (2,31) atau signifikan (0.00) < alpha (0.05), menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara variabel x dan y.

Melihat hasil penelitian tersebut maka dampingan orang tua sewaktu anak sedang menonton televisi sangat diperlukan .Orang tua dapat mengatur jadwal menonton televisi anak-anaknya. Orang tua harus dapat memilih acara yang sesuai dengan usia anak. Orang tua harus mengetahui acara favorit anak. Orangtua sebaiknya tidak meletakkan televisi di kamar anak .Ajak anak untuk melakukan banyak aktivitas lain selain hanya menonton televisi. Ajari anak untuk memperbanyak membaca buku yang bermanfaat. Orangtua harus membiasakan anak tidak menonton televisi di hari-hari sekolah. Orangtua harus membekali anak dengan pendidikan yang mengandung nilai-nilai agama.


(3)

iii Skripsi pada:

Hari : Senin

Tanggal : 04 Maret 2013

Dosen Pembimbing I

Drs SawaSuryana, M. Si

NIP. 19590421 198403 1

002

Dosen Pembimbing II

Amirul Mukminin, M. Kes

NIP.19780330 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES

Edi Waluyo, M. Pd NIP. 19790425 200501 1 001


(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang Panitia Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Semarang pada:

Hari/tanggal: Rabu, 15 Mei 2013

Panitia Ujian Skripsi Ketua

Drs Budiyono, M.S. NIP. 19631209 198703 1 002

Sekretaris

Amirul Mukminin, M. Kes NIP.19780330 200501 1 001

Peguji Utama

Edi Waluyo, M. Pd NIP. 19790425 200501 1 001

Peguji I

Drs Sawa Suryana, M. Si NIP. 19590421 198403 1 002

Penguji II

Amirul Mukminin, M. Kes NIP.19780330 200501 1 001


(5)

v

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang

Malikhah


(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

 Kreativitas lebih penting dari pada ilmu pengetahuan, karena pengetahuan (informasi) tanpa kreativitas hanya ibarat kedaraan tanpa bahan bakar, dan sebaliknya dengan memiliki kreativitas orang bisa menemukan pengetahuan yang diperlukan (Albert Einstein).

 Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain (Michael De Montaigne).

 Ilmu diperoleh bukan dari pendidikan tapi dari proses belajar.

PERSEMBAHAN :

Kupersembahkan skripsi ini bagi segenap kekuatan hidupku :

1. Kepada Ayah dan Ibu yang tak henti-hentinya memanjatkan do’a buat ku 3 Teman-teman di saat resah dan gelisah yang selalu ada untuk bersama 4 Keluarga besar PG PAUD UNNES, Semarang

5 Suamiku tercinta yang membantu moril dan materil

6 Pelita kecil hidup ku, yang selalu mengisi hari-hari ku baik suka atau pun duka….... I love you (Azza)


(7)

vii

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “ Korelasi Pengaruh Tayangan Telelevisi Terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini (Studi Pada Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus Tahun 2011/2012)”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (satu) pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

(1) Drs. Hardjono, M. Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

(2) Edi Waluyo, M. Pd selaku Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.

(3) Dra. Lita Latiana, S.H. M.H, selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi ke pada peneliti.

(4) Drs. Sawa Suryana, M. Si, selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

viii

meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

(6) Kepala TK dan Dewan Guru Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus yang telah memberikan ijin dan membantu dalam penelitian ini.

(7) Kedua orangtua dan suami serta buah hatiku yang selalu ada untukku, berkat perjuangan, kesabaran, kasih sayang, dan do’anya yang selalu menyertaiku.

(8) Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu.

SemogaAllah SWT senantiasa melipat gandakan balasan atas amal baik mereka dengan rahmat dan nikmatNya. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan semoga tulisan ini bisa memberi manfaat bagi semua. Amien.

Semarang Penulis


(9)

ix

ABSTRAK ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

PERNYATAAN ……….. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR……… ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………... 7

1.4 Manfaat Penelitian ………. 8

1.4.1 Manfaat Teoritis ……… 9

1.4.2 Manfaat Praktis ………. 9

1.5 Penegasan Istilah ……… 10

1.5.1 Korelasi ……… 10

1.5.2 Pengaruh Televisi……… 10


(10)

x

1.5.3.1 Pengertian Perkembangan………. 11

1.5.3.2 Pengertian Perilaku……… 11

1.5.3.3Pengertian Anak……… 11

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA a. PengaruhTelevisi sebagai Media Massa ………... 14

2.1.1 Pengertian Media Massa ………... 14

i. Tayangan Televisi ……….. 16

2.1.3 Perbedaan Kepentingan ………. 18

2.1.4 Peran Keluarga ……….. 26

2.2 Perkembangan ……… 30

1) Pengertian Perkembangan ………. 30

2) Prinsip-prinsip Perkembangan ……….. 31

3) Teori-Teori Perkembangan ………... 35

2. Perilaku……….. 36

1) Pengertian Perilaku ………... 36

2) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku ………... 38

3) Peran Orangtua dan Lingkungan dalam Pekembangan Perilaku …… 40

3. Belajar ………... 41

1) Pengertian Belajar ………. 41

2) Faktor yang Mempengaruhi Belajar ………. 43


(11)

xi

2.5.2.2 Teori Kholberg dan Thomas Likona (Teori Perkembangan Moral)….. 45

1. Teori Brofen Brenner (Teori Ekologi dan Kontekstual)………... 45

2.5.2.4 Teori Friderich Wilhem Froebel (Teori Perkembangan Otoaktivitas). 46 ii. Tahap-tahap Perkembangan Anak Usia Dini………. 46

2.5.3.1 Perkembangan Berdasarkan Analisis Biologis……….. 46

2.5.3.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget……….. 47

2.5.3.3 Teori Perkembangan Moral (Kolberg dan Likona)……….. 48

2.5.3.4 Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud)……….. 48

2.5.3.5 Teori Perkembangan Psikososial (Erikson)……… 49

2.5.4 Tahap-tahap Perkembangan Perilaku Anak………. 49

iii. Pentingnya Memahami Anak Usia Dini……… 55

2.6 Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi dengan Perkembangan Perilaku Anak……….. 56

2.7 Hipotesis……….. 62

2.8 Kerangka Berpikir……… 63

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian……… 70

3.2 Variabel Penelitian………. 70


(12)

xii

i. Populasi ……… 72

3.3.2 Sampel……….. 72

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 74

3.4.1 Dokumentasi ……… 74

3.4.2 Angket ………. 75

3.4.2.1 Pengertian angket ………... 75

1.Macam-macam angket ………... 76

3.5 Penyusunan Instrumen Penelitian………. 77

3.6 Validitas dan Reliabilitas ……… 78

3.6.1 Validitas……….... 78

3.6.2 Reliabilitas ………... 79

3.7 Teknik Analisis Data ……….. 80

3.7.1 Model yang digunakan ……… 80

3.7.2 Pengujian Model ... 80

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ……….... 83

3.7.3.1 Uji Normalitas ………. 83

3.7.3.2 Uji Multikolinearitas ……… 85

3.7.3.3 Uji Heteroskedastisitas ……….. 85

3.6.3.4 Uji Linieritas ………... 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ……… 87


(13)

xiii

4.2.2 Hasil Uji Realibilitas………. 91

4.3 Hasil Penelitian……… 92

4.3.1 Hasil Uji Asumsi………... 92

4.3.1.1 Uji Normalitas……….. 92

4.3.1.2 Uji Multikolonieritas………... 93

4.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas………... 94

4.4 Uji Hipotesis……… 95

4.4.1 Uji F……….. 95

4.4.2 Uji t ……….. 96

4.5 Pembahasan………. 99

4.5.1 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Sinetron……….. 99

4.5.2 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Filim Kartun……….. 100

4.5.3 Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan Musik……….... 101

4.5.4 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Sinetron……... 103

4.5.5 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Film Kartun……… 104

4.5.6 Besarnya Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi Variabel Hiburan Musik……….. 105


(14)

xiv BAB V SIMPULAN DAN SARAN

2.1 Simpulan ………. 107

5.2 Saran ……….. 108


(15)

xv

3.1 Data Peserta Didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V

Kudus………. 72

3.2 Kriteria Nilai Alternatif Jawaban………. 76

4.1 Data Peserta Didik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus 89 4.2 Data Pekerjaan Wali Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus……… 90

4.3 Data Pendidika nOrangtua Murid Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus………. 90

4.4 Data Tenaga Pendidik Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus……… 91

4.5 Hasil Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov Test………. 94

4.6 Hasi lUji Multikolonieritas………... 95

4.7 PengujianMultikolonieritas……….. 95

4.8 Uji Heteroskedastitas………. 96

4.9 Ringkasan Hasil Uji Statistik Intervensi Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak……….. 97


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR Halaman

Grafik Normal Plot……… 93


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era globalisasi informasi sekarang ini, Indonesia diramaikan oleh hadirnya beberapa televisi swasta seperti AN-TV, INDOSIAR, TRANSTV, MNC TV, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), TV-Global, TV ONE, TRANS7, Metro-TV, Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang sudah lebih lama beroperasi, sedangkan untuk Semarang (Jawa Tengah) masih ada TV swasta yaitu Borobudur-TV dan Pro-TV. Apabila sampai akhir dekade 80-an masyarakat dihadapkan pada suatu pilihan mau tidak mau, suka tidak suka hanya TVRI, saat ini masyarakat lebih leluasa memindah saluran yang satu ke saluran yang lain sesuai dengan acara yang dinikmati. Semua televisi swasta tersebut berusaha menarik perhatian pemirsa sebanyak-banyaknya dan dapat menempati porsi tertinggi. Hal ini berarti masuknya dana meliputi iklan yang menopang dari televisi tersebut. Dalam situasi demikian sudah tentu televisi harus menyiarkan hal-hal atau film-film import, meskipun porsinya mulai dikurangi, tetapi tidak mungkin atau belum berhasil seluruhnya.

Kekhawatiran muncul karena diduga akan menjadi muntahan acara dari luar negeri tersebut, sebab isinya tidak sesuai dengan budaya, kepribadian bahkan falsafat bangsa Indonesia. Hal itu tidak sepenuhnya benar dan tidak semua keliru, karena pada kenyataannya masyarakat tidak bisa menolak masuknya segala hal


(18)

2

yang "berbau" asing. Bahkan tidak hanya dalam bidang komunikasi, tetapi dalam hal mode busana, rambut dan makanan alternatif sama dengan yang ada di luar negeri.

Dengan banyaknya stasiun televisi yang ada di Indonesia (bandingkan dengan jaman dahulu) dengan berbagai macam acara yang lebih mengutamakan hiburan (kecuali TVRI), tentu membawa konsekuensi semakin berat bagi pemirsa, khususnya orang yang sudah tua harus mulai mengarahkan anak-anaknya dalam memanfaatkan hasil teknologi tersebut. Kondisi ini menantang para orang tua untuk lebih selektif dan berkompromi dengan anak-anaknya untuk menyaksikan tayangan yang patut dinikmati dan acara yang seharusnya tidak dilihat oleh anak. Apalagi usia anak-anak merupakan usia yang strategis dan lebih mudah terkena pengaruh, baik dari lingkungan dengan kontak langsung maupun media elektronik.

Penelitian pada film untuk anak-anak yang dilakukan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bekerjasama dengan Balitbang Deppen tahun 1993 menunjukkan bahwa adegan antisosial (52%) lebih banyak dari pada adegan prososial (48%). Adegan prososial menurut Wispe adalah beberapa perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif sedangkan menurut Mussen dan Einsenberg perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan, dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial, Contoh adegan prososial adalah mementingkan orang lain, mengalah dengan alasan yang masuk akal dan tanpa paksanaan, aktivitas menolong, pemakaian bersama (share), kehangatan yang menggambarkan keakraban hubungan persahabatan atau


(19)

persaudaraan termasuk romantisme dalam bekerjasama, simpati yang merupakan ungkapan perasaan dan perbuatan tertentu dari seorang kepada orang lain seperti yang dialami oleh orang tersebut, misalnya; turut sedih, turut bergembira, dan lain-lain. Sedangkan kategori adegan antisosial meliputi; berkata dan bertindak kasar, membunuh, berkelahi, pemaksaan, mencuri, berperang, memukul, melukai, mengganggu, menyerang, dan sejenisnya, seperti ungkapan kebencian atau mengejek (B. Gunarto, 1995: 24).

Tayangan televisi berpengaruh negatif terhadap perkembangan perilaku anak tergantung dari penyesuaian anak, (Hurlock, 1978: 344), “Anak yang penyesuaiannya baik kurang kemungkinannya terpengaruh secara negatif, apakah permanen atau temporer dibandingkan dengan anak yang buruk penyesuaiannya, dan anak yang sehat dibanding anak yang tidak sehat.”

Kuatnya pengaruh tontonan televisi terhadap prilaku seseorang telah dibuktikan dengan penelitian ilmiah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA) pada 1995, yang mengatakan bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik. Sedangkan tayangan kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berperilaku buruk, bahkan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil dari pelajaran yang mereka dapat dari media semenjak usia anak-anak. Pengaruh sinetron dapat kita saksikan setiap hari, diantaranya banyak anak-anak yang menirukan ucapa-ucapan nakal dari tokoh film animasi ’Shinchan’ yang kasar dan jorok. Belum lagi beberapa contoh prilaku negatif lain seperti pergaulan bebas, merampok, memperkosa, bertengkar, dan


(20)

4

lain yang dilakukan remaja karena pengaruh tayangan televisi.

Dalam sebuah buku yang berjudul Sex Violence and The Media diungkapkan bahwa membaca dan melihat tayangan televisi yang berbau seks dan kekerasan dapat berpengaruh kepada perilaku seseorang. Media, televisi, majalah porno, dan juga iklan yang makin hari makin bebas menonjolkan seks dan kekerasan, sangat berpengaruh terhadap penyimpangan seks dan kekerasan di masyarakat, meningkatnya kejahatan, pemerkosaan dan lainnya. Yang paling menarik, dalam buku itu, juga memberikan kesimpulan bahwa mass media sebenarnya berpengaruh terhadap perilaku, penampilan, dan situasi mental para pemirsa dan pembacanya.

Pengaruh yang diingat seseorang melalui membaca tenyata hanya sekitar 15% saja, namun pengaruh terlihat semakin meningkat kalau disertai suara bahkan adegan visual yang ternyata berpengaruh 50% bagi yang menontonnya. Karena itulah televisi sangat besar pengaruhnya dalam mengubah perilaku penontonnya.Imitasi adalah tingkat pertama pengaruh yang kelihatan jelas, dimana pemirsa melihat secara berulang-ulang perilaku tokoh idolanya dan cenderung meniru perilaku tersebut. Ini bisa dimaklumi karena salah satu perkembangan perilaku seseorang dihasilkan dari contoh mereka yang lebih dewasa, orang tua, keluarga, guru, bahkan orang lain yang menjadi idola.

Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa peran serta tayangan televisi sangat besar dalam perkembangan anak, terkhusus lagi terhadap pola pikir, sikap dan perilaku anak di sekolah. Dikhususkan pada anak usia 2-7 tahun (menurut konsep kognisi Piaget) dimana


(21)

anak mengalami perkembangan pesat dalam bahasa, dan hanya bisa menyimpulkan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat. Apabila anak pada usia ini selalu mendapatkan teman yang berupa tayangan televisi, maka hal tersebut akan sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak tersebut. Mereka sedikit banyak akan meniru apa yang mereka lihat dari tanyangan televisi tersebut. Menurut APA, berdasarkan peneletian yang telah dilakukan, banyak bukti menunjukan bahwa tayangan televisi khususnya tayangan kekerasan dapat menyebabkan perilaku agresif, desensitisasi terhadap kekerasan, mimpi buruk, dan takut dirugikan. Menonton tayangan kekerasan juga dapat menyebabkan penontonya kurang memiliki empati terhadap orang lain. Maka dari itu, apabila anak- anak terlalu sering didampingi oleh tayangan televisi, akan ada kemungkinan nantinya anak tersebut tidak sengaja menonton tayangan kekerasan tersebut. Disinilah diperlukan peran serta orang tua dan guru, yang mana sebelumnya sudah dikatakan bahwa guru dan orang tua merupakan pembimbing si anak dalam memanfaatkan tayangan yang ada di televisi tersebut.

Dikutip dari artikel Ningsih (2009), dibawah ini dicantumkan data mengenai fakta tentang pertelevisian Indonesia:

1. Tahun 2002 jam tonton televisi anak-anak 30-35 jam/hari atau 1.560 – 1.820jam/tahun, sedangkan jam belajar SD umumnya kurang dari

1.000jam/tahun.

2. 85% acara televisi tidak aman untuk anak, karena banyak mengandung adegan kekerasan, seks dan mistis yang berlebihan dan terbuka.

3. saat ini ada 800 judul acara anak, dengan 300 kali tayang selama 170jam/minggu padahal satu minggu hanya ada 24 jam X 7 hari = 168 jam. 4. 40 % waktu tayang diisi iklan yang jumlahnya 1.200 iklan/minggu, jauh diatas rata-rata dunia 561 iklan/minggu.


(22)

6

menurut Cooney (dikutip dalam Yonatahan, 2010), anak-anak dan televisi adalah suatu perpaduan yang sangat kuat yang diketahui orangtua, pendidik, dan pemasang iklan. Televisi juga merupakan suatu alat yang melebihi budaya dalam mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anak. Televisi dapat membantu anak mengetahui hak-hak dan kewajiban anak sebagai warga negara yang baik dan bisa membangkitkan semangat anak untuk melibatkan diri dalam perbaikan lingkunagn masyarakat, yang disertai oleh panduan orang tua (Chen, 1996). Singkat kata, sedikit banyak tayangan televisi dapat mempengaruhi cara pikir serta sikap dan perilaku anak.

Berdasakan konsep di atas dapat disimpulkan bahwa tayangan televisi dapat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku anak. Untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “ Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi terhadap Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini pada Kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.”

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan alasan pemilihan judul di atas dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok dalam penelitian ini yaitu:

1) Apakah ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?


(23)

dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

3) Apakah ada hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

4) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

5) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel film kartun dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

6) Seberapa besar hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap kita melakukan kegiatan baik secara perorangan maupun secara kelompok, hal yang bisa dipastikan adalah pencapaian tujuan dari kegiatan itu, demikian pula dengan penelitian ini.


(24)

8

(1) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variable sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(2) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel film kartun dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(3) Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh tayangan televisi variabel hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(4) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel sinetron dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(5) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel film kartun dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(6) Untuk mengetahui berapa besar hubungan antara tayangan televisi variabel hiburan musik dengan perkembangan perilaku negatif anak kelompok B Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus.

(7)

Manfaat Penelitian

Selain tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.


(25)

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi khasanah ilmu, terutama bagi jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dalam memberikan gambaran jelas tentang pengaruh atau intervensi tayangan televisi terhadap perkembangan perilaku anak. Serta dapat memberikan informasi dan masukan pada teori yang telah ada, terutama berkaitan dengan pengaruh tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak.

1.3.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini dibagi menjadi 4, yakni untuk : (1) Guru

Guru sebagai seorang pendidik seyogyanya mampu memberikan arahan agar siswanya lebih banyak belajar dari pada nonton TV, dengan lebih banyak memberi berbagai tugas belajar di rumah.

(2) Orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada orang tua berkaitan dengan tayangan televisi, dan bila memungkinkan agar orang tua berkenan untuk selalu mendampingi anaknya dalam menyaksikan acara atau tayangan televisi.

(3) Peneliti

Sebagai aplikasi antara teori yang diperoleh dari bangku kuliah dengan pengalaman kongkrit di lapangan, dengan demikian penelitian akan memperoleh fakta kesesuaian atau ketidaksesuaian antara teori dan praktek.

1.4 Penegasan Istilah


(26)

10

Sering ditemui di lapangan satu kata atau satu istilah memiliki beberapa arti, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda antara pembaca satu dengan pembaca lain. Untuk menghindari hal tersebut, berikut diberi penjelasan istilah yang ada pada judul skripsi yang dipandang perlu.

1.4.1 Korelasi

Korelasi berasal dari bahasa Inggris "corelation" yang dalam bahasa Indonesia disamakan dengan kata hubungan mempunyai arti sesuatu yang dihubungkan atau hubungan antara dua benda/peristiwa atau lebih (Poerwadarminta, 1988:219).

Berdasarkan pengertian tersebut korelasi yang dimaksud adalah hubungan antara dua variabel atau peristiwa yaitu pengaruh tayangan televisi dengan perkembangan perilaku negatif anak.

1.4.2 Pengaruh Televisi

Pengaruh adalah sesuatu yang memiliki pengaruh terhadap benda atau orang lain baik disengaja maupun tidak disengaja. Sedangkan televisi adalah tayangan gambar yang dipertontonkan melalui layar kaca yang berasal dari pusat atau stasiun tertentu untuk dinikmati masyarakat luas (Bagong Suyanto, 1995:27).


(27)

1.4.3.1 Pengertian Perkembangan

Hurlock (1978) menyatakan bahwa perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan kemajuan dari perubahan yang teratur dan koheren. Kemajuan itu ditunjukkan adanya perubahan yang terarah, membimbing ke arah kemajuan, dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukkan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya.

1.4.3.2 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.

1.4.3.3 Pengertian Anak

Anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0 – 8 tahun yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak dalam keluarga (family child care home), pendidikan Pra-Sekolah, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, anak usia enam tahun (0 – 6 tahun). UNESCO menetapkan bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia tiga sampai lima tahun.

Jadi perkembangan perilaku anak adalah deretan kemajuan perbuatan dan perkataan anak yang dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.


(28)

12

Untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini akan disusun sistematika penulisan skripsi sebagao berikut :

(1) Bagian Muka

Pada bagian muka memuat halaman judul, abstrak, persetujuan pembimbing, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.

(2) Bagian Isi

Bagian isi memuat 5 bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan. Bab ini berisi tentang: Latar Belakang, Hipotesa, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang: Pengaruh Tayangan Televisi sebagai Media Massa yang mengupas tentang; Pengertian Media Massa, Tayangan Televisi, Perbedaan Kepentingan, dan Peran Keluarga. Kemudian dilanjutkan dengan Pengertian Perilaku, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Perilaku, Teori Perkembangan Perilaku, Peran Orangtua dan Lingkungan dalam Perkembangan Perilaku, Pengertian Belajar, Faktor yang mempengaruhi Belajar, Teori Perkembangan Anak, Tahap-tahap Perkembangan Anak Usia Dini, Tahap-tahap Perkembangan Perilaku Anak, Pentingnya Memahami Anak Usia Dini, dan Hubungan Pengaruh Tayangan Televisi dengan Perkembangan Perilaku Anak, Hipotesa dan Kerangka Berpikir.


(29)

Teknik Pengumpulan Data, Penyusunan Instrumen Penelitian, Validitas dan Realibilitas, dan Teknik Analisis Data.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, menguraikan tentang uraian Persiapan Penelitian, Hasil Uji Validitas dan Realibilitas, Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian.

Bab V : Simpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang Kesimpulan yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian dan Saran-saran yang diharapkan dapat dijadikan bahan implikasi, serta Penutup.

(3) Bagian Akhir


(30)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2

Pengaruh Televisi sebagai Media Massa

2.1.1 Pengertian Media Massa

Media massa adalah sarana teknis penyampaian pesan untuk kepentingan umum yang dapat dijawab atau tidak dapat dijawab oleh penerima (Tono Wijoyo, 1985:13). Media massa dalam dunia informasi adalah sarana yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan khalayak. Hal ini disebabkan tugas media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang yang dapat membentuk sikap seseorang secara kuat.

Jenis media massa yang dapat dijadikan alat komunikasi adalah; (1) media fisual dalam bentuk surat kabar, majaiah, tabloit dan lain-lain, (2) media audio dalam bentuk radio, telepon dan sebagainya, (3) media audio visual dalam bentuk televisi, video, dan film (Anindya, 1997:21).

Media massa menurut teori merupakan alat pembentukan sikap, walaupun tidak sekuat interaksi secara langsung antar individu namun memiliki peranan yang cukup besar. Ada tiga teori yang menjelaskan media massa memiliki pengaruh terhadap pembentukan sikap; (1) teori perbedaan individual, (2) teori hubungan sosial, (3) teori penggolongan sosial, (4) teori norma-norma budaya (Melvin De Fieur dalam Tono Wijoyo, 1985:75).


(31)

Teori perbedaan individual didasarkan pada pernikiran psikologi umum yang memandang bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui proses belajar, namun setiap indivudu akan memperoleh motivasi yang berbeda walaupun mendapatkan rangsangan yang sama. Berdasarkan pandangan ini sentuhan media massa terhadap sekelompok manusia akan memiliki pengaruh dan tanggapan yang tidak selalu sama walaupun pesan yang disampaikan sama.

Teori penggolongan sosial memandang bahwa manusia dapat terkelompok dalam pergolongan sosial yang memiliki perilaku yang hampir sama. Sehubungan dengan pesan media massa persepsi dan sikap yang sama akan mempengaruhi tanggapan mereka terhadap pesan yang disampaikan dalam media massa.

Teori hubungan sosial memandang individu dalam menerima pesan media massa lebih banyak melalui hubungan dengan orang lain dari pada menerima langsung dari media massa. Intensitas hubungan pribadi antar manusia akan menentukan dari pengaruh media massa.

Teori norma budaya memandang bahwa media massa melalui pesan-pesan yang disampaikan dapat menumbuhkan kesan pada pemirsa disesuaikan dengan norma yang belaku. Media massa mungkin dapat memperkokoh tatanan budaya yang sudah ada, atau media massa menimbulkan tatanan baru tanpa merusak tatanan yang sudah ada atau media massa akan mengubah semua tatanan yang sudah ada.

Film adalah merupakan salah satu bentuk media massa yang sekarang sudah sangat populer baik itu melalui tanyangan layar lebar maupun layar kaca. Unsur yang ada dalam film berisi dimensi gambar, isi atau pesan, alur cerita, dan suara


(32)

16

yang semuanya memiliki peranan dalam mempengaruhi emosi dan daya pikir pemirsa.

Tanyangan gambar yang telah diatur oleh ahli penata gambar dapat membawa perasaan dan pikiran penonton terikat oleh adegan gambar yang disajikan.Isi film yang ditanyangkan biasanya tersirat dalam judul film yang dipublikasikan yang membuat para pemirsa merasa penasaran. Isi yang sebenarnya sering membawa suatu muatan nilai yang banyak membawa pengaruh pada pemirsa terutama anak-anak.

Pengaturan suara dalam penanyangan film akan mempengaruhi intensitas, perhatian dan emosi seseorang semakin baik dan serasi. Pengaturan suara membuat lebih terfokus memperhatikan film tersebut, sehingga pemirsa lebih detail untuk memahami isi dan makna film.

2.1.2

Tayangan Televisi

Kehadiran televisi sebagai hasil kemajuan teknologi tidak bisa dihindari. Melalui berbagai macam acara, baik dan film anak-anak sampai film bagi orang dewasa yang bersifat eksen, termasuk juga sinetron, drama, maupun komedi, berusaha memberikan kepuasan kepada pemirsa atau penonton. Namun tidak jarang acara tersebut membawa dampak yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu keluarga sebagai lembaga inti masyarakat harus dapat bersikap, agar acara-acara yang ditayangkan televisi yang memang menarik itu dapat dimanfaatkan secara positif.


(33)

Pembahasan pada sub bab ini berusaha membuka front perlawanan keluarga terhadap televisi yang berpengaruh negatif terhadap anak, kemudian orang tua untuk mengambil langkah atau sikap. Hal ini tetap menjadi perioritas utama, sebab antara keduanya (televisi dan keluarga) pada hakikatnya saling membutuhkan. Bahkan di jaman sekarang tidak dapat meninggalkan televisi dengan berbagai informasi dan dengan berbagai bentuk pada era globalisasi informasi ini. Sementara televisi sebagai siaran audio visual tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, sehingga kesan "apalah artinya tanyangan bagus bila tidak disaksikan oleh masyarakat" tidak akan terjadi.

Persaingan televisi swasta dalam menyajikan acara semakin ketat. Apabila semula hanya RCTI yang menyajikan film kartun anak-anak (Sincan), kini semuanya menanyangkan jenis film tersebut, baik itu film lepas maupun film seri bahkan ditanyangkan dalam waktu yang sama. Apabila dulu hanya TPI sekarang bernama MNC TV menanyangkan film India, kini diikuti stasiun televisi yang lain. Demikian pula, dulu sinetron yang hanya di tanyangkan SCTV kini hampir menyeluruh televisi swasta ikut menanyangkan, termasuk di INDOSIAR yang terkenal dengan; sinetron yang mirip film India dan sebagainya. Begitu antusias masyarakat terhadap sinetron ini, sehingga baju dan tempat tidur juga diberi nama "Tersanjung"(Muhammad Surya, 1993:83).

Tidak hanya tanyangan berupa film-film atau sinetron saja, televisi swasta juga meramu acara informasi seperti "Buletin Siang", "Liputan Enam", "Seputar Indonesia". Sedangkan seri komedi atau lawak seperti "Extravaganza", "Spontan", dan sebagainya juga ditanyangkan untuk merebut pemirsa agar tertarik.


(34)

18

acara tersebut tidak khusus disajikan untuk orang tua atau dewasa saja, tetapi juga dipersiapkan juga untuk anak-anak misalnya : Mojacko, Spiderman, Shinchan dan sebagainya. Sedangkan untuk remaja biasanya disajikan tanyangan berseri, baik sinetron asli maupun saduran yang dapat ditemukan setiap hari.

Dampak globalisasi dalam bidang komunikasi, menjadi siaran televisi menjadikan siaran televisi sampai ke pelosok-pelosok tanah air. Setiap stasiun televisi menyuguhkan acara yang menarik untuk "merebut" hati pemirsa terutama anak-anak. Salah satu contoh tanyangan film Power Rangers yang sering ditanyangkan pada waktu-waktu anak sedang libur.

Film Power Ranger adalah film anak – anak yang ditayangkan oleh stasiun televisi Indosiar pada setiap hari minggu pagi. Isi dari film Power Rangers menggambarkan tentang kepahlawanan sekelompok muda – mudi dalam memberantas kejahatan. Disana diperlihatkan bagaimana sekelompok pemuda tersebut bisa berubah menjadi manusia perkasa yang siap membela kebenaran dengan mengandalkan jurus – jurus mautnya.

Memperhatikan isi cerita film Power Rangers selain menggambarkan tentang kepahlawanan juga menggambarkan tentang pemecahan masalah yang selalu dilakukan dengan kekerasan, ini akan mempengaruhi perilaku anak yang menonton film tersebut.

2.1.3

Perbedaan Kepentingan

Pembahasan ini tidak berusaha membuka front perlawanan keluarga terhadap televisi, namun penulis ingin menempatkan kedudukan keduanya pada


(35)

posisi dan bagaimana kemudian masing-masing harus bersikap. Sebab antara yang satu dengan yang lain pada hakikatnya saling membutuhkan. Keluarga sekarang yang dikatakan hidup dalam masa modern tidak dapat meninggalkan televisi dengan berbagai informasi dalam berbagai bentuk pada era globalisasi informasi. Sementara televisi sebagai lembaga siaran audio visual tak dapat melepaskan diri dari masyarakatnya.

Dengan kian beragamnya acara tentu makin sulit bagi pemirsa menentukan acara yang bakal dipilih. Apalagi kalau setiap penghuni rumah memiliki selera yang berbeda. Bila kondisi demikian terus tumbuh bahkan tidak mungkin setiap anggota keluarga kelak akan memiliki pesawat TV-nya sendiri seperti yang sekarang telah terjadi di Jerman. Situasi demikian diramalkan dapat melemahkan komunikasi dalam keluarga. Walaupun harus kita akui, bahwa televisi memberi keuntungan bagi anak seperti yang dikatakan oleh Himmerweit dalam bukunya "Television And the Child", bahwa televisi mengajarkan anak untuk mengenal kehidupan masyarakatnya dan masyarakat lain. Siaran televisi berfungsi sebagai wahana proses sosialisasi. Anak-anak diajak mengenal nilai-nilai luhur masyarakatnya, tetapi mereka juga disuguhi hal-hal lain yang menuntut mereka memberikan makna sendiri (Dedi Supriadi, 1993:23).

Permasalahan yang dihadapi oleh orang tua jaman sekarang memang sangat-sangat jauh berbeda dengan di masa lalu. Hal ini terjadi karena dulu lembaga keluarga memungkinkan orang tua (terutama ibu dengan sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga) untuk dekat dengan anak. Tetapi sejalan dengan tuntutan keadaan yang mengkondisikan wanita berpeluang meniti karir, peran


(36)

20

ganda wanita tentu tidak mudah dilakukan secara sempurna. Peran bapak kemudian dituntut untuk lebih dini, artinya tanggungjawab pendidikan anak bukan melulu di pundak ibu, yang pada masa lalu sangat dominan.

Keluarga sebagai bagian masyarakat yang terkecil merupakan inti terciptanya masyarakat yang lebih luas, sehingga kedudukan keluarga menentukan bentuk dan corak masyarakat di masa mendatang. Dalam keluarga selayaknya tercipta harmoni yang menenangkan semua penghuninya serta dapat memberi bekal psikis yang akan terbawa oleh anggota-anggotanya.

Di depan telah disinggung bahwa tanggungjawab keluarga semakin berat, karena perkembangan seseorang bukan hanya ditentukan oleh keluarga, tetapi juga oleh msyarakat dan pemerintah. Termasuk media massa sebagai bagian dari masyarakat mempunyai andil yang tidak kecil dan bisa dianggap ringan. Dengan cerita (film, telenovela, sinetron, dan lain-lain) yang biasanya "happy ending" telah membuat suatu kebahagiaan semu, yang barang kali tidak ditemukan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Ingat; telenovela : "Maria Mercedes" – kisah seorang gadis pencuci mobil dan penjual karcis yang berhasil menikah dengan pemuda dari keluarga kaya. Penontonnya yang mayoritas wanita kemudian tanpa terasa terbawa dalam alur cerita, menghayati peran serta ikut merasakan penderitaan pelaku utamanya. Begitupun terhadap telenovela Marisol, Isabel atau sinetron Putri yang ditukar, Anugrah, dan lain-lain. Mereka seakan lupa bahwa itu hanya cerita yang dibuat justru untuk "mengelabuhi" penonton, sehingga mereka rela meninggalkan pekerjaan apapun agar tidak ketinggalan dan alur cerita film yang dikaguminya itu. Bahkan kini waktu belajar anak-anak diusik oleh hadirnya; "Upin & Ipin” karena


(37)

ditayangkan pada prime time.

Bila dicermati kondisi di atas, di mana mayoritas penonton telenovela adalah wanita dewasa dapat terhanyut pada alur cerita, bagaimana anak-anak tidak akan mengalami hal serupa? Tentu tidak menutup mata bahwa berbagai film, apakah yang khusus untuk anak-anak maupun film konsumsi orang dewasa yang ikut ditonton anak-anak pada "prime time” banyak adegan yang kadang-kadang kurang layak disaksikan oleh anak-anak.

Keberadaan televisi selain sebagai media informasi (fungsi utama), mendidik, juga sebagai media memperoleh hiburan, sebab manusia secara naluriah akan selalu berusaha menciptakan keseimbangan dalam hidupnya dengan rutinitas yang dialami. Acara siaran tdevisi, khususnya acara hiburan sedikit banyak mempunyai keterkaitan dengan pendidikan anak terutama melalui pendidikan dalam keluarga. Bukan hanya isinya, tetapi kehadiran televisi dengan perangkat siarannya sebenarnya sudah memberikan peluang-peluang bagai terselenggaranya pendidikan (Muhammad Surya, 1993:24).

Namun ternyata peluang tersebut tidak selalu dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sebab di samping peluang pendidikan, ada sisi lain yang tidak kalah menggodanya, yaitu hiburan itu sendiri, konsumen (audiens) di Indonesia pada umumnya belum dapat berperan aktif dalam penentuan acara yang di tayangkan di Stasiun TV. Berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikal misalnya. Sebagaimana hasil penelitian yang dipublikasikan Time Mirror 23 Maret 1993 (Bagong Suyanto, 1995: 27) yang menunjukkan bahwa 75% responden menilai hiburan televisi terlalu banyak menampilkan adegan kekerasan dan merangsang


(38)

22

timbulnya tindak kekerasan di kalangan remaja dan anak-anak. Mereka kemudian mengusulkan agar pemerintah mencabut ijin televisi yang menampilkan adegan kekerasan. Para pemasang iklan didesak untuk tidak menyeponsori tayangan yang penuh kekerasan.

Meskipun hasil penelitian itu belum diketahui tindak lanjutnya, namun paling tidak hal itu sudah menunjukkan adanya kepedulian dan komitmen masyarakat terhadap perkembangan bangsanya.

Apa yang terjadi di Amerika tentu tidak dapat begitu saja diberlakukan di Indonesia, sebab dalam suatu kesempatan ketika ditanyakan kepada Public Relation Manager salah satu TV swasta di Indonesia; "Mengapa film yang ditayangkan pada Prime Time banyak yang mengandung unsur kekerasan?" Jawabnya singkat; "Karena film jenis itu yang banyak menyedot iklan yang mutlak untuk TV Swasta". Ketika dilanjutkan; "Apa tanggung jawabnya untuk perkembangan masyarakat, karena film itu tidak hanya ditonton orang dewasa, tetapi kemungkinan besar juga ditonton oleh anak-anak?" Jawabanya; "Yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak bukan televisi, tetapi orang tua, sebab semua tergantung pada norma yang ada dalam keluarga''. Secara sederhana jawaban itu dapat diterima, namun agaknya para pengelola TV juga perlu menyadari kedudukan mereka dalam masyarakat yang juga ikut bertanggungjawab terhadap perkembangan masyarakat. Pengelola TV swasta selayaknya bercemin dan melakukan Self Control, film dan acara lain tidak hanya asal lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF), juga lolos dari kontrol mereka sendiri sebagai wujud tanggungjawab, seperti yang selama ini sudah dilakukan media cetak,


(39)

Menghadapi dilema ini patut disadari bahwa beratnya tantangan yang harus dihadapi para keluarga terhadap intervensi televisi, Sebab tidak banyak orang tua yang tahu dan mau mendampingi anak-anak untuk nonton TV atau paling tidak memberi gambaran pada anak (yang pada dasarnya mereka bagai kertas pulih) dengan kesibukan yang menumpuk, atau ada orang tua yang masih mementingkan diri sendiri bila ia harus memilih, sebab tidak jarang orang tua menonton acara kesukaannya sementara anak dipersilahkan sibuk dengan acara sendiri (kalau tidak ikut nonton) atau menonton acara yang disukainya di kamarnya sendiri atau di rumah tetangga.

Budaya memberi fasilitas pada anak nampaknya juga mulai merambat ke Indonesia seiring dengan naiknya status ekonomi sekaligus upaya semu "menebus"" rasa bersalah orang tua yang kian terbatas waktunya untuk anak. Diharapkan bila anak mendapat televisi sendiri, paling tidak ia akan banyak diam di rumah dan pengasuhnya tidak akan terlalu disibukkan oleh anak asuhannya. Di sini orang mulai lupa bahwa anak tidak sekedar butuh hiburan, tetapi juga sosialisasi untuk mengembangkan pribadi dan kemampuannya. Tidak hanya diberi fasilitas (fisik) tetapi juga ingin diajak bicara dengan bahasa yang sebenar-benarnya mereka pahami dan perlukan.

Di sisi lain televisi (swasta) sebagai "lembaga yang tidak bisa melepaskan diri dan unsur bisnis dan profit tidak mudah untuk menerima kritik masyarakat mengenai apa yang mereka tayangkan, sejauh itu mereka pandang "tidak benar-benar" mengkhawatirkan.


(40)

24

Tidak dapat disangkal bahwa tujuan utama manajemen televisi (kecuali TVRI) adalah bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga tidak aneh bila stasiun TV bergabung mempertanyakan penelitian yang dilakukan YKAI dan Balitbang Deppen tersebut. Mereka berusaha keras membantah dengan mengatakan bahwa apa yang ditayangkan oleh televisi tidak berpengaruh langsung terhadap perilaku pemirsa. Sebab di kalangan pakar sendiri sampai sekarang masih terdapat pro dan kontra pandangannya mengenai masalah ini. Pendapat yang menolak anggapan bahwa televisi berpengaruh terhadap perilaku pemirsa agaknya diperkuat oleh Laporan Studi yang dilakukan di Amerika Serikat dengan tajuk; ''Televison and Growing Up : The Impact of Television Violence (1972)" yang menemukan korelasi dalam taraf signifikansi hanya 0,20 sampai 0,30 antara ekspose tindakan kekerasan di televisi dengan perilaku agrasif pemirsa yang pada umumnya adalah anak-anak muda (Budi Astuti, 2000:26). Atau penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Martini dan MG. Adiyanti dari Universitas Gajah Mada yang membuktikan film-film kartun televisi yang mengandung unsur kekerasan tinggi ternyata tidak menyebabkan agresivitas pada sejumlah anak Taman Kanak-kanak (Dedi Supriadi, 1993:98). Sedangkan pendapat yang menerima anggapan bahwa siaran televisi berpengaruh terhadap perilaku pemirsa diperkuat oleh hasil penelitian di Erasmus Rotterdam pada tahun 1998 yang menemukan bahwa pelajar setingkat lanjutan pertama dan atas yang menonton televisi sampai 4-5 jam sehari ternyata mempunyai minat baca rendah. Mereka cenderung hanya membaca buku-buku wajib karena sebagian waktunya tersita untuk acara-acara televisi (Bagong Suyanto, 1995:26).


(41)

Dari beberapa uraian di atas, sudah sepantasnya keluarga yang dalam hal ini dimotori oleh orang tua mulai mempersiapkan diri untuk mengantisipasi situasi yang terus berkembang dan dihadapi oleh anak-anak. Sebab memang tidak selamanya acara hiburan dapat memberikan rasa senang dan kebahagiaan, tetapi ada kalanya dapat menimbulkan hal-hal sebaliknya, yaitu perilaku-perilaku yang tidak terkendali, kecuali acara tertentu yang menghambat kegiatan-kegiatan lain yang lebih penting, pengikisan nilai-nilai, perilaku yang menyimpang, mengurangi motivasi belajar, sikap acuh tak acuh terhadap hal-hal yang baik dan normatif, individualitas berlebihan dan sebagainya (Muhammad Surya, 1993:78).

Sikap hati-hati orang tua perlu dipertajam tanpa mengurangi upaya mengembangkan imajinasi anak, karena tidak bisa memaksa televisi untuk selalu menayangkan acara yang kita suka dan yang kita butuhkan, sebab tidak mungkin memuaskan semua pihak dalam waktu yang sama. Mengingat keadaan masyarakat Indonesia yang benar-benar beragam suku, agama, bahasa, budaya dan lain sebagainya. Televisi adalah benda mati, maka pemirsalah yang seharusnya menempatkan diri sebagai pihak yang aktif agar tidak mudah dipengaruhi dan dibentuk oleh media. Pemirsa yang harus menentukan mana acara yang layak ditonton dan mana yang tidak. Karena memang pengaruh tayangan televisi tidak berdiri sendiri, tetapi ia merupakan suatu "penyulut" yang penting terhadap potensi (positif atau negatif) yang telah ada pada seseorang. Isi pesan televisi dengan sendirinya tidak terlepas dari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, yaitu masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya (Astrid Susanto, 1993:22).


(42)

26

2.1.4

Peran Keluarga

Menghadapi "serangan" yang bertubi-tubi itu tentu memerlukan kiat tersendiri yang seharusnya mulai dilakukan oleh para orang tua selaku manajer rumah tangga agar anak yang kelak diharapkan menjadi baik tidak direngut oleh media dan anak dapat mengembangkan diri semaksimal mungkin.

Ibarat air hujan yang mengikis batu, seperti juga semua yang over akibat tidak baik, demikian juga akibat yang mungkin ditimbulkan oleh acara-acara yang ditayangkan televisi. Sedikit-sedikit lama kelamaan menjadi bukit. Bisa jadi yang timbul tidak seekstrim yang dibayangkan, dalam arti anak berbuat tindak kejahatan atau kekerasan, tetapi dalam kondisi yang lebih ringan mereka akan menjadi apatis dan tidak peduli kepada lingkungan nyata yang ada di sekelilingnya. Misalnya anak diam saja ketika melihat seorang temannya memukul teman yang lain. Studi yang dilakukan Robert Coles dari Universitas Havard (Dedi Supriadi, 1993:76) yang dimuat dalam TV Guide, Juni 1986 menemukan bahwa: "Situasi keluargalah yang menjadi variabel moderator hubungan antara tayangan tindak kekerasan di televisi dengan perilaku tertentu pada anak-anak". "What makes some foods more vulnerable to the worst of TV?”

Dengan demikian maka keluarga hendaknya mengajarkan pada anak bahwa kitalah yang harus mengeksploitasi televisi, bukan sebaliknya kita dieksploitasi media. Kita yang harus mengatur media, bukan media yang mengatur semua roda kehidupan kita.

Berdasar penjelasan di atas, maka perlu beberapa kiat yang ditawarkan kepada orang tua untuk menghadapi televisi dewasa ini, yakni:


(43)

(1) Pendidikan mental

Pendidikan mental memang perlu ditanamkan sejak dini agar anak tidak mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di kotak ajaib yaitu "televisi". Bentengi dengan pendidikan agama yang ditanamkan sejak awal, hal itu diharapkan mampu menjadi pegangan hidupnya di masa mendatang. Anak sudah dikenalkan pada baik buruk, boleh tidak boleh, layak tidak layak, dan lain-lain sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

(2) Komunikasi

Komunikasi dengan orang tua yang diperlukan agar anak biasa berbagi (share) rasa dengan orang tua dan terkondisi untuk mengeluarkan pendapat di hadapan orang tua. Dengan demikian akan tercipta komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak. Bila kondisi ini terbentuk sejak dini, maka hingga anak dewasa mudah-mudahan ia akan selalu percaya kepada orang tua dan tidak mencari sumber informasi dari luar yang barangkali sulit dipertanggungjawabkan.

(3) Mendidik dengan kasih sayang

Bagi sebagian orang menunjukkan kasih sayang diwujudkan dengan memanjakan anak, baik secara fisik maupun psikis. Memanjakan anak dalam bentuk fisik adalah menuruti semua pennintaan anak yang berwujud benda nyata. Dalam bentuk psikis adalah munculnya sikap terlalu melindungi. Kasih sayang dapat ditunjukkan dengan perhatian yang cukup, dimana anak dapat merasakan kasih sayang orang tua. Situasi seperti ini akan membuat anak belajar menyayangi orang lain dan lingkungannya, yang kemudian dapat menjadi benteng pribadinya dari penyimpangan-penyimpangan.


(44)

28

(4) Memberi/memilih lingkungan yang baik

Pendidikan yang baik dalam keluarga harus mendapat dukungan lingkungan yang baik pula, sebab dengan memberi lingkungan yang baik akan tercipta kondisi yang subur untuk mengembangkan diri anak secara maksimal. Di sini bukan berarti anak "disucikan", namun harus memberi landasan yang baik sehingga ia mampu memahami kondisi lain yang beragam.

(5) Membentuk sikap selektif

Norma keluarga yang ditanamkan sejak masa kanak-kanak biasanya akan terbawa hingga anak menjadi dewasa. Dalam menonton televisipun anak sudah dapat mulai diajari sikap selektif, Artinya anak diarahkan agar mampu memilih acara yang benar-benar diperlukan untuk mengembangkan dirinya ke arah yang positif. Tentu tidak bijaksana bila orang tua selalu mengeluarkan jurus "harus" dan "tidak". Anak tidak boleh nonton itu, tetapi harus yang ini misalnya.

Sebab anak juga perlu dihadapkan pada kenyataan, sehingga anak tidak "steril" dan "kuper" yang sewaktu temannya bercerita tentang "Tendangan Si Madun" atau "Mojacko" dia hanya bengong terpaku. Rasa percaya diri anak tetap perlu ditumbuhkan antara lain ditampakkan pada keleluasaan wawasannya. Jadi anak bukan hanya menonton film anak-anak, tetapi juga ada kalanya mereka juga perlu menyimak kuis, seni, berita dan lain-lain.

(6) Kompromi

Anak seperti orang dewasa, ada kalanya mereka ingin menonton acara yang menarik bagi mereka, namun pada waktu yang saam mereka juga harus mengerjakan tugas (membantu orang tua, belajar, mengerjakan pekerjaan rumah,


(45)

dan sebagainya). Menghadapi masalah seperti ini orang tua dapat membantu kesepakatan dengan apa atau mana yang akan dilakukan terlebih dahulu. Nonton TV atau mengerjakan tugasnya. Dengan demikian anak dibiasakan untuk memilih dan memutuskan masalahnya sendiri. Ini menurut para ahli perkembangan anak membantu terbentuknya sikap mandiri, yang tentu saja harus disertai dengan penanaman kedisiplinan terhadap apa yang mudah disepakati.

(7) Contoh dari orang tua

Semua kiat di atas tidak dapat sepenuhnya berhasil bila tanpa contoh (teladan) dari orang tua, sebab pada dasamya anak lebih cenderung meniru yang dilakukan oleh orang tuanya. Inilah konsekuensinya yang harus dibayar oleh para orang tua dalam menanamkan norma-norma dalam keluarga (Budi Astuti, 2000: 28-29)

Berdasarkan beberapa uraian di atas dari kutipan di atas dapat dikemukakan keluarga hendaknya mengajarkan pada anak bahwa kitalah (orang tua) yang harus memanfaatkan televisi, bukan televisi yang memanfaatkan kita. Perlu ditekankan bahwa waktu luang kita tidak hanya untuk menonton TV, tetapi perlu bergaul, mengembangkan pribadi melalui kegiatan lain. Kita yang harus menempatkan diri sebagai pribadi yang aktif agar tidak mudah dipengaruhi dan dibentuk oleh TV. Kita yang menentukan mana cara yang layak ditonton dan mana yang tidak. Orang tua selaku manajer dalam keluarga perlu melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap kemungkinan yang ditimbulkan oleh berbagai acara di televisi.


(46)

30

2.2 Perkembangan

2.2.1 Pengertian perkembangan

Para pakar psiklogi perkembangan pada umumnya membatasi pandangan perkembangan hanya pada perubahan yang mengarah pada reorganisasi kualitatif struktur perilaku, ketrampilan, atau kemampuan.

Para pakar psikologi perkembangan menyakini bahwa perkembangan terdiri atas dua proses, yaitu integrasi dan diferensiasi. Integrasi mengacu pada gagasan bahwa perkembangan terdiri atas integrasi dari struktur dari yang paling dasar, yakni perilaku yang dimiliki sebelumnya dengan perilaku baru, kepada struktur pada tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, bayi belajar untuk memperolah objek yang telah dipelajari seperti mengkoordinasikan berbagai ketrampilan seperti, menggerakkan tangan, dan menggenggam objek. Diferensiasi mengacu pada gagasan bahwa perkembangan menunjukkan kemajuan kemampuan yang ditunjukkan secara berbeda ketika menghadapi objek yang berbeda. Misalnya, ketika anak menggenggam benda kecil akan berbeda caranya ketika harus menggenggam benda yang besar. Dengan demikian perkembangan merupakan proses kombinasi antar integrasi dan diferensiasi.

Hurlock (1978) menyatakan bahwa perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan kemajuan dari perubahan yang teratur dan koheren. Kemajuan itu ditunjukkan adanya perubahan yang terarah, membimbing kearah kemajuan, dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunujukkan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya.


(47)

Monk et. al (1991) menyatakan bahwa perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu proses menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Selanjutnya Werner (1969) (dalam Monk dkk, 1991) menegaskan bahwa perkembangan menunujuk pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap.

Perkembangan berhubungan dengan proses belajar, terutama mengenai isinya, yaitu tentang apa yang akan berkembang berkaitan dengan perbuatan belajar. Di samping itu juga bagaimana sesuatu hal itu dipelajari, apakah melalui menghafal atau melalui peniruan atau dengan menangkap hubungan-hubungan, ini semua ikut menentukan proses perkembangan.

Dapat pula dikatakan bahwa perkembangan sebagai suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi tingkat integrasi yang lebih tinggi terjadi berdasarkan pertumbuhan, kematangan, dan belajar.

Perkembangan psikologi merupakan suatu proses yang dinamik. Dalam proses tersebut, sifat individu dan sifat lingkungan pada akhirnya menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasikan dan dimanifestasikan.

2.2.2 Prinsip-prinsip perkembangan

Baltes (1987) mengartikulasikan enam prinsip yang dapat digunakan untuk mengkaji perkembangan manusia. Dinyatakan bahwa prinsip-prinsip yang dikembangkan ini membentuk keyakinan yang menspesifikasikan pandangan perkembangan secara koheren.


(48)

32

Beberapa prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(1) Perkembangan berlangsung sepanjang hayat. Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu:

a. Potensi perkembangan akan terjadi sepanjang hidup manusia, dan tidak ada asumsi bahwa kehidupan seseorang akan mencapai puncak perkembangan kemudian menurun kembali pada waktu orang itu dewasa atau berusia tua. b. Perkembangan tidak akan terjadi pada saat seseorang belum lahir, dan

perkembangan itu akan berlangsung sepanjang hayat.

(2) Perkembangan bersifat multidimensional dan multidireksional. Multidimensional mengacu pada kenyataan bahwa perkembangan tidak dapat digambarkan melalui criteria tunggal, seperti perilaku yang bersifat meningkat ketika masih berusia anak-anak atau menurun ketika seseorang itu telah dewasa atau sudah tua. Multidireksional mengacu pada hasil perkembangan dicapai melalui berbagai cara, dan perkembangan itu terdiri dari berbagai kemampuan yang dimiliki oleh individu yang ditunjukkan melalui berbagai perubahan.

(3) Perubahan mengacu pada perolehan dan kehilangan. Perkembangan itu mencakup aspek-aspek pertumbuhan dan penurunan. Misalnya, sekolah mampu meningkatkatkan pengetahuan anak dan mengembangkan kemampuan kognitifnya, namun mereka juga kehilangan kreativitas karena harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh sekolah. Kedua aspek perkembangan itu, yakni pertumbuhan dan penurunan, tidak perlu terjadi sama kuatnya, dan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan itu setiapkali dapat berubah.


(49)

(4) Perkembangan itu bersifat lentur, yakni adanya variabelitas diri seseorang sehinggga memungkinkan adanya perkembangan atau perilaku tertentu.

(5) Perkembangan berada dalam latar tertentu dan historic. Bersifat kontekstual karena seseorang berada di suatu lingkungan akan berbeda perkembangannya dengan seseorang yang berada di lingkungan lain. Bersifat historis karena periode waktu tertentu dimana seseorang itu tumbuh akan mempengaruhi perkembangannya.

Ruffin (2001) menyatakan bahwa walaupun terdapat perbedaan secara individual pada kepribadian anak, prinsip-prinsip dan karakteristik perkembangan itu menunjukkan pola-pola yang bersifat universal.

(1) Perkembangan itu berproses dari bagian kepala menuju ke kaki. Prinsip ini dinamakan prinsip kepala ke kai (cephalocaudle principle). Pada mulanya anak mengendalikan kepalanya, kemudian tangannya dan selanjutnya kaki. Bayi mengendalikan kepala dan gerakan raut muka dalam waktu dua bulan setelah kelahiran. Dalam beberapabulan berikutnya, bayi mampu mengangkat dirinya denagn menggunakan bantuan tangan. Pada usia 6-12 bualan, bayi mulai mengendalikan kakinya dan mampu merangkak berdiri, dan berjalan. Koordinasi tangan bayi itu biasanya mendahului koordinasi kakinya.

(2) Perkembangan berproses dari tubuh bagian dalam menuju tubuh bagian luar. Prinsip ini disebut prinsip perkembangan proksimodistal (proximodistal development). Ini berarti tulang belakang perkembangan terlebih dahulu sebelum tubuh bagian luar. Lengan anak berkembang terlebih dahulu sebelum keseluruhan fungsi tangan, dan kaki berkembang terlebih dahulu sebelum


(50)

34

jari kaki itu berfungsi.

(3) Perkembangan tergantung pada kematangan dan belajar. Kematangan mengacu pada karakteristik pertumbuhan dan perkembangan biologios. Perubahan biologis terjadi pada urutan tertentu dan dapat memberikan kemampuan tertentu pada anak. Perubahan otak dan system syaraf akan menentukan kematangan anak.

(4) Perkembangan berproses dari sederhana (konkrit) menuju kepada yang lebih kompleks.

(5) Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan. Anak akan selalu berkembang dan dalam perkembangan itu anak menambahkan ketrampilan yang telah diperolah sebelumnya, kemudian ketrampilan baru yang diperoleh itu menjadi dasar untuk memperolah atau menguasai kecakapan yang lebih kompleks.

(6) Pertumbuhan dan perkembangan berproses dari kecakapan umum ke kecakapan spesifik. Dalam perkembangan motorik, bayi mampu menggenggam objek dengan kedua tangannya sebelum mampu memegang dengan satu tangan. Pada mulanya, gerakan motorik bayi itu bersifat umum, tidak terarah, dan reflektif, mengayun-ayunkan tangannya atau bahkan menendang-nendang sebelum mampu menjangkau objek tertentu. Ini karena pertumbuhan itu terjadi dari gerakan otot besar menuju gerakan otot kecil atau otot halus.

(7) Tingkat pertumbuhan dan perkembangan bersifat individual. Setiap anak berbeda sehingga tingkat pertumbuhannya juga berbeda. Walaupun pola-pola


(51)

dan urutan pertumbuhan dan perkembangan anak itu biasanya sama pada semua anak, tingkat pencapaian tahap perkembangannya akan berbeda.

2.2.3 Teori-Teori Perkembangan

Banyak teori yang muncul dalam pengkajian perkembangan, dan berbagai teori yang muncul itu selalu mengusung perdebatan diantara para pakar psikologi perkembangan. Beberapa teori yang hingga kini masih terjadi perdebatan yaitu teori: (1) Continuity dan Discontinuity

Ada dua proposisi yang berlawanan tentang perubahan perkembangan. Sebagian pakar menyatakan bahwa perkembangan itu sebaiknya dipandang sebagai proses yang berkesinambungan (continous process). Dalam arti perkembangan dipandang sebagai proses akumulasi perilaku yang selalu meningkat. Dalam teori ini proses perkembangan bersifat lembut dan teratur, dan setiap perubahan selalu berkaitan dengan kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Berbeda dengan pandangan tersebut adalah teori tentang discontinuity, dimana perubahan itu tidak bersifat kesinambungan. Teori ini menyatakan bahwa kadang-kadang perilaku berubah secara kualitatif, dan organisasi perilaku baru dapat muncul dalam bentuk yang bersifat beragam. Teori kedua ini kemudian memunculkan pandangan tentang tahap-tahap perkembangan manusia, yakni organisasi perilaku manusia yang menandai adanya perkembangan dalam waktu tertentu.

(2) Teori Kematangan dan Perubahan.


(52)

36

aspek perkembangan, seperti kelekatan kepada orangtua, namun dalam penelitian lain menunjukkan bahwa emosi anak dapat diubah oleh lingkungannya, terutama oleh pengasuhnya.

Aspek penting dari adanya perbedaan pendang tersebut perlu dikaitkan dengan pengalaman masa kanak-kanak yang memainkan peranan pembentukan pada perkembangan masa berikutnya. Freud merupakan salah seorang pakar pakar psikologi pertama yang menekankan pada pentingnya pengalaman masa kanak-kanak karena mempengaruhi perkembangan pada masa berikutnya. Secara sama, Erik erikson percaya bahwa cara-cara seseorang menyelesaikan masalah perkembangan kehangatan, kepedulian dengan orangtua atau kemampuan berpikir dan bertindak secara otonomi merupakan faktor penting bagi perkembangan berikutnya.

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

Definisi perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap); tidak saja badan atau ucapan. Simpang, sebagai kata dasar menyimpang memiliki pengertian sebagai (1) sesuatu yang memisah (membelok, bercabang, melencong, dan sebagainya) dari yang lurus (induknya).

Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.


(53)

Perilaku mempunyai beberapa dimensi:

(1) Fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.

(2) Ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana perilaku itu terjadi.

(3) Waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang.

Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan perilaku tersebut

Perilaku dapat bersifat covert ataupun overt (1) Overt artinya nampak (dapat diamati dan dicatat)

(2) Covert artinya tersembunyi (hanya dapat diamati oleh orang yang melakukannya).

Fokus pengubahan perilaku kepada perilaku yang dapat diamati (perilaku overt). Pengubahan perilaku adalah suatu bidang psikologi yang berkaitan dengan analisa dan pengubahan perilaku manusia (Miltenberger, Tahun 2001)

(1) Analisa artinya mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan dengan perilaku tertentu untuk memahami alasan suatu perilaku terjadi. (2) Pengubahan berarti mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur

pengubahan perilaku untuk membantu orang mengubah perilakunya (mengubah peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempengaruhi perilaku).


(54)

38

Pengubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher & Gochros, 1975). Perilaku maladaptif adalah perilaku yang mempunyai ciri sebagai berikut: menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan bagi pelaku maupun lingkungannya, tidak sesuai dengan peranan dan fungsi individu pelakunya, tidak sesuai dengan stimulus yang dimunculkan oleh lingkungannya.

Pengubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher & Gochros, 1975)

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku

Beberapa kondisi baik kondisi yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, dapat menyebabkan dominannya perilaku seseorang. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

(1) Kondisi kesehatan. Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi dominan dan sebaliknya. Hal ini berpengaruh pada perilaku anak, keadaan emosi anak baik perilaku anak baik pula begitu juga sebaliknya jika emosi nak kurang baik maka perilau anak juga menjadi tidak baik atau kurang baik.

(2) Suasana rumah, jika anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih banyak berisi kebahagiaan dan apabila pertengkaran, kecemburuan, dendam, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan diusahakan sesedikit mungkin, maka anak akan lebih banyak mempunyai kesempatan menjadi anak yang


(55)

bahagia.

(3) Cara mendidik anak. Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan metode hukuman untuk memperkuat kepatuhan secara ketat, akan mendorong anak berprilaku menentang. Cara mendidik anak yang bersifat demokratis dan permisif, aka menimbulkan suasana rumah yang lebih santai yang akan menunjang anak berperilaku menyenangkan.

(4) Hubungan dengan anggota keluarga. Hubungan yang tidak rukun dengan orangtua atau saudara akan menimbulkan perilaku yang tidak baik lebih dominan muncul.

(5) Hubungan dengan teman sebaya. Jika anak diterima dengan baik oleh kelompok teman sebaya maka perilaku yang menyenangkan (baik) akan muncul, sedangkan apabila anak diabaikan oleh kelompok maka perilaku yang tidak menenangkan akan dominan muncul.

(6) Perlindungan yang berlebihan. Orangtua yang melindungi anak secara berlebihan (overprotective), yang hidup dalam prasangka bahaya tehadap segala sesuatu, akan menimbulkan rasa takut anak menjadi dominan. Denagn kata lain anak tersebut tumbuh menjadi seorang yang penakut.

(7) Aspirasi orangtua. Jika orangtua mempunyai aspirasi tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya, anak aka menjadi canggung, malu dan merasa bersalah apabila menyadari kritik orangtua bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan-harapan tersebut.

(8) Bimbingan. Yaitu bimbingan orangtua untuk berperilaku baik diperlukan oleh anak agar anak mengetahui hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal


(56)

40

yang tiodak boleh dilakukan. (9) Kondisi psikologis.

(10) Kondisi lingkungan.

2.3.3 Peran Orangtua Dan Lingkungan Dalam Pekembangan Perilaku Peran artinya: “Suatu bagian memegang pimpinan yang terutama (terjadi suatu hal atau peristiwa)” misalnya tenaga ahli dan buruh yang memegang peran penting dalam pembangunan Negara” (Poerwadarminta, 1996:735).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peran merupakan “seperangkat tingkat yang diharapkan untuk dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam masyarakat atau yang merupakan bagian utama yang harus dilakukan” (Depdikbud, 1998:667).

Adapun peran yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah keikutsertaan orangtua dan lingkungan (guru, sekolah dan masyarakat) dalam mempengaruhi perkembangan perilaku anak.

Ngalim Purwanto (2006:169) menegaskan peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan ssiwa yang menjadi tujuannya. Guru di sekolah selain mengajar, memberikan macam-macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anak juga mendidik.

Menurut Cleife (dalam Soemiarti, 2000:85) guru adalah pemegang otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan,


(57)

walaupun begitu tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak para siswa tetapi melatih ketrampilan (karsa) dan menanamkan sikap serta nilai (rasa) kepada mereka.

2.4 Belajar

2.4.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatau yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, perilaku, keyakinan, tujuan, kepribaadian, dan bahkan persepsi seseorang.

Beberapa pengertian tentang belajar:

(1) Gege dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisasi mengubah perilakunya karena dari hasil pengalaman. (2) Morgan et.al. (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan

relative permanen yang terjadi karena hasl dari praktik atau pengalaman. (3) Slavin (1994;152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu

yang disebabkan oleh pengalaman.

(4) Gagne (1997:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Dari keempat pengertian di atas tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama yaitu:


(58)

42

Perilaku mengacu pada suatu tindakan. Perilaku yang tampak (overt behavior) seperti berbicara, menulis, mengerjak sesuatu dapat memberi pemahaman tentang perubahan perilaku sesesorang. Dalam belajar di sekolah, perubahn perlaku itu menagcu pada kemampuan mengingat atau menguasai berbagai bahan ajar dan kecenderungan peserta didik memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan oleh peserta didik, sebagaimana telah dirumuskan di dalam tujuan peserta didikan.

(2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman Pengalaman dapat membatasi jenis jenis perubahan perilaku yang dipandang mencerminkan belajar. Pengalamna dalam pengertian belajar dapat berupa pengalaman fisik, psikis dan social. Oleh karena itu perubahan perilaku yang disebabkan oleh faktor obat-obatan, adaptasi penginderaan, dan kekuatan mekanik, misalnya, tidak dipandang sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman.

(3) Perubahan perilaku karena belajar besifat relatif permanen

Lamanya perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

Pengertian belajar adalah berbeda dengan pengertian pertumbuhan dan perkembangan (Shephert dan Ragan, 1982:35-36). Pertumbuhan merupakan karakteristik individu yang diperoleh dari kehidupan. Biasanya istilah pertumbuhan (growth) digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah seperti berat, tinggi, dan sejenisnya. Belajar (learning) mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi


(59)

sebagai akibat dari interaksi antara individu denagn lingkungannya. Apa yang dipelajari seseorang dapat diuraikan dan disimpulkan dari pola-pola perubahan perilakunya. Perkembangan (development) mengacu pada perubahan yang dihasilkan dari kombinasi pengaruh pertumbuhan dan belajar.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Peristiwa belajar yang terjadi pada diri peserta didik dapat diamati dari perbedaan perilaku sebelum dan setelah berada dalam peristiwa belajar.

Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan tubuh; kondisis psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi social, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.

Kondisi eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar.

2.5 Anak Usia Dini

2.5.1 Pengertian Anak Usia Dini

Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda tawa dan kegembiraan sehingga orang dewasa akan ikut terhibur dengan hanya melihat tingkah polah mereka, demikianlah gambaran karakter seorang anak (Siti Aisyah, 2008:1.3).


(60)

44

Ada beberapa definisi tentang anak usia dini baik ditinjau dari sisi umur, psikologi, maupun secara fisik. Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian tentang pengertian anak usia dini.

(1) Anak usia dini adalah anak yang berada dalam dalam rentang usia 0 – 8 tahun yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak dalam keluarga (family child care home), pendidikan Pra-Sekolah, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.

(2) Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pada Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0 – 6 tahun) yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2003).

(3) UNESCO menetapkan bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia tiga sampai lima tahun (3 – 5 tahun).

2.5.2 Teori Perkembangan Anak

2.5.2.1 Teori Piaget (Teori Perkembangan Kognitif)

Pandangan dasar dari teori ini adalah Pertama, yaitu keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Kedua, bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual berkembang terus menerus dan ketiga, bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam


(1)

LAMPIRAN 7


(2)

Hasil Analisis Berganda X1, X2, dan X3 terhadap Y

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation

N

Y

x1

x2

x3

60.5000

26.6316

26.9342

27.3421

5.95427

4.12421

4.75909

4.09407

76

76

76

76

Correlations

y x1 x2 x3

Pearson Corelation y x1 x2 x3 1.000 .706 .730 .706 .706 1.000 .751 .714 .730 .751 1.000 .780 .706 .714 .780 1.000 Sig . (1-tailed) y

x1 x2 x3 . .000 .000 .000 .000 . .000 .000 .000 .000 . .000 .000 .000 .000 . N y

x1 x2 x3 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76


(3)

Variabbles Entered/Removedb

Model

Variables DEntered

Variables

Removed Method

1 X3, x1, x2 Enter

4.2.1.1.1 All requested variables

entered

4.2.1.1.2 Dependent Varable: y

Model Summaryb

Model R R square Adjusted

Std. Error of the estimate

Change Statistics

Sig. F. Change

1 -783a .613 .597 3.78040 .000

a. Predictors: (constant), x3, x1, x2 b. Dependent Variable : y

ANOVAb

Model

Sum Of

Squares Df

Mean

Square F Sig

2 Regression Residual Total

1630.020 1028.980 2659.000

3 72 75

543.340 14.291

38.019 .000a

5. Predictors: (Constant), x3, x1, x2 6. Dependent Variabel: y


(4)

Coefficientsa

Model

Correlations Collinearity Statistics

Zero-oeder Partial Part Tolerance VIF

1 x1

x2 x3

.706 .730 .706

.279 .275 .235

.181 .178 .150

.394 .315 .354

2.538 3.173 3.827 6.1 Dependent Variable: y

Collinearity Diagnosticb

Model

Dimension Eigenvalue

Condition Index

Variance Proportons

(Constant) x1 x2 x3

1 1

2 3 4

3.972 .016 .007 .005

1.000 15.598 24.392 27.287

.00 .82 .02 .15

.00 .02 .96 02

.00 .14 .15 .71

.00 .01 .20 .78 6.1.1.1.1Dependent Variable: y

Coefficientsa

28.699 3.134 9.157 .000

.416 .169 .288 2.467 .016

.396 .163 .316 2.423 .018

.368 .179 .253 2.052 .044

(Constant) x1

x2 x3 Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: y a.


(5)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation N

Predicted Value Std. Predicted Value Standart Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value

Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Tud. Deleted Residual Mahal. Distance

Cook’s Distance

Centered Leverege Value

49.8872 -2.276

.445

50.3690 -10.56111

-2.794 -2.841 -10.92232

-2.994 .053 .000 .001

73.4831 2.785

1.587

73.4896 8.05006 2.129 2.156 8.83184 2.214 12.233 .241 .163

60.5000 .000

.816

60.5224 .00000 .000 -003 -.02241 -.005 2.961 .015 .039

4.66193 1.000

-296

4.64587 3.70402 .980 1,008 3.92292 1.024 2.862 .033 .038

76 76

76

76 76 76 76 76 76 76 76 76 6.1.1.1.1.1.1.1 Dependent Variable: y


(6)

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Expected

Cum

Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: y

Regression Standardized Predicted Value

3 2 1 0 -1 -2 -3

Regression

St

udent

iz

ed

Residu

al

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot