Kuil Yasukuni Dan Hubungan Diplomatik Jepang Dan China Yasukuni Jinja Ya Chūgoku To Nihon No Gaikō Kankei

(1)

Lampiran

Kuil Yasukuni di Tokyo, Jepang. Kuil yang memiliki dampak yang besar dalam hubungan antara Jepang dan China.

Sumber : https://www.google.com/

Gambar para Jugun ianfu di sebuah penampungan tempat hiburan di China.


(2)

Salah satu kolom di Harian surat kabar Osaka Manichi Shimbun dan Nichi nichi Shimbun yang memuat berita mengenai kontes membunuh 100 orang China yang melibatkan dua perwira Jepang Toshiaki Mukai dan Tsuyoshi Noda. Dalam surat kabar itu diberitakan kedua perwira Jepang tersebut mengadakan kontes membunuh orang China sebanyak-banyaknya hanya menggunakan Pedang.


(3)

Jenderal Iwane Matsui (kanan) dan Pangeran Yasuhiko Asaka (kiri) adalah dua orang yang bertanggung jawab atas pembantaian Nanking tetapi memiliki nasib yang berbeda setelah Perang Dunia II. Jenderal Iwane Matsui didakwa sebagai penjahat perang atas tragedi Pembantaian Nanking dan dihukum mati, sedangkan Pangeran Yasuhiko Asaka yang merupakan paman dari Kaisar Hirohito memiliki nasib yang lebih baik karena lepas dari dakwaan sebagai penjahat perang atas pembantaian Nanking.


(4)

Gambar-gambar kekejaman tentara Jepang selama menduduki kota Nanking China.


(5)

Yang dilingkari adalah Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang masih menajdi sengketa antara Jepang dan China.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Asmadi Hassan, Md Nasrudin Md Akhir. 2007. Dinamisme Politik dan Sosiobudaya Jepun. Kuala Lumpur: Jabatan Pengajian AsiaTimur.

Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Chang, Iris. 2009. The Rape of Nanking : Holocaust yang Terlupakan Dari Sejarah Perang Dunia Kedua. Jakarta: Pustaka Narasi.

Danandjaja, James. 1997. Foklor Jepang: Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Hayder, Mo. 2009. Tokyo ; The Devil Of Nanking. Jakarta : Dastan Books.

Hicks, George L. 1997. Comfort Women: Japan’s Brutal Regime of Enforced

Prostitution in the Second World War. London: Paperback

Koentjaraningrat. 1976. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif (Cetakan Ke-23). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, M. Arif. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Situmorang, Hamzon. 2009. Ilmu Kejepangan I (Edisis Revisi). Medan: USU Press.


(7)

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali.

Suryohadiprojo , Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: Penerbit UI Pustaka Bradjaguna.

PUBLIKASI ELETRONIK

10 Mei 2013. <http://frenndw.wordpress.com/2010/01/10/diplomasi-and-foreign-policy/>

13 Juli 2013. <http://www.historyplace.com/worldhistory/genocide/nanking.htm>

Kuil Yasukuni. 1 Mei 2013

<http://id.wikipedia.org/wiki/Kuil_Shinto>

Yasukuni Shrine. 10 Mei 2013

<http://asianhistory.about.com/od/japan/f/Yasukuni-Shrine-Japan.html>

Menguak jugun ianfu perbudakan seks. 10 Mei 2013

<http://www.anehdidunia.com/2012/08/menguak-jugun-ianfu-perbudakan-seks.html>

Kunjungan Koizumi ke Kuil Yasukuni. 20 Agustus 2013

<http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/1810-kunjungan-koizumi-ke-kuil-yasukuni>

Pertempuran Shanghai. 16 Juli 2013


(8)

Criminal file : Rape of Nanjing war version I. 10 Mei 2013

<http://yuhendrablog.wordpress.com/2008/05/05/criminal-file-rape-of-nanjing-war-version-i/>

Nanjing Massacre. 20 Agustus 2013

<http://en.wikipedia.org/wiki/Nanking_Massacre>

Konflik Senkaku antara China-Jepang. 10 Mei 2013

<http://www.seniberpikir.com/konflik-kepulauan-senkaku-antara-cina-jepang/>

Mengapa Jepang menabur Sengketa dengan Negara Tetangga. 10 Agustus 2013 < http://teguhtimur.com/2012/10/06/mengapa-jepang-menabur-sengketa-dengan-tetangga/>

Pengaruh Budaya China terhadap Jepang. 26 September 2013

< http://elfamichelliakarima.wordpress.com/2012/04/26/pengaruh-kebudayaan-cina-terhadap-kebudayaan-jepang/>

Sumber Gambar

https://www.google.com/


(9)

BAB III

ANALISIS KONTROVERSI KUIL YASUKUNI DAN

PENOLAKAN CHINA TERHADAPNYA

Shinto adalah agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Jepang. Shinto mempunyai sejarah yang cukup panjang dan tua yaitu dimulai dari masa Jomon Period (11.500-300 BC) ada indikasi masyarakat zaman itu sudah menjalankan ritual Samanisme yang mirip dengan ritual Shinto sekarang. Kemudian pada masa Kofun Period (250-552 CE) mulai ditemukan catatan yang lebih lengkap tentang kepercayaan Shinto. Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam masehi yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang.

Khusus tentang ajaran Shinto yang menyebutkan Kaisar sebagai Dewa Matahari mulai muncul dan populer pada masa Periode Meiji (1868-1912) yang pada saat itu menjadikan Shinto sebagai agama resmi negara dan Kaisar sebagai Living God atau dewa yang hidup di dunia. Jadi lebih kental unsur politisnya dibanding agama. Pada masa Restoresi Meiji (1868-1912) juga mulai berdiri banyak sekte baru dari Shinto seperti contohnya Tenrikyo dan Kenkokyo yang biasanya digolongkan sebagai agama baru atau Shinshūkyō. Salah satu keunikan dari Shinto baru ini adalah menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut monotheisme. Mereka juga memiliki pendiri yang diakui sebagai guru atau nabi dan juga mempunyai ajaran layaknya agama modern. Ajarannya umumnya sangat


(10)

sederhana serta lebih banyak membahas tentang etika dan perbaikan perilaku bukan dogma atau doktrin, jadi sepertinya lebih dekat ke arah ajaran Buddha atau Confucianisme.

Selama berabad-abad antara agama Shinto dan agama Buddha telah terjadi percampuran yang sedemikian rupa bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada di bawah pengaruh kekuasaan agama Buddha. Tradisi-tradisi Shinto yang dilaksanakan sampe sekarang ini tidak lepas dari pengaruh Buddha. Akibat dari pengaruh Buddha, Shinto mulai mengenal ritual kematian dan penghormatan atau penyembahan khusus terhadap orang-orang mati. Sehingga mulai didirikan di seantero Jepang Jinja yang khusus sebagai tempat penyembahan untuk orang yang meninggal dan bentuk penghormatan kepada leluhur atas segala hal yang sudah dilakukan mereka di masa lalu, salah satunya adalah Yasukuni jinja

Kuil Yasukuni adalah Kuil (Jinja) bernama Tōkyō Shōkonsha pada awal berdirinya, didirikan atas perintah tenno yang dikhususkan untuk menghormati prajurit-prajurit kekaisaran yang gugur dalam perang Boshin. Kemudian berganti nama menjadi Kuil Yasukuni pada 1879 dan ditetapkan oleh Kaisar Jepang sebagai kuil peringatan untuk arwah korban perang yang mati demi kekaisaran Jepang. Sesuai kepercayaan Shinto, Kami para tentara, atau mereka yang diabadikan di kuil ini, berkumpul di Kuil Yasukuni meski jasad atau abu mereka berada di tempat lain.

Kontroversi Kuil Yasukuni mulai mendapat sorotan dunia Internasional bermula saat Perdana Menteri Junichiro Koizumi di tahun 2001 melakukan kunjungan perdananya setelah dilantik menjadi Perdana Menteri ke Kuil


(11)

Yasukuni. Segera Koizumi mendapat gelombang protes keras dan penolakan khususnya dari negara tetangga mereka China. China menganggap Yasukuni merupakan refleksi dan simbol Imprealisme Jepang selama Perang Dunia II. Ikut diabadikannya sekitar 1054 orang penjahat Perang kelas C dan kelas B, dan 14 orang penjahat perang Kelas A termasuk Perdana Menteri Hideaki Tojo di Kuil Yasukuni juga menjadi alasan China menolak kunjungan Koizumi ke Kuil Yasukuni.

Tradisi menghormati leluhur sudah lebih dahulu dilakukan masyarakat China dibandingkan masyarakat Jepang. Masyarakat China sebenarnya dapat menerima kebudayaan penghormatan terhadap leluhur yang dilakukan masyarakat Jepang karena Jepang mengadaptasi kebudayaan tersebut dari China, tetapi protes yang diberikan China kepada Jepang saat para Perdana Menteri ke Kuil Yasukuni adalah protes terhadap penghormatan kepada penjahat-penjahat perang yang diabadikan di kuil Yasukuni dimana menurut masyarakat China para penjahat-penjahat perang tidak layak mendapat penghormatan khusus dari generasi sekarang atas apa yang mereka lakukan dahulu.

Protes terhadap kunjungan Perdana Menteri Jepang ke kuil Yasukuni ternyata pernah datang dari dalam negeri dan diyakini menjadi awal mula kontroversi Kuil Yasukuni dan awal mula munculnya protes keras dari China dan Korea. Takeo Miki (1974-1976) mengunjungi Kuil Yasukuni pada 15 Agustus 1975, kontroversi mulai timbul di kalangan partai oposisi Jepang terutama Partai Komunis Jepang ( JCP ) tentang sifat kunjungan Perdana Menteri Takeo Miki karena dikaitkan dengan tanggal penyerahan kalah Jepang kepada sekutu pada 15 Agustus 1945.


(12)

untuk kepentingan politik mereka. Ternyata kisruh yang terjadi di Jepang dimanfaatkan China dan negara - negara tetangga lain mengambil kesempatan untuk mengeksploitasi dan melancarkan protes terus setiap kali perdana menteri Jepang mengadakan kunjungan ke Kuil Yasukuni.

Yasuhiro Nakasone (1982-1987) melakukan kunjungan ke Yasukuni pada tahun 1985 dan untuk pertama kalinya kecaman dan protes datang dari China karena Nakasone melakukan kunjungan resmi Perdana Menteri Jepang ke Kuil Yasukuni. Akibat protes dari China, Nakasone tidak pernah melakukan kunjungan lagi ke Kuil Yasukuni. Hubungan Jepang dan China sejak saat itu mulai memanas setiap adanya kunjungan para perdana menteri Jepang ke Kuil Yasukuni. Setelah Nakasone, hanya tiga orang Perdana Menteri Jepang yang mengadakan Kunjungan ke Kuil Yasukuni selama menjadi Perdana Menteri yaitu Kiichi Miyazawa (1991-1993) pada April 1993 , Ryutaro Hashimoto ( 1996-1998 ) saat menyambut hari kelahiran beliau pada tahun 1996 dan Junichiro Koizumi (2001-2006). (Asmadi Hasan.2007:5-6)

Junichiro Koizumi (2001-2006) menjadi Perdana Menteri Jepang yang sering melakukan kunjungan resmi ke Kuil Yasukuni. Walaupun menurut Koizumi, kunjungan ke Kuil Yasukuni tidak ada hubungannya dengan imperialisme. Kunjungan Koizumi hanya bermaksud untuk menghormati dan mengenang jasa para patriot Jepang, yang berjuang demi negara, selama berlangsungnya perang. Tetapi menurut China dengan mengunjungi kuil Yasukuni, Koizumi memberi penghormatan kepada para penjahat perang dan pelopor imperialisme Jepang selama Perang Dunia II. Mendapat protes dan kecaman dari China dan Korea tidak membuat Koizumi berhenti mengunjungi Kuil Yasukuni seperti para


(13)

Perdana Menteri pendahulunya. Setiap tahunnya Koizumi selalu melakukan kunjungan resmi ke kuil Yasukuni di masa pemerintahannya.

Peristiwa selama Perang Dunia II seperti Jugun Ianfu, Pembantaian Nanking (Rape of Nanking) dan Sengketa Pulau Diaoyu di Laut Jepang Timur yang hingga sekarang belum terselesaikan menjadi topik yang selalu diangkat oleh masyarakat China dan disisipkan dalam setiap protes yang terhadap pemerintahan Jepang setiap kali kunjungan dari Perdana Menteri Jepang ke Kuil Yasukuni. Pemerintah Jepang yang hingga sekarang masih membantah keterlibatan dalam perbudakan seksual jugun ianfu dan pembantaian manusia di Nanking selama Perang Dunia II membuat masyarakat China marah atas sikap pemerintahan Jepang yang seperti lari dari tanggung jawab.

Setelah era Koizumi ada beberapa perdana menteri Jepang juga melakukan kunjungan ke Kuil Yasukuni. Tercatat Shinzo Abe di Periode I (2006-2007) dan Taro Aso (2008-2009) yang mengunjungi Kuil Yasukuni setelah era Junichiro Koizumi. Shinzo Abe yang kembali menjadi Perdana Menteri di Periode keduanya (2012-…) memilih hanya mengirim karangan bunga ke kuil Yasukuni untuk menghindari konfrontasi yang terjadi dengan China seperti yang terjadi disaat periode pertama masa pemerintahannya.


(14)

3.1 Jugun Ianfu ( 従軍慰安婦 )

Jugun Ianfu terdiri dari lima buah huruf kanji yang masing-masing memiliki arti 従 “pembantu” atau “pengikut”, 軍 “tentara”, 慰 “penghibur”, 安 “tenang”

atau “senang”, dan 婦 “perempuan”. Dengan demikian secara literatur Jugun Ianfu dapat diartikan sebagai perempuan penghibur yang mengikuti tentara (Jepang) untuk memberikan kesenangan.

Jugun Ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada perempuan-perempuan penghibur. Perempuan-perempuan-perempuan ini terlibat dalam perbudakan seks yang selama Perang Dunia II di daerah koloni Jepang. Kecenderungan jugun ianfu adalah mereka merupakan wanita yang berasal dari wilayah jajahan yang berhasil di kuasai Jepanng. Menurut riset oleh Dr. Hirofumi Hayashi jugun ianfu terdiri dari perempuan Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam, India, Eurasia dan penduduk Asia Pasifik. Sebagian kecil diantarnya terdapat juga perempuan yang berasal dari Belanda dan Jepang menjadi jugun ianfu selama Perang Dunia II.

Selain jugun ianfu, Jepang telah mengenal istilah geisha dan karayuki-san. Berbeda dengan jugun ianfu, geisha yang berarti seniman adalah perempuan-perempuan penghibur yang dilatih sedemikian rupa untuk menjadi penghibur professional. Pelayanan yang diberikan tidak hanya sebatas pelayanan seksual, namun juga pelayanan kesenian seperti menari dan menyanyi. Tamu yang dilayani oleh para geisha adalah para petinggi dan orang-orang yang dapat dikatakan mampu karena tarif mereka yang mahal.


(15)

Karayuki-san adalah istilah yang digunakan untuk wanita Jepang yang pergi untuk bekerja sebagai pelacur dibeberapa tempat seperti Siberia, Manchuria, China, Asia Tenggara, India, Amerika dan Afrika. Walaupun beberapa jugun ianfu dahulunya berprofesi sebagai karayuki-san, namun terdapat perbedaan mendasar antara perempuan jugun ianfu yang mantan karayuki-san dengan perempuan jugun ianfu yang berasal dari wilayah jajahan. Mantan karayuki-san memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan dari wilayah jajahan. Biasanya mereka mucikari yang membantu mengurus pengelolaan tempat hiburan. Sedangkan perempuan dari wilayah jajahan menempati kedudukan yang rendah, dan mereka diharuskan melayani para tentara, baik dari kalangan menengah kebawah sampai kepada tentara dari golongan menengah ke atas. Selain itu mereka tidak memiliki hak untuk memilih pria mana yang ingin mereka layani.


(16)

Jugun ianfu adalah sistem yang disetujui oleh Menteri Peperangn Jepang, Sugiyama Hajime setelah melihat tingginya kasus pemerkosan yang dilakukan oleh para tentara Jepang di China. Tercatat sekitar 223 kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tentara Jepang. Penyakit kelamin yang menyerang para tentara Jepang akibat pemerkosaan tersebut menjadi latar belakang ketakutan pemerintahan Jepang akan melemahkan militer dan berdampak akan kegagalan memenangkan peperangan. Untuk menghindari penyakit kelamin menjangkit para tentara dan dapat melemahkan kekuatan militer Jepang, melalui Letnan Jenderal Okamura Yasuji menyarankan untuk pengiriman perempuan-perempuan penghibur ke Shanghai dan mulai membangun tempat-tempat hiburan di seluruh China. Dengan disetujuinya sistem ini, pemerintah berharap adanya hiburan yang layak bagi para tentara sehingga meningkatkan moral dan kinerja para tentara. Dengan adanya tempat hiburan ini juga dapat mengontrol penyebaran penyakit kelamin diantara para tentara Jepang yang dapat melemahkan militer Jepang. Sistem jugun ianfu adalah sistem pelacuran yang diterapkan oleh para tentara Jepang secara legal karena sistem itu dibawahi oleh Departemen Peperangan Jepang. (Hicks.2007:45)

Sistem perekrutan jugun ianfu pada awalnya dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan memasang iklan dengan dalih menawarkan pekejaan sebagai juru masak dan tukang cuci para tentara. Para perempuan-perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa mereka akan dijadikan pelacur tentara-tentara Jepang. Iklan tersebut muncul pada surat kabar yang terbit di Jepang dan juga di koloni-koloni Jepang, seperti China dan Manchukuo. Tanggapan atas iklan itu pada awalnya sangat baik. Banyak perempuan yang dengan sukarela


(17)

mendaftarkan diri mereka sendiri dan ada juga perempuan-perempuan yang dijual oleh keluarganya sendiri karena masalah ekonomi. Perempuan jugun ianfu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu perempuan miskin dikarenakan perang dan tidak lagi merasa berarti, lalu perempuan yang dijual dan dipaksa untuk menjadi jugun ianfu karena masalah ekonomi keluarganya, serta perempuan yang secara sukarela menjadi jugun ianfu untuk menjadi mata-mata bagi tentara China. (Hicks.1997:67)

Gambar 3.2. Perempuan-perempuan jugun ianfu bersama tentara Jepang

Korea menjadi tempat sumber awal perekrutan jugun ianfu, tetapi setelah tentara Jepang dipindahkan ke daerah zona perang aktif, jumlah tentara Jepang di semanjung korea menjadi semakin kecil. Fungsi utama Korea pada waktu itu berubah hanya menjadi tempat transit para tentara Jepang. Sehingga di Korea tidak banyak didirikan tempat hiburan yang menyedikan jugun ianfu bagi tentara Jepang. China menjadi basis terbesar tempat-tempat hiburan Jepang yang


(18)

menyediakan jugun ianfu. Tahun 1932 di Shanghai awal mulai beroperasinya tempat hiburan yang menyedikan jugun ianfu dan pelacur bagi tentara-tentara Jepang.

Sehingga Seiring semakin luasnya penyebaran kekuasaan Jepang, maka penyebaran jugun ianfu pun semakin meluas. Menteri Urusan Luar Negeri Jepang, Togo Shinegori, mengintruksikan staffnya untuk menyertakan para jugun ianfu dengan dokumen perjalanan militer dan tidak lagi memerlukan paspor ke luar negeri.

Di tempat-tempat hiburan Jepang khususnya di China, para perempuan jugun ianfu diperlakukan tidak manusiawi. Perempuan-perempuan tersebut harus melayani sekitar 10-20 tentara dalam sehari. Akibat dari pekerjaan mereka itu resiko penyakit kelamin adalah menjadi hal yang sering dialami para perempuan jugun ianfu. Walaupun disetiap tempat hiburan ada pemeriksaan medis secara periodik terhadap para jugun ianfu, tetapi pemeriksaan terkadang dilakukan oleh orang-orang yang kurang berpengalaman dibidang ini. Mereka hanya memeriksa perubahan warna dan nanah di kemaluan para jugun ianfu. Dan jika terdapat penyakit kelamin pada perempuan-perempuan jugun ianfu tersebut maka akan dibawa dan dipukuli sampai meninggal.

Hak-hak reproduksi perempuan sangat diabaikan di tempat hiburan militer Jepang di seluruh koloni Jepang. Walaupun terkena penyakit kelamin merupakan sesuatu yang buruk bagi perempuan, namun ada lagi yang lebih buruk yaitu kehamilan. Untuk mencegah adanya kasus kehamilan, umumnya para jugun ianfu diberikan semacam ramuan dari tumbuh-tumbuhan untuk mencegah kehamilan.


(19)

Apabila sudah terjadi kehamilan maka mereka dipaksa untuk mengaborsi janin mereka dengan menggunakan pil. Ada juga tempat hiburan yang memperbolehkan untuk melahirkan dengan ketentuan-ketentuan tertentu, namun setelah itu jugun ianfu tersebut harus kembali melayani para tentara. Selain dengan obat-obatan, untuk mencegah kasus kehamilan ada juga tempat hiburan yang mensterilisasi jugun ianfu agar tidak lagi menstruasi.

Sejalan dengan meluasnya kekuasaan Jepang di Asia Pasifik, maka penambahan pengiriman tentara juga semakin diperbanyak. Dengan demikian makin bertambah kebutuhan akan tempat hiburan dan perempuan-perempuan jugun ianfu. Maka pemerintah Jepang tetap menggunakan dalih yang lama yaitu memberikan lapangan pekerjaan dengan bayaran yang menjanjikan untuk merekrut jugun ianfu. Namun taktik tersebut tidak berjalan dengan lancar, maka perekrutan langsung pun menjadi pilihan untuk merekrut jugun ianfu. Perekrutan langsung dilakukan oleh polisi ataupun pemerintahan lokal, yang biasanya menggunakan kekerasan terhadap para perempuan yang mereka rekrut. Mereka mendatangi rumah-rumah penduduk, kemudian menculik anak gadisnya untuk dijadikan jugun ianfu.

Walaupun sudah melakukan banyak perekrutan disetiap daerah jajahan Jepang, tetap tidak dapat mengimbangi jumlah personel militer yang ada. Hal ini membuat tentara Jepang turun tangan langsung merekrut perempuan untuk dijadikan jugun ianfu dengan berbagai cara, termasuk dengan cara kekerasan. Perlakuan yang sangat tidak manusiawi harus diterima oleh perempuan-perempuan tersebut. Tentara Jepang menganggap Perempuan Jugun ianfu hanya


(20)

mobilisasi perempuan-perempuan ini tersebut disembunyikan dan dicatat pada

daftar transportasi sebagai unit dari ‘amunisi’ dan ‘persediaan kantin’. Barang kali

hanya sedikit yang tidak disembunyikan identitasnya sebagai manusia.

Gambar 3.3. Perempuan-perempuan jugun ianfu yang tewas dibunuh tentara Jepang Sistem jugun ianfu ini berubah menjadi sebuah eksploitasi terhadap perempuan seiring dengan ekspansi Jepang selama 14 tahun (1931-1945). Dengan diperkuat Undang-undang Mobilisasi Umum Nasional oleh pemerintah Jepang dimana memungkinkan pemerintah pusat untuk menguasai semua sumber daya manusia dan bahan-bahan di wilayah kolonial ditambah adanya penolakan pengeluaran visa perjalanan bagi pelacur Jepang oleh Kementerian Luar Negeri Jepang, sehingga membuat tentara-tentara Jepang menggunakan berbagi macam cara dalam perekrutan jugun ianfu. Pembantaian terhadap perempuan-perempuan jugun ianfu semakin marak terjadi di daerah-daerah jajahan Jepang. Penolakan melayani para tentara, penyakit kelamin hingga kehamilan menjadi alasan dari


(21)

tentara Jepang untuk menyiksa dan membunuh para jugun ianfu. Pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan juga semakin marak terjadi setiap daerah jajahan seperti yang terjadi di kota Nanking. Perempuan-perempuan Nanking dibunuh setelah diperkosa, dan mayat-mayat mereka diletakkan di jalan-jalan kota Nanking dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.

Penjajahan terhadap perempuan-perempuan malang ini berakhir pada saat dijatuhkannya bom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Setelah itu Jepang menarik seluruh pasukannya ke Jepang untuk memperbaiki keadaan Jepang yang sudah porak-poranda. Bersamaan dengan itu, Para jugun ianfu dilepaskan oleh para tentara Jepang. Sebagian dari mereka ada yang dikembalikan ke tempat asal mereka, namun sebagian ada yang tinggal di tempat dimana mereka ditinggalkan oleh tentara Jepang. Terdapat sekitar 90.000-400.000 perempuan yang tersebar diseluruh Asia Pasifik yang menjadi korban sistem jugun ianfu yang nasibnya menjadi tidak jelas setelah Perang Dunia II. Kebanyakan wanita korban jugun ianfu memilih diam akan segala yang pernah mereka alami selama Perang Dunia II, karena bagi mereka itu adalah aib yang harus disembunyikan.

Kim Hak Sun adalah jugun ianfu pertama yang asal korea yang bersedia menceritakan kasih hidupnya kepada dunia luas sebagai bagian dari aksinya untuk menuntut pemerintah Jepang dengan legal. Berkat keberaniannya, banyak para jugun ianfu yang mengikuti jejaknya. Para korban jugun ianfu khususnya yang berasal dari China kemudian menuntut haknya pada Tokyo District Count pada tahun 1991. (Hicks:1997:11)


(22)

Di persidangan, para korban jugun ianfu menuntut adanya kompensasi bagi para jugun ianfu dan juga adanya pengakuan dari pemerintah Jepang atas perekrutan mereka sebagai perempuan penghibur. Namun disayangkan adalah sulitnya ditemukan dokumen yang secara resmi berkaitan dengan adanya tempat hiburan para tentara Jepang. Setelah Perang Dunia II, dokumen-dokumen semacam ini dihancurkan oleh pihak Jepang, sehubungan dengan dokumen-dokumen resmi tersebut dikhawatirkan akan dijadikan sebagai bukti kejahatan perang pada masa Perang Dunia II. Jepang membantah adanya sistem perbudakan seksual Perang Dunia II dan menolak bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi kepada para korban jugun ianfu. Sehingga para korban jugun ianfu ini harus kalah dalam persidangan untuk menuntut pemerintahan Jepang.

Pada tahun 1995 pemerintah Jepang membentuk Asian Women Fund sebagai badan yang memberikan dana pertanggung jawaban untuk para korban jugun ianfu. Lembaga swadaya masyarakat milik swasta ini dibentuk untuk meredam protes Internasional terhadap pertanggung jawaban pemerintah Jepang untuk para korban jugun ianfu.

Penolakan pemerintah Jepang bertanggung jawab atas tindakan perbudakan seksual selama Perang Dunia II menjadi salah satu yang membuat hubungan Jepang dengan negara-negara tentangganya khususnya China sering memanas China menjadi penyumbang jugun ianfu paling banyak selama Perang Dunia II merasa Jepang harus bertanggung jawab dengan sistem yang sangat tidak manusiawi dimana eksploitasi perempuan untuk dijadikan jugun ianfu demi kepuasaan seksual para tentara Jepang selama perang berlangsung. Sebuah fakta sejarah yang terlupakan karena beberapa pihak mencoba untuk menutupinya.


(23)

3.2 The Rape Of Nanking (Pembantaian Nanking)

Nanking atau sekarang lebih dikenal dengan nama Nanjing adalah salah satu kota terbesar dan terpenting di negara China. Ibu kota provinsi Jiangsu ini terletak di selatan Sungai Yangtze. Nanjing dikenal sebagai "Ibu kota Ilmu, Sains, Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata". Telah terkenal sebagai pusat kebudayaan dan Ilmu di Tiongkok selama lebih seribu tahun lamanya. Nanjing adalah salah satu dari empat ibu kota kuno Tiongkok dan menjadi ibu kota sepuluh dinasti dan atau kerajaan. Juga dikenal sebagai "Ibu kota Surga". Nanjing juga menjadi pusat politik dan ekonomi bagi daerah delta sungai Yangtze selama beratus-ratus tahun.

Pada tahun 1931, Chiang Kai Shek berhasil menyatukan kembali China di dalam satu kepemimpinan setelah muncul beberapa pemerintahan di China, seperti pemerintahan Beijing yang dipimpin oleh Panglima Perang utara dan pemerintahan pengganti yang dipimpin oleh Wang Jiwen di Wuhan. Chiang Kai Shek mendirikan Nanjing menjadi ibukota China di masa pemerintahannya.

Setelah Insiden Mukden pada tanggal 18 September 1931 dimana militer Jepang memanipulasi dengan membuat skenario peledakkan rel kereta api milik perusahaan Jepang di dekat Kota Mukden, Jepang mulai mengirim secara massal tentara mereka ke China. Jepang secara perlahan mulai menguasai satu persatu kota besar di China. Pemerintahan Chiang Kai Shek mulai mendeklarasikan perlawanan terhadap Jepang. Pemerintahan di China yang pada awalnya terpecah-pecah akhirnya bersatu untuk melawan tentara Jepang. Pertempuran besar terjadi disetiap kota di China khususnya di daerah China Utara dan Tengah. Sebagian


(24)

besar China akhirnya berhasil dikuasai oleh Jepang dan menyisakan kota Shanghai dan Nanking sebagai basis pertahanan pemerintahan Chiang Kai Shek.

Shanghai merupakan kota kosmopolitan dan metropolitan terbesar di China tempat penanaman modal serta aset dari banyak kekuatan internasional, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Perancis. Tentara pemerintahan Chiang Kai Shek berusaha mempertahankan kota Shanghai selama mungkin agar tidak dikuasai oleh Jepang. Usaha Chiang Kai Shek untuk mempertahankan kota Shanghai selain kota itu merupakan inti administrasi dan ekonomi dari pemerintahan Chiang Kai Shek adalah untuk menarik perhatian dari dunia Barat untuk mengarahkan perhatian mereka ke Shanghai dan membantu China melawan Jepang.

Dengan banyaknya modal Barat yang ditanamkan di Shanghai mendorong Barat ikut berperang dan berdiri di pihak China. Tetapi kenyataannya peperangan yang terjadi di Shanghai kurang mendapat perhatian dari dunia Barat yang lebih fokus atas perang yang terjadi di Eropa. Beberapa negosiasi yang dilakukan antara Jepang dan China yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Liga Bangsa-Bangsa tidak berhasil membuat Jepang menghentikan invasinya ke China. Jepang akhirnya memutuskan keluar dari Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1933. Pada tahun 1937 setelah pertempuran yang sengit antara tentara Jepang dan tentara China, akhirnya kota Shanghai berhasil dikuasai oleh Jepang dan memaksa tentara pemerintahan Chiang Kai Shek untuk mundur ke Nanking.

Setelah mengamankan kendali terhadap Shanghai, pada 11 November 1937 tentara Jepang mulai bergerak maju menuju Nanking yang berada sekitar 360 km


(25)

dari kota Shanghai. Tentara Jepang datang mendekati kota Nanking dari berbagai penjuru. Tentara-tentara China yang berada di garis pertahanan di Wufu dan Xicheng pun berhasil dipukul mundur oleh tentara Jepang. Garis Wufu dan Xicheng merupakan garis pertahanan terakhir sebelum memasuki kota Nanking. Sebelum tentara Jepang memasuki kota Nanking. Chiang Kai Shek memerintahkan untuk melakukan evakuasi terhadap warga kota Nanking. Banyak diantaranya adalah orang-orang pelarian dari daerah-daerah sekitar Nanking yang sudah berhasil dikuasai oleh Jepang dan pergi ke Nanking dan berharap Nanking dapat memberikan rasa aman kepada mereka dari tentara Jepang. Chiang Kai Shek dan beberapa penasihatnya menyingkir dari kota Nanking dan menuju Wuhan. Chiang Kai Shek menyerahkan tanggung jawab kota Nanking dan pertempuran mempertahankan Nanking kepada Jenderal Tang Shengzhi dan Komite Internasional pimpinan John Rabe.

Dibawah Komando Jenderal Matsui Iwane, Tentara Jepang yang tergabung dalam SEF (Shanghai Expedition Force) pimpinan Jenderal Kesago Nakajima dan Jenderal Heisuke Yanagawa, tentara CCAA (Japanese Central China Area Army) dan Angkatan Darat ke-10 mulai melakukan serangan ke kota Nanking. Pertempuran sengit pun terjadi antara Tentara Jepang tentara-tentara China pimpinan Jenderal Tang Shengzhi. Setelah melihat perkembangan pertempuran yang terjadi dan kejatuhan Nanking tinggal menunggu waktu Jenderal Tang Shengzhi melarikan diri meninggalkan kota Nanking. Tentara-tentara China yang kehilangan pemimpin akhirnya dengan mudah di kalahkan oleh tentara Jepang.


(26)

Gambar 3.4. seorang serdadu Jepang berdiri dekat korban pembantaian di sungai Yangtze Pada tanggal 13 Desember 1937, Nanking akhirnya dapat dikuasai penuh oleh tentara Jepang. Tentara China menyerahkan diri kepada tentara Jepang dan menjadi tawanan perang karena Jenderal Iwane berjanji tidak akan membunuh mereka jika menyerahkan diri.

Setelah Tentara Jepang memasuki Nanking, terjadi perubahan kepemimpinan militer Jepang di Nanking. Atas perintah dari Kaisar Hirohito, Pangeran Yasuhiko Asaka yang juga adalah paman dari Kaisar Hirohito ditunjuk sebagai komandan SEF sedangkan Jenderal Matsui Iwane tetap sebagai Komandan tertinggi mengawasi SEF, CCAA dan Angkatan Darat ke-10 selama berada di Nanking. Iwane pun segera harus meninggalkan Nanking kembali ke Tokyo untuk menjalani perawatan atas sakit tubekolosis yang dia derita. Sehingga Asaka yang baru saja tiba di Nanking langsung diangkat sementara sebagai komandan tertinggi tentara Jepang di Nanking.

Setelah diangkat sebagai Pemimpin tertinggi tentara Jepang di Nanking, Pangeran Asaka langsung membuat surat perintah yang ditujukan kepada pimpinan divisi Jenderal Kesago Nakajima dan Jenderal Heisuke Yanagawa untuk


(27)

membunuh seluruh tawanan perang. Sumber lain menyatakan bahwa ajudan Asaka, Kolonel Isamu Cho mengambil inisiatif sendiri dan membuat surat perintah untuk membunuh para tawanan perang tanpa sepengetahuan Asaka. Asaka yang adalah orang yang bertanggung jawab juga tidak memberikan perintah untuk menghentikan pembantaian itu. (Chang.2009:40-42)

Pada tanggal 17 Desember Jenderal Iwane kembali ke Nanking setelah menjalani pengobatan di Jepang. Setibanya di Nanking dan mengetahui pembantaian tersebut Iwane segera mengeluarkan perintah untuk menghentikan pembantaian terhadap tawanan perang. Perintah Jenderal Iwane untuk menghentikan pembantaian terhadap tawanan perang tidak menghentikan rangkaian kekejaman tentara Jepang di Nanking. Selama enam sampai delapan minggu kedepan menjadi hari-hari yang buruk bagi masyarakat China. Setelah membantai seluruh tawanan perang, tentara Jepang mulai mengalihkan perhatian kepada masyarakat sipil di Nanking. Tentara-tentara Jepang mulai menjarah barang-barang berharga dan bahan makanan dari masyarakat di Nanking. Tentara-tentara Jepang juga mulai membantai masyarakat sipil tanpa alasan yang yang jelas.

Harian surat kabar Osaka Manichi Shimbun dan Nichi nichi Shimbun memuat artikel mengenai tragedi Nanking disalah satu kolom surat kabat tersebut yang membahas tentang kontes membunuh 100 orang China dilakukan oleh para perwira Jepang Toshiaki Mukai dan Tsuyoshi Noda saat tentara Jepang berhasil menguasai Nanking. Perdebatan mengenai kontes tersebut mendapat banyak sanggahan khususnya dari para perwira Jepang yang bertugas di Nanking.


(28)

Menurut mereka berita yang dimuat oleh kedua harian tersebut tidak benar adanya dan hanya karangan dari kedua harian tersebut. (Chang.2009:83-84)

Gambar 3.5. seorang perwiraJepang yang bersiap memenggal kepala seorang pria China

Pembantaian terus berlanjut di Nanking dan dari minggu ke minggu, tentara Jepang semakin merajalela membantai orang-orang China. Tentara Jepang juga menangkap paksa perempuan-perempuan China untuk diperkosa. Bila ada yang berusaha menghalangi para tentara itu maka akan langsung ditembak mati oleh tentara Jepang. Perempuan-perempuan China diperkosa secara bergiliran oleh para tentara Jepang. Kebanyakan korbannya adalah perempuan-perempuan di bawah umur.

Kekejaman tentara Jepang tidak hanya sekedar memperkosa, tetapi juga membunuh secara brutal. Tentara Jepang menusukkan kemaluan mereka dengan Bayonet, dan membiarkan mereka menangis kesakitan, terkadang juga tentara


(29)

jepang menusukan tongkat kayu, buluh pipa, wortel, ranting berduri, kedaerah kemaluan mereka, sampai mereka meninggal, dan tentara jepang tersebut tertawa serta bertepuk tangan disamping mereka. Penyiksaan tidak berhenti saat mereka mati, tetapi setelah mereka mati penyiksaan terus berlanjut seperti seluruh isi perutnya dikeluarkan dan mayat mereka diletakkan di jalan-jalanan kota Nanking.

Tentara Jepang menggunakan banyak cara dalam pembantaian masyarakat sipil di Nanking. Mulai dari dikubur hidup-hidup, dibakar hidup-hidup, digigit anjing hingga mati hingga dimutilasi. Orang-orang China tersebut banyak juga yang ditangkap untuk dijadikan sasaran latihan bagi tentara-tentara muda Jepang. Mereka dijadikan sasaran untuk latihan tembak, menusukkan bayonet, hingga memenggal kepala mereka untuk mencoba ketajaman pedang katana milik perwira-perwira jepang.

Kota Nanking menjadi ladang bagi mayat-mayat orang China korban pembantaian. Di sepanjang jalan kota Nanking dan di pinggir sungai Yangtze dapat ditemukan tumpukan-tumpukan mayat dengan keadaan yang mengenaskan. Sungai Yangtze menjadi tempat pembuangan mayat-mayat orang China. Sungai tersebut menjadi dangkal akibat tumpukan mayat yang dibuang orang Jepang ke sungai itu. Tidak ada penguburan yang layak bagi mayat-mayat tersebut. Tentara Jepang memilih membiarkan mayat-mayat tersebut membusuk dipinggir-pinggir jalan daripada menguburkan mereka.

Dibalik konflik peperangan antara Jepang dan China di kota Nanking ada beberapa orang-orang asing yang dipandang sebagai pahlawan masyarakat China selama pembantaian Nanking. John Rabe pimpinan komisi Internasional adalah


(30)

orang yang memprakarsai Zona Aman bagi masyarakat China di Kota Nanking. John Rabe yang adalah Pimpinan dan juga Perwakilan Partai Nazi Jerman di China bersama kolega-koleganya yang berasal dari Amerika dan Eropa mendirikan Zona Aman dibeberapa tempat di Nanking seperti universitas Nanking, Kedutaan Besar Amerika, Kedutaan Besar Jerman hingga rumah John Rabe sendiri menjadi tempat pengungsian bagi orang-orang China di Nanking yang sudah kehilangan tempat tinggal akibat pengeboman oleh tentara-tentara Jepang ataupun orang-orang China yang sudah tidak merasa aman lagi tinggal di rumah mereka masing-masing. (Chang.2009:105)

Zona Aman yang diprakarsai oleh John Rabe dan beberapa orang-orang asing yang tinggal di China pada awal mendapat penolakan dari Jepang. Jepang malah semakin membabi buta mengarahkan senjata mereka kepada orang-orang China yang berada di Zona Aman. Setelah negosiasi yang dilakukan Komite Internasional dengan pihak Jepang akhirnya Jepang menerima Zona Aman dan tidak lagi mengarahkan senjata-senjata mereka di Zona Aman tersebut karena merupakan wilayah Internasional. John Rabe bagaikan juruselamat bagi orang-orang China di tengah-tengah kekejaman tentara Jepang yang tanpa pandang bulu melakukan pembantaian di Nanking.

Pembantaian Nanking (Rape of Nanking) tidak terungkap secara jelas seperti Holocaust Nazi dimana Partai Nazi Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler melakukan pembantaian besar-besar terhadap bangsa Yahudi. Pemerintah Jepang yang terkesan menutup-nutupi adanya kekejaman yang terjadi di Nanking dan dimusnahkannya dokumen-dokumen penting mengenai peristiwa Nanking oleh


(31)

para perwira Jepang sebelum Perang Dunia II berakhir membuat peristiwa ini tidak terungkap secara jelas di dunia Internasional

Pembantai Nanking terjadi selama enam minggu yaitu dari tanggal 13 Desember 1937 hingga awal Februari 1938. Walaupun setelah enam minggu tersebut masih banyak terjadi pembantaian lainnya, tetapi selama enam minggu tersebut merupakan minggu-minggu kebrutalan dan kekejaman tentara Jepang di Nanking

Terjadi kesimpang siuran mengenai jumlah korban yang mati di Nanking selama Jepang mengusai ibukota China tersebut. Hal itu dikarenakan banyaknya dokumen-dokumen penting mengenai peristiwa pembantaian Nanking yang sudah dimusnahkan oleh pemerintahan Jepang agar tidak dijadikan bukti kejahatan perang setelah Perang Dunia II. Pihak Jepang mengklaim bahwa sekitar 40.000-200.000 orang yang mati akibat peperangan perebutan Nanking dan membantah adanya kekejaman dan pembantaian masyarakat sipil di Nanking, tetapi pihak China merasa ada lebih banyak lagi orang-orang China yang mati dibantai tanpa berperang selama Jepang menguasai Nanking.

Irish Chang dalam bukunya The Rape of Nanking - Holocaust yang Terlupakan Dari Sejarah Perang Dunia Kedua (2009:4-5) menuliskan bahwa ada sekitar 300.000-400.000 orang China baik tentara maupun masyarakat sipil yang dibantai oleh tentara Jepang saat berada di Nanking. Data tersebut membuktikan bahwa Pembantaian Nanking adalah kejahatan pembantaian manusia yang terkejam terjadi di dalam sejarah. Pembataian Nanking lebih kejam dibandingkan Holocaust pembantaian orang Yahudi yang dilakukan oleh pihak Nazi. Nazi


(32)

membunuh hampir sekitar 6 juta orang Yahudi dalam kurun waktu enam tahun, tetapi pembantaian Nanking terjadi selama enam minggu, tentara Jepang sudah membunuh sekitar 300.000-400.000 orang China. Diperkirakan jika pembantaian Nanking berlangsung selama enam tahun, maka jumlah korban Pembantaian Nanking lebih banyak dibandingkan orang Yahudi yang mati dibunuh oleh Nazi.

Pemerintah China mendirikan The Memorial Hall untuk memperingati Pembantaian Nanking oleh agresi pasukan Jepang. The Memorial Hall ini terletak di sudut barat daya Nanjing dikenal sebagai Jiangdongmen, dimana areal yang digunakan untuk membangun The Memorial Hall ini adalah salah satu tempat kuburan massal dari pembantaian Nanking. Menempati areal seluas 28.000 meter persegi dengan luas bangunan 3000, itu dibangun pada tahun 1985 untuk mengenang 300.000 korban dalam kejadiaan tersebut. Kemudian, pada tahun 1995 itu diperbesar dan direnovasi. Di gedung ini terdapat museum yang memuat beberapa benda-benda bersejarah, foto-foto dan video mengenai kekejam pembantaian manusia yang terjadi di Nanking selama Jepang menguasai China.

Mantan Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama (2009-2010) adalah mantan perdana menteri ketiga Jepang yang mengunjungi gedung peringatan itu setelah Tomiichi Murayama dan Toshiki Kaifu. Kunjugan Hatoyama ke gedung peringatan korban pembantaian Nanjing merupakan bentuk permintaan maaf pribadi kepada China terhadap kekejaman dan kebrutalan tentara Jepang selama penjajahan Jepang di China khususnya di Nanjing.


(33)

3.3 Sengketa Kepemilikan Pulau Diaoyu atau Sengkaku

Kepulauan Diaoyu atau Senkaku merupakan sebuah kepulauan yang berada di LautTiongkok Timur, tepatnya berada pada sebelah Timur Republik Rakyat China, sebelah selatan Jepang, dan sebelah utara Republik China atau Taiwan. Berada pada garis koordinat 25°47 53 Lintang Utara dan 124°03 21 Bujur Timur kepulauan ini hanya memiliki luas 7 km2. Kepulauan Diaoyu atau Senkaku terdiri dari lima pulau besar dan tiga karang, dari lima pulau dan tiga karang yang ada di Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tersebut, tidak satu pun dari semua pulau-pulau itu yang berpenghuni pada tahun 2010, meskipun pada awal abad ke-20 sempat berpenghuni sekitar 200 jiwa yang merupakan pekerja untuk sebuah perusahan ikan makarel. Pulau-pulau dan karang-karang tersebut antara lain sebagai berikut:

5 pulau besar

1. Diaoyu Dao ( 釣魚島) atau Uotsuri Jima ( 釣魚島)

2. Chiwei Yu ( 赤尾嶼 ) atau Taisho Jima (大正島)

3. Huangwei Yu ( 黃尾嶼 ) atau Kuba Jima ( 久場島)

4. Bei Xiaodao ( 北小島 ) atau Kita Kojima ( 北小島 ) 5. Nan Xiaodao ( 南小島) atau Minami Kojima ( 南小島)

3 karang

1. Bei Yan ( 北岩) atau Kitaiwa ( 北岩 ) 2. Nan Yan ( 南岩) atau Minamiiwa ( 南岩 )3. 3. Fei Jiao Yan ( 飛礁岩 ) atau Tobise ( 飛瀬 )


(34)

Jejak pertama yang tercatat di Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dimulai oleh bangsa China melalui catatan perjalanan liang zhong hai dao zhen jing ( 兩種海道針

經 ) yang ditulis pada tahun Yongle 2 atau 1403 Masehi. Pada masa itu, nama Kepulauan Diaoyu sudah disebut sebagai Diaoyu ( 釣魚 ). Selain itu, ada pula catatan kedua yang ditulis pada tahun Jiajing 14 atau 1534 Masehi, yaitu shi liuqiu lu ( 使 琉 球 錄 ) yang ditulis oleh utusan Kekaisaran China dinasti Ming, Chen Kan, ketika berkunjung ke Ryukyu. Jepang yang ketika itu masih berstatus sebagai negara fasal dari dinasti Ming mengakui bahwa Kepulauan Diaoyu adalah wilayah kedaulatan Kekaisaran Ming. Maka dari itu, dalam bahasa Jepang Kepulauan Diaoyu disebut sebagai Uotsuri ( 釣魚) yang memiliki arti yang sama dengan nama dalam bahasa China, yaitu ‘memancing ikan’. Sejak Kekaisaran China menganeksasi Taiwan pada tahun 1683, Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dijadikan sebagai wilayah di bawah kekuasaan Provinsi Taiwan. Perubahan terjadi setelah China dan Jepang berperang pada tahun 1894 yang akhirnya berakhir pada kekalahan China dengan penandatanganan Traktat Shimonoseki yang menjadikan Taiwan dan Korea menjadi wilayah yang terbebas dari pengaruh Kekaisaran China. Sejak saat itu, Jepang mengambil-alih pemerintahan yang berlangsung di Taiwan, termasuk Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tersebut. Jepang kemudian mengklaim bahwa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku ini merupakan teritori bebas, sehingga Jepang kemudian mengganti kekuasaan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dari Taiwan menjadi di bawah kekuasaan Nansei (Kepulauan Ryukyu) yang lebih dikenal dengan nama Okinawa. (http://www.seniberpikir.com/konflik-kepulauan-senkaku-antara-cina-jepang/)


(35)

Sejak saat itu pula, nama Kepulauan Diaoyu mulai diganti menjadi Senkaku. Setelah Jepang mengalami kekalahan pada Perang Dunia ke-2, kontrol atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tidak dikembalikan kepada China seperti layaknya Taiwan, melainkan berada di bawah kontrol Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh kekuasaan atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang telah diubah, dari yang seharusnya di bawah Taiwan menjadi dibawah kekuasaan Okinawa. Amerika Serikat mengendalikan kontrol atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku sejak tahun 1945 sampai tahun 1972.

Kontrol Amerika Serikat berakhir pada 1972. Sejak itu, Ryukyu atau

Okinawa “kembali” ke Jepang, dan Formosa menjadi milik Taiwan. Adapun

Senkaku masih menjadi sengketa antara China dan Jepang dan Taiwan yang belakangan secara sepihak menyatakan berpisah dari China. Jika bagi Jepang kepulauan yang sedang diperebutkan itu adalah Senkaku dan bagi China adalah Diaoyu, maka bagi Taiwan kepulauan itu adalah Tiaoyutai. Sejak kontrol AS berakhir, China secara konsisten mempersoalkan kepemilikan atas Diaoyu atau Senkaku. China juga tak segan memprotes sikap komunitas internasional yang terlihat tidak adil dalam hal kepemilikan Diaoyu.

Isu kepemilikan pulau Sengkaku menjadi semakin memanas saat Jepang menyatakan bahwa China ingin merusak kedaulatan Jepang melalui klaim sepihak atas Kepulauan Diaoyu atau Sengkaku. Hal tersebut diperkuat oleh temuan fakta yang menyatakan bahwa China sebelum menemukan ladang minyak bumi di Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang ditemukan pada akhir tahun 1970, masih mengakui kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku, misalnya tulisan artikel Koran Renmin Ribao pada tahun 1953 yang menyatakan bahwa Kepulauan


(36)

Diaoyu (yang disebut dengan nama Jepang, Senkaku) merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat, yaitu Okinawa. Hal ini yang melemahkan posisi China dalam permasalah sengketa pulau Diaoyu dengan Jepang. Pada tahun 1970 China mulai agresif mengakui kepemilikan kepulauan Diaoyu setelah menemukan sumber alam minyak bumi yang sangat banyak di kepulauan tersebut.

Ditinjau dari sejarah regional, tentu Kepulauan Diaoyu atau Senkaku sudah seharusnya tidak perlu dipermasalahkan lagi kedudukannya, karena fakta sejarah menunjukan bahwa China adalah penguasa pertama di kepulauan tersebut. Jepang dalam hal ini menggunakan alasan bahwa legitimasinya atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku berawal dari keterlantaran kepulauan tersebut, dan dalam hal ini Jepang diperkuat dengan kemenangan atas Perang China-Jepang pertama pada tahun 1894-1895 yang menjadikan Jepang memiliki kekuasaan atas Taiwan beserta wilayah-wilayah yang meliputinya, termasuk Kepulauan Diaoyu atau Senkaku.

Jika Taiwan dan wilayah-wilayah sekitar Taiwan dikembalikan kepada Republik China pada tahun 1945, seharusnya Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang diganti posisi superordinasinya dari Taiwan menjadi Okinawa seharusnya dikembalikan lagi ke posisi awal sebelum Traktat Shimonoseki ditandatangani. Dari kerancuan ini dapat diperkuat bahwa sebenarnya posisi Jepang dalam isu sengketa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku ini didasari oleh ketidakadilan pihak Jepang maupun negara sekutu, dalam hal ini Amerika Serikat, dalam menempatkan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang pernah diganti yurisdiksinya


(37)

dari posisi awal yaitu dibawah kekuasaan Taiwan. Amerika Serikat justru mendukung Jepang yang menempatkan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku di bawah kekuasaan Okinawa, entah karena pada saat itu Amerika Serikat sempat menduduki Okinawa sejak 1945-1972 dan merasa menyayangkan jika harus mengembalikan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku kepada China atau ada alasan lain dibalik itu. Padahal, secara geografis tampak jelas bahwa jarak antara Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dengan Okinawa (410 kilometer) dan Taiwan (180 kilometer) tentu lebih mendukung untuk diserahkan kepada Taiwan.

Di balik ketidakadilan Jepang dan Amerika Serikat terhadap pemahaman historiografi yang dimiliki oleh China, perlu diperhatikan juga sikap pemerintah China sejak masa Republik Tiongkok hingga Republik Rakyat China sebelum tahun 1971 yang cenderung menerima keadaan bahwa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku adalah milik Jepang, yang pada saat kekalahan Jepang diduduki oleh Amerika Serikat. Sikap yang terkesan defensif ini memperlemah posisi China dalam pengambilalihan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku di era kini, mengingat Tiongkok bahkan menyatakan secara terang-terangan di media massa lokal pada tahun 1953, bahwa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku merupakan wilayah negara lain. Kesalahan fatal ini terkesan terlambat ketika China mulai mengambil sikap agresif terhadap keputusan Amerika Serikat yang menyatakan bahwa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku adalah milik Jepang di bawah kekuasaan Okinawa. Pada akhirnya kelemahan-kelemahan dari pemerintahan China sendirilah yang melemahkan posisi China dalam sengketa Kepulauan Diaoyu atau


(38)

Sengkaku.(http://teguhtimur.com/2012/10/06/mengapa-jepang-menabur-sengketa-Di tinjau dari segi faktor sosio-ekonomis, China dan Jepang jelas memiliki kepentingan yang sangat tinggi atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku, mengingat cadangan minyak bumi yang melimpah di daerah tersebut, di tengah dua negara yang miskin sumberdaya alam dan haus akan kebutuhan energi. Dari hal tersebut, tampak jelas bahwa China dan Jepang tampak seperti dua negara yang sedang memperebutkan bukan hanya kedaulatan melainkan faktor ekonomi yang membayangi dari Kepulauan Diaoyu atau Senkaku.

Sengketa Kepulauan Diaoyu antara Jepang dan China masih terus berlangsung hingga saat ini. Puncak ketegangan antara Jepang dan China ialah saat Jepang pada Agustus 2012 menasionalisasi kepulauan tersebut dengan cara membeli Kepulauan Senkaku dari pemilik swasta Jepang, tindakan ini dianggap sebagai tindakan provokasi bagi China. Akibat hal tersebut kapal China dengan Jepang saling baku tembak meriam air di wilayah tersebut. Tak jarang pula baik Jepang maupun China saling menangkap nelayan dari kedua negara tersebut yang sedang berlayar di perairan wilayah senkaku. Dalam forum sidang PBB , kedua menteri luar negeri China dan Jepang sempat mengadakan dialog mengenai konflik Kepulauan Senkaku, tetapi pada akhirnya tidak menemukan hasil.

Selain SDA yang melimpah di Kepulauan Senkaku, nilai strategis Kepulauan Senkaku pun perlu dipertimbangkan. Letak geografis Kepulauan Senkaku diprediksikan dapat memberikan keuntungan bagi Cina dan Jepang baik di bidang ekonomi maupun pertahanan. Baik China maupun Jepang sadar betul bahwa Kepulauan Senkaku dapat membawa dampak yang besar bagi keduanya. Keduanya dapat memperbesar dan memperkuat masing-masing negaranya. Yang


(39)

menjadi menarik disini ialah bahwa kedua negara tersebut sama-sama ingin menjadikan Senkaku sebagai basis militer demi membangun pertahanan akan ancaman yang datang juga dari kedua negara tersebut. (http://www.seniberpikir.com/konflik-kepulauan-senkaku-antara-cina-jepang/)

Tidak mudah menyelesaikan permasalahan Sengketa Pulau Diaoyu atau Sengkaku apabila Jepang dan China tetap teguh pada pendirian masing-masing yang berlawanan satu dengan yang lain. China dan Jepang dalam hal ini mengambil langkah yang normatif, yaitu mempertahankan status quo, yang menjadikan China dan Jepang tidak mampu mengeksplorasi kekayaan alam yang ada di wilayah Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tanpa persetujuan dari kedua belah pihak.

3.4 Analisis Penyelesaian Masalah

Dua bom atom yang dijatuhkan pihak sekutu di dua kota besar di Jepang Hiroshima dan Nagasaki menjadi pertanda berakhirnya Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang sebagai pihak yang kalah menandatangi beberapa perjanjian damai dengan sekutu. Jepang harus mengganti rugi kerugian akibat perang yang mereka timbulkan. Beberapa perwira dan pejabat pemerintahan Jepang juga harus bertanggungjawab atas kekejaman yang terjadi selama selama Perang Dunia II. Hideaki Tojo yang menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang selama Perang Dunia II dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas Perang Dunia II didakwa oleh Mahkamah Internasional


(40)

sebagai Penjahat Perang kelas A dan mendapat hukuman mati. Jepang bertanggung jawab dan melaksanakan seluruh isi perjanjian Postdam dan San Fransisco yang mereka tandatangani sebagai akhir dari Perang Dunia II. Tetapi bagaimana pertanggungjawaban pemerintah Jepang terhadap para korban-korban perang seperti praktek perbudakan seksual Jugun ianfu dan korban pembantaian Nanking?

Pemerintah Jepang hingga saat ini masih tidak mengakui keterlibatannya dalam praktek perbudakan seksual di masa Perang Asia Pasifik. Pemerintah Jepang berdalih Jugun Ianfu dikelola dan dioperasikan oleh pihak swasta. Pada kenyataannya Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem jugun ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang. Tetapi Pemerintah Jepang menolak meminta maaf secara resmi kepada para jugun ianfu. Kendatipun demikian Juli 1995 Perdana Menteri Tomiichi Murayama pernah menyiratkan permintaan maaf secara pribadi, tetapi tidak mewakili negara Jepang. Tahun 1993 Yohei Kono mewakili sekretaris kabinet Jepang memberikan pernyataan empatinya kepada korban Jugun Ianfu. Namun pada Maret 2007 Perdana Menteri Shinzo Abe mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menyanggah keterlibatan militer Jepang dalam praktek sistem perbudakan seksual.

Juli 1995 Asian Women’s Fund (AWF) didirikan oleh organisasi swasta Jepang. Organisasi ini dituduh sebagai “agen penyuap” untuk meredam protes masyarakat Internasional dan tidak mewakili pemerintah Jepang secara resmi.


(41)

Seperti halnya jugun ianfu, Jepang juga menolak bertanggung jawab atas kekejaman dan Pembantaian manusia yang terjadi di Nanking.. Walaupun sudah banyak bukti dan fakta yang terungkap dibalik Pembantaian Nanking, Pemerintah Jepang tetap membantah seluruh bukti tersebut dan menolak untuk untuk meminta maaf khusus terhadap masyarakat China atas pembantaian manusia yang terjadi di Nanking di penghujung Perang Dunia II.

Jika Belum adanya iktikad baik pemerintah Jepang meminta maaf dan bertanggung jawab kepada masyarakat China atas segala kekejaman dan kebrutalan tentara-tentara Jepang terhadap peristiwa jugun ianfu dan Pembantaian Nanking maka tidak akan berhenti protes dari masyarakat China terhadap Jepang disetiap kunjungan Perdana Menteri Jepang ke kuil Yasukuni.

Jepang harusnya mengikuti jejak negara aliansinya selama Perang Dunia II, Jerman dan Italia yang sudah meminta maaf kepada dunia Internasional dan kepada korban-korban kekejaman mereka selama Perang Dunia II. Jepang harus berani mengakui segala kebrutalan dan kekejaman yang terjadi selama perang Asia Pasifik, dan bertanggung jawab serta meminta maaf atas segala tindakannya selama Perang Dunia II khususnya permintaan maaf kepada masyarakat China yang menerima banyak kekejaman dari tentara-tentara Jepang.

Masalah sengketa Pulau Diaoyu antara Jepang dan China, kedua pihak harus menemukan solusi agar masalah tersebut tidak berlarut-larut. China yang sebelum 1972 tidak terlalu memusingkan kepulauan Diaoyu atau Sengkaku berada di bawah yurisdiksi Okinawa menjadi lebih agresif mengklaim setelah tahun 1972


(42)

China atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang kaya akan sumber daya alam, khususnya minyak bumi dan gas alam.

Secara historis China adalah pemilik kepulauan tersebut mengingat Kepulauan Diaoyu atau Senkaku pertama kali dimiliki oleh China, dan bahkan pernah berada di bawah yurisdiksi Taiwan sebagai salah satu provinsi dari Kekaisaran China. Akan tetapi, sikap defensif dan acuh tak acuh pemerintah China sebelum tahun 1972 menjadikan China berada pada posisi yang sulit untuk kembali mengklaim kepemilikan atas kepulauan tersebut, mengingat Jepang memiliki perspektif sendiri yang juga cukup kuat untuk mengklaim kepemilikan kepulauan Diaoyu atau Sengkaku.


(43)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Yasukuni Jinja adalah kuil agama Shinto yang didirikan bertujuan untuk memperingati dan menghormati prajurit-prajurit kekaisaran yang gugur dalam perang Boshin. Kemudian berganti nama menjadi Kuil Yasukuni pada 1879 dan ditetapkan oleh Kaisar Jepang sebagai kuil peringatan untuk arwah korban perang yang mati demi kekaisaran Jepang.

Setelah Perang Dunia II berlalu, terjadi protes penolakan China menolak kunjungan Perdana menteri Jepang ke Kuil peringatan Yasukuni. China menganggap Kuil Yasukuni adalah representasi dari masa imperialisme Jepang selama Perang Dunia II dan tempat disemayamkannya juga para Penjahat perang yang turut bertanggung jawab atas segala kekejaman dan kebrutalan tentara Jepang selama invasi di China. China memprotes kunjungan yang dilakukan Para Perdana Menteri Jepang dikarenakan China mengganggap tidak layak para penjahat perang yang disemayamkan di Kuil Yasukuni mendapat penghormatan khususnya dari seorang kepala pemerintahan.

Kontroversi Kuil Yasukuni mulai mendapat perhatian dunia internasional sejak Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi mendatangi Kuil Yasukuni tahun 2001. Gelombang protes dari masyarakat China terhadap kunjungan


(44)

Koizumi ke Kuil Yasukuni tidak membuatnya berhenti mengunjungi kuil tersebut. Itu dibuktikannya dengan setiap tahun di masa pemerintahannya Koizumi selalu mengunjungi kuil Yasukuni.

Protes yang dilakukan masyarakat China dan juga pemerintah China terhadap kunjungan para Perdana Menteri Jepang ke Kuil Yasukuni bukan hanya semata karena Yasukuni merupakan lambang dari Imperialisme Jepang selama Perang Dunia II tetapi juga merupakan bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat China terhadap pemerintahan Jepang yang menolak bertanggung jawab atas keterlibatannya terhadap sebuah sistem perbudakan seksual jugun ianfu dan membantah adanya pembantaian orang-orang China di Kota Nanking yang menyengsarakan orang-orang China selama Perang berlangsung.

Berdirinya Asian Women’s Fund oleh pihak swasta Jepang yang bertujuan

untuk memberikan kompensasi kepada para korban jugun ianfu tidak cukup mengobati kekecewaan masyarakat China terhadap pemerintah Jepang. Penolakan pemerintah Jepang untuk meminta maaf secara resmi kepada para korban jugun ianfu dan Pembantaian Nanking menambahkan lagi kekecewaan masyarakat dan pemerintah China kepada Jepang. Hal ini menjadi menyebab hubungan diantara kedua negara ini menjadi dingin.

Sengketa kepemilikan kepulauan Diaoyu atau Sengkaku yang masih berlangsung hingga sekarang menjadi faktor yang membuat hubungan Jepang-China semakin tidak harmonis. Sangat sulit untuk menentukan siapa pemilik yang paling layak atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku, mengingat perspektif dari dua negara yang berkonflik tersebut sama-sama kuat dan memiliki kelemahan antara


(45)

yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, jika berbicara dengan pendekatan historiografi yang mencakup sejarah-sejarah faktual, China akan mendapatkan satu poin plus yang akan mendukung yurisdiksinya atas kepemilikan kepulauan tersebut.

4.2 Saran

Sebagai dua negara vital di Asia, tentu harapan yang diinginkan adalah perdamaian di antara kedua negara ini, mengingat peperangan hanya akan membawa duka dan sengsara, tidak hanya bagi China dan Jepang, melainkan bagi negara-negara lain yang sangat bergantung pada dua negara tersebut.

Jepang harus secara berani mengaku segala tindakan yang sudah mereka lakukan pada masa invasi mereka di Perang Dunia II dan meminta maaf kepada korban-korban perlakuan kejam mereka saat penjajahan mereka di Asia Pasifik khususnya kepada China yang merupakan negara tetangga dekat dengan Jepang.

Untuk permasalah sengketa kepemilikan pulau Diaoyu antara Jepang dan China diharapkan kedua negara perlu untuk lebih proaktif mengadakan dialog ataupun mengadakan perjanjian bilateral yang bersifat win-win solution diantara kedua negara. Hal ini penting, dalam rangka menciptakan keamanan regional yang baik, di tengah kemajuan pesat negara-negara Asia sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia diabad ke-21 ini.


(46)

BAB II

TINJAUAN UMUM KUIL YASUKUNI DAN HUBUNGAN

DIPLOMATIK JEPANG DAN CHINA

2.1 Sejarah Kuil Yasukuni

Agama Shinto sebenarnya adalah sebuah kepercayaan kuno yang berasal dari animisme dan dinamisme. Layaknya suatu kepercayaan yang berakar dari animisme, Shinto sama sekali tidak memiliki ajaran khusus yang harus dipelajari. Shinto juga tidak memiliki kitab suci, simbol, kiblat dan juga nabi sebagai penemu atau penyebar agama pertama kali, jadi Shinto lahir dan berkembang secara alami di masyarakat. Tempat suci agama Shinto pada awalnya tidak memiliki bangunan. Mulai didirikan bangunan berupa kuil sebagai tempat penyembahan pada abab 6 akibat pengaruh dari agama Buddha yang mulai masuk.

Kuil kuno Ise dan kuil Izumo Taisha yang terletak di barat daya dan di timur laut kepulauan Jepang adalah beberapa dari kuil Shinto yang masih berdiri dan dilestarikan hingga sekarang. Kuil Shinto yang paling terkenal adalah Kuil Itsukushima yang terletak di Pulau Miyajima, tak jauh dari kota pelabuhan Hiroshima. Kuil ini merupakan salah satu tujuan turis paling populer di Jepang, baik turis lokal maupun asing, lantaran torii-nya yang mengambang di atas laut.


(47)

Pada masa Restorasi Meiji (1868-1912) Shinto akhirnya ditetapkan menjadi agama negara (Kokka Shinto). Penetapan ini menyatakan bahwa Kaisar adalah perwujudan Amaterasu Omikami (Dewa Matahari) sehingga Kaisar dianggap orang paling penting di seluruh Jepang. Tidak ada yang berani membantah titah Kaisar karena takut akan mengusik dewa. Pengesahan Kokka Shinto menjadi agama negara juga berdampak terhadap beberapa kuil Shinto di Jepang yang beralih fungsi menjadi Kuil Negara Utama Shinto.

Kuil Yasukuni merupakan salah satu dari puluhan memorial perang yang didirikan di seluruh Jepang sebagai bagian dari program Shinto Agama Negara dan menjadi Kuil Negara Utama Shinto di era Restorasi Meiji. Kuil Yasukuni terdapat di distrik Chiyoda, Tokyo. Distrik Chiyoda adalah salah satu dari 23 distrik Istimewa yang terdapat di Tokyo. Di tengah-tengah kota Chiyoda terdapat Istana Kekaisaran Tokyo. Chiyoda ini juga merupakan pusat pemerintahan dan birokrasi. Gedung Parlemen Jepang, Mahkamah Agung Jepang, Kantor Perdana Menteri Jepang, dan kantor-kantor kementerian berada di kota Chiyoda. Pusat elektronik terbesar di Jepang Akihabara juga terdapat di distrik Chiyoda.

Kuil Yasukuni adalah kuil yang dedikasi bagi para serdadu yang tewas dalam perang Boshin (1868-1869), yakni perang saudara di Jepang antara pasukan yang loyal kepada Tokugawa dan kekuatan yang ingin mengembalikan kekuasan tertinggi kembali ke tangan kaisar. Kuil-kuil jenis ini semula banyak terdapat di Jepang. Namun pada tahun 1879, Kaisar Jepang menetapkan Kuil Yasukuni sebagai kuil resmi dan utama bagi penghormatan arwah para tentara yang gugur di medan perang demi kekaisaran Jepang seiring dengan diubahnya nama Tōkyō


(48)

Nama Yasukuni dikutip oleh Kaisar Meiji dari sebuah kutipan dari era klasik teks Cina Zuo Zhuan yang secara harafia memiliki arti ‘menenangkan bangsa’ atau ‘mendamaikan negara’.

Konflik Keterangan Tahun Total

diabadikan Perang Boshin dan

restorasi Meiji

Perang saudara di Jepang 1867-1869

7.751

Pemberontakan Satsuma

Perang saudara 1877 6.971

Ekspedisi Taiwan 1874

Konflik dengan orang Paiwan (penduduk asli Taiwan)

1874 1.130

Insiden Imo Konflik dengan Tentara pemberontakan Joseon memperebutkan Korea

1882 Lebih dari 10

Perang Sino-Jepang Pertama

Konflik dengan Dinasti Qing memperebutkan korea 1894– 1895 13.619 Pemberontakan Boxer

Invasi Aliansi delapan negara ke China 1901 1.256

Perang Rusia-Jepang Konflik dengan kekaisaran Rusia mengenai Korea dan Manchuria

1904-1905

88.429

Perang Dunia I Konflik dengan kekaisaran Jerman mengenai Laut Tengah dan Shandong

1914– 1918

4.850

Pertempuran Qingshanli

Konflik dengan tentara pembebasan Korea 1920 11

Insiden Jinan Konflik dengan koumintang mengenai Jinan 1928 185 Insiden Mukden Awal kependudukan di Manchuria 1931–

1937

17.176

Perang Cina-Jepang Kedua

Konflik dengan China 1937–

1941


(49)

Di bawah ini daftar konflik dimana Jepang ikut serta, keterangan konflik secara kronologis dan jumlah korban tewas yang juga diabadikan sebagai Kami

2.2 Fungsi Kuil Yasukuni

Kuil Yasukuni adalah salah satu kuil peringatan perang di Jepang yang didirikan atas perintah kaisar. Kuil Yasukuni sendiri khusus didedikasikan bagi Kami para tentara atau mereka yang tewas dalam peperangan untuk membela Kekaisaran Jepang dalam perang Boshin (1868-1869), yakni perang saudara di Jepang antara pasukan yang loyal kepada Tokugawa dan kekuatan yang ingin mengembalikan kekuasan tertinggi ke tangan kaisar

Sesuai kepercayaan Shinto, Kami para tentara, atau mereka yang diabadikan di kuil Yasukuni, berkumpul di Kuil Yasukuni meski jasad atau abu mereka berada di tempat lain. Sehingga kompleks kuil Yasukuni bukannya berisikan makam atau abu para tentara tersebut. Kuil Yasukuni yang berdiri di atas tanah seluas 6.25 hektare atau sekitar tiga kali lapangan bola ini hanya berisikan kuil pemujaan dan bangunan serta patung-patung memorial.

Secara fisik, Kuil Yasukuni tak berbeda dibandingkan ribuan kuil Shinto lainnya yang ada di Jepang. Seperti layaknya kuil Shinto, Kuil Yasukuni juga memiliki gerbang khas di pintu masuk kompleks kuil, atau disebut torii. Khusus Yasukuni, torii di kuil ini adalah kuil torii yang terbesar seantero Jepang. Perang Dunia II

(Perang Pasifik, termasuk Perang Indochina Pertama)

Konflik dengan Sekutu Perang Dunia II dan keterlibatan dalam perang pasifik (termasuk penjahat perang kelas A,B & C dan korban kerja paksa Jepang di Uni soviet) juga konflik dengan Prancis

1941– 1945 1945-..

2.133.915


(50)

Tingginya mencapai 25 meter dan lebarnya 34 meter. Karena itulah disebut Daiichi Torii atau Great Gate.

Seperti halnya kuil-kuil pemujaan agama shinto, di dalam kompleks kuil Yasukuni juga terdapat bangunan aula pemujaan (haiden). Aula pemujaan (haiden) digunakan oleh pengunjung yang datang ke kuil Yasukuni untuk berdoa dan memberikan sesajen.

Dibelakang dari aula pemujaan (haiden) terdapat bangunan yang disebut dengan Kuil Utama (honden). Kuil Utama (honden) adalah tempat diabadikannya semua Kami dan dilakukannya ritual Shinto. Gedung ini biasanya tidak dibuka untuk umum. Dibelakang dari Kuil Utama (honden) juga masih terdapat sebuah bangunan kuil yang disebut Reijibo Hōanden. Di Gedung ini disimpan Register Jiwa Simbolis yaitu sebuah buku yang terbuat dari kertas Jepang yang mencatat semua Kami yang diabadikan dan dipuja di Kuil Yasukuni.

Selain dari ketiga bangunan kuil utama Yasukuni, di dalam kompleks kuil ini juga terdapat kuil kecil yang disebut Motomiya (元宮). Kuil kecil ini awalnya didirikan secara rahasia di Kyoto oleh simpatisan pendukung kekaisaran yang tewas pada minggu-minggu pertama perang saudara semasa Restorasi Meiji. Pada tahun 1931, kuil ini dipindahkan ke selatan kuil utama Yasukuni.

Berada persis di sebelah selatan Kuil Motomiya terdapat juga kuil Chinreisha. Kuil Chinreisha yang didirikan pada tahun 1965 ini berfungsi sebagai tempat untuk arwah korban perang yang tidak diabadikan di Kuil Utama (honden). Para korban yang dari tentara Tokugawa dan pasukan pemberontak yang tewas dalam Perang Boshin atau Pemberontakan Satsuma Rebellion dianggap musuh Kaisar.


(51)

Sehingga mereka tidak diabadikan di Kuil Utama (honden) Yasukuni melainkan diabadikan di Kuil Chinreisha yang terdapat di dalam kompleks Kuil Yasukuni. Kuil Chinreisha didedikasikan untuk korban tewas dalam perang atau konflik di seluruh dunia, tanpa memandang kebangsaan.

Selain bangunan kuil pemujaan, di dalam kompleks kuil Yasukuni terdapat beberapa patung dan bangunan memorial perang. Beberapa monumen memorial yang terdapat di dalam kompleks Yasukuni antara lain

- Patung Janda Perang yang didedikasikan untuk menghormati para ibu yang membesarkan anak-anak mereka seorang diri akibat suami mereka tewas dalam perang.

- Patung Seekor Anjing, Seekor Kuda, dan Seekor Merpati Pos. Ketiga patung perunggu berukuran sebenarnya ini disumbangkan pada tiga kesempatan berbeda pada paruh pertama abad ke-20. Patung pertama yang disumbangkan adalah patung kuda yang diletakkan di Kuil Yasukuni pada tahun 1958 untuk menghormati kuda-kuda yang mati berjasa untuk tentara Jepang. Patung merpati pos dan bola dunia dimaksudkan untuk mengenang merpati pos yang mati berjasa untuk tentara. Patung terakhir, berupa patung seekor anjing, disumbangkan pada tahun 1992. Patung anjing ini untuk memperingati anjing gembala Jerman yang mati berjasa untuk tim anjing tentara Jepang.

- Patung penerbang Kamikaze adalah patung perunggu yang berwujud penerbang kamikaze yang didirikan di sebelah kiri pintu masuk Yūshūkan.


(52)

Memorial Perdamaian Tokk tai pada tahun 2005. Patung ini mendaftar 5.843 penerbang yang tewas melakukan serangan bunuh diri terhadap kapal-kapal angkatan laut Sekutu semasa Perang Dunia II.

- Patung mura Masujir yang merupakan karya Okuma Ujihiro pada tahun 1893. Patung ini adalah patung pertama gaya barat di Jepang. Dididirikan untuk mengenang mura Masujir , seorang tokoh militer yang dikenal sebagai "Bapak Tentara Jepang Modern”.

- Monumen Hakim Radha Binod Pal : Monumen ini didirikan di Kuil Yasukuni pada tahun 2005. Kuil ini menghormati hakim berkewarganegaraan India Radha Binod Pal yang berdinas untuk Pengadilan Militer Asia Timur Jauh. Hakim Radha Binod Pal adalah satu-satunya hakim yang menyatakan semua terdakwa penjahat perang Jepang tidak bersalah.

Di dalam Kompleks Kuil Yasukuni terdapat juga sebuah Yūshūkan. Museum ini dibangun pada tahun 1889. Di tempat ini disimpan beberapa peninggalan perang yang menunjukkan keberanian dan kemulian orang-orang yang meninggal dalam peperangan, seperti pesawat Fighter Zero yang digunakan para pilot kamikaze dalam melakukan aksi bunuh diri dengan cara menabrakan pesawat mereka ke kapal-kapal induk sekutu semasa Perang Dunia II.

Seperti halnya kuil Shinto lainnya, Kuil Yasukuni juga mengadakan banyak festival (matsuri) dalam satu tahun. Kegiatan rutin ini juga menjadi salah satu daya tarik para turis yang datang ke Kuil Yasukuni. Beberapa perayaam tahunan di Kuil Yasukuni :


(53)

1 Januari - Shinnensai (Festival Tahun Baru)

Februari 11 - Kenkoku Kinensai (National Foundation Day) HUT hari yang pertama di Jepang, Kaisar Jinmu dikatakan telah mendirikan bangsa Jepang.

Februari 17 - Kinensai (Spring Harvest Festival)

April 21-23 - Shunki Reitaisai (Festival Tahunan Musim Semi)

April 29 - Showasai (Showa Festival) ulang tahun Kaisar Showa

29 Juni - Gosoritsu Kinenbisai (Founding Day) Peringatan pendirian Yasukuni Jinja

13-16 Juli - Mitama Matsuri - Sebuah perayaan pertengahan musim panas roh para leluhur. Entri berjalan yang dihiasi dengan 40 kaki tembok tinggi dari 29.000 atau lebih lentera, dan ribuan pengunjung datang untuk memberikan

penghormatan kepada mereka yang kehilangan sanak keluarga dan teman-teman.

17-20 Oktober - Shuki Reitaisai (Festival Tahunan musim gugur)

November 3 - Meijisai (Kaisar Meiji's Birthday)

November 23 - Niinamesai (Festival Buah Pertama)

Desember 23 - Tenno gotanshin Hoshukusai (Birthday of current Tenno)

Pertama, 11 dan hari ke 21 setiap bulan - Tukinamisai


(54)

2.3 Perkembangan Hubungan Diplomatik Jepang dengan China

China dipercaya sudah didiami oleh manusia sekitar 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban China berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Dinasti Xia (2100 SM-1600 SM) adalah dinasti yang menjadi awal peradaban dinasti kuno di China. Kebudayaan China memiliki usia yang sudah sangat tua. Peradaban China dipercaya lebih tua dan lebih maju dari peradaban Mesopotamia dan Mesir Kuno. Walaupun kebudayaan bangsa China sudah ada sejak lama tetapi masyarakat China masih terus menjaga hingga sekarang ini. Karena kebudayaan yang sudah tua tersebut tetap terjaga sehingga tidak mengherankan apabila kebudayaan China merasuk dan mempengaruhi negara-negara di sekitarnya termasuk Jepang.

China dan Jepang adalah negara serumpun di daerah Asia Timur. Selain memiliki ras manusia yang sama, beberapa kebudayaan Jepang memiliki kemiripan dengan kebudayaan China. Kemiripan ini dikarenakan masyarakat Jepang yang melakukan akulturasi kebudayaan antara kebudayaan China dan kebudayaan asli Jepang. Kemajuan yang dialami Jepang selama masa prasejarah tidak lepas dari orang-orang Tairiku (China) yang datang melancong ke Jepang.

Hubungan kerjasama antara Jepang dan China sudah berlangsung dari abab ke 3 masehi yaitu di zaman Yayoi di Jepang. Jepang mengalami lompatan kebudayaan akibat masuk teknologi pertanian yang dibawa oleh pendatang dari


(55)

Tairiku (China). Beberapa sarjana beranggapan nenek moyang masyarakat bangsa Jepang sekarang ini adalah merupakan perpaduan antara pendatang dari Tairiku (China) dan masyarakat asli yang sudah lebih dahulu tinggal di Jepang. Pada zaman Jomon, masyarakat Jepang yang hanya mengenal peralatan dari batu dan tanah liat sudah mulai diperkenalkan mengunakan peralatan dari logam yang dibawa oleh pendatang dari China.

Memasuki masa Yayoi masyarakat Jepang sudah dikenalkan dengan peralatan-peralatan pertanian. Pada zaman Yayoi adalah fase perkembangan dari zaman Jomon dimana masyarakat Jepang mulai meninggalkan peralatan dari batu dan tanah liat dan mulai menggunakan teknologi yang terbuat dari logam. Pada zaman Yayoi segala pembuatan alat-alat yang terbuat dari tanah liat seperti keramik sudah sangat halus dikarenakan teknologi yang masuk dari daratan China.

Dengan masuknya para pendatang yang datang dari China mengakibatkan terjadinya perubahan pola kehidupan masyarakat Jepang, dengan mulai dikenal masyarakat pertanian. Masyarakat Jepang yang hidup dengan berburu pada zaman Jomon sudah mulai meninggalkannya dan beralih kepada pertanian karena hasil pertanian cukup untuk memenuhi kehidupan kelompok yang hidup dalam jumlah yang banyak dan hasil dari pertanian seperti padi dapat di simpan dalam waktu yang lebih lama.

Karena pertanian dapat menjamin pendapatan yang tetap sehingga masyarakat dapat tinggal bersama dalam skala yang relatif besar dibandingkan masyarakat berburu. Hal ini juga mengakibatkan munculnya strata sosial dalam masyarakat tersebut. Perkembangan ini melahirkan adanya orang kaya dan orang


(56)

miskin, orang berkuasa dan orang tidak berkuasa. Kemudian juga memunculkan status Tuan atau Raja dan dipihak lain muncul status pekerja dan budak. Stara sosial seperti diatas tidak akan ditemui di dalam masyarakat berburu.

Tidak hanya memuncul masyarakat pertanian, teknologi yang dibawa oleh para masyarakat Tairiku juga memunculkan masyarakat nelayan. Masyarakat Jepang juga memilih menjadi nelayan dan meninggalkan berburu karena laut juga menjanjikan suatu penghidupan yang sama baiknya dengan pertanian. Jepang yang memiliki luas laut yang lebih luas dari pada daratan membuat masyarakat Jepang mulai melirik hasil-hasil laut. Masyarakat Jepang melihat potensi yang sangat menjanjikan dari laut seperti ikan, rumput-rumput lain yang bisa dikomsumsi dan jenis-jenis kerang dan mutiara yang bisa digunakan sebagai perhiasan.

Pada pertengahan abad ke 4 hingga 6 di daerah Yamato atau daerah Nara muncul penguasa besar yang hampir menguasai seluruh Jepang. Pemerintahan itu disebut Yamato Chotei dan rajanya disebut dengan Tenno. Pada abad 5 kerajaan Yamato Chotei mulai membuka hubungan diplomatik antara Jepang dengan pemerintahan daratan China dan Kudara (Korea). Sehingga mulai masuk ke Jepang teknologi perkayuan, pengolahan benang sutra dan juga mulai masuk agama Budha, Konfuchu, Taoisme dan ilmu pengetahuan lainnya yang menjadi dasar ilmu pengetahuan di Jepang.

Jepang juga meniru sistem pemerintahan China. Nakatomi Nokamatari adalah tokoh yang memulai sistem pemerintahan seperti kekaisaran China dengan membuat reformasi Taika dan membuat undang-undang Taihounoritsuryou.


(57)

Dalam Taihounoritsuryou ditetapkan pemikiran kochikomin yaitu bahwa tanah dan warga adalah dibawah kekuasaan pemerintahan pusat. Kemudian para keluarga bangsawan menjadi pengawai pemerintahan pusat yang bertugas di daerah maupun di pusat. Dengan adanya undang-undang Taihounoritsuryou menjadi bukti masyarakat Jepang sudah mengenal tulisan. (Situmorang.2009:11-12)

Huruf China dan bahasa Cina dibawa oleh seorang sarjana Korea yang bernama Wani sebagai perantara lalu orang Jepang mengadopsi tulisan dari Cina tersebut. Pada awalnya Wani mengajarkan tentang huruf Cina di Jepang, tetapi dalam perkembangannya Wani juga mengajarkan bahasa Cina di Jepang karena banyak yang mempelajari dan memang belum ada sistem penulisan di Jepang. Jepang menggunakan tulisan Cina tersebut dengan menggunakan dua cara, yaitu cara fonetis dan cara ideografis. Dalam cara fonetis orang Jepang menulis dan membaca kata-kata Jepang yang ditulis oleh huruf Cina dan dengan bunyi yang sama namun dengan ucapan Jepang, pada awalnya terjadi kekacauan karena masih sulit berdaptasi dengan orang Jepang namun lama-kelamaan mengalami perkembangan ke arah yang sempurna karena tiap kata Jepang dapat dituliskan dengan baik.

Bahasa dan tulisan yang berasal dari Cina ini dijadikan bahasa dan tulisan resmi di Jepang pada masa itu. Huruf yang dipakai masa itu adalah huruf kanji dengan tulisan Manyogana, yaitu tulisan huruf kanji dengan struktur tulisan bahasa China. Hingga pada abad ke 9 lahirlah huruf Jepang yang disebut dengan Katakana dan Hiragana. Dengan ditemukan huruf katakana dan hiragana ini


(58)

mendorong kemajuan dan kemampuan membaca dan menulis di kalangan masyarakat Jepang.

Hubungan yang baik terus berlanjut antara kaisar Jepang dan Dinasti Tang yang berkuasa di China di abad 9. Jepang mulai mengirim utusan-utusannya untuk belajar ke China agar ilmu yang mereka dapat di China dapat dibagikan dan diterapkan di Jepang. Bukti lain hubungan baik antara kekaisaran Jepang dan Kekaisaran China adalah saat Kekaisaran Mongol dibawah kekuasaan Kubilai Khan melakukan Invasi ke Jepang. Tentara Kerajaan Mongol yang sebagian juga adalah pasukan China mengalami kekalahan oleh pasukan Samurai Kaisar Jepang. Atas perintah Kaisar Jepang untuk membebaskan pasukan-pasukan Tang (China) karena Kaisar Jepang memiliki hubungan baik dengan Dinasti Tang di China. Sedangkan tentara Mongol semuanya dihukum penggal. Hubungan baik antara Jepang dan China membuat kebudayaan China dapat bebas masuk ke Jepang. Masyarakat Jepang mulai menikmati kebudayaan dari China khususnya masyarakat golongan atas atau bangsawan.

Memasuki akhir abad ke 9 Pada zaman Heian berkembang berbagai macam kebudayaan lokal. Pengaruh budaya China surut sejalan dengan dengan kemunduran dinasti Tang di China. Atas usul dari Sugawara no Michinaze, pengiriman utusan resmi ke Cina pun dihentikan. Pengiriman terakhir utusan Jepang ke Dinasti Tang berlangsung pada tahun 838. Pemerintahan Jepang yang dipimpin keshogunan fokus mengembangkan kebudayaan lokal. Para Shogun yang berkuasa di Jepang menginginkan kebudayaan lokal lebih berkembang di Jepang daripada kebudayaan pendatang seperti kebudayaan China. Keshogunan Tokugawa di zaman Edo hingga membuat kebijakan isolasi atau menutup diri.


(1)

Disetujui oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, 26 Oktober 2013 Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP : 19600919 1988 03 1 001


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih, penghargaan dan penghormatan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Amin Sihombing selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan waktu dan tenaga sedemikian besarnya untuk membimbing, memeriksa serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak dan Ibu dosen, serta Staf Pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh


(3)

kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda Madison Silaen dan ibunda Rusmina Pardosi yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada adik-adikku tersayang Rachel Monica Silaen, Tommy Hasiholan Silaen dan Yosafat Goklas Silaen, yang telah mendukung dan senantiasa memberikan semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

7. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dalam segala hal sampai berakhirnya studi ini.

8. Seluruh rekan – rekan seperjuangan stambuk 2009, Febro Star SS, Erick Setiawan SS, Odie Permana Bangun SS, Riko Ananda Putra, Teuku Naufal, Donny, Dasril, Nugraha Alimurty, Marko Munthe, Barkah Sirait, Zivo Loise, Johan Bimbo, M. Fauzan, Emmanuella Sinuhaji SS, Juwita C. Damanik SS, Lasmaria Magdalena SS, Icha, Rohana, Ayu Erviana, Yohana Siskawati SS, Shary Ramadhani SS dan teman-teman 2009 lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu senantiasa memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Kohai-kohai yang tergabung dalam The Pendopo’s Gank Ibrahim Nur a.k.a Baim Iki, Ridho Handoko, Budi Setiawan, Rauf Mazarie, Pandi Steel, Jefri Mahalim Sitepu, Ferdian Liem, Tira Mahardika, M. Risky,


(4)

Barry, Freico “Cico”, Dila, Pedro, Liska, Echa, Dian, Chusam, Putti, Doddy, Rasyid, Rio Ginting, Aprilandri, Kevin Panggabean, Grace, Dwinta Anindya Azzahra a.k.a Dhea, Ruth Ambarita, Kristina Simanjuntak dan kohai-kohai stambuk 2010-2013 lainnya yang selalu mengingatkan dan memberi semangat penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan anda semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca khususnya mahasiswa/ mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera lainnya.

Medan, Desember 2013 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... 7

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 8

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori ... 9

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 12

BAB II. TINJAUAN UMUM KUIL YASUKUNI DAN HUBUNGAN DIPLOMATIK JEPANG DAN CHINA 2.1 Sejarah Kuil Yasukuni ... 14

2.2 Fungsi Kuil Yasukuni ... 17

2.3 Perkembangan Hubungan Diplomatik Jepang dan China ... 22

BAB III. ANALISIS KONTROVERSI KUIL YASUKUNI DAN PENOLAKAN CHINA TERHADAPNYA 3.1 Jugun Ianfu ( 従軍慰安婦 ) ... 33


(6)

3.3 Sengketa Kepemilikan Pulau Diaoyu atau Senkaku ... 52

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 62 4.2 Saran ... 64

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK