Pengaruh Gelombang dan Arus Permukaan Laut Yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu

(1)

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT

YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

MUCHAMAD GUFRON C54070049


(3)

yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NYOMAN METTA

NYANAKUMARA NATIH dan ADRIANI SUNUDDIN.

Di ekosistem laut, faktor fisik yang memengaruhi distribusi antar spesies dari pesisir hingga laut lepas adalah salinitas, suhu, dan pergerakan massa air. Di ekosistem terumbu karang, komunitas ikan terumbu merupakan biota yang terlihat jelas kelimpahan, keanekaragaman dan peranannya (baik secara ekologis dan ekonomis) di dalam ekosistem terumbu karang. Keberadaan dan sebaran ikan terumbu di terumbu karang tidak lepas dari pengaruh faktor fisik perairan seperti gelombang dan arus permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

karakteristik gelombang dan arus permukaan yang dibangkitkan angin untuk periode bulan Juni di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu serta menganalisis struktur komunitas ikan terumbu dan keterkaitannya terhadap dinamika

oseanografi permukaan laut.

Parameter yang dikaji dalam penelitian ini adalah angin, dan hidrodinamika permukaan di wilayah terumbu yang dibangkitkan oleh angin (gelombang dan arus permukaan), serta komunitas ikan terumbu. Data angin dan gelombang permukaan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Maritim (BMKG) yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dinamika arus dan gelombang di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Datain situarus permukaan diperoleh dari penelitian Siregar (2009), Setyawan (2008), dan Rachmawati (2010), sedangkan data ikan terumbu diperoleh dari Siregar (2008). Pengukuran arusin situmenggunakan alatfloating dredgesedangkan pengamatan ikan menggunakan sensus visual pada transek sabuk di kedalaman 3-5 meter.

Karakteristik angin selama tiga tahun memiliki kecepatan angin rataan sebesar 2,1-3,6 m/s dan termasuk kategori tenang, namun mampu membangkitkan gelombang dengan tinggi mencapai 0,15 m. Secara umum, dinamika gelombang permukaan selama tiga tahun memiliki frekuensi yang berbanding lurus terhadap tinggi gelombang. Kondisi gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewati perairan tersebut dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap distribusi ikan terumbu yang ada di dalam perairan Kepulauan Seribu.

Secara umum jenis ikan terumbu yang paling umum mendiami perairan Karang Lebar adalah ikan planktivora. Total biomassa ikan di daerahleeward lebih tinggi dibandingkan dengan daerahwindward. Komunitas ikan terumbu menunjukkan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi di Stasiun 1 dan terendah di Stasiun 8, sedangkan nilai indeks dominansi tertinggi di Stasiun 8 dan terendah di Stasiun 1. Hasil analisis koresponden menunjukkan bahwa dinamika arus dan gelombang permukaan, khususnya dibangkitkan oleh angin, memengaruhi sebaran biomassa ikan terumbu khususnya di perairan terumbu yang terpapar (exposed) gelombang..


(4)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor


(5)

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR,

KEPULAUAN SERIBU

MUCHAMAD GUFRON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Gelombang dan Arus Permukaan Laut Yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu Nama Mahasiswa : Muchamad Gufron

Nomor Pokok : C54070049

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si Adriani Sunuddin, S.Pi M.Si NIP. 1965 0614 1991031001 NIP. 1979 0206 2006042013

Mengetahui, Ketua Departemen ITK

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003


(7)

vii

karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul Pengaruh Gelombang Dan Arus Permukaan Laut Yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu Di Karang Lebar, Kepulauan Seribu . Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yaitu Sarjana Ilmu Kelautan.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan terutama: 1. Keluarga tercinta ayah, ibu, dan adik atas do a, dukungan, motivasi, dan

pengertian kepada penulis.

2. Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan.

3. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, Fadhilah Rahmawati, dan Edy Setyawan selaku sumber data pada penelitian ini.

4. Fisheries Diving Club (FDC-IPB) atas pendidikan dan pelatihan yang

diberikan, sehingga memberikan pengalaman yang berharga, khususnya diklat 26 dan 27 FDC sebagai teman seperjuangan secara fisik maupun mental. 5. Seluruh warga ITK terutama ITK angkatan 44 atas dukungan, dan

kebersamaannya.

6. Didit A. Saputra, Arief R., Rr. Niken Ambarsari dan Waode Khairunnisa yang memberikan semangat, arahan, perhatian selama penulis menyelesaikan tugas akhir skripsi.

Semoga hasil karya yang telah dilaksanakan oleh penulis dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan dan ilmu kelautan.

Bogor, Agustus 2012


(8)

viii

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu ... 3

2.2 Karakteristik dan Jenis Gelombang ... 4

2.3 Karakteristik dan Jenis Arus Laut ... 7

2.4 Ekosistem Terumbu Karang ... 8

2.4.1 Karang Terumbu ... 8

2.4.2 Ikan Terumbu ... 9

2.4.2.1 Distribusi Ikan Terumbu ... 9

2.4.2.2 Stuktur Komunitas Ikan Terumbu ... 12

2.5 Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika .. 13

2.5.1 Koefisien Kesamaan (Index of Similatiry) ... 14

2.5.2 Analisis Pengelompokkan (Cluster Analysis) ... 16

2.5.3 Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) ... 16

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Set Data Penelitian ... 20

3.3 Metode Penelitian ... 20

3.4 Analisis Data ... 22

3.4.1 Komunitas Ikan Terumbu ... 22

3.4.1.1 Kelimpahan Ikan ... 22

3.4.1.2 Indeks Ekologi ... 22

3.4.1.2.1 Indeks Keanekaragaman (H ) ... 22

3.4.1.2.2 Indeks Keseragaman (E) ... 23

3.4.1.2.3 Indeks Dominansi (C) ... 23

3.4.1.3 Biomassa Ikan ... 23

3.4.2 Indeks Kesamaan (Index of Similarity) ... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin ... 25

4.2 Karakteristik Hidrodinamika ... 28 4.2.1 Kondisi Gelombang Permukaan Berdasarkan Frekuensi


(9)

ix

dan Tinggi ... 28

4.2.2 Keterkaitan antara Gelombang dengan Kecepatan Arus Permukaan ... 30

4.3 Ekostruktur Komunitas Ikan Terumbu ... 33

4.3.1 Biodiversitas Ikan Terumbu ... 33

4.3.2 Indeks Ekologi ... 39

4.4 Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika di Perairan Karang Lebar ... 41

4.4.1 Pengelompokkan Komunitas Ikan Terumbu ... 41

4.4.2 Keterkaitan antara Komunitas Ikan Terumbu dengan Hidrodinamika Permukaan Laut ... 49

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(10)

x

1. Kriteria pemakaian koefisien kesamaan biner dan kuantitas ... 15 2. Titik koordinat lokasi pengambilan data ... 18 3. Alat dan set data ... 20 4. Jenjang trofik masing-masing famili ikan terumbu di kelompok 4 . 45 5. Kondisi habitat ikan terumbu di Karang Lebar ... 58


(11)

xi 1. Peta Lokasi Penelitian di Perairan Karang Lebar,

Kepulauan Seribu, Jakarta ... 19 2. Diagram Alir Penelitian ... 21 3. Pola Pergerakan Angin Bulan Juni Selama Tiga Tahun

di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara ... 26 4. Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007

2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara ... 28 5. Karakterteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan

Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu ... 31 6. Kelimpahan Ikan Terumbu di Karang Lebar ... 34 7. Profil Arus, Gelombang, Kelimpahan dan BiomassaIkan Terumbu

BerdasarkanTrophic Level di Karang Lebar ... 36 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

di Karang Lebar ... 40 9. Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Famili Ikan Terumbu

di Perairan Karang Lebar ... 42 10. Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Lokasi Pengamatan

Ikan Terumbu di Karang Lebar ... 47 11. Analisis Koresponden Hubungan antara Gelombang dan


(12)

xii

1. Tabulasi Data Angin, Tinggi dan Periode Gelombang

di Teluk Jakarta ... 57 2. Tabulasi Data Arus Permukaan Air Laut di Perairan

Karang Lebar dan sekitarnya ... 66 3. Tabulasi Data Ikan Terumbu yang Teridentifikasi

di Perairan Karang Lebar ... 67 4. Matriks Data Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar ... 72 5. Hasil Keterkaitan Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar .... 73


(13)

1 1.1. Latar Belakang

Keberadaan makhluk hidup dalam suatu ekosistem tidak terlepas dari proses fisik yang berada di lingkungan sekitarnya untuk menunjang metabolisme atau siklus hidup sehari-hari. Pada sistem perairan laut, faktor fisik yang

menghubungkan pola distribusi antar spesies dari pesisir hingga laut lepas adalah salinitas, suhu dan pergerakan massa air (Fulton dan Bellwood 2005). Energi gelombang dan arus merupakan faktor fisik yang penting pada ekosistem pesisir maupun daerah yang dipengaruhi pasang surut.

Ekosistem terumbu karang merupakan perairan yang memiliki ciri khas perairan dangkal dengan berbagai keanekaragaman hayati laut. Hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat keanekaragaman hayati laut yang mendiami daerah ekosistem terumbu karang, seperti: ikan, moluska, udang, teripang, makro-mikro bentik lainnya. Karakteristik energi gelombang dan kecepatan arus memberikan kontribusi penting dalam mengidentifikasi pola penyebaran/ distribusi spesies di ekosistem terumbu karang. Pergerakan transport sedimen, nutrien, larva, plankton dan lainnya yang berada di sekeliling pulau maupun karang tepi disebabkan oleh adanya gerak massa air berupa gelombang dan arus air laut (Loweet al.2005).

Pada ekosistem terumbu karang, komunitas ikan terumbu merupakan biota yang terlihat jelas tingkat kelimpahan, keanekaragaman dan peranan (ekologis dan ekonomis) di dalam ekosistem terumbu karang. Secara umum ikan terumbu memanfaatkan terumbu karang sebagai habitat hidup yang sesuai dalam

melakukan kegiatan sehari-hari berupanursery, spawning¸danfeeding. Siklus hidup dan distribusi ikan terumbu yang terjadi di ekosistem terumbu karang tidak


(14)

lepas dari pengaruh faktor fisik perairan terutama gelombang dan arus. Seringkali faktor fisik yang ekstrim seperti suhu atau energi gelombang dan kecepatan arus bisa menjadi faktor pembatas dalam interaksi ikan terumbu, seperti terjadinya kompetisi ruang, predasi, kematian maupun migrasi massal.

Karang Lebar merupakan salah satu daerah perairan yang memiliki

ekosistem terumbu karang dengan karakteristik pergerakan massa air yang sering berubah-ubah yang berdampak langsung pada kondisi ikan terumbu. Oleh karena itu, diperlukannya kajian mengenai pengaruh gelombang dan arus permukaan yang mempengaruhi komunitas ikan terumbu di perairan Karang Lebar. Sehingga dengan mengetahui karakteristik hidrodinamika terhadap komunitas ikan terumbu, diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian bidang ilmu kelautan selain menunjang aktivitas masyarakat pesisir maupun kelestarian sumberdaya ikan di ekosistem terumbu karang.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji karakteristik gelombang dan arus permukaan yang

dibangkitkan angin untuk periode bulan Juni di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu.

2. Menganalisis struktur komunitas ikan terumbu dan keterkaitannya terhadap dinamika oseanografi permukaan, arus dan gelombang yang dibangkitkan oleh angin.


(15)

3

2.1. Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Negara Republik Indonesia. Secara geografis letak Kepulauan Seribu berada di koordinat 106°20 00 - 106°57 00 BT dan 5°10 00 - 5°57 00 LS. Kepulauan Seribu berbatasan langsung dengan Laut Jawa disebelah Utara, Barat, Timur dan sebelah Selatan berbatasan langsung dengan perairan Jakarta Utara, Banten dan Jawa Barat. Kepulauan Seribu memiliki luas perairan perairan dan gugusan pulau sekitar 1.180,80 Ha.

Ditinjau dari letak kontinental dan karakter oseanografisnya, perairan Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun yang disebut angin muson. Banyaknya uap air laut yang berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena Kepulauan Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang dipengaruhi variasi tekanan udara. Musim basah mencapai kondisi maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada bulan Juni-Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut-Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober -April; serta angin Tenggara-Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei September. Musim hujan berlangsung pada bulan November-April dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei-Oktober dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (BPLHD DKI Jakarta 2002).


(16)

2.2. Karakteristik dan Jenis Gelombang Laut

Gelombang permukaan merupakan gerakan berombak dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin diatasnya (Bascom 1959dalamBird 1984). Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfer (angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari/ pasut), gaya coriolis (akibat rotasi bumi) dan tegangan permukaan (Komar 1998). Menurut Davis (1991), ada tiga faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu:Pertama, lama angin bertiup atau durasi angin,Kedua, kecepatan angin dan Ketiga, fetchmerupakan jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkit gelombang.

Menurut Komar (1998) menyatakan bahwa gelombang akan mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Mekanisme transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu:Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang danKedua,transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Viskositas air laut secara langsung dapat mempengaruhi efek dari tekanan angin, sehingga kecepatan angin permukaan menghilang makin menuju ke arah dalam perairan dan di kedalaman tertentu menjadi nol (Hutabarat dan Evans 2006). Prediksi suatu penjalaran gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang terjadi di daerah ekosistem terumbu karang sangat lah penting untuk dipelajari dari segi karakteristiknya. Menurut Longuet-Higgins and Stewart (1962)dalamLoweet al (2005) gelombang pecah yang terjadi di terumbu karang, mampu meningkatkan


(17)

ketinggian permukaan air rata-rata dan gradien tekanan yang kemudian

memengaruhi pergerakan sirkulasi hewan-hewan di terumbu tersebut. Pergerakan gelombang yang diikuti oleh arus memiliki peran penting dalam transport nutrien untuk karang, sedimen, plankton dan larva. Selain itu, gelombang juga

merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam penentuan morfologi dan komposisi bentik terumbu karang (Loweet al. 2005).

Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami deformasi gelombang sebagai akibat dari perubahan kedalaman suatu perairan yang cenderung dangkal. Menurut Triatmodjo (1999) ada tiga deformasi gelombang yang terjadi ketika mendekati pantai akibat perbedaan kedalaman sebelum akhirnya mengalami pemecahan gelombang (wave breaking), yaitu refraksi, difraksi dan refleksi. Menurut Carter (1993) arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman, sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kontur kedalaman. Refraksi terjadi jika suatu gelombang datang membentuk suatu kemiringan terhadap pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar dengan garis pantai, maka puncak gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai. Bila kondisi pantai cenderung landai, ada kemungkinan gelombang tidak pecah tapi mengalami pemantulan yang sering disebutrefleksi. Arah perambatan gelombang juga dapat berubah dan mengalami pembelokan selain diteruskan kembali ketika melewati kedalaman yang konstan dan menuju kesuatu pulau atau zona pemecah gelombang, yang juga disebut difraksi gelombang.


(18)

Berdasarkan CERC (1984) dalam Siwi (2008) mengatakan bahwa refraksi dan pendangkalan gelombang dapat menentukan ketinggian gelombang pada kedalaman tertentu serta distribusi energi gelombang sepanjang pantai.

Perubahan gelombang yang terjadi dari hasil refraksi akan menghasilkan suatu daerah energi gelombang konvergen (memusat) jika mendekati semenanjung atau divergen (menyebar) ketika menemui cekungan (Pariwono 1992). Menurut Sorensen (1991) pada umumnya ada tiga penggolongan gelombang pecah yang ada pada suatu kemiringan pantai, yaitu:spilling, plungingdansurging. Plunging terjadi dikarenakan seluruh puncak gelombang melewati kecepatan gelombang dan umumnya berbentukswellatau gelombang-gelombang panjang. Spilling merupakan bentuk pecah gelombang dengan muka gelombang sudah pecah sebelum sampai ke pantai, sedangkan gelombang dengan muka gelombang yang belum pecah dan mendekati garis pantai serta sempat mendaki kaki pantai sering disebutsurging.

Menurut Sachoemar (2008) kondisi Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim. Pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1,0 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter.

Kecepatan gelombang rata-rata yang terjadi disekitar Kepulauan Seribu mencapai 1 knot. Pengukuran di Pulau Pramuka tercatat memiliki tinggi rata-rata

gelombang mencapai 69,6-70 cm dengan periode gelombang 2,4-6,3 detik. Karakteristik perambatan gelombang di daerah tubir akan lebih besar

dibandingkan perambatan yang terjadi di daerah dangkal. Peredaman gelombang terjadi ketika gelombang menjalar di daerah rataan karang dangkal.


(19)

2.3. Karakteristik dan Jenis Arus Laut

Arus laut merupakan pergerakan massa air laut secara horizontal atau vertikal sehingga menuju keseimbangannya atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan,upwellingdan downwelling(Wyrtki 1961). Menurut Gross (1990), Berdasarkan gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

1. Arus bentukan angin (Wind Driven Current) yang disebabkan oleh gesekan angin.

2. Arus geostropik (GeostropicCurren) yang disebabkan oleh adanya gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis

3. Arus termohalin (Thermohaline Current) yang disebabkan oleh adanya perbedaan jenis suhu air laut.

4. Arus pasang surut (Tidal Current) yang disebabkan oleh adanya gaya pembangkit pasang surut.

Metode pengambilan data arus dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung (in situ) dan tidak langsung (ex situ). Adapun pengambilan data arus secara langsung terdiri dari metode pengukuran pada titik tetap (Euler) dan metodeLangrangiang, yaitu dengan benda hanyut (drifter), kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut. Selain itu, pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan sistem mooring, yaitu menempatkan current meter pada kedalaman tertentu dengan dilengkapiacoustic releaseyang berfungsi untuk melepas rangkaian mooring dan akan mencatat data arus yang akan disimpan ke dalam komputer dalam bentuk data numerik. Pengambilan data arus secara tidak langsung terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan satelit altimetri dan model hidrodinamika.


(20)

Menurut Seeber (1993) pengukuran arus menggunakan satelit altimetri sudah berkembang sejak 1975. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut menggunakan waktu tempuh dari gelombang elektromagnetik yang dikirimkan kepermukaan laut dan dipantulkan kembali ke satelit sehingga menghasilkan data rekaman waktu tempuh gelombang elektromagnetik untuk menentukan lokasi dan kecepatan arus. Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika adalah dengan mengubah fenomena oseanografi ke dalam persamaan numerik yang bersifat diskret. Kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika pasang perbani (Sachoemar 2008).

2.4. Ekosistem Terumbu Karang 2.4.1. Karang Terumbu

Karang adalah hewan yang mampu memproduksi kerangka kalsium karbonat dan hampir seluruhnya memiliki zooxanthellae (Spaldinget al.2001). Menurut Nybakken (1992) terumbu karang merupakan suatu bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan secara terus-menerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut yang menghasilkan rangka kapur, kemudian secara keseluruhan tergabung membentuk suatu terumbu atau bangunan dasar kapur.

Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang mampu membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Ada empat tipe asosiasi


(21)

karang yaitu (1) karang yang bersimbiosis dengan alga (zooxanthellae) dan

menghasilkan terumbu, (2) karang yang bersimbiosis denganzooxanthellae) tetapi tidak menghasilkan terumbu, (3) karang yang tidak bersimbiosis dengan

zooxanthellaetetapi menghasilkan terumbu, dan (4) karang yang tidak bersimbiosis dengan zooxanthellaedan tidak menghasilkan terumbu (Veron, 1986). Selain hewan karang yang termasuk kategori bentik terumbu adalah makro benthos (others), berupa kima, ekhinodermata,moluska, spons,makro alga

2.4.2. Ikan Terumbu

Ikan terumbu merupakan organisme yang memiliki peranan penting di ekosistem terumbu karang, sehingga dengan adanya keberadaan ikan terumbu di ekositem terumbu karang menjadikan daerah ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya (Nybakken 1982). Ikan terumbu memanfaatkan ekosistem terumbu karang sebagai daerah mencari makanan, perlindungan dari predator dan lain-lain (Hutomo 1986). Komunitas ikan terumbu tidak terlepas dari faktor fisik yang memengaruhi kelangsungan hidup, yaitu: suhu, cahaya, kedalaman dan gelombang. Keberadaan ikan terumbu di perairan sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persen penutupan terumbu karang hidup. Adapun beberapa komponen yang penting diperhatikan dalam hal mengkaji komunitas ikan terumbu, yaitu: distribusi ikan terumbu dan struktur komunitas ikan terumbu.

2.4.2.1. Distribusi Ikan Terumbu

Menurut Hutomo (1995) bahwa distribusi harian ikan terumbu dibagi menjadi tiga, yaitu ikan terumbu yang aktif pada saat siang hari (diurnal),


(22)

peralihan siang dan malam (crepuscular) dan saat malam hari (nokturnal). Ikan terumbu sebagian besar di dominasi oleh ikan diurnal (siang hari). Ikan terumbu yang sifatnya diurnal mencari makan dan beraktifitas di daerah permukaan terumbu karang dan memakan plankton yang melewati terumbu karang. Beberapa famili ikan-ikan diurnal, seperti: Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Serranidae, Siganidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Blenniidae dan Gobiidae. Adapun famili yang termasuk dalam ikan nokturnal adalah: Holocentridae, Apogonidae,

Haemulidae, Scorpaenidae, Muraenidae, Serranidae dan beberapa Labridae. Ikan-ikan nokturnal pada siang hari mereka menempati celah-celah karang dan

menetap di daerah gua-gua (Allen dan Steene 1987).

Faktor kedalaman memiliki peran penting dalam distribusi ikan terumbu. Pada umumnya ikan terumbu memiliki kisaran kedalaman yang relatif sempit. Hal ini disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan, dinamikagelombang/ombak dan predator. Ikan akan cenderung membuat daerah teritorial yang kaya akan makanan dan menghindari pecahan gelombang dengan menempati daerah yang lebih dalam. Menurut Montgomeryet al.(1980) Famili Pomacentridae

merupakan ikan terumbu yang cukup tinggi keanekaragaman spesiesnya. Pola yang cerah dan unik, ukuran yang bervariasi namun pada umumnya berukuran kecil dan jumlah yang sangat melimpah sehingga mudah dikenali. Ikan terumbu ini menempati hampir di setiap bentuk morfologi terumbu karang, sebagian besar ikan ini bersifat teritorial, spasial dan relatif stabil. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 300 spesies dari 22 genus dan sekitar 100 spesies dari 18 genus Famili Pomacentridae mendiami perairan Samudra Hindia.


(23)

Menurut Kuiter (1992) Famili Labridae merupakan ikan terumbu yang dominan ditemukan di ekosistem terumbu karang dengan ukuran yang bervariasi, selain Famili Pomacentridae. Labridae pada umumnya merupakan omnivora, pemakan udang, bintang laut, gastropoda, zooplankton, ikan-ikan kecil dan alga. Mayoritas ikan terumbu ini cenderung menetap pada suatu lokasi atau

mengelompok di suatu bentuk terumbu tertentu seperti genusCirrhilabrusdan Paracheilinusdan mereka akan membentuk suatu kelompok besar ketika memakan plankton yang berada di sekitar terumbu karang. Banyak dari spesies ikan terumbu ini hidup dengan nyaman pada setiap lokasi terumbu karang. Ikan Famili Labridae ini banyak ditemukan di perairan hangat dengan kedalaman 3 hingga 20 meter (Kuiter 1992).

Famili Chaetodontidae merupakan jenis yang ikan terumbu yang dominan ditemui di ekosistem terumbu karang. Famili Chaetodontidae merupakan ikan terumbu yang dijadikan sebagai indikator kesehatan perairan ekosistem terumbu karang (Adrimet al.1991). Penyusutan jumlah Famili Chaetodontidae

berbanding lurus dengan kerusakan ekositem terumbu karang. Ikan Famili Chaetodontidae banyak ditemukan pada kedalaman kurang dari 15-20 meter. Ketersediaan makanan juga mempengaruhi distribusi ikan terumbu ini, yaitu: invertebrata kecil, karang lunak, alga, plankton, karang batu dan lainnya.

Pada umumnya ikan-ikan terumbu yang dijadikan konsumsi mendiami lapisan dasar terumbu karang, celah-celah karang dan lebih dominan soliter kecuali Famili Caesionidae dan Siganidae. Famili yang dijadikan target sebagai ikan konsumsi adalah Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae, Holocentridae,


(24)

Siganidae dan lainnya (Adrim 1993). Ukuran tubuh ikan-ikan target ini biasanya lebih besar dibandingkan ikan-ikan terumbu lainnya.

Distribusi spasial ikan terumbu berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi di antara ikan-ikan terumbu tersebut. Distribusi spasial beberapa jenis ikan terumbu secara nyata dipengaruhi oleh karakteristik habitat tertentu. Karakteristik habitat yang paling berperan dalam distribusi ikan terumbu secara berurutan adalah arus dan gelombang, kecerahan, suhu air dan kedalaman. 2.4.2.2. Struktur Komunitas Ikan Terumbu

Keanekaragaman spesies ikan terumbu mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaaan terumbu karang di perairan tersebut. Tingkah laku ikan terumbu baik dari kecenderungan untuk berkelompok, mencari makan, dan bertahan dari serangan predator tidak terlepas dari lingkungan yang berstruktur akibat bentuk terumbu yang komplek (Hutomo 1995). Faktor yang memengaruhi keberadaan ikan terumbu antara lain: habitat ikan yang terlindung dari angin (leeward) atau tidak terlindung oleh angin (windward) (Nagelkerken 1981), topografi dasar perairan (AmesburydalamHutomo 1986) dan penutupan karang hidup atau mati.

Kumpulan ikan terumbu masing-masing memiliki habitat yang berbeda, tetapi banyak spesies yang terdapat pada lebih dari satu habitat. Pada umumnya tiap spesies ikan terumbu yang mendiami suatu perairan memiliki kesukaan habitat tertentu (Hutomo 1986). Ekosistem terumbu karang tidak hanya berupa terumbu saja, tetapi daerah pasir, teluk dan celah, daerah alga, dan perairan dangkal serta dalam. Habitat yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan terumbu tersebut (Nybakken 1982).


(25)

Menurut Englishetal.(1994) bahwa ruang merupakan sumber daya terpenting sebagai faktor pembatas utama bagi kelimpahan ikan terumbu di ekositem terumbu karang dibandingkan makanan. Kepemilikan teritorial sangat mempengaruhi penggunaan ruang dan variasi spasial berkaitan erat dengan kerumitan habitat secara topografi. Namun dengan adanya sistem rantai makanan yang terjadi diantara ikan-ikan terumbu dapat mengurangi persaingan ruang di ekosistem terumbu karang (Luckhurst dan Luckhurst 1978). Tipe pemangsaan yang paling umum di ekosistem terumbu karang adalah karnivora, yang berkisar 50-70% dari seluruh spesies ikan terumbu. Ikan herbivora dan koralivora merupakan kelompok ikan terumbu besar kedua yaitu sebesar 15% dari spesies ikan terumbu dengan ikan yang paling dominan adalah Scaridae dan

Acanthuridae. Ikan terumbu yang tergolong sebagai omnivora, zooplankton memiliki persentase sisa dari tipe pemangsa karnivora, herbivora dan koralivora, yaitu ikan famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Monacanthidae (Nybakken 1982). Ikan terumbu yang tergolong herbivora adalah ikan-ikan yang aktif di siang hari dengan postur mulut yang kecil dan berwarna cemerlang dan beberapa jenis pada umumnya membentuk kelopok yang cepat bergerak, sedangkan ikan terumbu yang tergolong karnivora pada umumnya mencari mangsa di malam hari (nokturnal).

2.5. Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Keterkaitan suatu fenomena di alam tidak selamanya dapat dihitung menggunakan perumusan aljabar maupun sistematika. Hal ini memicu para ilmuwan untuk mengembangkan suatu metode untuk mengkaitkan fenomena alam


(26)

yang mengalami perubahan dalam suatu lingkungan dengan mengkaitkan

parameter- parameter yang telah diambil dan di olah secara deskriptif. Fenomena gerak massa air permukaan yang dikaitkan dengan ekostruktur ikan terumbu sebagaimana dikaji dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa perhitungan seperti: indeks kesamaan (Index of Similarity), analisis pengelompokkan (Cluster Analysis) dan analisis koresponden (Correspondence Analysis)

2.5.1. Koefisien Kesamaan (Index of Similarity)

Pengukuran kesamaan merupakan koefisien yang sebagian besar

terdeskripsi, tidak menilai dari beberapa pengukuran statistik. Menurut Krebs (1989) ada dua kelas dalam pengukuran kesamaan yaitu: koefisien kesamaan biner dan koefisien kesamaan kuantitatif. Koefisien kesamaan biner bisa digunakan ketika tersedia data yang bersifat ada-tidak untuk tiap spesies dalam komunitas ikan terumbu dan tepat digunakaan untuk pengukuran skala nominal. Koefisien kesamaan kuantitas dibutuhkan pengukuran kelimpahan relatif dari tiap spesies. Beberapa pengukuran kelimpahana relatif adalah jumlah individu, biomassa, produktivitas dan pengukuran kuantitas spesies yang penting lainnya dalam komunitas.

Menurut Krebs (1989) beberapa perhitungan yang berbeda yang termasuk kedalam koefisien kesamaan biner dan kuantitas. PadaTabel 1. ditunjukkan perbedaan perhitungan dan rumus serta kriteria pemakaian koefisien tersebut.


(27)

Tabel 1. Kriteria Pemakaian Koefisien Kesamaan Biner dan Kuantitas (Krebs 1989)

Kelas Koefisien Rumus Kriteria

B in ar i Coefficient of Jaccard S

Koefisien ini digunakan untuk mencocokkan berat dalam komposisi spesies antara dua sampel yang berbeda

Coefficient of

Sorensen

S

Koefisien ini digunakan ketika tidak ada dalam sampel tetapi ada dalam komunitas yang sama

Simple Matching

Coefficient

S

Koefisien sederhana untuk data biner menggunakan data negatif maupun positif Baroni-Urbani and Buser Coefficient S √ √

Koefisien kompleks untuk data biner yang

menggunakan nilai negatif

K u an ti tat if (K oe fi si en Jar ak ) Jarak Euclidean

∆ = ∑ ( ij− ik)

Koefisien ini digunakan pada jumlah kelas dari fungsi matriks untuk mengukur panjang

Indeks

Bray-Curtis

= ∑ | ij− ik| ∑( ij+ ik)

Measure of Similarity:

1,0 −

Digunakan ketika spesies tidak ada di dalam kedua atau lebih sampel

komunitas dan

kelimpahan didominasi oleh satu/beberapa spesies

Indeks Canberra

= 1 | ij− ik|

ij+ ik Measure of Similarity:

1,0 −

Hampir sama dengan Bray-Curtis namun tidak berpengaruh besar dengan penggunaan data


(28)

2.5.2. Analisis Pengelompokkan (Cluster Analysis)

Analisis pengelompokkan (clustering) merupakan teknik matematis untuk mengelompokkan sejumlah sampel yang memiliki indeks pengukuran kesamaan satu dengan yang lainnya. Menurut Krebs (1989) ada beberapa klasifikasi dalam metode pengelompokkan: Hirarki,aglomerasi,monotetik atau politetik,kualitatif atau kuantitatif.

Single Linkage Clusteringmerupakan teknik pengelompokkan yang sederhana dengan bentuk analisis pengelompokkan berupa hirarki. Teknik ini sering disebut metode data terdekat. Complete Linkage Clusteringsering disebut metode data terjauh. Konsep teknik ini berlawanan denganSingle Linkage Clustering,meskipun proses kerja yang dilakukan secara umum sama kecuali definisi kesamaannya.

Average Linkage Clusteringmerupakan teknik yang sangat mudah

dikembangkan untuk menghindari kesulitan dalam menggunakanSingle Linkage ClusteringdanComplete Linkage Clustering. Secara keseluruhanAverage Linkage Clusteringmenggunakan komputerisasi tiap proses pengelompokkan/ clustering. Komputer meratakan kesamaan diantara sampel dan

mengelompokkannya. Strategi pengelompokkan yang sering digunakan pada Average Linkage Clusteringsering disebutUnderweighted Pair-Group Method using aritmethic Average(UPGMA).

2.5.3. Analisis Koresponden (Correspondence Analysis)

Analisis koresponden (correspondence analysis) merupakan metode yang dapat mendeskripsikan berbagai tipe data yang berbeda, dependensi dan


(29)

dan stasiun). Menurut Bengen (2000) tujuan utama penggunaan analisis faktorial koresponden adalah untuk mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter/variabel pada tabel/matriks data. Bentuk data yang digunakan pada analisis koresponden memiliki dua tipe matriks, yaitu:pertama,matriks

kontingensi yang mempertemukan n baris dan p kolom, pada baris ke-i dan kolom ke-j berisi nilai n (i,j) yang merupakan jumlah individu yang memiliki secara bersama karakter i dan j. Kedua,matriks logik/ disjungtif lengkap yang

mempertemukan/ menyilangkan baris i dan kolom j (bernilai 1 dan 0) berdasarkan terjadi atau tidaknya fenomena pada baris i dan kolom j.


(30)

18 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta

parameter gelombang perairan, data arus permukaan dan data komunitas ikan terumbu. PadaTabel 2. ditunjukkan titik koordinat dan domain spasial dari pengukuran tiap parameter pengambilan data sekunder. Daerah penelitian difokuskan di perairan Karang Lebar dan sekitarnya, Kepulauan Seribu. Daerah penelitian ditampilkan padaGambar 1.

Tabel 2. Domain Spasial Pengambilan Data Yang Digunakan Dalam Penelitian No Parameter

Koordinat

Waktu

Pengamatan Keterangan

BT LS

1. Angin dan Gelombang

107°00 00 6° tiap bulan Juni selama 2007 hingga 2009 Data BMKG 2. Komunitas Ikan Terumbu

106°33 49 -106°36 48,9

5°42 56,3 -5°44 13,81

24, 25 dan 27 Juni 2009

Siregar 2009 3. Arus Musim

Timur

106°36 19,7 5°44 0,49 Agustus 2007 Data Penelitian Edy Setyawan (2008) 4. Arus Musim

Timur

106°33 49 -106°36 48,9

5°42 56,3 -5°44 13,81

Mei-Juli 2008 Siregar 2008

5. Arus Musim Timur

106°36 19,7 5°44 0,49 Juni 2009 Data Penelitian Fadhillah Rahmawati (2010)


(31)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu, Jakarta


(32)

3.2. Alat dan Set Data Penelitian

Alat dan set data yang digunakan dalam hal menunjang penelitian ini disajikan padaTabel 3. berikut.

Tabel 3. Alat dan Set Data

Alat Set Data

Laptop besertaSoftware: 1. Ms. Excel,

2. Statistica 8.0, 3. WR Plot View 5.9, 4. MVSP 3.13r

Data angin dan Gelombang BMKG Data Komunitas Ikan Terumbu (in situ)

Data Arus Permukaan (Musim Timur) (in situ)

3.3. Metode Penelitian

Beberapa tahapan yang diperlukan dalam mengkaji penelitian ini berupa input, proses, danoutput. Tahap input dalam penelitian ini adalah perolehan data. Perolehan data pada penelitian ini terbagi dua tahap, yaitu:pertama,data angin dan gelombang diperoleh dari stasiun BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) di perairan Teluk Jakarta yang diukur secarain situdankedua, data komunitas ikan terumbu dan kecepatan arus diperoleh dari pengukuran riset secarain situ.

Pada tahap pemrosesan data merupakan tahap pengolahan data numerik yang telah diperoleh dan diolah menggunakansoftwaretertentu. Pengolahan data angin menggunakansoftwareMicrosoft Excel 2007 dan WR PLOT versi 5.9 untuk menghasilkan arah dan kecepatan angin. Data parameter hidrodinamika berupa gelombang dan arus permukaan air laut diolah menggunakansoftware Microsoft Excel2007 (gelombang) dan secarain situ(arus permukaan air laut) untuk menghasilkan data berupa tinggi dan frekuensi gelombang serta kecepatan


(33)

dan arah arus. Pemrosesan data komunitas ikan terumbu menggunakansoftware Microsoft Excel 2007 dengan menu PIVOT Tabel untuk menghasilkan data berupa kelimpahan, biomassa dan indeks keanekaragaman hayati ikan terumbu.

Hasil yang telah diolah menggunakansoftwareyang ada memberikan gambaran mengenai kondisi hidrodinamika permukaan mempengaruhi kondisi fisik habitat sehingga memiliki karakteristik tertentu di suatu habitat yang dapat memengaruhi ekostruktur ikan terumbu. Kerangka pikir penelitian ini

ditampilkan padaGambar 2

Gambar 2.Diagram Alir Keterkaitan Hidrodinamika Laut dengan Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu

Ekostruktur Ikan Terumbu Biomassa

Kelimpahan

Indeks Ekologi

Indeks Kesamaan

Karakteristik Habitat

Hidrodinamika Permukaan

Gelombang Permukaan (Periode dan Tinggi Gelombang) Arus Permukaan (Kecepatan dan Arah Arus)

Siklus Angin Musim


(34)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Komunitas Ikan Terumbu 3.4.1.1. Kelimpahan Ikan

Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukan oleh nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1971):

N

i

=

i ...(1)

Keterangan :

Ni= Kelimpahan individu ikan spesies ke i (Ind/ha) ni = Jumlah individu ikan untuk spesies ke i (Ind)

A= Luas daerah pengamatan (m2x 1/10000) (Ha) 3.4.1.2. Indeks Ekologi

3.4.1.2.1. Indeks Keanerakagaman (H )

Menurut Odum (1971) Indeks Keanekaragaman (H ) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi spesies secara matematis agar mempermudah analisis informasi individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas ikan. Keanekaragaman jenis ikan dihitung dengan Indeks Shannon dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1989) :

= ∑

P

i

ln P

i...(2) Keterangan:

H = Indeks Keanekaragaman Shannon

Pi = Perbandingan antara jumlah individu spesies ikan ke-i dengan jumlah total individu ikan terumbu= i

;(

z = Jumlah total individu keseluruhan) x = Jumlah total spesies


(35)

3.4.1.2.2. Indeks Keseragaman (E)

Menurut Odum (1971), Indeks Keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata sebaran individu antar spesies maka keseimbangan komunitas akan semakin baik. Perhitungan indeks keseragaman menggunakan rumus sebagai berikut (Krebs 1989):

=

ʹ ʹ

max ...(3)

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman H = Indeks Keanekaragaman

H max = Indeks Keanekaragaman maksimum = ln x x = Jumlah total spesies

3.4.1.2.3. Indeks Dominansi (C)

Nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Rumusnya adalah (Krebs 1989) :

= ∑

P

i ...(4)

Keterangan :

C = Indeks Dominansi

Pi = Proporsi jumlah individu pada spesies ikan ke-i x = Jumlah Total Spesies

3.4.1.3. Biomassa Ikan

Penentuan nilai biomassa ikan dapat dihitung menggunakan nilai indeks konstanta a dan b berdasarkan panjang tubuh ikan tersebut. Data panjang hasil


(36)

estimasi visual menghasilkan nilai bobot berat ikan tersebut di luas area pengamatan. Rumus menghitung biomassa ikan adalah sebagai berikut:

=

...(5)

Keterangan: W = Berat (kg)

a,b = indeks spesifik spesies (konstanta) berasal dariFish Base L = nilai tengah

3.4.2. Indeks Kesamaan (Index of Similarity)

Pengukuran karakteristik kesamaan komunitas ikan antar habitat dapat dilakukan menggunakan indeks kesamaan, yang pada penelitian ini menggunakan indeks kesamaan Bray-Curtis. Pengukuran menggunakan indeks Bray-Curtis ketika spesies tidak ada di dalam kedua atau lebih sampel komunitas dan didominasi oleh kelimpahan spesies. Rumus indeks Bray-Curtis adalah (Krebs 1989):

=

∑ Xij Xik

∑ |Xij Xik|...(6)

Keterangan:

B = Pengukuran ketidaksamaanBray-Curtis

Xij,Xik = No. Individu dalam spesiesidalam tiap sampel i,j = baris dan kolom ke-1,2,3 .x

Pengukuran indeks kesamaan Bray-Curtis dapat menggunakan rumus komplemen indeks pengukuran Bray-Curtis yaitu:1,0 − (Krebs 1989).


(37)

25

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. Angin musim yang terjadi di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu: angin musim barat, angin musim timur, dan musim peralihan. Angin merupakan salah satu bentuk energi yang dapat membangkitkan gelombang dan arus permukaan di suatu perairan. Gambar 3.menunjukkan pola pergerakan angin untuk periode bulan Juni, berdasarkan data tiga tahun (2007-2009) yang diukur di Teluk Jakarta.

Pergerakan angin di perairan Karang Lebar, Teluk Jakarta selama tiga tahun tiap bulan Juni yang ditunjukkan olehGambar 3. secara keseluruhan memberikan pola pergerakan yang hampir sama, yaitu: bergerak dari arah timur,

mengindikasikan periode berlangsungnya musim timur (Wyrtki 1961). Kisaran kecepatan angin selama tiga tahun sebesar 0,5-5,7 m/s. Tingkat distribusi frekuensi kecepatan angin yang terjadi selama bulan Juni pada tahun 2007, 2008 dan 2009 memiliki nilai kisaran persentase penyebaran frekuensi yang berbeda-beda. Persentase distribusi frekuensi kecepatan angin tahun 2007 yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara terbagi menjadi tiga kategori: 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (37,8%) dan 3,6-5,7 m/s (28,9%). Kecepatan angin dominan di perairan Teluk Jakarta pada bulan Juni 2007 adalah 2,1-3,6 m/s.


(38)

(39)

Tahun 2008 penyebaran frekuensi kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara dapat dilihat berdasarkan persentase kecepatan angin yang dibagi menjadi empat kategori: Tenang (4,4%); 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (53,3%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Dominan kecepatan angin di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s diatas 50%. Hanya pada tahun 2008 kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara mengalami kondisi kecepatan angin yang tenang. Kondisi angin pada tahun 2009 yang terjadi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 0,5-2,1 m/s (31,1%); 2,1-3,6 m/s (60,0%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Kecepatan angin di Teluk Jakarta, yang dominan (60%) pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s.

Pada penelitian ini, kategori kecepatan angin dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) Tenang (0-<3,6 m/s); (2) Lambat (3,6-<5,7 m/s); (3) Cepat (5,7-<11,1 m/s) dan (4) Sangat Cepat ( 11,1 m/s). Berdasarkan kategori tersebut, kecepatan angin yang berhembus di perairan Teluk Jakarta tergolong angin yang tenang hingga lambat, sehingga aman untuk melakukan aktifitas di perairan. Berdasarkan skalaBeaufortdengan dominan kecepatan angin 2,1-3,6 m/s mampu membangkitkan gelombang air laut dengan tinggi gelombang mencapai 0,15 m. Angin yang berhembus dengan kecepatan 2,1-3,6 m/s menghasilkan kondisi perairan dengan skala gelombang kecil dan di puncak gelombang tidak terdapat buih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah perairan Teluk Jakarta dan sekitar Kepulauan Seribu memiliki pola distribusi angin konstan dan tidak berbahaya untuk aktifitas masyarakat pesisir, bahkan tidak merusak ekosistem yang berada di perairan dangkal.


(40)

4.2 Karakteristik Hidrodinamika

4.2.1 Kondisi Gelombang Permukaan berdasarkan Frekuensi dan Tinggi

Angin merupakan pembangkit gelombang permukaan air laut yang efektif, sehingga dalam menentukan dinamika gelombang air laut erat kaitannya dengan karakteristik angin yang berhembus di perairan tersebut. Kondisi gelombang laut dangkal pada daerah penelitian ini di gambarkan secara umum yang diperoleh dari data Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Maritim di Teluk Jakarta. Data mengenai kondisi hidrodinamika gelombang ditunjukkan olehGambar 4.

Gambar 4.Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007, 2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara. 4.2 Karakteristik Hidrodinamika

4.2.1 Kondisi Gelombang Permukaan berdasarkan Frekuensi dan Tinggi

Angin merupakan pembangkit gelombang permukaan air laut yang efektif, sehingga dalam menentukan dinamika gelombang air laut erat kaitannya dengan karakteristik angin yang berhembus di perairan tersebut. Kondisi gelombang laut dangkal pada daerah penelitian ini di gambarkan secara umum yang diperoleh dari data Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Maritim di Teluk Jakarta. Data mengenai kondisi hidrodinamika gelombang ditunjukkan olehGambar 4.

Gambar 4.Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007, 2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara. 4.2 Karakteristik Hidrodinamika

4.2.1 Kondisi Gelombang Permukaan berdasarkan Frekuensi dan Tinggi

Angin merupakan pembangkit gelombang permukaan air laut yang efektif, sehingga dalam menentukan dinamika gelombang air laut erat kaitannya dengan karakteristik angin yang berhembus di perairan tersebut. Kondisi gelombang laut dangkal pada daerah penelitian ini di gambarkan secara umum yang diperoleh dari data Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Maritim di Teluk Jakarta. Data mengenai kondisi hidrodinamika gelombang ditunjukkan olehGambar 4.

Gambar 4.Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007, 2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara.


(41)

Dinamika gelombang yang ditunjukkan olehGambar 4. secara umum memberikan interpretasi yang jelas di Perairan Teluk Jakarta tiap bulan Juni selama tiga tahun (2007-2009) dengan menampilkan karakteristik ketinggian signifikan gelombang (H) dan frekuensi (f) gelombang air laut yang bergerak di perairan Teluk Jakarta. Pada umumnya dari hasil yang ditunjukkan padaGambar 4. secara keseluruhan memiliki karakteristik pergerakan gelombang menuju timur dan tinggi gelombang rata-rata per tahun dibawah satu meter dengan frekuensi gelombang tidak melebihi 0,26 Hz.

Kondisi gelombang permukaan pada bulan Juni 2007 yang dibangkitkan oleh angin bergerak menuju timur dengan ketinggian gelombang rataaan mencapai 0,47 meter. Frekuensi gelombang yang terjadi pada bulan Juni 2007 berada pada kisaran 0,2-0,25 Hz. Kondisi gelombang muka air laut pada bulan Juni 2008 memiliki arah pergerakan gelombang menuju timur dengan ketinggian maksimal hingga 0,8 meter dan rataan ketinggian gelombang muka air laut tersebut adalah 0,56 meter. Frekuensi gelombang yang berlangsung pada bulan Juni 2008 terlihat fluktuatif dan tak ada perubahan signifikan, sekitar 0,21-0,25 Hz. Gelombang permukaan bulan Juni 2009 memiliki arah dominan menuju timur dengan ketinggian maksimal 0,9 meter (rata-rata 0,4 meter) dengan frekuensi gelombang 0,21-0,26 Hz.

Energi gelombang yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya dapat dilihat dari parameter hasil tinggi dan frekuensi gelombang. Perubahan signifikan parameter frekuensi gelombang laut diakibatkan adanya profil kecepatan angin yang berhembus di permukaan air laut sehingga memberikan pengaruh terhadap panjang dan tinggi gelombang di perairan Teluk Jakarta.


(42)

Secara umum hasil dinamika gelombang selama tiga tahun yang ditunjukkan pada Gambar 4.terlihat bahwa frekuensi gelombang pada tiap harinya berbanding terbalik terhadap tinggi gelombang permukaan laut. Pada saat frekuensi rendah, tinggi gelombang permukaan mengalami peningkatan. Begitupun sebaliknya, pada saat frekuensi gelombang meningkat, tinggi gelombang permukaan pun mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi memberikan pengaruh terhadap penjalaran gelombang permukaan untuk mengalami perubahan tinggi gelombang.

Menurut Komar (1976) mekanisme transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu:Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang danKedua,transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Namun, pada kondisi tertentu tahun 2007 dan 2009 hubungan antara frekuensi dengan tinggi gelombang mengalami kondisi yang sama. Pada saat frekuensi meningkat, kondisi tinggi gelombang mengalami peningkatan, begitupun sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan angin yang berlawanan arah dengan kecepatan gelombang yang lebih tinggi

dibandingkan 2008 berdasarkan distribusi frekuensi kecepatan angin. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fenomena terjadinya karakteristik hubungan yang berbanding lurus antara frekuensi dengan tinggi gelombang pada kondisi tertentu di Teluk Jakarta adalah kondisi pasang-surut, kedalaman dan viskositas perairan. 4.2.2 Keterkaitan Antara Gelombang dengan Kecepatan Arus Permukaan

Secara keseluruhan kondisi arus permukaan air laut pada penelitian ini diukur secarain situ. PadaGambar 5.ditampilkan hubungan kecepatan arus


(43)

permukaan yang diukur secarain situdan tinggigelombang rataan yang di ukur oleh BMKG di Teluk Jakarta secarain situ.

Gambar 5.Karakteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu

Data kecepatan arus dan tinggi gelombang yang terlihat padaGambar 5 berasal dari kumpulan data perwakilan titik pengamatan tiap tahunnya yang diasumsikan bahwa daerah tersebut secara umum memberikan kondisi yang sama dengan kondisi di lokasi penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bahwasannya kondisi angin dan gelombang masih memberikan pengaruh di lingkungan sekitar hingga radius 30 mil. Data kecepatan arus pada tahun 2008 diperoleh sesuai dengan titik

pengamatan ikan dan sekaligus sebagai kalibrasi atau pembanding dengan tahun lainnya.

Hasil yang ditunjukkan padaGambar 5. terlihat bahwa kecepatan arus dan rataan tinggi gelombang tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2008. Kecepatan arus yang terjadi di Kepulauan Seribu berada pada kisaran 0,05-0,25 m/s dan permukaan yang diukur secarain situdan tinggigelombang rataan yang di ukur oleh BMKG di Teluk Jakarta secarain situ.

Gambar 5.Karakteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu

Data kecepatan arus dan tinggi gelombang yang terlihat padaGambar 5 berasal dari kumpulan data perwakilan titik pengamatan tiap tahunnya yang diasumsikan bahwa daerah tersebut secara umum memberikan kondisi yang sama dengan kondisi di lokasi penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bahwasannya kondisi angin dan gelombang masih memberikan pengaruh di lingkungan sekitar hingga radius 30 mil. Data kecepatan arus pada tahun 2008 diperoleh sesuai dengan titik

pengamatan ikan dan sekaligus sebagai kalibrasi atau pembanding dengan tahun lainnya.

Hasil yang ditunjukkan padaGambar 5. terlihat bahwa kecepatan arus dan rataan tinggi gelombang tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2008. Kecepatan arus yang terjadi di Kepulauan Seribu berada pada kisaran 0,05-0,25 m/s dan permukaan yang diukur secarain situdan tinggigelombang rataan yang di ukur oleh BMKG di Teluk Jakarta secarain situ.

Gambar 5.Karakteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu

Data kecepatan arus dan tinggi gelombang yang terlihat padaGambar 5 berasal dari kumpulan data perwakilan titik pengamatan tiap tahunnya yang diasumsikan bahwa daerah tersebut secara umum memberikan kondisi yang sama dengan kondisi di lokasi penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bahwasannya kondisi angin dan gelombang masih memberikan pengaruh di lingkungan sekitar hingga radius 30 mil. Data kecepatan arus pada tahun 2008 diperoleh sesuai dengan titik

pengamatan ikan dan sekaligus sebagai kalibrasi atau pembanding dengan tahun lainnya.

Hasil yang ditunjukkan padaGambar 5. terlihat bahwa kecepatan arus dan rataan tinggi gelombang tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2008. Kecepatan arus yang terjadi di Kepulauan Seribu berada pada kisaran 0,05-0,25 m/s dan


(44)

rataan tinggi gelombang tahunan pada kisaran 0,1-0,28 m. Menurut Sachoemar (2008) kondisi kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika posisi pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika posisi pasang perbani dan pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Hal ini membuktikan bahwa kondisi kecepatan arus dan tinggi gelombang selama tiga tahun di perairan Kepulauan Seribu tergolong stabil.

Hasil yang ditampilkan padaGambar 5. menjelaskan bahwa pengaruh angin yang berhembus pada permukaan air laut sangat kecil terhadap arah, kecepatan arus dan tinggi gelombang permukaan yang terjadi pada tiap titik penelitian. Pada perbedaan arah angin yang ditampilkan padaGambar 3. menunjukkan angin bergerak menuju barat dan arah gerak arus serta gelombang menuju ke arah timur sampai tenggara. Pergerakan angin mengalami peredaman oleh adanya gugusan pulau-pulau maupun daratan Pulau Jawa sehingga angin tidak memiliki kekuatan untuk mendominasi pergerakan gelombang dan pengaruh densitas memberikan kontribusi yang nyata terhadap arah arus dan gelombang.

Pola gelombang yang dilihat secara tahunan, memberikan gambaran kondisi gelombang yang mempengaruhi perairan Karang Lebar secara horizontal. Namun apabila dilihat secara vertikal, kondisi umum ini akan mengalami peningkatan tinggi gelombang seiring dengan berkurangnya kedalaman suatu perairan, terutama di tiap titik lokasi penelitian. Kecepatan arus yang melintasi beberapa titik pengamatan mengalami peningkatan kecepatan berdasarkan pergerakan massa air ke arah perairan yang dangkal atau menuju tubir, seperti: APL 2007, St 2, St 6, St 3 dan St4. Sehingga hasil interaksi antara tinggi gelombang dan arus


(45)

permukaan air laut yang melewati daerah terumbu karang atau perairan dangkal memberikan pengaruh kontribusi yang besar dalam hal pola distribusi biotik yang terkandung di dalam perairan Kepulauan Seribu, khususnya Karang Lebar.

4.3 Ekostruktur Komunitas Ikan Terumbu 4.3.1 Biodiversitas Ikan Terumbu

Ikan terumbu yang teridentifikasi di perairan Karang Lebar selama penelitian terdiri atas 110 spesies dari 25 famili (Lampiran 3.). Berdasarkan pengambilan data komunitas ikan terumbu pada sembilan titik penyelaman di Karang Lebar. Komposisi spesies yang umum ditemukan berasal dari Famili Pomacentridae, Labridae, Chaetodontidae, Caesionidae, Serranidae dan Scaridae (Gambar 6.). Menurut Adrim (1993) berdasarkan kelompok fungsionalnya, ikan terumbu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Ikan Target merupakan ikan ekonomis penting dan ditangkap untuk konsumsi,contohnya: Famili

Acanthuridae, Haemulidae, Caesionidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Serranidae; (2) Ikan Indikator merupakan ikan terumbu yang mendiami daerah terumbu dan menjadi indikator kesuburan ekosistem tersebut, contohnya: Famili Balistidae, Chaetodontidae, Scaridae; (3) Ikan Mayor merupakan ikan yang sepanjang hidupnya berada di daerah karang dan cenderung bersifat teritorial, contohnya: Apogonidae, Labridae, Pomacentridae. Di lokasi penelitian, komunitas ikan terumbu yang tergolong ikan target sebanyak 25 spesies, ikan indikator sebanyak 13 spesies dan ikan mayor sebanyak 72 spesies.


(46)

Gambar 6. Kelimpahan Ikan Terumbu di Karang Lebar Komposisi famili terbanyak berdasarkan hasil padaGambar 6.

menunjukkan bahwa ikan Famili Pomacentridae dijumpai dominan di perairan tersebutdengan nilai 43%, Labridae 28%, Chaetodontidae 6%, masing-masing 4% pada famili Scaridae, Serranidae dan Caesionidae, Nemipteridae 3%,

Pomacanthidae 1% dan famili lainnya 7%. Jika dilihat dari hasil pengamatan tersebut ikan mayor memiliki jumlah komposisi famili terbanyak di perairan Karang Lebar. Famili Pomacentridae paling banyak ditemukan di daerah karang dan patahan karang (rubble) dikarenakan ikan terumbu ini merupakan ikan yang tergolong memiliki tingkah lakuteritorial,dan menetap terhadap sumber

makanan dan tempat berlindung dari serangan predator. Ikan Pomacentridae tergolong ikan herbivora berdasarkan struktur jejaring makanannya. Famili Labridae merupakan salah satu ikan mayor yang banyak ditemukan setelah Pomacentridae di setiap stasiun pengamatan. Ikan ini merupakan ikan terumbu yang berada di perairan dangkal, daerah pasang surut dan terumbu karang dengan


(47)

ukuran yang bervariasi 5-30 cm dan tergolong ikan pemakan zooplankton, benthos dan karnivora. Spesies yang termasuk ke dalam Famili Chaetodontidae merupakan ikan pemakan alga dan hewan karang, sehingga keberadaan ikan ini sebagai tolok ukur kondisi ekosistem terumbu karang yang ada.

Kelimpahan dan biomassa merupakan salah satu parameter penelitian komunitas ikan terumbu di Karang Lebar. Kelimpahan ikan terumbu

menggambarkan banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang ditemukan dalam suatu area. Sedangkan, biomassa sebagai pendugaan stok jenis ikan dalam suatu area di tiap stasiun penelitian berdasarkan arah pergerakan angin permukaan (leeward/windward). Adanya perbedaan proporsi kelimpahan dan biomassa ikan berdasarkantrophic level pada kondisi stasiun yang berbeda, baik di daerah leeward(daerah tanpa hembusan angin) maupunwindward(daerah yang dilewati angin) yang ditunjukkan olehGambar 7.

Secara umum ikan terumbu yang terbanyak pada semua lokasi (Windward danLeeward) adalah ikan terumbu jenis planktivora, omnivora dan pemakan invertebrata bentik. Ikan planktivora (Famili Caesionidae, beberapa Famili Pomacentridae dan Malacanthidae) merupakan ikan yang akan memakan segala jenis plankton, baik zooplankton maupun fitoplankton. Ikan omnivora (Famili Pomacentridae) merupakan ikan yang mampu beradaptasi di lingkungan manapun karena mampu memakan segala jenistrophic levelterutama di daerah yang memiliki tingkat tutupan karang yang di dominasi rubble(patahan karang), karang yang ditutupi alga dan pasir. Ikan pemakan invertebrata bentik (Famili Labridae) merupakan ikan pemakan hewan-hewan kecil yang hidup di dasar perairan, seperti: udang, bintang laut, gastropoda, alga, bivalvia.


(48)

Gambar 7. Profil Arus, Gelombang, Kelimpahan, dan Biomassa Ikan Terumbu BerdasarkanTrophic Leveldi Karang Lebar

Parameter kelimpahan dan biomassa ikan terumbu memiliki perbedaan karakteristik dari hasil yang diinterpretasikan. Kondisi yang terjadi diGambar 7.


(49)

merupakan perbedaan karakteristik dari parameter kelimpahan dan biomassa. Salah satu contohnya saat kondisi kelimpahan ikan planktivora di stasiun 3 tergolong tinggi, tetapi biomassa ikan planktivora di stasiun 3 tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan oleh perhitungan parameter kelimpahan yang

diinterpretasikan hanya berdasarkan jumlah individu ikan terumbu yang ditemukan, sedangkan perhitungan parameter biomassa yang diinterpretasikan berdasarkan pada jumlah individu dan panjang ikan terumbu yang ditemukan.

Ikan terumbu yang tercatat pada daerah pengamatan adalah pemakan invertebrata bentik, karnivora, koralivora, detritivora, herbivora, omnivora dan planktivora. Pada umumnya daerahwindward,kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan omnivora sebesar 20.440 ind/ha. Selain omnivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerahwindwardadalah planktivora (17.440 ind/ha), pemakan invertebrata bentik (7.280 ind/ha), herbivora (6.760 ind/ha), karnivora (2.240 ind/ha), koralivora (840 ind/ha), dan detritivora (440 ind/ha). Pada daerah leeward, kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan planktivora sebesar 26880 ind/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerahleedward adalah omnivora (18680 ind/ha), pemakan invertebrata bentik (11600 ind/ha), herbivora (4160 ind/ha), koralivora (3240 ind/ha), karnivora (1920 ind/ha), dan detritivora (280 ind/ha).

Pada daerahwindward,rata-rata biomassa ikan terumbu terbesar adalah ikan planktivora sebesar 142.883 Kg/ha. Ikan terumbu yang tercatat di daerah windwardadalah omnivora (68.630 Kg/ha), pemakan invertebrata bentik (110.867 Kg/ha), herbivora (63.672 Kg/ha), karnivora (108.651 Kg/ha), koralivora(5.435 ind/ha) dan detritivora(15014 ind/ha). Pada daerahleeward,rata-rata biomassa


(50)

ikan terbesar adalah ikan planktivora sebesar 440.448 Kg/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerahleedwardadalah omnivora (297.390 Kg/ha), pemakan invertebrata bentik (416.882 Kg/ha), herbivora (131.189 Kg/ha), koralivora (47.116 ind/ha), karnivora (140.788 Kg/ha), dan detritivora (11.160 Kg/ha).

Kondisi gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewati perairan tersebut. Menurut Fulton dan Bellwood (2005) kecepatan arus dan tinggi gelombang akan mengalami peningkatan ketika pergerakan air dari profil batimetri yang dalam menuju dangkal atau tubir dan mengalami penurunan kecepatan arus dan tinggi gelombang ketika melewati daerah dangkal menuju goba. Pengaruh gelombang dan arus yang terjadi pada penelitian ini di perairan Karang Lebar mencapai kedalaman hingga 3 meter, sehingga ikan terumbu yang diamati mendapatkan pengaruh langsung dari arus dan gelombang di perairan Karang Lebar.

Profil gelombang dan arus yang bergerak ke arah Timur hingga Tenggara di perairan Karang Lebar yang ditunjukkan olehGambar 7.memberikan pengaruh nyata terhadap jejaring makanan ikan terumbu di Karang Lebar. Kecepatan arus yang berkisar antara 0,05-0,25 m/s memberikan pengaruh terhadap karakteristik gerak renang ikan terumbu yang berbeda di tiap lapisan perairan, sehingga mempengaruhi pola makanan pada ikan terumbu tersebut.

Di lapisan kolom perairan Karang Lebar, khususnya pada penelitian ini kedalaman perairan sejauh 5 m memiliki ikan terumbu yang dominan menempati daerah kolom perairan adalah ikan yang menggunakan sirip pektoral dan


(51)

yang dominan adalah ikan yang menggunakan sirip kaudal (Fulton dan Bellwood 2005). Ikan terumbu yang menggunakan sirip pektoral dan pektoral-kaudalnya dalam mencari makanan adalah Famili Acanthuridae, Chaetodontidae, Scaridae, Labridae dan Pomacentridae, terutama ikan terumbu yang memangsa plankton. Ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal biasanya mencari makanan di substrat perairan, seperti ikan Famili Serranidae, Haemulidae, Caesionidae dan Lutjanidae. Pada umumnya jejaring makanan ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal bersifat karnivora dan planktivora.

4.3.2 Indeks Ekologi

Struktu komunitas ikan terumbu di suatu kawasan dapat ditketahui dengan memperhatikan indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E) dan dominansi (C). HIstogram indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E) dan dominansi (C) untuk komunitas ikan yang terdata disajikan padaGambar 8.

Indeks keanekaragaman (H ) komunitas ikan berkisar 2,59 sampai 4,30. Nilai H yang tertinggi ditemukan di Stasiun 1 dan terendah terdapat di Stasiun 8. Tingginya tingkat keanekaragaman Stasiun 1 diduga dipengaruhi topografi yang berbentuk tubir sehingga kondisi gelombang serta arus yang melewati Stasiun 1 membawa unsur hara dan plankton yang dibutuhkan ikan terumbu di perairan dangkal dan Stasiun 1 merupakan daerah yang terpapar langsung oleh hembusan angin pada bulan Juni. Rendahnya nilai H Stasiun 8 dikarenakan kondisi topografinya terletak didaerah yang menuju laut dalam, sehingga gelombang dan arus yang melewati perairan tersebut relatif sedikit membawa unsur hara dan plankton dibandingkan stasiun penelitian lainnya.


(52)

Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar

Hasil analisis terhadap indeks keseragaman di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,69 sampai 1,01. Nilai tertinggi indeks keseragaman ditemukan di Stasiun 1 dan nilai terendah ditemukan di Stasiun 8. Pada umumnya nilai indeks keseragaman memiliki korelasi positif terhadap indeks keanekaragaman. Hal ini dikarenakan semakin tinggi/rendah

keanekaragaman, maka keseragaman spesies ikan dari kemerataan jumlah individu semakin tinggi/rendah.

Hasil analisis terhadap indeks dominansi di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,02 sampai 0,13. Nilai tertinggi indeks

dominansi ditemukan di Stasiun 8 sedangkan nilai terendah ditemukan di Stasiun 1. Nilai indeks dominansi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai indek keanekaragaman dan keseragaman. Hal ini diakibatkan spesies yang berada di Staiun 8 tergolong homogen dan tidak merata dari segi jumlah spesies sehingga mendominansi habitat tersebut.

Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar

Hasil analisis terhadap indeks keseragaman di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,69 sampai 1,01. Nilai tertinggi indeks keseragaman ditemukan di Stasiun 1 dan nilai terendah ditemukan di Stasiun 8. Pada umumnya nilai indeks keseragaman memiliki korelasi positif terhadap indeks keanekaragaman. Hal ini dikarenakan semakin tinggi/rendah

keanekaragaman, maka keseragaman spesies ikan dari kemerataan jumlah individu semakin tinggi/rendah.

Hasil analisis terhadap indeks dominansi di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,02 sampai 0,13. Nilai tertinggi indeks

dominansi ditemukan di Stasiun 8 sedangkan nilai terendah ditemukan di Stasiun 1. Nilai indeks dominansi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai indek keanekaragaman dan keseragaman. Hal ini diakibatkan spesies yang berada di Staiun 8 tergolong homogen dan tidak merata dari segi jumlah spesies sehingga mendominansi habitat tersebut.

Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar

Hasil analisis terhadap indeks keseragaman di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,69 sampai 1,01. Nilai tertinggi indeks keseragaman ditemukan di Stasiun 1 dan nilai terendah ditemukan di Stasiun 8. Pada umumnya nilai indeks keseragaman memiliki korelasi positif terhadap indeks keanekaragaman. Hal ini dikarenakan semakin tinggi/rendah

keanekaragaman, maka keseragaman spesies ikan dari kemerataan jumlah individu semakin tinggi/rendah.

Hasil analisis terhadap indeks dominansi di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,02 sampai 0,13. Nilai tertinggi indeks

dominansi ditemukan di Stasiun 8 sedangkan nilai terendah ditemukan di Stasiun 1. Nilai indeks dominansi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai indek keanekaragaman dan keseragaman. Hal ini diakibatkan spesies yang berada di Staiun 8 tergolong homogen dan tidak merata dari segi jumlah spesies sehingga mendominansi habitat tersebut.


(53)

4.4 Uji Statistik Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Permukaan di Perairan Karang Lebar

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan kondisi pergerakan massa air yang dikaitkan dengan ikan terumbu di Karang Lebar menggunakan beberapa pendekatan metode deskriptif, antara lain: indeks Kesamaan Bray-Curtis sertaCluster Analysis dan Analisis Koresponden (Correspondence Analysis). 4.4.1 Pengelompokkan Komunitas Ikan Terumbu

Karakteristik yang menjabarkan ekostruktur ikan terumbu di perairan Karang Lebar dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek lokasi penelitian dan aspek famili ikan yang ada di dalam perairan tersebut. Karakteristik kesamaan berdasarkan famili ditunjukkan padaGambar 9.,sedangkan karakteristik kesamaan berdasarkan lokasi penelitian ditunjukkan padaGambar 10.

Hasil analisis koefisien kesamaan Bray-Curtis dan kluster pada grafik dendogram dengan pemotongan skala 0,51 yang menghasilkan 10 kelompok famili yang dihasilkan oleh analisis perhitungan indeks Bray-Curtis diSub Bab 3.4.2yang menghasilkan memiliki kesamaan karakteristik padaGambar 9. a. Kelompok Ikan Terumbu 1

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Holocentridae. Genus ikan yang termasuk Famili Holocentridae adalahSargocentrondan Myripristis.

b. Kelompok Ikan Terumbu 2

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Famili


(54)

(55)

c. Kelompok Ikan Terumbu 3

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Monacanthidae dan Siganidae. Genus ikan terumbu pada Famili Monacanthidae adalah

Acreichtysdan Famili Siganidae adalahSiganus. d. Kelompok Ikan Terumbu 4

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Pomacanthidae, Scaridae, Serranidae, Mullidae, Nemipteridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Labridae, Caesionidae. Genus ikan terumbu pada kelompok 4 adalahAbudefduf, Amblyglyphidodon, Amphiprion, Bodianus, Cephalopolis, Chaetodon,

Chaetodontoplus, Cheilinus, Cheiloprion, Chelmon, Clorurus, Choerodon, Chromis, Crysiptera, Cirrhilabrus, Coris, Dascyllus, Diproctacanthus, Dischitodus, Epinephelus, Gomphosus, Halichoeres, Hemyglyphidodon, Heniochus, Labroides, Neoglyphidodon, Neopomacentrus, Parupaneus,dan Thalassoma.

e. Kelompok Ikan Terumbu 5

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Lutjanidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 5 adalahLutjanus.

f. Kelompok Ikan Terumbu 6

Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Gobiidae, Cirrhitidae dan Blenniidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 6 adalah Escenius, Paracirrhites, Meiacanthus, Istigobius, Valenciennea, Corythoicthys, danGnatholepis.


(1)

Lanjutan

Lampiran 3.

Jenis Ikan Terumbu

Stasiun Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 a b

Lutjanidae - - + + - + - -

-Lutjanus biguttatus - - - + - - - - 0,0296 2,851 Lutjanus decussatus - - - - - + - - - 0,0296* 2,851* Lutjanus johnii - - + - - - - - - 0,0296* 2,851*

Nemipteridae + + + - + + - + +

Scolopsis bilineatus + + - - - - - + + 0,0149 3,14 Scolopsis lineatus + + - - - - - - + 0,0138 3,174 Scolopsis taeniepterus + - + - + + - - - 0,0185 2,981 Scolopsis trilineatus + - - - + - - + + 0,0282 3

Pomacanthidae - + + - + + - - +

Chaetodontoplus mesoleucus - + + - + + - - + 0,0413 2,866 Pygloplites diachantus - - - - - + - - - 0,0371 2,968

Pomacentridae + + + + + + + + +

Abudefduf lorenzi - - - - + - - - - 0,0226* 3,132* Abudefduf nottatus - - - - - - - + + 0,0226* 3,132* Abudefduf septemfasciatus + + - - - - - - - 0,0213 3,152 Abudefduf sexfasciatus + + - - + + - + + 0,0213 3,152 Abudefduf vaigiensis - + + - - - + + - 0,0226 3,132 Amblyglyphidodon aureus - - - - - + - + - 0,0217 3 Amblyglyphidodon curacao + + + + + + + + + 0,0413 2,886 Amblyglyphidodon leucogaster - + + - - + - + + 0,0217* 3* Amphiprion ocellaris - + + - - - - - - 0,0358 3 Amphiprion sandaracinos - - - - - - - - + 0,0375 2,866 Cheiloprion labiatus - - - - - - - + - 0,0206 3,146 Chromis analis - - + - - + - - - 0,0642 2,518 Chromis fumea - - + - - - - - - 0,0642* 2,518* Chromis viridis - + - - - - - - + 0,0642 2,518 Chrysiptera flavipinnis - - - - - - - + - 0,0379 3,012 Chrysiptera glauca - - + - - - - - - 0,0220 3,001 Chrysiptera parasema - - + - - + - - - 0,0220* 3,001* Dascyllus flavicaudus - - - - + - - - - 0,0289 3,035


(2)

Lanjutan

Lampiran 3.

Jenis Ikan Terumbu

Stasiun Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 a b

Pomacentridae + + + + + + + + +

Dischistodus prosopotaenia + + + + + + + + + 0,0275 2,973 Hemiglyphidodon plagiometopon + + + + + + + + + 0,0175 3,212 Neoglyphidodon carlsoni - + - + - - + - - 0,0175* 3,212* Neoglyphidodon melas + + - + + + - + + 0,0254 3,054 Neoglyphidodon oxyodon - - - - - - + - - 0,0175* 3,212* Plectroglyphidodon lacrymatus - - + + - - - - - 0,0612 2,747 Pomacentrus alexanderae + + + + + + + + + 0,0135 3,312 Pomacentrus auriventris - - - - - + - - - 0,0703 2,646 Pomacentrus burroughi - - - - - + + - - 0,0703* 2,646* Pomacentrus moluccensis + + + + + + + + + 0,0703* 2,646* Pomacentrus philippinus - - + - - + + - - 0,0231 3,058 Pomacentrus trichiurus + - - - - - + + + 0,0305 3,012 Pomachromis guamensis - - - + - - - - - 0,0231* 3,058* Premnas biaculeatus - - - + - - - - - 0,0409 3

Scaridae + + + + - + - - +

Chlorurus sordidus - + + + - + - - - 0,0319 2,927 Scarus flavipectoralis - - + - - - - - - 0,0175* 3,074* Scarus rivulatus + + + - - + - - + 0,0173 3,14 Scarus rubroviolaceus - + - - - - - - - 0,0175* 3,074*

Scarus scaber - - + - - - - - - 0,0175 3,074

Scorpaenidae - - + - - - - -

-Scorpaenopsis oxycephala - - + - - - - - - 0,013 3,201

Serranidae + + + + + - - - +

Cephalopholis argus - - - - + - - - + 0,0093 3,181 Cephalopholis miniata + + - - - - - - - 0,0107 3,114 Cephalopholis boenack - - - + - - - - + 0,0146 3,019 Cephalopholis microprion - + + + + - - - + 0,0096 3 Cephalopholis sexmaculata - - - + - - - - - 0,0158 2,966 Epinephelus merra + - - - - - - - - 0,0146* 3,019* Epinephelus sexfasciatus - - + - - - - - - 0,0122* 3,053* Epinephelus stictus - - + - - - - - - 0,0122 3,053 Plectropomus maculatus - + + - - - - - - 0,0107 3,086 Plectropomus sp(juv) - - - + - - - - - 0,0107* 3,086*


(3)

Lanjutan

Lampiran 3.

Jenis Ikan Terumbu

Stasiun Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 a b

Seiganidae + + - - - - - - +

Siganus vulpinus + + - - - - - - + 0,02873 3

Sygnathidae - - - - + - - -

-Corythoicthys sp. - - - - + - - - - 0,0004 4,12

Synodonthidae - - - - - + - -

-Synodus jaculum - - - - - + - - - 0,0047 3,346

Keterangan:

(-)

tidak ada;

(+)

ada,


(4)

Lampiran 4. Matriks Data Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar

Stasiun

Parameter

Arus

(m/s)

Tinggi

Gelombang

(m)

H'

E

C

Kekayaan

Jenis

(ind)

Kelimpahan

(Ind/ Ha)

Biomassa

(Kg/ Ha)

1

11.9

43.91

4.30 1.01 0.02

239

9560

158102

2

13.02

43.91

4.02 0.93 0.03

379

15160

185608

3

5.49

43.91

3.65 0.81 0.07

679

27160

440719

4

5.92

43.91

4.28 0.98 0.02

198

7920

219781

5

21.16

43.91

4.06 0.99 0.02

189

7560

264697

6

12.5

43.91

4.19 0.92 0.03

524

20960

499996

7

11.99

43.91

3.49 0.98 0.04

79

3160

59778

8

16.78

43.91

2.59 0.70 0.13

475

19000

73577


(5)

Lampiran 5. Hasil Keterkaitan Analisis Koresponden di Perairan

Karang Lebar

Row

Name

Coordin.

Dim.1

Coordin.

Dim.2

Relative

Inertia

Inertia

Dim.1

Cos2.

Dim.1

Inertia

Dim.2

Cos2.

Dim.2

St. 1 -0.03 -0.01 0.04 0.04 0.72 0.01 0.04

St. 2 0.00 -0.02 0.02 0.00 0.04 0.04 0.43

St. 3 0.04 -0.03 0.10 0.09 0.68 0.11 0.27

St. 4 -0.04 -0.01 0.07 0.10 0.97 0.01 0.02

St. 5 -0.05 -0.01 0.09 0.11 0.91 0.01 0.02

St. 6 0.01 -0.04 0.05 0.00 0.03 0.21 0.96

St. 7 -0.06 0.05 0.23 0.20 0.62 0.37 0.38

St. 8 0.09 0.03 0.34 0.41 0.88 0.17 0.12

St. 9 0.03 0.02 0.06 0.05 0.65 0.08 0.35

Column

Name

Coordin.

Dim.1

Coordin.

Dim.2

Relative

Inertia

Inertia

Dim.1

Cos2.

Dim.1

Inertia

Dim.2

Cos2.

Dim.2

Arus -0.02 0.04 0.06 0.02 0.25 0.18 0.74

H' -0.08 -0.01 0.10 0.13 0.93 0.01 0.02

E -0.11 0.02 0.07 0.10 0.93 0.01 0.04

C 0.57 0.40 0.22 0.20 0.65 0.29 0.32

Gelombang -0.02 0.04 0.09 0.03 0.25 0.28 0.74

Kelimpahan 0.03 0.00 0.08 0.11 0.97 0.00 0.00

Kekayaan

Jenis 0.06 -0.02 0.26 0.31 0.87 0.13 0.12


(6)

Halide bin Halide dan ibu Hj. Marlina binti H. Hadin. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun

2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah

Atas (SMA Negeri) 18 Jakarta. Tahun 2007 penulis tercatat

sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif di

organisasi mahasiswa seperti Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan

(HIMITEKA) periode 2009-2010 sebagai anggota Penelitian dan Kebijakan (LITJAK),

tahun 2010 sebagai dewan formatur dan tahun 2011 sebagai dewan penasehat

HIMITEKA. Penulis juga aktif dalam organisasi Fisheries Diving Club (FDC-IPB) mulai

tahun 2010, tahun 2010 lulus menjadi pengurus sebagai anggota Penelitian dan

Pengembangan FDC-IPB (Litbang) dan pada tahun 2012 sebagai ketua FDC-IPB.

Penulis juga turut serta dalam kegiatan penelitian bersama FDC-IPB dalam ekspedisi

Zooxanthellae XI di Halmahera Selatan dan kegiatan monitoring bersama Kementrian

Kelautan dan Perikanan di Tual, Maluku Tenggara. Selain itu penulis juga aktif menjadi

Asisten Praktikum pada mata kuliah Selam Ilmiah, Metode Observasi Bawah Laut,

Biologi Laut, dan Ekologi Laut Tropis

Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dengan

menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Gelombang dan Arus Permukaan Air Laut

yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur IkanTerumbu di Karang Lebar,

Kepulauan Seribu sebagai syarat lulus dan mendapatkan gelar sarjana Ilmu dan Teknologi