Pembersihan aktivis buruh JAS Vol 4 No 2 Situasi Krisis Titik Balik Kekuatan Buruh

16 alasan efisiensi, dan PHK terhadap sembilan orang buruh PT SI Cimahi, merupakan beberapa contoh di mana perusahaan memanfaatkan isu krisis ekonomi untuk melakukan pembersihan aktivis buruh. Enam belas orang buruh PT NT di rumahkan, setelah mereka mendeklarasi-kan berdirinya Serikat Buruh PT NT. Semua yang dirumahkan adalah pengurus dan organisator buruh di pabrik itu. Enam belas orang inilah yang menjadi kelompok inti Serikat Buruh PT NT yang sudah mempersiapkan berdirinya serikat buruh dengan melakukan pendidikan dan pengorganisasian kepada kawan-kawannya sejak empat tahun yang lalu. Karena itu jika mereka di PHK, maka semua pekerjaan itu kembali ke angka nol. Para buruh menolak tindakan pengusaha dan menuntut tetap bekerja seperti biasa, apalagi upah selama dirumahkan hanya dibayar sebesar 50. Tuntutan para buruh ditolak, bahkan pengusaha mengarang cerita tentang pencurian kain, lalu pengusaha mengizinkan para buruh bekerja kembali kalau mereka dapat menyebutkan nama-nama para pencuri kain tiga tahun yang lalu, yang tidak mereka ketahui. Kalau mereka tidak dapat menyebutkan orang-orang tersebut, maka perusahaan akan melakukan PHK ter-hadap mereka. 29 PHK masal terhadap 40 orang buruh PT GA dilakukan setelah 29 Idem 17 mereka mogok menuntut kenaikan upah 100 dan berdirinya Serikat Buruh Mandiri independen. Semua organisator dan calon pengurus serikat berada dalam rombongan tersebut. Sehari sebelum terjadinya PHK, Depnaker Kodya Bandung sejak sore hari sampai jam 02.00 dini hari, berada di perusahaan bersama dengan pengusaha. Mereka menonton rekaman video pemogokan yang ternyata direkam secara lengkap oleh pengusaha melalui handycam. Melalui rekaman tersebutlah pengusaha melakukan PHK terhadap para aktivis buruh. Selain menonton video pengusaha, Depnaker juga mempelajari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Buruh Mandiri SBM yang sudah berdiri sebelumnya, di PT TNR dan PT ST Ujungberung. Terhadap tuntutan buruh untuk mendirikan SBM, pengusaha menolak mentah-mentah dan tetap mempertahankan SPSI yang sudah ada sebelumya. Padahal SPSI ditolak oleh 80 buruh karena sama sekali tidak pernah membela kepentingan buruh di pabrik itu. Demikian juga PHK terhadap sembilan orang buruh PT SI Cibaligo Cimahi dilakukan untuk mengeluarkan sembilan buruh yang selama ini menjadi organisator buruh di pabrik tersebut. Perusahan melakukan PHK terhadap mereka dengan alasan efisiensi. Kalau memang benar demikian, maka buruh yang terkena efisiensi pastilah buruh 18 yang tidak terlalu produktif. Padahal sembilan orang ini merupakan tenaga muda dan sangat produktif. Alasan efisiensi menjadi tidak masuk akal, karena selain yang sembilan orang tadi, perusahaan tersebut belum melakukan PHK lagi sampai sekarang sekarang. 30

4. Upah rendah

Selama krisis, UMR telah mengalami kenaikan dua kali, yaitu pada bulan Agustus 1998 dan bulan April 1999, kenaikan terakhir sebesar 16. Jumlah UMR sebulan adalah sebesar Rp 231.000,00 untuk DKI dan Rp 230.000,00 untuk Botabek dan sebagian Jawa Barat. Menurut Dirjen Binawas Depnaker, besarnya kenaikan 30 Wawancara dengan para buruh. UMR baru memenuhi 80 Kebutuhan Hidup Minimum KHM buruh. 31 Kenaikan UMR menjadi tidak berarti dibandingkan dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok di pasaran yang berkisar antara 100± 400. Karena itu, setelah adanya UMR baru, buruh tetap melakukan aksi-aksi menuntut upah yang lebih tinggi dari UMR. Berdasarkan catatan pola konsumsi buruh yang dibuat oleh salah seorang buruh di Cimahi pada bulan Desember 1998, pengeluaran minimal bulanan untuk buruh perempuan lajang sebesar Rp 274.000,00 per bulan, untuk laki-laki lajang Rp 357.000,00 per bulan, dan bagi buruh 31 Kompas, 19 Februari 1999. 19 berkeluarga dengan seorang anak yang belum sekolah sebesar Rp 466.126,00. 32 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan AKATIGA pada bulan Januari ± Maret 1998, jumlah upah berdasarkan KHM untuk buruh perempuan lajang sebesar Rp 345.000,00 dan bagi laki-laki lajang sebesar Rp 347.000,00. Upah yang diterima buruh pada saat itu baru memenuhi 50 dari komponen KHM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Global Exchange, salah satu LSM yang berada di San Fransisco, pada tahun 1998, upah minimum bagi seorang buruh lajang berdasarkan biaya hidup adalah sebesar Rp 350.000,00. 33 Mengacu kepada 32 Herningsih, Ani, Pola Konsumsi Buruh, Kelompok Buruh Bandung, Desember 1998. 33 FEER, Sweating It Out, December ketiga sumber di atas, maka jumlah kenaikan UMR bagi buruh di Indonesia masih belum memenuhi standar. Berdasarkan peraturan- peraturan se-belumnya, demikian juga dalam Permenaker No. 1 tahun 1999, upah buruh masih dimasukkan sebagai komponen biaya produksi, tidak ditentu-kan berdasarkan besaran keuntungan perusahaan. Artinya keuntungan perusahaan atas hasil kerja buruh, sepenuhnya masih dimiliki perusahaan dan belum dimiliki buruh. Di bidang pengupahan, reformasi sama sekali tidak terjadi. Hal ini ditunjukkan, selain jumlah upah yang masih di bawah standar, 10,1998.