Keadaan SunnahHadits pada Masa Nabi Keadaan Hadits Masa Khulafaur Rasyidin tahun 10-40 H

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN SUNNAH HADITS

DAN SISTEM PEMBUKUANNYA Menurut sejarah perkembangan hadits adan pembukuannya dibagi menjadi 7 masa, yaitu:

A. Keadaan SunnahHadits pada Masa Nabi

Pada masa ini, sunnah belum dibukukan ditulis karena ada larangan penulisan hadits dari Nabi dengan sabdanya: ل ل اوبنتنك ي تل ِّيننع ل َائدييش ل ِّيننع ل ن ق ْآريق ن ليا َن ي م ل فل ب ل تلك ل ِّيععننع ل َائدييش ل رلييغل ن ق ْآريق ن ليا هنحنمييلليفل هاور ملسملا َنع َنععبا حوعسم “Janganlah menulis apa-apa selain Al-Quran dari saya, barang siapa yang menulis apa-apa dari saya selain Al-Quran yakni hadits hendaklah menghapuskannya” HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud. Hikmah larangan penulisan hadits, yaitu: 1. Pada waktu itu sahabat-sahabat Nabi masih banyak yang “ummu” tidak bisa baca tulis, waktu itu Al-Quran masih murni, jadi Nabi khawatir terjadi percampuran antara Al-Quran dan hadits. 2. Nabi percaya pada kekuatan hafalan para sahabatnya dan secara tidak langsung mendidik mereka untuk percaya pada kemampuan diri sendiri. Ada hadits yang membolehkan penulisan hadits, ialah sabda Nabi: بتكا ِىنع وف ِىذلا ِىسفن هديب َام جرخ ِىععنم لإ قح هاور ِىرَاخبلا “Tulislah dari saya, demi dzat yang diriku di dalam kekuasaannya, tidak keluar dari mulutku kecuali yang haq benar”. 25 Beberapa pendapat dalam menghadapi dua hadits yang tempak bertentangan yaitu: 1. Pendapat jumhur “bahwa hadits yang melarang hadits itu ditulis telah dinaskah dengan hadits yang membolehkannya”. 2. Bahwa hadits yang melarang itu ditujukan kepada orang-orang yang kuat ingatannya hafalannya, sedang hadits yang membolehkan ditujukan kepada orang yang tidak kuat hafalannya. Pendapat ini tidak tepat, sebab menganggap sahabat Abdullah bin ‘Amr dan sebagainya termasuk orang yang lemah ingatannya padahal tidak. 3. Bahwa hadits yang melarang itu berlaku bagi orang yang menulis Al-Quran dan hadits satu lembaran, karena dikhawatirkan bercampur keduanya.

B. Keadaan Hadits Masa Khulafaur Rasyidin tahun 10-40 H

Keadaan hadits juga belum dibukukan, karena para sahabat dan umat Islam menghadapi dua persoalan, yaitu: 1. Hadits hendaknya tidak dibukukan karena dikhawatirkan akan bercampur dengan Al-Quran, mengingat waktu itu banyak sekali orang-orang yang baru masuk Islam dari berbagai bangsa. 2. Hadits perlu dibukukan demi untuk memelihara ajaran-ajaran Nabi dan untuk memusahkan umat Islam mencari hadits-hadits Nabi, bila dibutuhkan sewaktu-waktu. C. Keadaan Hadits Mulai Habisnya Masa Khulafaur Rasyidin Sampai Akhir Abad 1 HMulai 41 M sampai tahun 100 M Pada masa ini timbul perpecahan antara umat Islam karena soal pemerintahanpolitik antara Ali dan Muawiyah. Korban yang banyak adalah umat Islam. Diadakan perdamaian antara keduanya dengan peperangan terakhir di Shiffin. Waktu ini Islam pecah menjadi 3 golongan, yaitu: 26 1. Khawarij ialah golongan pemberontak yang tidak menyetujui “perdamaian dalam soal tahkim”. Golongan ini disebut ekstrim dan berusaha membunuh Ali dan Muawiyah, karena kedua ini dipandang salah. 2. Syiah ialah golongan yang sangat fanatik dan mengkultuskan pada Ali. 3. Jumhur ialah umat Islam yang tidak termasuk 1 dan 2, mereka ini terbagi menjadi tiga yaitu: a. Golongan yang mendukung pemerintahan Ali b. Golongan yang mendukung pemerintahan Muawiyah c. Golongan netral independen yang dapat melibatkan diri dalam peperangan dan pertentangan. Untuk mencapai tujuan politik, mendapatkan pengaruh dan dukungan dari umat Islam, maka mereka membuat hadits palsu. Contoh: 1. Dari golongan Syiah, yang artinya: “siapa yang mati dan dalam hatinya ada rasa benci kepada Ali, maka hendaklah mati sebagai orang Yahudi atau Nasrani”. 2. Dari golongan Muawiyah, yang artinya: “orang yang terpercaya oleh Allah hanya tiga yaitu: Aku Nabi, Jibril, dan Muawiyah”. 3. Dari golongan Khawarij, yang artinya: “jika kamu menerima hadits dari saya, cocokkan dahulu dengan Al-Quran”. Para sahabat dan tabi’in pada masa itu berusaha mengecek kebenaran hadits-hadits itu dan berusaha menjaga kemurnian ajaran Nabi. Kemudian hasil penelitiannya diberitahukan kepada umat Islam, agar mereka dapat membedakan mana hadits yang syahid dan mana yang tidak, Pada akhir masa ke II mulai tahun 99-101 H, Umar bin Abdul Aziz mulai membekukan hadits, karena kuatir lenyap ajaran Nabi, karena telah banyak ulama dan tabi’in yang wafat. Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitab “Dhuha Al- Islam”, juz II bahwa orang yang pertama membukukan hadits Nabi ialah Abu Bakar bin Hazim Gubernur Madinah. Menurut ulama hadits bahwa penghimpunan hadits yang pertama adalah Ibnu Syihab az-Zuhri. Sistem 27 pembukuan hadits pada masa ini ia si pengarang menghimpun semua hadits mengenai masalah yang sama dalam satu kitab karangan, contoh: hadits mengenai shalat saja.

D. Keadaan Hadits pada Abad II H Tahun 101 HTahun 200 M