- Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik
d. Average effort
- Bekerja dengan stabil
- Tidak sebaik good tetapi lebih baik dari poor
- Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya
- Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan
e. Fair effort
- Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal
- Kurang sungguh-sungguh
- Kadang-kadang perhatian kurang ditunjukkan pada pekerjaan
- Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya
- Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja standar
- Terlampau hati-hati dan gerakannya tidak terencana
- Terlihat adanya kecenderungan kurangnya perhatian pada pekerjaannya
f. Poor effort
- Banyak membuang waktu
- Tidak memperlihatkan adanya minat kerja
- Tidak mau menerima saran-saran
- Tampak malas dan bekerja lambat
- Tempat kerjanya tidak diatur rapi
- Tidak perduli pada cocok tidaknya peralatan yang dipakai dan set up terlihat
tidak baik 3. Kondisi Kerja Condition
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.
Bila tiga faktor lain yaitu ketrampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di luar
operator yang diterima apa adanya tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak
inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu: Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor.
Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerja karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-
sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerja lain. Pada dasarnya kondisi
ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi
poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang baik. Sudah tentu suatu
pengetahuan tentang keadaan bagaimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut poor perlu dimiliki agar penilaian terhadap kondisi kerja dalam
rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin. 4. Kestabilan Consistency
Faktor kestabilan atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya
sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
masih dalam batas-batas kewajaran maka masalah tidak akan timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal ini harus diperhatikan. Kondisi atau consistency
dibagi menjadi enam kelas: Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seorang yang bekerja perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu
penyelesaian yang dapat dikatakan tetap dari saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerja yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh dimana
variasi waktu diharapkan tidak terjadi. Untuk keempat faktor Sistem Westinghouse Westinghouse factor diatas
diklasifikasikan atas enam kelas seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Westinghouse Factor
Keterampilan Skill Usaha Effort
Superskill A1 + 0,15 A2 + 0,13
Superskill A1 + 0,13 A2 + 0,12
Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08
Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08
Good C1 + 0,06 C2 + 0,03
Good C1 + 0,05 C2 + 0,02
Average D + 0,00 Average D + 0,00
Fair E1 - 0,05 E2 - 0,10
Fair E1 - 0,04 E2 - 0,08
Poor F1 -0,16 F2 - 0,22
Poor F1 - 0,12 F2 - 0,17
Kondisi Kerja Condition Konsistensi Consistency
Ideal A + 0,06 Ideal A + 0,04
Excellent B + 0,04 Excellent B + 0,03
Good C + 0,02 Good C + 0,01
Average D 0,00 Average D 0,00
Fair E - 0,03 Fair E - 0,02
Poor F - 0,07 Poor F - 0,04
Sumber: I.Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja Bandung: Departemen Teknik Industri ITB
B. Skill dan Effort Rating Sistem
Sistem ini dikenal juga dengan “Bedeaux Sistem” pada tahun 1916 tentang pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan oleh
Bedaux ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang ada dinyatakan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dengan angka “Bs”. Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Bedaux juga untuk menentukan rating terhadap kecakapan skill dan usaha-usaha yang ditunjukkan
operator pada saat bekerja. Disini bedaux menetapkan angka 60 Bs sebagai performance standar yang harus dicapai oleh seorang operator. Dengan kata lain
seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal diharapkan mampu mencapai angka 60 Bs per jam, dan pemberian insentif dilakukan pada tempo kerja
rata-rata sekitar 70 sampai 80 Bs per jam.
C. Synthetic Rating
Synthetic rating adalah metode untuk mengevaluasi tempo kerja operator
berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu Predetermined time value
. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan
waktu penyelesaian elemen kerja yang sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini merupakan indeks performance atau rating faktor dari operator
untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Ratio untuk menghitung indeks performance atau rating faktor ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
R = A
P
Dimana : R = Indeks performance atau rating faktor P = Waktu gerakan standar yang ditentukan mula-mula menit
A = Rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur menit
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
D. Objecive Rating
Rating ini merupakan dua faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersam-sama menentukan
berapa besarnya harga rating faktor untuk mendapatkan waktu normal.
E. Physiological Evaluation of Performance Level
Cara ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan bagaimana hubungan antara pekerjaan-pekerjaan fisik dengan denyut nadi seorang pekerja. Pengamatan
denyut nadi ini dilakukan pada saat pekerja sedang bekerja, saat istirahat yaitu pada menit pertama dan menit kedua pada saat badannya telah normal maka ukuran
denyut jantung pada saat itulah disebut normal atau disebut basisi denyutan nadi. Dari kelima jenis tata cara penentuan rating diatas dalam pengamatan ini
yang digunakan adalah jenis “westinghouse system of rating” dengan tujuan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan lebih objektif terhadap masalahnya. Karena
dengan cara penyesuaian ini lebih memepertimbangkan banyak faktor dari pada yang lainnya serta lebih terperinci.
Untuk dapat mengadakan perhitungan maka kelonggaran melepas lelah terdiri dari:
- Kelonggaran tetap, senantiasa diberikan sebagai dasar minimum
- Tambahan variabel, diberikan tergantung dari keadaan atas sifat pekerja
Jika angka-angka yang diberikan diatas digunakan maka kelonggaran dasar minimum tetap menjadi 9 untuk pria 5 untuk kebutuhan pribadi ditambah 4
kelonggaran keletihan dasar dan 11 untuk wanita.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.6. Sistem Kerja
Sistem kerja adalah suatu sistem dimana komponen-komponen kerja seperti manusia operator, mesin danatau fasilitas kerja lainnya, material serta lingkungan
kerja fisik akan berinteraksi.
25
Mendapatkan sistem kerja yang lebih baik dari sistem kerja yang telah ada atau memiliki sutu sistem kerja yang diajukan merupakan salah satu hal yang ingin
dicapai dengan mempelajari teknik tata cara kerja. Kemampuan untuk membentuk atau menciptakan cara-cara kerja yang baik merupakan kebutuhan utama dalam
kegiatan di atas yaitu mencari satu sistem kerja yang baik dari yang lainnya, karena dari alternatif-alternatif cara-cara kerja yang baiklah diadakan pemilihan tersebut
dan bukan dari cara kerja yang dibentuk dari sembarangan.
2.7. Perbaikan Sistem Kerja
Perbaikan sistem kerja berisi prinsip-prinsip untuk mendapatkan perbaikan sistem kerja yang efisien dan sistem kerja yang baik, seorang perancang kerja harus
dapat menguasai dan mengendalikan faktor-faktor yang membentuk suatu sistem kerja. Faktor-faktor tersebut bila dilihat dalam kelompok besarnya terdiri atas
pekerja, peralatan dan mesin, serta lingkungannya. Dengan demikian diharapkan para perancang pekerja dapat menyusun suatu sistem kerja yang antara lain terdiri
dari gerakan-gerakan yang baik yaitu gerakan yang memberikan hasil kerja yang baik, misalnya gerakan yang dapat mengakibatkan waktu pengerjaan yang singkat.
Sedangkan ekonomi gerakan berisi prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam sistem kerja yang baik.
26
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dari hal diatas jelas bahwa di dalam memperbaiki suatu sistem kerja ada 4 macam komponen sistem kerja yang harus dipelajari guna memperoleh sistem kerja
yang sebaik-baiknya meliputi:
27
a. Komponen Material: Bagaimana cara menempatkan material, jenis material
yang mudah diproses dan lain-lain. b.
Komponen Manusia: Bagaimana sebaiknya postur orang pada saat bekerja agar mampu memberikan gerakan-gerakan kerja yang efektif dan efisien.
c. Komponen Mesin : Bagaimana desain dari mesin peralatan kerja.
d. Komponen Lingkungan: Bagaimana kondisi lingkungan kerja fisik tempat
operasi kerja tersebut dilaksanakan.
2.8. Kelelahan