BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia
Sekitar awal abad ke-19 tepatnya pada tanggal 14 Desember 1912, pemerintah Hindia Belanda mendirikan pasar modal pertama di Indonesia
yang terletak di Batavia Jakarta dan bernama Vereniging Voor de Effectenhandel Bursa Efek. Perkembangan pasar modal di Batavia
tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota
Surabaya dan 01 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan Bursa Efek. Namun akibat Perang Dunia II, semua bursa ditutup dan diaktifkan
kembali pada tahun 1952 berdasarkan UU Darurat Pasar Modal 1952. Pada perkembangan selanjutnya, bursa efek mengalami kelesuan sebagai
akibat politik konfrontasi yang digencarkan oleh pemerintahan Republik Indonesia terhadap kolonial Belanda dan disusul dengan adanya peristiwa
nasionalisasi perusahaan Belanda. Pada tahun 1960, bursa efek hilang secara diam-diam tanpa adanya penutupan yang resmi karena situasi
politik dan ekonomi saat itu sangat buruk yang ditandai dengan adanya tingkat inflasi yang cukup tinggi.
Pada tanggal 26 Juli 1968, Bank Indonesia membentuk tim persiapan pasar uang dan modal untuk mengaktifkan kembali bursa efek.
Pengesahan bursa efek dengan nama Bursa Efek Jakarta dilakukan pada tanggal 28 Desember 1976 melalui Kepres No. 521976 dan diresmikan
oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Agustus 1977. Pengaktifan kembali bursa efek tersebut ditandai dengan go-publicnya PT. Semen
Cibinong sebagai perusahaan pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Perkembangan Bursa Efek Jakarta sampai dengan
tahun 1988 dirasakan sangat lambat. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya jumlah perusahaan yang terdaftar di bursa dan volume yang kecil. Emiten
yang tercatat hanya sebesar 24 perusahaan dengan jumlah lembar saham sebanyak kurang lebih 65 juta lembar. Kondisi ini disebabkan adanya
campur tangan pemerintah yang ketat, adanya persaingan dari suku bunga deposito, serta sifat tertutup dari perusahaan-perusahaan yang tetap tidak
mau melakukan penjualan sahamnya melalui Bursa Efek Jakarta. Untuk mengatasinya, berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah yang
bersifat non-tax seperti Pakdes 1987, Pakto 1988 dan Pakdes 1988. Dalam Paket Desember 1987 Pakdes 1987, persyaratan laba
minimum 10 dari modal sendiri dihapuskan dan investor asing diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilikan saham perusahaan.
Paket Oktober 1988 Pakto 1988, mengatur pengenaan pajak penghasilan, pembatasan pemberian kredit bank, dan persyaratan minimum untuk
pendirian bank. Sedangkan dalam Paket Desember 1988 Pakdes 1988, pemerintah memberi kesempatan bagi perusahaan untuk mendaftarkan
seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa.
Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pada akhir 1987 tersebut merupakan upaya yang secara langsung menggairahkan
pasar modal. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya aktivitas perdagangan di bursa. Pada tahun 1990 jumlah perusahaan yang terdafar
di bursa telah berkembang hampir tiga kali lipat. Volume rata-rata perdagangan saham per hari di Bursa Efek Jakarta melonjak menjadi
miliaran rupiah. Berdasarkan Kepres No. 531990 dan KMK No. 15481999, maka
status Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan BAPEPAM-LK yang sebelumnya bertindak sebagai pengelola bursa,
kini berubah menjadi badan yang mengawasi serta membina kegiatan pasar modal. Sedangkan pengelolaan Bursa Efek Jakarta selanjutnya
diserahkan kepada swasta dengan maksud untuk memperbaiki efisiensi. Pada tanggal 16 April 1992, diresmikannya PT. Bursa Efek Jakarta
dengan dilakukan serah terima pengelolaan Bursa Efek Jakarta dari BAPEPAM-LK kepada pihak swasta.
Pada 01 Desember 2007, PT. Bursa Efek Jakarta resmi merger dengan PT. Bursa Efek Surabaya. Penggabungan PT. Bursa Efek Surabaya
ke dalam PT. Bursa Efek Jakarta yang selanjutnya berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia BEI telah efektif mulai 30 November 2007. Bursa
hasil merger tersebut memulai operasional pertama pada tanggal 3 Desember 2007.
4.1.2. Perkembangan Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah resmi beroperasi menjadi bursa swasta pada tanggal 13 Juli 1992.
Salah satunya dengan melihat perkembangan data Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, seperti pada tahun 2004-2008 mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 2004 indeks ditutup pada nilai 1.000,23, kemudian pada tahun 2005 indeks mengalami
peningkatan hingga mencapai angka 1.162,64, yang disusul pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan hingga mencapai angka sebesar
1.805,52 dan 2.745,83. Tetapi hingga tahun 2008 IHSG mengalami penurunan akibat adanya krisis global sebesar 1.355,41. www.idx.co.id
Sejak terjadinya penggabungan pada tanggal 01 Desember 2007, Bursa Efek Indonesia sangat memahami peran Surabaya sebagai salah satu
basis utama penggerak perekonomian di wilayah Indonesia Timur. Bursa Efek Indonesia melalui Sentra Informasi dan Edukasi SEI di Surabaya
akan semakin meningkatkan kegiatan sosialisasinya mengeni pasar modal sebagai alternatif investasi bagi masyarakat umum, dan akan menyumbang
peningkatan jumlah investor serta perusahaan tercatat emiten, baik dari Jawa Timur maupun wilayah sekitarnya. Bagi daerah sendiri peningkatan
emiten akan mampu menyokong pertumbuhan perekonomian daerah, melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan pelaksanaan good
corporate governance di perusahaan, serta peningkatan pendapatan daerah.
Dengan perkembangan tersebut, Bursa Efek Indonesia berencana melakukan pemutakhiran sistem JATS Jakarta Automatic Trading
System yang telah beroperasi selama 13 tahun terakhir dengan sistem baru yang akan mampu menangani semua produk financial saham, obligasi
dan derivative dalam satu platform. Selain itu, dengan berdirinya Pojok BEI berkonsep 3 in 1 kerjasama antara BEI, Universitas dan Perusahaan
Sekuritas yang dimaksudkan untuk mengenalkan pasar modal sejak dini dalam dunia akademis, diharapkan civitas akademika tidak hanya
mengenal pasar modal dari sisi teori saja akan tetapi dapat langsung melakukan prakteknya.
4.1.3. Gambaran Umum Perusahaan Sampel
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengubah input dasar bahan baku menjadi produk akhir yang memiliki manfaat lebih
dibandingkan sebelumnya, yang nantinya akan dipasarkan ke konsumen. Sehingga secara umum, dapat dikatakan kegiatan utama perusahaan
manufaktur yaitu memproduksi barang hingga siap untuk dipasarkan. Jumlah keseluruhan perusahaan manufaktur yang go public di
Indonesia sampai dengan akhir Desember 2008 adalah sebanyak 150 perusahaan yang terbagi menjadi 19 jenis industri, yaitu:
Tabel 4.1 Tabel Jenis Industri Perusahaan Manufaktur
Jenis Industri Jumlah Perusahaan
1. Food and Bavarages 2. Tabacco Manufacturers
3. Textile Mill Products 4. Apparel and Other Textile Products
5. Lumber and Wood Products 6. Paper and Allied Products
7. Chemical and Allied Products 8. Adhesive
9. Plastics and Glass Products 10. Cement
11. Metal and Allied Products 12. Fabricated Metal Products
13. Stone, Clay, Glass and Concrete Products 14. Cabels
15. Electronic and Office Equipment 16. Automotive and Allied Products
17. Photographic Equipment 18. Pharmaceuticals
19. Consumer Goods 19 perusahaan
4 perusahaan 10 perusahaan
13 perusahaan 4 perusahaan
6 perusahaan 9 perusahaan
4 perusahaan 14 perusahaan
3 perusahaan 12 perusahaan
2 perusahaan 5 perusahaan
6 perusahaan 5 perusahaan
19 perusahaan 3 perusahaan
8 perusahaan 4 perusahaan
Jumlah 150 perusahaan
Sumber: Indonesian Capital Market Directory ICMD 2008
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian