ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC.

(1)

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan oleh : Mahiarestya Widiaputri

0613215035/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC

Disusun oleh:

Mahiarestya Widiaputri 0613215035/FE/EA telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 30 April 2010

Pembimbing: Tim Penguji:

Pembimbing Utama Ketua

Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi

NIP. 030 194 437 NIP. 030 194 437

Sekretaris

Dra. Ec. Sari Andayani, MAks NIP. 030 217 168

Anggota

Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak NIP. 030 217 165

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Dekan Fakultas Ekonomi

Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM NIP. 030 202 389


(3)

SKRIPSI

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC

yang diajukan

Mahiarestya Widiaputri 0613215035/FE/EA

disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi Tanggal: ……….………

Mengetahui Wakil Dekan I

Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi NIP. 030 194 437


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC”.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, doa maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Univesitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur dan


(5)

selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.

4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE. MSi., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa kepada penulis, dan seluruh keluarga besar.

6. Aditiyo Sari Saksono, terima kasih atas doa, semangat dan

kepercayaan yang diberikan kepada penulis.

7. Pusat Penelitian Pengembangan dan Pengabdian pada Masyarakat

(P4M) yang telah mengolah data penelitian penulis.

8. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, April 2010


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ……….. vii

DAFTAR GAMBAR ………..… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 6

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 7

1.4. Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …….………... 9

2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ………... 9

2.2. Landasan Teori ……….. 14

2.2.1. Definisi dan Alasan Melakukan Investasi ………... 14

2.2.2. Kinerja Keuangan Perusahaan ……….... 15

2.2.3. Analisis Kinerja Keuangan ………... 16

2.2.4. Penilaian Kinerja Keuangan ………... 17

2.2.5. Laporan Keuangan ……….. 18

2.2.5.1. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan ……...… 19


(7)

2.2.5.3. Komponen Laporan Keuangan ………... 22

2.2.5.4. Keunggulan dan Keterbatasan Laporan Keuangan .. 25

2.2.5.5. Analisis Laporan Keuangan ……….…...……. 27

2.2.6. Financial Distress ………...……… 31

2.2.6.1. Prediksi Financial Distress ………...………. 33

2.2.6.2. Indikator Financial Distress ……….………. 35

2.2.7. Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Financial Distress ... 36

2.2.8. Model Prediksi Keanggotaan Kelompok ……….……... 42

2.3. Kerangka Pikiran ………...………... 44

2.3.1. Hubungan antara Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress ………... 45

2.3.2. Hubungan antara Rasio Efisiensi terhadap Financial Distress ……….……….. 45

2.3.3. Hubungan antara Rasio Profitabilitas terhadap Financial Distress ……….……….. 46

2.3.4. Hubungan antara Rasio Financial Lavarage terhadap Financial Distress ………..……….… 47

2.4. Hipotesis ………...……….... 49

BAB III METODE PENELITIAN ………...……..…...…. 50

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………..….. 50

3.1.1. Variabel Dependen (Y) ………..…………. 50

3.1.2. Variabel Independen (X) ……….……… 50


(8)

3.3. Tehnik Pengumpulan Data ……….... 58

3.3.1. Jenis Data ……… 58

3.3.2. Sumber Data ………...…. 58

3.3.3. Prosedur Pengumpulan Data ………...…… 58

3.4. Tehnik Analisis dan Uji Hipotesis ……… 59

3.4.1. Tehnik Analisis ………...………… 59

3.4.2. Uji Hipotesis ……….…….. 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 62

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……… 62

4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia ………. 62

4.1.2. Perkembangan Bursa Efek Indonesia ………. 65

4.1.3. Gambaran Umum Perusahaan Sampel ……… 66

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 68

4.2.1. Kondisi Financial Distress ………..… 68

4.2.2. Current Ratio (CR) ……….. 70

4.2.3. Quick Ratio (QR) ………. 72

4.2.4. Assets Turnover (AT) ……….. 74

4.2.5. Return on Assets (ROA) ……….. 76

4.2.6. Return on Investment (ROI) ……… 78

4.2.7. Net Profit Margin (NPM) ……… 80

4.2.8. Gross Profit Margin (GPM) ……… 82

4.2.9. Debt Ratio (DR) ……….. 85


(9)

4.3.1. Analisis Regresi Logistik ……… 86

4.3.1.1. Penilaian Model (Overall Model Fit) ……… 87

4.3.1.2. Uji Kesesuaian Model ……… 89

4.3.1.3. Estimasi Parameter ………. 90

4.3.2. Pengujian Hipotesis ………. 91

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 99

5.1. Kesimpulan ………... 99

5.2. Saran ………. 99 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Jenis Industri Perusahaan Manufaktur ………. 67

Tabel 4.2 Tabel Variabel Kondisi Financial Distress ………... 69

Tabel 4.3 Tabel Variabel Current Ratio (CR) ……… 71

Tabel 4.4 Tabel Variabel Quick Ratio (QR) ……….. 73

Tabel 4.5 Tabel Variabel Assets Turnover (AT) ……….... 75

Tabel 4.6 Tabel Variabel Return on Assets (ROA) ……… 77

Tabel 4.7 Tabel Variabel Return on Investment (ROI) ……….. 79

Tabel 4.8 Tabel Variabel Net Profit Margin (NPM) ……….. 81

Tabel 4.9 Tabel Variabel Gross Profit Margin (GPM) ……….. 83

Tabel 4.10 Tabel Variabel Debt Ratio (DR) ………...……… 85

Tabel 4.11 Tabel Penilaian Model (Overall Model Fit) ………... 88

Tabel 4.12 Tabel Uji Kesesuaian Model (Hosmer and Lemeshow Test) ...……. 89

Tabel 4.13 Tabel Klasifikasi Pengelompokkan Munculnya Kondisi Financial Distress (Classification Table) ……….…….... 92


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Kondisi Financial

Distress dan Non-Financial Distress

Lampiran 2 Data Penelitian

Lampiran 3 Hasil Pengujian Regresi Logistik dengan Menggunakan Metode


(13)

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC

Oleh:

Mahiarestya Widiaputri

Abstraksi

Keahlian investor dalam memprediksi kondisi financial distress merupakan faktor yang paling penting sebelum melakukan investasi atau menanamkan modal pada suatu perusahaan karena dengan mengetahui kondisi

financial distress suatu perusahaan sejak dini, maka dapat dilakukan tindakan

untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Sehingga potensi kerugian yang dihadapi investor dapat diminimalisir.

Penelitian ini berguna untuk menguji kemampuan rasio Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas (ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) dalam memprediksi propabilitas munculnya kondisi financial

distress pada perusahaan manufaktur yang go public. Sampel penelitian ini

berjumlah 102 perusahaan yang terdiri dari periode observasi 2006-2008 dengan rincian 80 perusahaan yang mengalami kondosi non-financial distress dan 22 perusahaan yang mengalami financial distress. Periode estimasi dalam penelitian ini adalah tahun 2004 sampai dengan 2006. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teknik prediksi keanggotaan kelompok yang melakukan pengujian secara statistik terhadap hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan regesi logistik metode Backward Stepwise dengan bantuan program SPSS.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan tidak dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang go public. Hal ini berdasarkan pada pengujian hipotesis step 1 sampai step 8 yang menunjukkan nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, sehingga secara keseluruhan menolak H1 dan menerima H0.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi tidak lepas dari kondisi investasi di suatu negara yang berkaitan erat dengan pasar modal. Dengan adanya pasar modal, memungkinkan suatu perusahaan lebih mudah memperoleh dana dan menghimpun dana dalam bentuk modal sendiri yaitu dengan menerbitkan saham. Dan bagi para pemodal, adanya pasar modal akan memberikan alternatif tambahan untuk menginvestasikan dana yang mereka miliki.

Dengan adanya krisis finansial global, menyebabkan ekonomi di negara maju melemah. Akibatnya banyak masyarakat dan dunia usaha di Indonesia merasakan dampaknya, seperti melemahnya nilai tukar Rupiah, perusahaan yang tutup, ancaman PHK dan pengangguran. Kebangkrutan suatu perusahaan pun tidak dapat terhindar lagi yaitu ditandai dengan perusahaan yang tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk mempertahankan kinerja keuangan agar terhindar dari kegagalan bisnis atau mengalami financial distress yang menyebabkan kebangkrutan. (Almilia dan Kristijadi, 2003)

Belakangan ini, para investor, pelaku usaha, dan pengamat ekonomi mengeluhkan pertumbuhan 3 sektor manufaktur, meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas dan barang cetakan, serta barang lainnya


(15)

(produk aneka) pada semester I/2009 yang masih melambat akibat tekanan krisis ekonomi dunia yang memperlemah permintaan ekspor. Menurut Departemen Perindustrian pada kuartal I/2009 industri manufaktur hanya tumbuh 1,85% dan menurun lagi menjadi 1,79% pada kuartal II/2009. Sejak krisis ekonomi Asia sampai 2007, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya meningkat dengan laju satu digit, di bawah 10%, padahal sebelum krisis sektor industri manufaktur dapat tumbuh dengan dua digit. Sampai dengan awal 2008, industri hanya tumbuh sekitar 5,69% atau menurun hampir 2% sejak tahun 2004 akibat naiknya biaya produksi setelah harga BBM dan suku bunga meningkat. (www.inaplas.org)

Di sisi lain, para pelaku usaha di industri hilir plastik menunda rencana investasi baru dan perluasan usaha sepanjang tahun ini sekitar US$200 juta-US$300 juta akibat lesunya permintaan di pasar ekspor dan domestik, serta anjloknya pertumbuhan sektor hilir plastik sebesar 8% dari 15% pada 2008 menjadi hanya 7% pada semester I/2009. Kemerosotan ini dipicu oleh terbatasnya pasokan bahan baku plastik berupa polipropilena (PP) dan polietilena (PE). (www.inaplas.org). Berikut ini adalah sebagian perusahaan manufaktur yang mengalami kenaikan atau penurunan laba (rugi) bersih, selama tahun 2004-2008:

a. PT. Unilever, Tbk mencatat penurunan laba sebesar 98,38% dari Rp 1.464.182.000,00 di tahun 2004 menjadi Rp 1.440.485.000,00 di tahun 2005. Pada tahun 2006, laba yang tercatat sebesar Rp 1.721.595.000,00 terjadi kenaikan laba sebesar 119,51% dari tahun


(16)

sebelumnya. Dan terjadi pertumbuhan laba sebesar 122,52% dari Rp 1.964.652.000,00 di tahun 2007 menjadi Rp 2.407.231.000,00 di tahun 2008.

b. PT. Perdana Bangun Pusaka, Tbk mencatat penurunan (rugi) sebesar 24,90% dari Rp 2.802.796.691,00 di tahun 2004 menjadi Rp -697.919.537,00 di tahun 2005. Pada tahun 2006, kerugian yang tercatat sebesar Rp -830.115.825,00 terjadi kenaikan (rugi) sebesar 118,94% dari tahun sebelumnya. Dan terjadi kenaikan (rugi) sebesar 130,25% dari Rp 1.476.089.884,00 di tahun 2007 menjadi Rp -2.808.330.745,00 di tahun 2008.

c. PT. Sepatu Bata, Tbk mencatat penurunan laba sebesar 71,04% dari Rp 35.308.731.000,00 di tahun 2004 menjadi Rp 25.086.055.000,00 di tahun 2005. Pada tahun 2006, laba yang tercatat sebesar Rp 20.160.771.000,00 terjadi penurunan laba sebesar 80,36% dari tahun sebelumnya. Dan terjadi pertumbuhan laba sebesar 455,67% dari Rp 34.577.678.000,00 di tahun 2007 menjadi Rp 157.562.668.000,00 di tahun 2008.

d. PT. Kageo Igar Jaya, Tbk mencatat penurunan laba sebesar 52,39% dari Rp 26.297.974.836,00 di tahun 2004 menjadi Rp 13.777.631.117,00 di tahun 2005. Pada tahun 2006, laba yang tercatat sebesar Rp 9.964.135.535,00 terjadi penurunan laba sebesar 72,32% dari tahun sebelumnya. Dan terjadi penurunan laba sebesar 47,63%


(17)

dari Rp 15.426.317.547,00 di tahun 2007 menjadi Rp 7.348.483.975,00 di tahun 2008.

Adanya kondisi keuangan yang fluktuatif, membuat para investor menunda mengivestasikan dananya sebagai antisipasi atas potensi kegagalan finansial pada investasinya. Karena dalam berinvestasi, selalu terdapat kemungkinan akan terjadinya kegagalan finansial bahkan kebangrutan. Selain investor harus menganalisis kinerja keuangan dan mengetahui kondisi kesehatan keuangan perusahaan, sebaiknya para investor juga harus mendapatkan informasi yang jelas, tepat waktu, dan wajar sebagai dasar pengambilan keputusan atas investasinya.

Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.

Dengan menganalisis suatu laporan keuangan, kebangkrutan suatu perusahaan dapat terlihat dan terukur. Kebangkrutan tersebut dapat terdeteksi sejak dini, karena sebelum terjadinya kebangkrutan, perusahaan akan mengalami suatu kondisi yaitu kesulitan keuangan (financial

distress). Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam

pengambilan keputusan, maka data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Model


(18)

yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan. (Almilia dan Kristijadi, 2003)

Banyak sekali literatur yang menggambarkan model prediksi kebangkrutan, tetapi hanya sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan sangat sulit mendefinisikan secara objektif permulaan adanya financial

distress. Model financial distress perlu dikembangkan, karena diharapkan

dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan, seperti mengubah asset menjadi kas atau untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek perusahaan, mengkalkulasi dana perusahaan yang tertanam dalam asset berputar untuk menghasilkan revenue, menerbitkan saham untuk mendapatkan modal, hingga meminjam modal dari kreditur. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu usaha, sertaa untuk mengkaji manfaat yang dapat dipetik dari analisis rasio keuangan. Salah satu peneliti yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan adalah Altman (1968). (Almilia dan Kristijadi, 2003)

Untuk memprediksi financial distress perusahaan manufaktur yang

go public, dipilih metode regresi logistik karena dalam penerapannya tidak

mensyaratkan adanya asumsi multivariate normality dan kesamaan matrik varian-kovarian dalam kelompok, sehingga metode ini cukup tahan untuk dapat diterapkan dalam berbagai skala atau keadaan data (Hair, dkk, 1998:


(19)

276). Dipilihnya perusahaan manufaktur, karena perusahaan manufaktur adalah jenis usaha yang bergerak di sektor riil yang memiliki jumlah perusahaan lebih banyak dibanding dengan jenis usaha lain, dan perusahaan manufaktur memiliki karakteristik laporan keuangan yang menyerupai.

Maksud dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pihak internal dan pihak eksternal perusahaan mengenai rasio keuangan yang sangat dominan dalam memprediksi financial distress.

Dari uraian di atas, peneliti perlu melakukan pengujian kembali untuk memprediksi financial distress sebuah perusahaan dengan judul “ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dari latar belakang, maka penulis memunculkan permasalahan sebagai berikut: apakah rasio keuangan Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas (ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) yang diperoleh dari laporan keuangan perusahan yang telah diaudit dapat digunakan untuk memprediksi kondisi

financial distress pada perusahaan manufaktur yang go public?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh rasio keuangan Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas (ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) yang diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan dapat memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang

go public. Selain itu tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui rasio

keuangan yang paling dominan dalam memprediksi kondisi financial

distress.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Bagi manajemen perusahaan, agar penelitian ini digunakan sebagai peringatan awal untuk segera melakukan tindakan korektif demi kemajuan perusahaan di masa yang akan datang.

2. Bagi investor, agar penelitian ini dapat dijadikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta membantu menilai dan menganalisis kondisi keuangan.

3. Bagi peneliti lain, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengkaji masalah yang sama sehingga segala kekurangan yang ada pada penelitian ini dapat disempurnakan.


(21)

4. Bagi penulis, untuk mendapatkan pengetahuan dan dapat lebih memahami tentang memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Di Indonesia, telah terdapat beberapa peneliti yang mempelajari tentang suatu prediksi, baik penelitian yang berhubungan dengan memprediksi suatu kebangrutan suatu perusahaan serta diantaranya juga telah meneliti tentang prediksi financial distress suatu perusahaan. Dan beberapa peneliti tersebut antara lain:

1. Wilopo (2001)

Wilopo (2001) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Bank”.

Penelitian ini berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksikan rasio keuangan model CAMEL (13 rasio), besaran (size) bank yang diukur dengan log. asset dan variabel dummy (kredit lancar dan manajemen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi. Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi, semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL,


(23)

besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan bank di Indonesia. Kesimpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan kegagalan bank.

2. Almilia dan Kristijadi (2003)

Penelitian ini mengenai kondisi financial distress pada 61 perusahaan manufaktur, 24 perusahaan dikatakan mengalami financial distress dan 37 perusahaan tidak mengalami financial distress. Penelitian ini membentuk 12 persamaan dari 20 rasio keuangan dengan menggunakan metode regresi logistik. Penelitian ini memberikan bukti bahwa dari keduabelas persamaan regresi yang dibentuk menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan

financial distress perusahaan.

Dari penelitian Almilia dan Kristijadi, dapat diketahui pula variabel rasio keuangan yang paling dominan untuk memprediksi kemungkinan perusahaan mengalami financialdistress, yaitu:

a. Rasio profit margin yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan

(NI/S), rasio financial lavarage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA).


(24)

b. Rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL).

c. Rasio pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi

dengan total aktiva (GROWTH NI/TA). 3. Almilia (2006)

Almilia (2006) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi

Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public dengan

Menggunakan Analisis Multinominal Logit”.

Pada tahun 2006, Luciana Spica Almilia juga melakukan penelitian mengenai financial distress, yang berusaha untuk menguji daya klasifikasi dan signifikansi rasio-rasio keuangan baik yang berasal dari neraca laporan laba rugi ataupun laporan arus kas untuk

memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan

menggunakan teknik analisis multinominal logit. Dasar penentuan kondisi financial distress dibagi dalam dua (2) kelompok. Kelompok pertama adalah perusahaan yang selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif. Kelompok kedua adalah perusahaan yang selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan mengalami nilai buku ekuitas negatif. Luciana Spica Almilia membagi model penelitian menjadi tiga, yaitu model 1 menguji daya klasifikasi dan signifikansi rasio keuangan yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi, model 2 menguji menguji daya klasifikasi dan signifikansi rasio keuangan yang berasal dari laporan


(25)

arus kas, dan model 3 menguji daya klasifikasi dan signifikansi rasio keuangan yang berasal dari neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas.

Hasil kesimpulan penelitian ini adalah:

a. Pada model pertama yaitu model yang memasukkan rasio

keuangan yang berasal dari laporan laba rugi dan neraca menunjukkan rasio total hutang dibagi dengan total aktiva (TLTA) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress

perusahaan dengan daya klasifikasi sebesar 79,0%.

b. Pada model kedua yaitu model yang memasukkan rasio keuangan

yang berasal dari laporan arus kas menunjukkan bahwa rasio arus kas bersih dari aktivitas operasi dibagi dengan total aktiva (CFFOTA) dan arus kas bersih dari aktivitas operasi dibagi dengan hutang lancar (CFFOCL) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan daya klasifikasi sebesar 58,0%.

c. Pada model ketiga yaitu model yang memasukkan rasio keuangan

yang berasal dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas menunjukkan bahwa rasio aktiva lancar dibagi dengan total aktiva (CATA), total hutang dibagi total aktiva (TLTA), aktiva tetap bersih dibagi dengan total aktiva (NFATA), arus kas bersih dari aktivitas operasi dibagi dengan hutang lancar (CFFOCL), arus kas bersih dari aktivitas operasi dibagi dengan total sumber dana


(26)

(CFFOTS), dan arus kas bersih dari aktivitas operasi dibagi dengan total hutang hutang (CFFOTL) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan daya klasifikasi total pada model ini adalah sebesar 79,6%.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah topik yang diteliti financial distress, dalam menguji hipotesis digunakan regresi logistik pada penelitian Luciana Spica Almilia (2003), dan subjek penelitian yang digunakan yaitu perusahaan manufaktur yang

go public kecuali pada penelitian Wilopo (2001).

Perbedaan pada penelitian ini terletak pada variable bebas dalam rasio-rasio keuangan, yaitu rasio likuiditas, efisiensi, profitabilitas, dan financial lavarage, serta pada periode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode 2004-2008.

2.2. Landasan Teori

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang tedapat dalam penelitian ini, maka landasan teori yang dikemukakan untuk mendukung penulisan penelitian antara lain:

2.2.1. Definisi dan Alasan Melakukan Investasi

Menurut Arifin (2005: 21), investasi pada hakekatnya merupakan kegiatan menunda konsumsi untuk mendapatkan (nilai) konsumsi yang lebih besar di masa yang akan datang.


(27)

Reilly dan Norton (2003: 3) memberikan penjelasan mengenai investasi sebagai berikut, “Investment is the current commitment of resources for a period of the time in the expectation of receiving future recources that will compensate the investor for (1) time of the resources are committed, (2) the expexted rate of inflation, and (3) the risk, that uncertainly of the future payment”.

Investor mempunyai beberapa alasan sehubungan dengan keputusan untuk melakukan investasi (Ahmad, 2006: 3-4), antara lain:

a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan

datang.

Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana cara meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang.

b. Mengurangi tekanan inflasi.

Dengan melakukan investasi, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaannya tidak merosot karena terpengaruh oleh inflasi yang sedang terjadi.

c. Dorongan untuk menghemat pajak.

Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang tertentu.


(28)

2.2.2. Kinerja Keuangan Perusahaan

Salah satu cara untuk melihat kondisi suatu perusahaan adalah dengan melihat kinerja keuangan perusahaan tersebut. Pengertian kinerja keuangan secara sederhana dapat dipahami sebagai hasil kerja para manajer dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan perusahaan. (Fahmi, 2006: 63) Di sisi lain, pemerintah melalui surat Keputusan Menteri Keuangan No. 862/KMK.013/1992 tanggal 28 Juni 1992 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kinerja keuangan perusahaan adalah penilaian terhadap efisiensi dan produktivitas perusahaan yang dilakukan secara berkala atas laporan manajemen dan laporan keuangan. Hasil penilaian kinerja tersebut digunakan untuk menentukan penggolongan tingkat kesehatan keuangan perusahaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan baik buruknya prestasi kerja perusahaan atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan selama periode tertentu. Kondisi keuangan perusahaan yang digambarkan dapat berupa keberhasilan perusahaan dalam mengelola keuangan atau justru sebaliknya, yakni terjadi kegagalan perusahaan yang mengarahkan perusahaan pada kondisi financial distress. Perusahaan yang mengalami keberhasilan dalam mengelola keuangannya selama periode tertentu mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki prestasi yang baik,


(29)

dan demikian pula sebaliknya. Hal ini sangat penting untuk diketahui agar sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin cepat belakangan ini. Kinerja keuangan suatu perusahaan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan yang dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, solvabilitas, serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. (IAI, 2007: 4)

2.2.3. Analisis Kinerja Keuangan

Menurut Lesmana dan Surjanto (2003: 11), analisis kinerja keuangan yang dilakukan pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Dan berdasarkan evaluasi tersebut, dapat dilakukan prediksi terhadap kinerja perusahaan di masa mendatang, sehingga valuasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan untuk melakukan berbagai keputusan investasi yang harus dilakukan pada saat ini.

2.2.4. Penilaian Kinerja Keuangan

Dalam melakukan analisa terhadap suatu kinerja keuangan, pasti akan melibatkan penilaian terhadap kinerja keuangan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Pengertian penilaian kinerja adalah


(30)

merupakan suatu perilaku manusia dalam suatu organisasi karena tercapainya tingkat prestasi atau hasil nyata yang positif. (Mulyadi, 2004: 197)

Menurut Munawir (2004: 31), tujuan pengukuran kinerja adalah: a. Untuk mengukur tingkat likuiditas.

Yaitu untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek perusahaan.

b. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas.

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu.

c. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas.

Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha.

Kemampuan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan stabil, yaitu dengan mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar beban bunga atau hutang dengan tepat waktu dan kemampuan perusahaan dalam membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham.


(31)

2.2.5. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. (Baridwan, 1999: 17)

Menurut Munawir (2004: 2), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.

Dan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (2007: 1-2), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

2.2.5.1. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK No.1 (2007: 1.2), tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban (stewardship) manajemen atas pengguna sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,


(32)

suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, serta arus kas. Laporan keuangan juga merupakan kartu angka untuk mencatat dan mengevaluasi kinerja suatu organisasi yang efisien. Laporan itu juga memberi dasar pemberian kompensasi kepada partisipan atau pemegang andil.

Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam SFAC No. 1 bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi: a. Untuk keputusan investasi dan kredit,

b. Mengenai jumlah dan timing arus kas, c. Mengenai asset dan kewajiban, d. Mengenai kinerja perusahaan,

e. Mengenai sumber dan penggunaan kas, f. Penjelas dan interpretif, serta

g. Untuk menilai stewardship.

Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan pengungkapan laporan keuangan.

Laporan keuangan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi perusahaan, berikut ini manfaat laporan keuangan untuk masing-masing pihak (Munawir, 2004: 2):


(33)

Dengan adanya laporan keuangan, pemilik perusahaan akan dapat menilai sukses atau tidaknya manajer dalam memimpin perusahaannya dan kesuksesan seorang manajer biasanya diukur dengan laba yang diperoleh perusahaan.

b. Pimpinan atau manajer perusahaan.

Dengan mengetahui posisi keuangan perusahaan, manajer dapat menyusun rencana yang lebih baik memperbaiki sistem pengawasannya dan menentukan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat. c. Kreditur dan Bankers

Sebelum memberi keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan yang bersangkutan. Posisi atau keadaan keuangan perusahaan peminta kredit akan dapat diketahui melalui penganalisaan laporan keuangan perusahaan tersebut.

d. Investor.

Para investor memerlukan laporan keuangan perusahaan pada saat mereka menanamkan modalnya. Mereka berkepentingan terhadap prospek keuntungan di masa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya untuk mengetahui jaminan investasinya, dan menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh selanjutnya.

e. Pemerintah.

Pemerintah sangat berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan. Disamping untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan, juga diperlukan oleh Biro Pusat Statistik,


(34)

Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja untuk dasar perencanaan pemerintah.

2.2.5.2. Karakteristik Laporan Keuangan

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (2007: 5), terdapat empat karakteristik kualitatif pokok dari laporan keuangan yang menyebabkan informasi yang tersedia dalam laporan keuangan menjadi berguna bagi pemakainya, antara lain:

a. Dapat dipahami, artinya informasi yang tersedia dalam laporan

keuangan mudah untuk dipahami oleh pengguna.

b. Relevan, artinya informasi yang dapat mempengaruhi keputusan

ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu.

c. Keandalan, artinya informasi yang bebas dari pengertian yang

menyesatkan, kesalahan material sehingga dapat diandalkan oleh para penggunanya.

d. Dapat dibandingkan, artinya pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan perusahaan.


(35)

Laporan keuangan lengkap yang sering disajikan menurut Kieso (2004: 2), terdiri atas:

a. Neraca adalah laporan keuangan yang berisi mengenai jumlah harta

(asset), kewajiban (liability), dan modal (owner equity) pada akhir periode akuntansi.

Neraca minimal mencakup pos-pos berikut (IAI, 2007: 1.9) : 1) Aset berwujud,

2) Aset tidak berwujud, 3) Aset keuangan,

4) Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas, 5) Persediaan,

6) Piutang usaha dan piutang lainnya, 7) Kas dan setara kas,

8) Utang usaha dan utang lainnya, 9) Kewajiban yang diestimasi,

10)Kewajiban berbunga jangka panjang, 11)Hak minoritas, dan

12)Modal saham dan pos ekuitas lainnya.

b. Laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang berisi semua

pendapatan dan beban yang terjadi selama periode akuntansi dan dibuat setiap akhir periode akuntansi.

Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos berikut (IAI, 2004: 1.10):


(36)

1) Pendapatan, 2) Laba rugi usaha, 3) Beban pinjaman,

4) Bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan menggunakan metode ekuitas,

5) Beban pajak,

6) Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan, 7) Pos luar biasa,

8) Hak minoritas,

9) Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.

c. Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang berisi modal awal, investasi, laba (rugi) periode berjalan, drawing, dan modal akhir. Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukan (IAI, 2007: 1.12) :

1) Laba atau rugi bersih perode yang bersangkutan,

2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian

beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas,

3) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan

perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait,


(37)

5) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahan, dan

6) Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

d. Laporan arus kas adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk (cash inflow), dan arus kas keluar (cash outflow), selama periode akuntansi dari berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (2007: 2.2), aktivitas tersebut meliputi aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

e. Catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang berisi penjelasan tambahan mengenai laporan keuangan utama, yang belum dapat dijelaskan dalam tubuh laporan.

Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan (IAI, 2007: 1.13) :

1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan

kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting,

2) Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,

3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secar wajar.


(38)

2.2.5.4. Keunggulan dan Keterbatasan Laporan Keuangan

Menurut Foster (1986: 9-10), informasi laporan keuangan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan sumber-sumber infromasi lainnya karena:

a. Secara langsung dapat lebih dikaitkan pada variable of intersest. b. Merupakan sumber informasi yang lebih handal karena telah diaudit

oleh auditor independent.

c. Merupakan sumber informasi yang lebih rendah biayanya dibanding

sumber informasi lainnya.

d. Merupakan sumber informasi yang lebih tepat waktu.

Selain keunggulan-keunggulan di atas, laporan keuangan juga memiliki beberapa keterbatasan. Menurut Harahap (2004: 16-18), keterbatasan tersebut antara lain:

a. Laporan keuangan bersifat histories, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat, bukan masa kini. Oleh karenanya, laporan keuangan tidak dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi apalagi untuk meramalkan masa depan atau menentukan nilai perusahaan.

b. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan pihak tertentu.

c. Proses penyusunan laporan keuangan tidak lepas dari penggunaan

taksiran dan berbagai pertimbangan.


(39)

e. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. Apabila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.

f. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu

peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (substance over form). g. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis

serta pengguna laporan diasumsikan memahami bahwa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.

h. Informasi yang bersifat kualitatif serta fakta yang tidak dapat

dikuantifikasi, umumnya diabaikan.

Di sisi lain, menurut Baridwan (1999, 13-15), keterbatasan laporan keuangan adalah:

a. Cukup berarti (materiality).

Suatu laporan, fakta, atau elemen dianggap cukup berarti jika karena adanya dan sifatnya akan mempengaruhi atau menyebabkan timbulnya perbedaan dalam pengambilan suatu keputusan, dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan lain yang ada.

b. Konservatif.

Konservatif ini merupakan sikap yang diambil oleh akuntan dalam menghadapi dua atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan


(40)

keuangan yang dapat mengakibatkan penyajian informasi menjadi bias, yaitu cenderung ke satu arah, lebih besar atau lebih kecil.

c. Sifat khusus suatu industri.

Industri-industri yang mempunyai sifat-sifat khusus seperti bank, asuransi dan lain-lain, serta disebabkan oleh adanya peraturan-peraturan dari pemerintah seringkali memerlukan prinsip akuntansi yang berbeda dengan industri-industri lainnya.

2.2.5.5. Analisis Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2004: 190), analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos keuangan menjadi unit-unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain, baik data kuantitatif maupun nonkuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.

Dan menurut Wild, dkk (2005: 3), analisa laporan keuangan adalah aplikasi dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis.

Tehnik analisis laporan keuangan dikategorikan menjadi dua metode, yaitu (Wild, dkk, 2005: 30-36):


(41)

a. Metode analisis horizontal, adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan oleh beberapa periode sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Metode ini terdiri dari 4 analisis, antara lain:

1) Analisis komparatif (comparative financial statement analysis). Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah neraca, laporan laba rugi atau laporan arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya.

2) Analisis trend.

Adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Sebuah alat yang berguna untuk perbandingan tren jangka panjang adalah tren angka indeks. Analisis ini memerlukan tahun dasar yang menjadi rujukan untuk semua pos yang biasanya diberi angka indeks 100. Karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal.

3) Analisis arus kas (cash flow analysis).

Adalah suatu analisa untuk sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. Analisis ini terutama digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi sumber dana penggunaan dana. Analisis arus kas menyediakan pandangan tentang bagaimana


(42)

perusahaan memperoleh pendanaannya dan menggunakan sumber dananya. Walaupun analisis sederhana laporan arus kas memberikan banyak informasi tentang sumber dan penggunaan dana, penting untuk menganalisis arus kas secara lebih rinci. 4) Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis).

Adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yng lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dianggarkan untuk periode tersebut.

b. Metode analisis vertikal, adalah metode analisis yang dilakukan

dengan cara menganalisis laporan keuangan pada periode tertentu. Metode ini terdiri dari 3 analisis, antara lain :

1) Analisis common-size.

Adalah suatu metode analisis untuk mengetahui prosentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisis common-size menekankan pada 2 faktor, yaitu :

a) Sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan antara

kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar dan ekuitas.

b) Komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing – masing


(43)

2) Analisis impas (break-even)

Adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. 3) Analisis rasio.

Analisis rasio adalah suatu cara untuk menganalisis laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan matematik antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya.

Laporan keuangan bisa saja menyembunyikan suatu informasi yang salah (inkonsistensi), akan tetapi hasil dari analisis laporan keuangan akan dapat membongkar berbagai inkonsistensi tersebut. Oleh karena itu, pada umumnya bagi pihak investor, analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksikan kondisi di masa mendatang, sedangkan bagi pihak manajemen, analisis laporan keuangan digunakan untuk mengantisipasi kondisi di masa mendatang serta sebagai dasar perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa mendatang. (Weston, 1998: 294)

2.2.6. Financial Distress

Financial distress merupakan kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum


(44)

kebangkrutan suatu perusahaan. Perusahaan dikatakan mengalami kondisi

financial distress jika:

a. Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) negatif (sesuai dengan penelitian Hofer 1980 dan Whitaker 1999, dalam Almilia dan Kristijadi (2003)).

b. Selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden

(sesuai dengan penelitian Lau 1987, dalam Almilia dan Kristijadi (2003)).

Menurut Ross, dkk (1999) dalam Lesmana dan Surjanto (2003: 173), memberikan definisi mengenai kesulitan keuangan sebagai berikut, “Financial distress is a situation where a firm’s operating cash flows are not sufficient to satisfy current obligations (such as trade credits or interest expenses) and the firm is forced out to take contract corrective action. Financial distress may lead a firm to default on a contact, and it may involve financial restructuring between the firm, its creditors, and its equity investors. Usually the firm is forced to take actions that it would not have taken if it had sufficient cash flow”.

Para ahli ekonomi memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan financial distress. Menurut Bringham dan Geneski (1993) dalam Almilia dan Kristijadi (2003), ada berbagai macam tipe kesulitan keuangan, yaitu:


(45)

a. Economic failure.

Artinya bahwa pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Perusahaan yang mengalami economic failure

dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan mereka bersedia menerima tingkat pengembalian (return) di bawah tingkat bunga pasar.

b. Business failure.

Business failure seringkali digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan. Istilah ini digunakan Dun dan Bradstreet (1976), yang merupakan penyusunan utama failure statistic, untuk mendefinisikan perusahaan yang menghentikan operasinya sehingga menyebabkan kerugian bagi kreditur.

c. Insolvency.

1) Technical insolvency, adalah kondisi pada saat perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sebagai akibat dari ketidakcukupan arus kas. Technical insolvency merupakan sebuah kondisi temporer, walaupun seringkali dapat menjadi penyebab sebuah perusahaan mengumumkan kebangkrutan.

2) Insolvency in bankruptcy, merupakan kondisi pada saat total kewajiban lebih besar dari nilaai pasar total aset perusahaan. Dan

karena itu memiliki ekuitas yang negatif. Insolvency dalam

pengertian kebangkrutan ini lebih kritis dan mengindikasikan kondisi yang lebih kronis.


(46)

d. Legal bankruptcy.

Adalah kriteria kebangkrutan sesuai dengan ketentuan yang diatur menurut undang-undang federal.

2.2.6.1. Prediksi Financial Distress

Menurut Foster (1986) dalam Almilia dan Kristijadi (2003), prediksi financial distress perusahaan memberi manfaat bagi banyak pihak, antara lain:

a. Pemberi pinjaman.

Berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.

b. Investor.

Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.

c. Pembuat peraturan.

Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.


(47)

d. Pemerintah.

Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust regulation.

e. Auditor.

Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

f. Manajemen.

Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi

financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.

2.2.6.2. Indikator Financial Distress

Menurut Foster (1986) dalam Almilia dan Kristijadi (2003), terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan (financial distress), yaitu:

a. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.

b. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing


(48)

kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.

c. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya

dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variabel keuangan.

d. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi. Selain itu menurut Lesmana dan Surjanto (2003: 183-184), tanda-tanda yang dapat dilihat terhadap sebuah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan antara lain:

a. Penjualan dan pendapatan yang mengalami penurunan secara

signifikan.

b. Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi. c. Harga pasar saham menurun secara signifikan. d. Penurunan total aktiva.

e. Industri dengan risiko yang tinggi.

f. Young company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun-tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan. g. Pemotongan yang signifikan dalam dividen.


(49)

2.2.7. Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Financial Distress

Pada hakekatnya, analisis laporan keuangan merupakan kegiatan melakukan penilaian atas kondisi keuangan suatu perusahaan berdasarkan perhitungan dan interpretasi rasio keuangan. Foster (1986) dalam Almilia dan Kristijadi (2003) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu:

a. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antarperusahaan

atau antarwaktu.

b. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik

yang digunakan.

c. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan dengan rasio

keuangan.

d. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress).

Chen dan Shimerda (1981) dalam Fahmi (2006: 58), menyatakan bahwa rasio keuangan merupakan bagian penting dalam mengevaluasi kinerja dan kondisi keuangan suatu perusahaan.

Rasio yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut:

a. Rasio Likuiditas, adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk

mengukur likuiditas perusahaan, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek.


(50)

Likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah asset menjadi kas, sedangkan jangka pendek diasumsikan selama rentang waktu satu tahun. Rasio likuiditas yang paling umum digunakan adalah current ratio dan quick ratio.

1) Current Ratio (CR)

Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendek dengan menggunakan asset lancar yang dimiliki. Semakin besar rasio semakin baik. Walau demikian,

tingginya current ratio belum menjamin perusahaan tersebut

membayar kewajiban yang telah jatuh tempo. Hal ini disebabkan karena proporsi asset lancar yang tidak menguntungkan. Rumusnya adalah:

Current Assets

CR = x 100%

Current Liabilities

(Riyanto (1999))

2) Quick Ratio (QR)

Rasio ini menilai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan asset lancar yang lebih likuid (quick assets). Rasio ini diperoleh dari membagi asset lancar (setelah dikurangi dengan persediaan) dengan kewajiban lancar.


(51)

karena persediaan tidak cukup likuid untuk dikonversikan segera ke dalam bentuk kas. Rumus yang digunakan adalah:

Current Assets – Inventory

QR = x 100% Current Liabilities

(Riyanto (1999))

b. Rasio Efisiensi, adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas dan efisiensi asset perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya untuk menghasilkan penjualan, disebut pula perputaran (turnover).

Rasio keuangan yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

Assets Turnover (AT)

Rasio ini menilai kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan asset berputar dalam suatu periode tertentu atau menilai kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue. Rumus yang digunakan adalah:

Net Sales

AT = x 100% Total Assets


(52)

c. Rasio Profitabilitas, adalah rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan, serta rasio yang bermanfaat untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio profitabilitas yang paling umum digunakan adalah return on assets, return on investment, net profit margin, dan

gross profit margin.

1) Return on Assets (ROA)

Rasio ini menilai kemampuan dari modal perusahaan yang diinvestasikan dalam keseluruhan asset untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor. Rumus yang digunakan adalah:

Earning Before Tax

ROA = x 100% Total Assets

(Riyanto (1999))

2) Return on Investment (ROI)

Rasio ini memperlihatkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan asset untuk menghasilkan keuntungan neto. Rumus yang digunakan adalah:

Earning After Tax

ROI = x 100% Total Assets


(53)

3) Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini menunjukkan berapa besar presentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap perusahaan memiliki kemampuan cukup besar dalam menghasilkan laba. Rumus yang digunakan adalah:

Earning After Tax

NPM = x 100%

Net Sales

(Riyanto (1999))

4) Gross Profit Margin (GPM)

Rasio ini menunjukkan berapa besar presentase pendapatan kotor yang diperoleh dari setiap penjualan. Rasio ini mengukur efisiensi produksi dan penentuan harga jual. Rumus yang digunakan adalah:

Sales – Cost of Goods Sold

GPM = x 100%

Net Sales

(Riyanto (1999))

d. Rasio Financial Lavarage, adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang.


(54)

Rasio keuangan yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

Debt Ratio (DR)

Rasio ini mengukur jumlah asset perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Semakin besar Debt Ratio, maka semakin besar resiko yang dihadapi. Rumus yang digunakan adalah:

Total Liabilities

DR = x 100% Total Assets

(Riyanto (1999))

2.2.8. Model Prediksi Keanggotaan Kelompok

Dalam penelitian kelompok diidentifikasi, fokus analisis adalah memprediksi keanggotaan kelompok dari sejumlah variabel tertentu. Model analisis diskriminan dan regresi logistik dapat digunakan untuk tujuan penelitian seperti ini.

Analisis diskriminan adalah analisis multivariate yang diterapkan untuk memodelkan hubungan antara satu variabel tergantung yang bersifat ketegori satu atau lebih variabel bebas yang bersifat kuantitatif (Hair, dkk, 1998: 244). Analisis diskriminan dapat diterapkan untuk menangani pengklasifikasian kelompok atas variabel tergantung ke dalam dua kelompok atau multiple groups (tiga atau lebih). Fungsi ini dibentuk dengan memaksimumkan jarak antar kelompok, sehingga memiliki kemampuan untuk membedakan antarkelompok. Oleh karena itu


(55)

berdasarkan fungsi ini, pengamatan yang belum diketahui kelompoknya dapat ditentukan kelompoknya.

Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi yang diformulasikan untuk memprediksi dan menjelaskan variabel tergantung yang bersifat biner (2 kelompok) atau kategori dengan variabel bebas yang bersifat kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya (Hair, dkk, 1998: 244). Regresi ini dinamakan dengan regresi logistik karena pembentukan modelnya didasarkan pada benttuk kurva logistik. Kurva ini berbentuk landai atau kemiringannya kecil pada bagian atas dan bawah variabel bebas, namun berbentuk curam pada bagian tengah. Persamaan regresi logistik tidak menghasilkan nilai pada variabel tergantung, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel tergantung. Nilai peluang inilah yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifiksikan pengamatan.

Apabila variabel tergantung hanya terdiri dari 2 kelompok saja (misal: laki-laki atau perempuaan), maka penggunaan regresi logistik lebih umum dipakai. Hal ini disebabkan dalam penerapannya, regresi logistik tidak bergantung secara ketat pada asumsi multivariate normality dan kesamaan matrik varian-kovarian dalam kelompok, sehingga metode ini cukup tahan untuk dapat diterapkan dalam berbagai skala atau keadaan data (Hair, dkk, 1998: 276). Kelebihan lain regresi logistik yang menyebabkan lebih fleksibel dibandingkan analisis diskriminan (Kuncoro, 2004: 235) yaitu:


(56)

a. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa terdiri dari variabel kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya.

b. Regresi logistik sangat bermanfaat digunakan apabila distribusi atas variabel tergantung diharapkan nonlinear dengan satu atau lebih variabel bebas.

Karena model yang dihasilkan dengan regresi logistik bersifat nonlinear, persamaan yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil sedikit lebih kompleks dibandingkan dengan regresi berganda. Model dari analisis regresi logistik adalah sebagai berikut :

P

Ln = β0 + β1Xi1 + β2Xi2 + … + βnXin

1 – P

P = probabilitas pengklasifikasian kelompok Xin = variabel-variabel rasio keuangan

Evaluasi fungsi klasifikasi (fungsi logistik) dilakukan dengan cara terlebih dahulu membuat tabulasi antara actual group (data observasi) dan

predicted group yang diperoleh dari fungsi logistik. Selanjutnya dihitung proporsi pengamatan yang salah diklasifikasikan. Diharapkan hasil proporsi pengamatan yang salah diklasifikasikan tersebut bisa sekecil mungkin.


(57)

2.3. Kerangka Pikiran

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan rasio keuangan rasio keuangan Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas (ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) dalam memprediksi probabilitas munculnya kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang go public. Sebelum menentukan kerangka pikiran, berikut adalah penjelasan tentang hubungan antara masing-masing rasio terhadap

financial distress.

2.3.1. Hubungan antara Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress

Rasio likuiditas termasuk kelompok rasio yang menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Rasio ini terdiri dari:

a. Current Ratio (CR)

Variabel ini mempunyai hubungan negatif terhadap kemungkinan suatu perusahaan mengalami financial distress. Berarti semakin besar

current ratio, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan

mengalami financial distress. (Saputri, (2009)) b. Quick Ratio (QR)

Variabel ini mempunyai hubungan negatif terhadap kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Berarti semakin tinggi quick ratio, maka semakin kecil kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami kondisi financial distress. (Ermawan, (2008))


(58)

2.3.2. Hubungan antara Rasio Efisiensi terhadap Financial Distress

Rasio ini mengukur sampai seberapa besar efektivitas dan efisiensi asset perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya untuk menghasilkan penjualan, disebut pula perputaran. Rasio ini terdiri dari:

Asset Turnover (AT)

Variabel ini mengukur kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan asset berputar dalam suatu periode tertentu untuk menghasilkan revenue. Semakin tinggi asset turnover, maka semakin kecil suatu perusahaan mengalami financial distress. (Almilia dan Kristijadi, (2003))

2.3.3. Hubungan antara Rasio Profitabilitas terhadap Financial Distress Rasio profitabilitas dimaksudkan untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini terdiri dari:

a. Return on Assets (ROA)

Variabel ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan pada tingkat asset tertentu. Semakin tinggi return on assets, maka semakin efisien manajemen asetnya. Atau dengan kata lain, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. (Almilia dan Kristijadi, (2003))


(59)

Variabel ini mengukur kemampuan tingkat pengembalian total yang dihasilkan dari semua sumber pendanaan yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan. Semakin tinggi return on investment,

maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial

distress. (Almilia dan Kristijadi, (2003)) c. Net Profit Margin (NPM)

Variabel ini berpengaruh negatif terhadap laba perusahaan di masa datang. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi profit margin suatu perusahaan, maka peluang perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang profitable lebih besar. Berarti semakin besar variabel ini, maka semakin kecil perusahaan mengalami

financial distress. (Ermawan, (2008)) d. Gross Profit Margin (GPM)

Variabel ini mengukur efisiensi produksi dan penentuan harga jual. Semakin rendah rasio ini menandakan bahwa perusahaan rawan terhadap perubahan harga yang berpengaruh terhadap laba yang akan diperoleh. Atau dengan kata lain, semakin besar gross proit margin,

maka semakin kecil perusahaan mengalami financial distress.

(Ermawan, (2008))


(60)

2.3.4. Hubungan antara Rasio Financial Lavarage terhadap Financial Distress

Rasio ini mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan hutang atau dengan kata lain financial lavarage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasi perusahaan. Rasio ini terdiri dari:

Debt Ratio (DR)

Variabel ini mengukur perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Variabel ini mempunyai hubungan positif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar debt ratio, maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. (Almilia dan Kristijadi, (2003))

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu di atas, maka gambar kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(61)

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pikiran

Analisis Regresi Logistik

2.4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0: Rasio keuangan Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas

(ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) tidak dapat Perusahaan Manufaktur

yang Go Public

Kondisi Financial Distress (Laba bersih negatif dan tidak melakukan pembayaran dividen

selama 2 tahun)

Kondisi Non-Financial Distress

(Laba bersih positif dan melakukan pembayaran dividen

selama 2 tahun)

Laporan Keuangan Rasio Efisiensi 1. AT Rasio Likuiditas 1. CR 2. QR Rasio Profitabilitas 1. ROA 2. ROI 3. NPM 4. GPM Rasio Financial Lavarage 1. DR

Tingkat Signifikan Model Kondisi Financial Distress


(62)

digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang go public.

H1: Rasio keuangan Likuiditas (CR, QR), Efisiensi (AT), Profitabilitas

(ROA, ROI, NPM, GPM), dan Financial Lavarage (DR) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang go public.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi:

3.1.1. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen (Y) adalah variabel yang tidak dapat berdiri sendiri dan nilainya tergantung pada hasil pengamatan. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yang sesuai dengan kondisi perusahaan, yaitu:

a. Perusahaan yang mengalami financial distress (Y=1), apabila: 1) Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) negatif. 2) Selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. b. Perusahaan yang non financial distress (Y=0), apabila:

1) Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) positif. 2) Selama lebih dari satu tahun melakukan pembayaran deviden. (Almilia dan Kristijadi (2003))

Satuan data yang digunakan adalah Rupiah.

3.1.2. Variabel Independen (X)

Variabel independen (X) yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Rasio Likuiditas.


(64)

1) Current Ratio (CR)

Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendek dengan menggunakan asset lancar

yang dimiliki. Skala pengukuran yang digunakan Current Ratio

(X1) adalah skala rasio dan dinyatakan dalam prosentase.

Rumusnya adalah:

Current Assets

(X1) =CR = x 100%

Current Liabilities

(Riyanto (1999))

2) Quick Ratio (QR)

Rasio ini menilai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan asset lancar yang lebih likuid (quick assets). Skala pengukuran yang digunakan Quick Ratio (X2)

adalah skala rasio dan dinyatakan dalam prosentase. Rumus yang digunakan adalah:

Current Assets – Inventory

(X2) =QR = x 100%

Current Liabilities


(65)

b. Rasio Efisiensi.

Assets Turnover (AT)

Rasio ini menilai kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan asset berputar dalam suatu periode tertentu atau menilai kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue. Skala pengukuran yang digunakan Assets Turnover (X3) adalah skala rasio dan dinyatakan dalam prosentase.

Rumus yang digunakan adalah:

Net Sales

(X3) = AT = x 100%

Total Assets

(Riyanto (1999))

c. Rasio Profitabilitas.

1) Return on Assets (ROA)

Rasio ini menilai kemampuan dari modal perusahaan yang diinvestasikan dalam keseluruhan asset untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor. Skala pengukuran yang digunakan Return on Assets (X4) adalah skala rasio dan dinyatakan


(66)

Earning Before Tax

(X4) = ROA = x 100%

Total Assets

(Riyanto (1999))

2) Return on Investment (ROI)

Rasio ini memperlihatkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan asset untuk menghasilkan

keuntungan neto. Skala pengukuran yang digunakan Return on

Investment (X5) adalah skala rasio dan dinyatakan dalam

prosentase. Rumus yang digunakan adalah:

Earning After Tax

(X5) = ROI = x 100%

Total Assets

(Riyanto (1999))

3) Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini menunjukkan berapa besar presentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Skala pengukuran yang digunakan Return on Investment (X6) adalah skala rasio dan


(67)

Earning After Tax

(X6) = NPM = x 100% Net Sales

(Riyanto (1999))

4) Gross Profit Margin (GPM)

Rasio ini menunjukkan berapa besar presentase pendapatan kotor yang diperoleh dari setiap penjualan. Rasio ini mengukur efisiensi produksi dan penentuan harga jual. Skala pengukuran yang

digunakan Gross Profit Margin (X7) adalah skala rasio dan

dinyatakan dalam prosentase. Rumus yang digunakan adalah:

Sales – Cost of Goods Sold

(X7) = GPM = x 100% Net Sales

(Riyanto (1999))

d. Rasio Financial Lavarage.

Debt Ratio (DR)

Rasio ini mengukur jumlah asset perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Skala pengukuran yang digunakan Debt Ratio (X8) adalah skala rasio dan dinyatakan dalam


(68)

Total Liabilities

(X8) = DR = x 100%

Total Assets

(Riyanto (1999))

3.2. Tehnik Penentuan Sampel a. Populasi.

Populasi adalah wilayah generalisasi tertentu yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono, 2004: 72-73)

Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah go public serta memiliki laporan keuangan yang dipublikasikan, yang berjumlah 150 perusahaan, pada tahun 2004-2008. Dipilihnya perusahaan manufaktur, karena perusahaan manufaktur adalah jenis usaha yang bergerak di sektor riil yang memiliki jumlah perusahaan lebih banyak dibanding dengan jenis usaha lain, dan perusahaan manufaktur memiliki karakteristik laporan keuangan yang menyerupai. Alasan dipilihnya laporan keuangan tahun 2004-2008 adalah karena pada saat itu kondisi perekonomian tidak menentu akibat adanya krisis global yang berimbas pada kenaikan BBM pada Mei 2008 hingga naiknya harga bahan baku yang telah menyebabkan banyak perusahaan


(69)

manufaktur mengalami kesulitan untuk meneruskan usahanya dan memiliki kinerja yang kurang memuaskan.

b. Sampel.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2004: 72-73)

Metode penentuan sample yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan data

dengan maksud dan tujuan tertentu yang diharapkan dari penelitian ini. Kriteria yang dipakai dalam penentuan perusahaan yang mengalami

financial distress dalam penelitian ini adalah:

1) Perusahaan manufaktur yang go public sebelum tahun 2004. 2) Perusahaan manufaktur yang telah mengeluarkan laporan keuangan

tahun 2004-2008.

3) Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) negatif. 4) Selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden.

Sedangkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress

apabila:

1) Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) positif. 2) Selama lebih dari satu tahun melakukan pembayaran deviden.


(70)

Data laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008 digunakan sebagai pedoman penentuan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress atau tidak, sedangkan data laporan keuangan tahun 2004-2005 dan 2005-2006 merupakan data yang akan diolah.

Berdasarkan kriteria di atas, maka sample penelitian berjumlah 102 data laporan keuangan perusahaan dengan rincian sebagai berikut:

b. Pada tahun 2006-2007, kelompok perusahaan yang tidak mengalami

financial distress adalah 40 perusahaan dan perusahaan yang mengalami financial distress adalah 11 perusahaan, yaitu: PT. Ades Waters Indonesia Tbk, PT. Allbond Makmur Usaha Tbk, PT. BAT Indonesia Tbk, PT. Daya Sakti Unggul Corporation Tbk, PT. Ever Shine Textile Industry Tbk, PT. Hanson International Tbk, PT. Mulia Industrindo Tbk, PT. Panasia Filament Inti Tbk, PT. Perdana Bangun Pustaka Tbk, PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk, dan PT. Surya Intrindo Makmur Tbk.

c. Pada tahun 2007-2008, kelompok perusahaan yang tidak mengalami

financial distress adalah 40 perusahaan dan perusahaan yang mengalami financial distress adalah 11 perusahaan, yaitu: PT. Ades Waters Indonesia Tbk, PT. Allbond Makmur Usaha Tbk, PT. BAT Indonesia Tbk, PT. Daya Sakti Unggul Corporation Tbk, PT. Ever Shine Textile Industry Tbk, PT. Hanson International Tbk, PT. Mulia Industrindo Tbk, PT. Panasia Filament Inti Tbk, PT. Perdana Bangun


(1)

Model if Term Removeda

-1911.149 3822.298 1 .000

-1721.413 3442.825 1 .000

-.128 .256 1 .613

-.735 1.471 1 .225

-.019 .039 1 .844

.000 .000 1 1.000

-1312.854 2625.708 1 .000

-.018 .035 1 .851

.000 .001 1 .977

.000 .000 1 .985

-3.226 6.451 1 .011

-101.408 202.817 1 .000

-492.469 984.938 1 .000

.000 .000 1 .998

-.016 .032 1 .858

.000 .000 1 .984

-.002 .003 1 .954

-.177 .353 1 .552

-78.828 157.657 1 .000

-504.514 1009.027 1 .000

-.036 .072 1 .788

.000 .000 1 .999

-416.524 833.049 1 .000

-154.065 308.131 1 .000

-527.136 1054.271 1 .000

-.001 .003 1 .959

-4.810 9.619 1 .002

-.077 .154 1 .695

-511.917 1023.834 1 .000

-.014 .029 1 .865

.000 .000 1 .988

-.927 1.855 1 .173

-579.348 1158.697 1 .000

-.319 .639 1 .424

-552.149 1104.299 1 .000

-82.681 165.362 1 .000

Variable CR QR AT ROA ROI NPM GPM DR Step 1

CR QR AT ROA ROI GPM DR Step 2

CR QR AT ROA ROI DR Step 3

QR AT ROA ROI DR Step 4

AT ROA ROI DR Step 5

AT ROA ROI Step 6

ROA ROI Step 7

ROI Step 8

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Based on conditional parameter estimates a.


(2)

Variables not in the Equationh

.000 1 .992

.000 1 .992

.000 1 .996

.000 1 .996

.000 2 1.000

.000 1 .999

.000 1 .997

.000 1 .999

.000 3 1.000

.000 1 1.000

.000 1 .996

.000 1 .996

.000 1 .999

.000 4 1.000

.003 1 .955

.002 1 .968

.004 1 .948

.003 1 .954

.003 1 .957

.248 5 .999

.000 1 .994

.000 1 .986

.000 1 .999

.000 1 .985

.000 1 .994

.000 1 .993

.405 6 .999

.000 1 .983

.000 1 .987

.000 1 .997

.001 1 .980

.002 1 .965

.002 1 .962

.004 1 .947

NPM Variables

Overall Statistics Step 2a

NPM GPM Variables

Overall Statistics Step 3b

CR NPM GPM Variables

Overall Statistics Step 4c

CR QR NPM GPM Variables

Overall Statistics Step 5d

CR QR NPM GPM DR Variables

Overall Statistics Step 6e

CR QR AT NPM GPM DR Variables

Overall Statistics Step 7f

CR QR AT ROA NPM GPM DR Variables

Step 8g

Score df Sig.

Variable(s) removed on step 2: NPM. a.

Variable(s) removed on step 3: GPM. b.

Variable(s) removed on step 4: CR. c.

Variable(s) removed on step 5: QR. d.

Variable(s) removed on step 6: DR. e.

Variable(s) removed on step 7: AT. f.

Variable(s) removed on step 8: ROA. g.

Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies. h.


(3)

Lampiran

Logistic Regression

Case Processing Summary

153 100.0

0 .0

153 100.0

0 .0

153 100.0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

0 1

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

155.060 -1.190 154.228 -1.361 154.226 -1.370 154.226 -1.370 Iteration

1 2 3 4 Step 0

-2 Log

likelihood Constant Coefficients

Constant is included in the model. a.

Initial -2 Log Likelihood: 154.226 b.

Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001. c.

Classification Tablea,b

122 0 100.0

31 0 .0

79.7 Observed

0 1 Financial Distress (Y)

Overall Percentage Step 0

0 1

Financial Distress (Y) Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.


(4)

Variables in the Equation

-1.370 .201 46.397 1 .000 .254

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

14.785 1 .000

17.913 1 .000

26.285 1 .000

55.195 1 .000

26.107 1 .000

7.520 1 .006

.685 1 .408

34.877 1 .000

83.854 8 .000

CR QR AT ROA ROI NPM GPM DR Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.


(5)

Iteration Historya,b,c,d

86.624 -.999 .404 -.598 -.357 -6.445 4.932 -1.969 -.023 .949 51.412 -1.477 .966 -1.356 -.481 -14.44 9.256 -3.844 -.089 1.604 29.480 -2.705 1.639 -2.089 -.103 -25.95 11.212 -5.267 -.268 2.524 17.699 -3.975 2.325 -2.856 .352 -37.61 7.112 -5.015 -.463 3.354 10.567 -4.742 2.834 -3.503 .854 -48.92 -8.877 -1.497 -.679 3.640 5.493 -4.838 2.895 -3.834 1.374 -65.01 -32.16 2.422 -.880 3.539 2.397 -4.897 3.162 -4.653 1.975 -80.63 -66.89 4.567 -1.345 3.315 .986 -5.610 3.804 -5.906 2.700 -104.1 -101.1 7.324 -2.063 3.582 .390 -6.555 4.637 -7.419 3.501 -132.6 -134.7 10.202 -3.036 3.982 .152 -7.611 5.528 -9.029 4.363 -164.6 -166.8 12.332 -4.089 4.421 .058 -8.728 6.455 10.686 5.263 -199.0 -197.3 13.381 -5.226 4.871 .022 -9.913 7.455 12.369 6.153 -235.2 -226.4 13.302 -6.476 5.343 .008 -11.2 8.622 14.080 6.957 -272.8 -254.0 11.574 -7.874 5.857 .003 -12.6 9.955 15.826 7.682 -310.8 -280.9 8.294 -9.406 6.413 .001 -14.0 11.34 17.577 8.418 -348.9 -307.9 4.420 10.991 6.983 .000 -15.5 12.68 19.267 9.202 -387.9 -335.3 .845 12.559 7.554 .000 -17.0 13.94 20.857 10.041 -428.3 -362.7 -1.974 14.077 8.121 .000 -18.5 15.14 22.361 10.923 -469.9 -390.2 -4.166 15.552 8.684 .000 -20.0 16.30 23.814 11.830 -512.4 -417.5 -6.060 16.998 9.244 .000 -21.5 17.43 25.248 12.748 -555.0 -444.5 -8.067 18.425 9.804 Iteration

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Step 1

-2 Log likelihood

Const

ant CR QR AT ROA ROI NPM GPM DR

Coefficients

Method: Enter a.

Constant is included in the model. b.

Initial -2 Log Likelihood: 154.226 c.

Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. cannot be found.

d.

Omnibus Tests of Model Coefficients

154.226 8 .000

154.226 8 .000

154.226 8 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

.000a .635 1.000

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. a.


(6)

Hosmer and Lemeshow Test

.000 8 1.000

Step 1

Chi-square df Sig.

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

15 15.000 0 .000 15

2 2.000 8 8.000 10

0 .000 23 23.000 23

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Step 1

Observed Expected Financial Distress (Y)

= 0

Observed Expected Financial Distress (Y)

= 1

Total

Classification Table a

122 0 100.0

0 31 100.0

100.0 Observed

0 1 Financial Distress (Y)

Overall Percentage Step 1

0 1

Financial Distress (Y) Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

17.432 6438.397 .000 1 .998 37219938.077 -25.248 11015.513 .000 1 .998 .000 12.748 3951.983 .000 1 .997 343950.172 -554.998 182500.0 .000 1 .998 .000 -444.484 113434.3 .000 1 .997 .000 -8.067 146003.9 .000 1 1.000 .000 -18.425 4766.341 .000 1 .997 .000 9.804 3620.137 .000 1 .998 18102.324 -21.488 3235.923 .000 1 .995 .000 CR

QR AT ROA ROI NPM GPM DR Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: CR, QR, AT, ROA, ROI, NPM, GPM, DR. a.

Correlation Matrix

1.000 .303 -.458 -.387 .446 .229 -.389 -.257 -.692 .303 1.000 -.934 -.632 .759 .148 -.680 -.705 -.002 -.458 -.934 1.000 .500 -.867 -.156 .748 .648 .106 -.387 -.632 .500 1.000 -.455 -.498 .557 .275 -.187 .446 .759 -.867 -.455 1.000 .241 -.880 -.482 -.056 .229 .148 -.156 -.498 .241 1.000 -.639 .117 .094 -.389 -.680 .748 .557 -.880 -.639 1.000 .345 -.006 -.257 -.705 .648 .275 -.482 .117 .345 1.000 .138 -.692 -.002 .106 -.187 -.056 .094 -.006 .138 1.000 Constant

CR QR AT ROA ROI NPM GPM DR Step 1

Constant CR QR AT ROA ROI NPM GPM DR