Tamba, Halomoan dan Sijabat, Saudin Infokop Nomor 29 Tahun Adianto, Joko 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

A. Tamba, Halomoan dan Sijabat, Saudin Infokop Nomor 29 Tahun

XXII Tahun 2006 Tamba dan Sijabat adalah Asdep Urusan Perdagangan Dalam Negeri Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha dalam penelitiannya tentang “Pedagang Kaki Lima Entrepreneur Yang Terabaikan”. Bahwasannya hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemberdayaan PKL, masing-masing pemerintah kabupatenkota mempunyai kebijakan yang berbeda satu sama lain. Misalnya pemerintah daerah Kotamadya Yogyakarta menyerahkan sepenuhnya pengelolaan PKL yang di Malioboro kepada PKL itu sendiri .Pengelolaan Malioboro Diserahkan ke PKL., Harian Bernas, 4 November 1999, hal.3. Hal tersebut menunjukkan pelaksanaan usahanya PKL menggunakan konsep .dari PKL, oleh PKL, dan untuk PKL. yang tampak dalam pembentukan organisasi PKL yang bersifat bottom up untuk mengorganisir PKL di Kawasan Malioboro. Pemerintah KabupatenKotaPropinsi menetapkan lokasi, meregistrasi, mengawasi, mengendalikan, dan mempromosikan lokasi PKL tersebut. Pemerintah pusat membantu akses pendanaannya baik melalui APBN maupun skim perkreditan yang didesain untuk usaha mikro atau sektor informal. Sedangkan swasta, BUMN, BUMD, Usaha Besar, dan UKM menjadikan lokasi PKL tersebut sebagai sarana promosi produknya. Konsepsi ini sebenarnya bukanlah hal yang baru.

B. Adianto, Joko 2004

Joko Adianto dalam penelitiannya tentang “Trotoar Sebagai Perebutan Ruang Kehidupan Studi Kasus di Kawasan Kebun Raya Bogor Jawa Barat”. Bahwasannya hasil penelitian menunjukkan bahwa trotoar sudah seharusnya mewadahi berbagai kegiatan atau peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat. Justru karena peniadaan ruang bagi kehidupan sektor perdagangan informal dalam perencanaan dan perancangan ruang publik yang mengakibatkan terjadinya konflik spasial yang berkelanjutan. Konflik ini sendiri malah pada akhirnya merugikan masing-masing pihak. Sudah seharusnya keberadaan setiap pengguna diwadahi secara proporsional karena menimbulkan simbiosis mutualisme. Inilah yang saya maksudkan dengan konsensus ruang, di mana pemahaman dan titik pandang terhadap permasalahan trotoar pihak-pihak yang terkait disatukan. Peniadaan ruang kegiatan perdagangan informal malah mengakibatkan ruang-ruang kehidupan mereka diangap sebagai parasit dalam wajah kawasan ini. Dengan adanya pembagian ruang yang terpisah namun tetap dapat berinteraksi, trotoar dapat mewadahi kegiatan masyarakat dengan lebih baik. Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang terdapat pada obyek yang diteliti yaitu pedagang kaki lima, penelitian yang dilakukan oleh Tamba dan Sijabat meneliti tentang pemberdayaan PKL yang berada di Yogyakarta, sedangkan Adianto yang meneliti tentang pedagang kaki lima yang berjualan diatas trotoar. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah kebijakan yang digunakan yang disesuaikan dengan peraturan daerah pada masing-masing daerah, dan penelitian terdahulu meneliti tentang lokasi yang digunakan oleh para pedagang kaki lima sedangkan penelitian sekarang adalah mengenai kebijakan retribusi dan pelangaran yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima di alun-alun kota Sampang.

2.2. Landasan Teori