Kinerja Legislator Perempuan

V. Kinerja Legislator Perempuan

  Tuntutan pemenuhan keterwakilan perempuan tidak semata-mata terkait kehadiran fisik wakil perempuan

  Bab IV “Bidadari-Bidadari Perkasa” di Maluku Utara: Studi Awal atas Kinerja Legislator Perempuan di DPRD Ternate

  di lembaga legislatif seperti DPRD, melainkan juga sejauh mana ide atau gagasan tentang kepentingan kaum perempuan terwakili dalam kebijakan publik. Terkait soal ini, empat legislator perempuan di DPRD Ternate, meskipun mengaku telah berusaha bekerja maksimal, sejauh ini mereka sebenarnya relatif belum menemukan format kontribusi yang tepat bagi peningkatan

  perempuan. Dua di antara empat orang legislator tersebut, Husni Bopeng dan Vulkanita, mengaku berkampanye untuk kepentingan perempuan, hal itu belum tercermin dalam kinerja mereka di DPRD setempat.

  Dalam konteks fungsi legislasi misalnya, meskipun pada saat penelitian ini dilakukan DPRD Ternate telah mengagendakan untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang “Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan”, draft naskah tersebut tidak berasal dari DPRD, khususnya para legislator perempuan. Naskah Ranperda justru disiapkan oleh Pemerintah Kota Ternate. Para legislator perempuan juga relatif belum tampak antusias merespons dan mengangkat isu serta kepentingan perempuan dalam perumusan kebijakan di DPRD. Hal itu tampak antara lain ketika pembahasan alokasi APBD berlangsung di DPRD, para anggota perempuan DPRD Ternate

  Perempuan, Partai Politik, dan Parlemen: Studi Kinerja Anggota Legislatif

  Perempuan di Tingkat Lokal

  cenderung “tidak care” 9 . Realitas ini tampaknya terkait

  dengan fakta bahwa mereka pada umumnya termasuk wajah baru dalam politik lokal setempat, belum berpengalaman, dan tidak satu orang pun yang sebelumnya pernah aktif dan menjadi bagian organisasi atau jaringan perempuan. Artinya, keterpilihan mereka sebagai legislator tampaknya lebih karena memiliki modal politik, ekonomi, dan kultural daripada caleg perempuan

  keberpihakan mereka terhadap isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang terkait kepentingan kaum perempuan.

  Dalam konteks Maluku Utara pada umumnya dan Kota Ternate khususnya, salah isu sosial yang terkait kepentingan kaum perempuan adalah penegakan hukum dan keadilan bagi para pelaku tindak kekerasan terhadap kaum perempuan dan anak. Seperti diketahui, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) misalnya, sering terjadi dan dialami kaum perempuan di Ternate namun para korban belum memperoleh rasa keadilan atas tindak kekerasan yang dialaminya. Apalagi banyak kasus KDRT yang tidak terungkap secara publik sebagai akibat terbatasnya pengetahuan para korban atas hak-hak hukum mereka, masih minimnya para korban melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya, serta kurangnya perhatian

  9 Wawancara dengan Vivera Lily M. Harly, Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Ternate, Juli 2012 di Ternate.

  Bab IV “Bidadari-Bidadari Perkasa” di Maluku Utara: Studi Awal atas Kinerja Legislator Perempuan di DPRD Ternate

  dan keseriusan para penyelenggara negara dan aparat penegak hukum menyelesaikannya.

  Sebagai gambaran, di wilayah Ternate yang relatif kecil dan berpenduduk kurang dari 200 ribu jiwa, kasus-kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak relatif tinggi. Pada tahun 2008, kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak

  berjumlah 67 kasus yang mencakup KDRT,

  pengeroyokan. Pada tahun berikutnya (2009), jumlah kasus meningkat menjadi 98 kasus, dan jumlah kasus KDRT menempati jumlah terbesar dibandingkan kasus- kasus tindak kekerasan lainnya. Pada tahun 2010, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak berkurang, yakni sekitar 98 kasus seperti tahun sebelumnya, juga dengan jumlah kasus KDRT tetap

  yang terbesar dibandingkan yang lain 10 . Sejauh ini para

  legislator perempuan belum merespons secara serius terkait cara penanganan dan penyelesaian berbagai

  10 Data bersumber dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Ternate. Secara nasional, Komisi Nasional Anti

  Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima 119.107 laporan kasus kekerasan terhadap kaum perempuan sepanjang tahun 2011 yang lalu, di mana sebagian besar atau sekitar 95 persen adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lihat wawancara Ketua Komnas Perempuan, Y. Chuzaifah, dalam

  http:www.merdeka.comkhasbanyak-kekerasan-terhadap- perempuan-atas-nama-agama-wawancara-y-chuzaifah-2.html,

  Diakses

  Jumat, 20 April 2012 10:33:45.

  Perempuan, Partai Politik, dan Parlemen: Studi Kinerja Anggota Legislatif

  Perempuan di Tingkat Lokal

  kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang cukup tinggi di daerah tersebut. Menurut Vivera Lily M. Harly, Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Ternate, selaku wakil rakyat para legislator perempuan di DPRD Ternate semestinya memiliki kepedulian atas penanganan para korban kasus-kasus KDRT melebihi

  kepedulian para pemangku kepentingan lainnya 11 .

  Berbagai unsur masyarakat Ternate lainnya juga mengkonfirmasi masih terbatasnya perhatian dan komitmen para legislator perempuan di DPRD terhadap kepentingan kaum perempuan dan anak. Sebagian narasumber mengemukakan antara lain minimnya rekam jejak mereka dalam soal tersebut

  sebagai penyebabnya 12 . Namun narasumber yang lain

  lagi beranggapan bahwa faktor keterpilihan yang lebih dilatarbelangi gabungan faktor kekerabatan para caleg perempuan di satu pihak dan politik uang di pihak lain, ditengarai menjadi variabel penting yang menyebabkan masih relatif rendahnya kontribusi para legislator perempuan terhadap isu perempuan dan

  anak di Ternate 13 .

  11 Wawancara dengan Vivera Lily M. Harly, Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Ternate, Juli 2012 di Ternate.

  12 Antara lain dikemukakan oleh Abdullah Bandang, Ketua KPU Kota Ternate, dalam wawancara, Juli 2012 di Ternate.

  13 Wawancara dengan Herman Usman, sosiolog dan pengamat politik, di Ternate, Juli 2012.

  Bab IV “Bidadari-Bidadari Perkasa” di Maluku Utara: Studi Awal atas Kinerja Legislator Perempuan di DPRD Ternate

  Selain itu, para “bidadari perkasa” di DPRD Ternate juga dinilai kurang atau belum memanfaatkan jaringan dan kerjasama dengan para aktivis perempuan yang ada di kota bekas ibukota Provinsi Malut ini. Padahal, para aktivis perempuan sering mengangkat berbagai persoalan yang dihadapi kaum perempuan (dan anak) di Ternate, termasuk kasus-kasus KDRT yang tidak pernah benar-benar terselesaikan secara adil melalui jalur hukum. Singkatnya, para legislator perempuan kurang berinteraksi dengan para aktivis perempuan setempat, sehingga kinerja mereka di DPRD Ternate relatif belum ber-perspektif serta ber- orientasi pengarus-utamaan gender. Realitas ini tampaknya kurang begitu disadari oleh para legislator perempuan sendiri, sehingga relatif belum banyak inisiatif kebijakan ber-perspektif gender yang diperjuangkan empat orang “bidadari perkasa” di DPRD Ternate.