Penelitian yang dilakukan oleh Sinaga 2012 pada 10 siswa di SMA Negeri 1 Medan, jumlah siswa yang mengkonsumsi makanan cepat saji 1 x
seminggu seperti KFC sebanyak 4 orang 40 sedangkan sebanyak 6 siswa 60 mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari seperti burger, bakso,
nugget
dan mie instan karena makanan cepat saji tersebut tersedia di kantin sekolah yang selalu dikonsumsi pada jam istirahat sekolah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju”
atau “tidak setuju“ terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu.
2.1.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
overt behavior
. Untuk mewujudkan sikap ,menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya dinilai baik. Inilah yang disebut praktik
practice
kesehatan. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kwalitasnya, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Praktik terpimpin
guided response
Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme
mechanism
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3. Adopsi
adoption
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi
sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bebrapa jam, hari, atau bulan yang lalu
recall
. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Perubahan perilaku kehidupan modern antara lain konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolestrol, tinggi garam, rendah serat, merokok,
minum alkohol dan lain sebagainya. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi, perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih,
obesitas dan penyakit degeneratif Baliwati dkk, 2004. Mahasiswa pada umumnya berusia diatas 18 tahun yang merupakan
remaja tahap akhir. Pada umumnya tidak makan pagi atau sarapan juga merupakan kebiasaan mahasiswa. Padahal sarapan sangat bermanfaat bagi setiap
orang. Bagi orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik,
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat memudahkan konsentrasi belajar,
memahami pelajaran, sehingga prestasi belajar pun lebih baik Depkes, 1997. Menurut Asdi dalam Pratiwi 2011, selain kebiasaan tidak sarapan
pagi,saat ini remaja lebih menyukai mengonsumsi makanan jajanan cepat saji. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik BPS tahun 1999, menunjukkan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita penduduk perkotaan untuk makanan jajanan termasuk
makanan cepat saji meningkat dari 9,13 pada tahun 1996 menjadi 11,37 pada tahun 1999. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta pengeluaran untuk
makanan jadi lebih besar yaitu seperempat dari total pengeluaran pangan. Kebiasaan makan menurut Guthe dan Mead Khumaidi,1994 adalah cara-
cara individu dan kelompok individu memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan
budaya dimana mereka hidup. Khumaidi lebih lanjut menyimpulkan, bahwa kebiasaan makan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan rohani yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap makanan. Faktor
ektrinsik meliputi lingkungan alam,sosial, ekonomi, budaya, dan agama. Penelitian Wijaya 2005, menunjukkan bahwa dari 177 mahasiswa di
Surabaya 98,3 menyatakan pernah makan di restoran
fast food
dengan frekuensi kunjungan terbanyak adalah 2-5 kali satu bulan. Di Kotamadya Bogor 83,3
remaja lebih memilih makanan siap saji modern
fast food
dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
makanan cepat saji tradisional dan 25,1 mengonsumsi
fast food
≥ 3 kali dalam seminggu Suhartini,2004 sedangkan Hafitri 2003 mengatakan sebanyak 66,7
remaja terbiasa membeli makanan cepat saji dan makanan tradisional satu kali dalam seminggu.
Menurut Robert dan Williams dalam Heryanti 2009, mengatakan kebiasaan makan dan pilihan makanan dikalangan remaja ternyata lebih kompleks
dan di pengaruhi oleh banyak faktor seperti fisik, sosial, lingkungan budaya, pengaruh lingkungan sekitar teman, keluarga dan media serta psikososial.
2.2 Makanan Siap Saji