WANPRESTASI GADAI DEPOSITO BERJANGKA PADA PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Pengertian dan Fungsi Bank Kreditur Serta Pengaturannya Tentang Nasabah Bank Debitur
Bank bukanlah suatu hal yang asing bagi masyarakat di negara maju. Masyarakat di negara maju sangat membutuhkan keberadaan bank, di negara
berkembang seperti indonesia dan negara di Asia lainnya, pemahaman sebagian masyarakat tentang bank masih sedikit, masih pada masyarakat perkotaan.
Masyarakat pedesaan masih menganggap keberadaan bank hanya untuk kalangan tertentu. Pada umumnya, masyarakat hanya menganggap bank sebagai
tempat menyimpan dan meminjam uang. Bagi masyarakat di pedesaan, pemahaman tentang bank sangat minim bahkan ada yang tidak tahu sama sekali
tentang bank. Bank adalah lembaga inti dari sistem keuangan dan sistem negara. Bank
adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan- badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian
40
40
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 7.
.
Universitas Sumatera Utara
Prof. G. M. Verryn Stuart, dalam bukunya Bank Politik, berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar
baru berupa uang giral. Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang
membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
41
Selain itu, Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan
tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu adalah antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka
panjang, kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha .
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional dan berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
41
Ibid, halaman 8.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi lemah dan pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan pengembangan pembangunan perumahan
42
Bank sebagai lembaga kepercayaan adalah maksud dan tujuan, serta dasar dan sifat utama dari lembaga perbankan. Tanpa adanya kepercayaan tersebut,
mustahil lembaga perbankan dapat berdiri tegak. Sifat ini perlu dipahami semua pihak agar dapat melihat, memahami, dan mendudukkan lembaga perbankan
dalam proporsi yang sebenarnya. Pentingnya pemahaman demikian, agar tidak terdapat pemahaman yang keliru terhadap lembaga ini yang dalam setiap
usahanya akan memegang teguh kepercayaan yang diberikan kepadanya. Setiap kehendak, dengan alasan apapun yang
. Untuk pendirian bank di indonesia telah diatur secara tegas oleh Undang-
Undang Perbankan. Persyaratan mengenai pendirian bank tersebut tergantung pada jenis bank yang akan didirikan.
43
hendak mengurangi atau mengubah fungsi ini, perlu mendapatkan pemahaman karena dapat mengancam eksistensi
lembaga perbankan itu sendiri
44
Fungsi Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 selanjutnya disebut
UU perbankan pasal 1 ayat 2 menyatakan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dari pasal tersebut dapat ditarik
.
42
ibid, halaman 9.
44
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, halaman 7.
Universitas Sumatera Utara
kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sistem hukum perbankan di indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang
kekurangan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan
pasal tersebut dinamakan simpanan, sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan kredit.
Kesimpulan ini mengandung suatu konsep dasar dari sistem perbankan di indonesia bahwa dana masyarakat yang ditempatkan pada lembaga perbankan
disebut simpanan, tetapi dana bank yang ditempatkan pada masyarakat disebut kredit
45
Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang- Undang Perbankan yang menyatakan bahwa, Fungsi utama perbankan indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan
dana surplus of funds dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lacks of funds
.
46
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
. Fungsi bank diatur dalam pasal 1 ayat 2 UU Perbankan di atas, diperluas
dan dirinci dalam bentuk usaha bank yang diatur dalam pasal 6 UU Perbankan, yaitu :
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
45
Ibid, halaman 8.
46
Ibid, Ismail, halaman 9
Universitas Sumatera Utara
4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya. 5.
Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana, meminjam dana dari atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel untuk, cek atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. 8.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. 9.
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. 11.
Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank, sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Selanjutnya, pasal 7 UU Perbankan menyebutkan bahwa selain melakukan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, bank umum dapat pula :
1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2.
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku
47
.
47
Ibid, Hermansyah, halaman 30.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai lembaga perantara keuangan, bank akan selalu berhati-hati dalam mengelola sumber dana masyarakat, karena kesalahan dalam mengelola sumber
dan kesalahan dalam mengalokasikan dana akan berakibat pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Sebab bank merupakan prusahaan yang
bergerak dalam usaha jasa, yang mana kepercayaan masyarakat akan menempati porsi yang sangat besar dalam menjaga kelangsungan hidup bank, karena
kelangsungan hidup bank sangat ditentukan oleh kepercayaan masyarakat
48
Terhadap perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah yang belum dewasa tersebut disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya sangat besar,
konsekuensi hukum tersebut adalah perjanjian yang dibuat itu tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu syarat bahwa perjanjian tersebut dilakukan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata, perjanjian yang dilakukan oleh pihak
. Dalam perbankan terdapat nasabah debitur, nasabah merupakan
masyarakat yang mempercayakan pengelolaan dana mereka terhadap bank yang dipercayainya untuk dikelola dengan sebaik-baiknya dalam pengertian yang
seluas-luasnya. Nasabah dapat berupa orang dan badan, nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa
hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit dan atau nasabah giro, sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa-jasa bank lainnya dimungkinkan orang yang
belum dewasa, misalnya nasabah tabungan dan nasabah lepas working customer untuk transfer dan sebagainya.
48
Ibid, Ismail, halaman 11.
Universitas Sumatera Utara
yang belum dewasa berarti perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya
perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut, yaitu orang tua atau walinya dengan melalui acara
gugatan pembatalan. Dengan kata lain, sepanjang orang tua atau wali anak tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku
mengikat
49
Berbeda dengan nasabah kredit dan rekening giro yang biasanya mewajibkan nasabah orang adalah orang dewasa. Hal ini dikarenakan, resiko bank
sangat besar jika dalam pemberian kredit atau pembukaan rekening giro diperbolehkan bagi orang yang belum dewasa yang akhirnya dapat mengurangi
kepercayaan terhadap bank tersebut .
50
Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya perjanjian . Sebab perjanjian kredit merupakan
perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur dalam hal ini Bank yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar
kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
49
Ibid, Try Widiyono, halaman 24.
50
Ibid, halaman 25
Universitas Sumatera Utara
kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perjanjian kredit dapat dilaksanakan dengan perjanjian kredit dibawah tangan dan perjanjian kredit
notariil. Untuk nasabah berupa badan, perlu diperhatikan aspek legalitas badan
tersebut serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan corporate law. Sebagai informasi
awal, secara umum, pembagian bentuk usaha dari badan usaha adalah sebagai berikut. Sebagai informasi awal, secara umum, pembagian bentuk usaha dari
badan usaha adalah sebagai berikut. Macam-Macam Badan Bukan Bukan Hukum :
1. Persekutuan perdata Maatschap, diatur dalam pasal 1618 sd 1652
KUHPerdata Burgerlijk Wetboek. 2.
Firma, diatur dalam pasal 16 sd 18 dan 22 sd 35 KUHDagang Wetboek van Koophandel.
3. Persekutuan Komanditer Commanditaire Vennootschap, diatur dalam
pasal 19 sd 21 KUHDagang.
Macam-Macam Badan Hukum : 1.
Badan Hukum Publik, seperti negarapemda. 2.
Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka Tbk yang diatur dalam UU
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3.
Badan Usaha Milik Daerah BUMD, diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
4. Badan Usaha Milik Negara BUMN, diatur dalam UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 5.
Koperasi, yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan tata cara
pengesahan akta pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi.
Universitas Sumatera Utara
6. Yayasan, diatur dalam UU No.17 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 28 Tahun 2004. 7.
Badan Hukum Milik Negara BHMN, diatur antara lain dalam PP No. 152 Tahun 2000.
8. Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
9. Partai Politik dan Organisasi kemasyarakatan yang memenuhi syarat
sebagai badan hukum dan lain sebagainya UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU No. 8 Tahun 1988 tentang Organisasi
Kemasyarakatan Jo PP 18 Tahun 1986.
10. Perkumpulan Umum, diatur dalam pasal 16533 sd 1665 KUHPerdata,
dalam hal ini intinya bentuk dan namanya akan berkembang sesuai dengan perkembangan hukum korporasi. Yang terpenting dalam hal ini bahwa
dalam perkumpulan tidak profit oriented sebagaimana dalam maschaap. Dalam perkumpulan, hak dan kewajiban para anggotanya diatur dalam
anggaran dasar. Namun, para anggota perkumpulan tidak bertanggung jawab secara pribadi untuk perikatan-perikatan perkumpulan.
11. Usaha perorangan. Secara formal, usaha perorangan, seperti usaha dagang
, bengkel, toko, warung, dan lain-lain tidak dapat dikualifikasikan dalam nama-nama sebagaimana tersebut dan oleh karena itu. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia dan praktik perbankan , bentuk-bentuk usaha perorangan tersebut dimasukkan pada rekening perorangan.
12. Badan usaha yang dalam perkembangannya terdapat bentuk-bentuk usaha
lain dengan nama-nama yang berbeda-beda, seperti konsorsium. Berkaitan dengan kewenangan bertindak bagi nasabah yang bersangkutan,
khususnya bagi badan, termasuk apakah untuk perbuatan hukum tersebut perlu mendapatkan persetujuan dari komisaris dan atau RUPS agar diperhatikan
anggaran dasar dari badan yang bersangkutan. Disamping itu, agar diperhatikan juga peraturan yang berlaku pada badan dimaksud. Misalnya, untuk badan yang
belum mendapatkan pengesahan dari pejabat yang berwenang harus ditandatangani oleh seluruh pendiri, tetapi untuk badan yang telah berbadan
hukum telah mendapatkan pengesahan dari pihak yang berwenang, disesuaikan dengan kewenangan dalam anggaran dasarnya.
Subjek hukum sebagaimana tersebut diatas tidak otomatis dapat berhubungan dengan bank. Untuk dapat berhubungan dengan bank, harus juga
Universitas Sumatera Utara
dilihat peraturan perundang-undangan yang berlaku pada bank yang bersangkutan. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya menyangkut kewenangan
bertindak dari badan dan atau pengurus yang mewakili badan tersebut, persyaratan yang wajib dipenuhi berdasarkan prinsip mengenal nasabah dan hubungan bidang
apa yang diperbolehkan berdasarkan peraturan perundangan.
B. Hubungan antara Bank Kreditur dan Nasabah Bank Debitur, Serta Bank Kreditur Sebagai Pemegang Gadai Deposito Berjangka
Dalam Perjanjian Kredit Bank
Dilihat dari fungi dan dan usaha bank sebagaimana diuraikan di atas, maka terdapat hubungan hukum antara bank dan nasabah bank. oleh karena itu, hal yang
harus dijaga agar industri perbankan tetap eksis adalah menciptakan landasan utama hubungan antara bank dan nasabah berdasarkan pada prinsip kepercayaan
fiduciary relationship. Prinsip tersebut diperlukan dalam hubungan timbal balik. Pada saat bank memberikan kredit atau yang dipersamakan dengan itu, maka bank
harus percaya bahwa dananya akan kembali dan menguntungkan. Demikian juga pada saat nasabah menyimpan dananya atau meminta layanan jasa-jasa perbankan
harus percaya bahwa dana yang disimpan pada bank tidak hilang atau pemanfaatan jasa-jasa perbankan oleh nasabah dapat terlaksana dengan baik dan
menguntungkan
51
Hubungan hukum antar bank dan nasabah terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang
ditawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan .
51
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998 Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1999, halaman 102
Universitas Sumatera Utara
yang ditawarkan oleh bank, dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi
serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku facta sun sevanda, yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang. Azas ini
terdapat dalam pasal 1338 KUHPerdata
52
1. Sepakat mereka yang mengikatka diri.
. Azas kebebasan berkontarak tersebut tidak berarti para pihak bebas untuk
melakukan perjanjian apa saja menurut kepentingan dan kehendak para pihak tersebut. Kebebasan sebagaimana dibatasi oleh ketentuan yang terdapat dalam
pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat-syarat tersebut merupakan syarat umum sahnya perjanjian. Dalam prakteknya bank menganut perjanjian baku, perjanjian baku disebut
juga perjanjian standar, dalam bahasa Inggris disebut standard contract, standard agreement, di Perancis digunakan Contract d’adhesion. Perjanjian baku diartikan
dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda standard contract atau standard voorwaarden. Kepustakaan Jerman mempergunakan istilah Allgemeine Geschafts
Bedingun atau standart vertrag. Hukum inggris menyebutkan Standard contract, sedangkan Mariam Darus Badrulzaman menterjemahkannya dengan istilah
perjanjian baku. Menurut Hasanuddin Rahman pengertian perjanjian baku adalah
53
Perjanjian-perjanjian yang telah dibuat secara baku standart form, atau dicetak dalam jumlah yang banyak dengan blanko untuk beberapa bagian yang
menjadi obyek transaksi, seperti besarnya nilai transaksi, jenis dan jumlah barang yang mengeluarkannya tidak membuka kesempatan kepada pihak lain untuk
:
52
Ibid, halaman 104
53
Salim HS, tt, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 145.
Universitas Sumatera Utara
melakukan negosiasi mengenai apa yang telah disepakati untuk dituangkan dalam perjanjian itu
54
Abdul Kadir Muhammad mengatakan dalam kontrak baku konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian tersebut, walaupun
akibat hukum itu merugikan konsumen tanpa kesalahannya. Di sini konsumen dihadapkan pada suatu pilihan yaitu menerima dengan besar hati
.
55
Sutan Remy Sjahdeini dalam Munir Fuady, mengatakan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan
oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan
.
56
Pembatasan atau larangan penggunaan klausula eksonerasi ini dapat kita temui dalam hukum positif di Indonesia yaitu dalam Pasal 18
. Perjanjian baku yang diperlukan di Indonesia, khususnya di dunia bisnis
sudah menjadi model perjanjian. Namun sah atau tidaknya perjanjian baku, para sarjana hukum masing-masing mempunyai pendapat berbeda-beda.
Terdapat klausula eksonerasi atau exoneration diartikan oleh I.P.M. Ranuhandoko B.A. yaitu Membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu
tuntutan atau tanggung jawab.Secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula pengecualian kewajibantanggung jawab dalam perjanjian.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Dalam UUPK ini klausula
54
Hasanuddin Rahman, 1998, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 159
55
Abdul Kadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 4
56
Munir Fuady, 1994, Hukum Bisnis teori dan praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
eksonerasi merupakan salah satu bentuk klausula baku yang dilarang oleh UU tersebut.
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat 1 UUPK menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu bahwa larangan ini dimaksudkan untuk
menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Karena pada dasarnya, hukum perjanjian di
Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata - KUHPerdata. Dalam hal ini setiap pihak yang
mengadakan perjanjian bebas membuat perjanjian sepanjang isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak
melanggar kesusilaan dan ketertiban umum lihat Pasal 1337 KUHPerdata.
Antara lain contohnya dapat kita lihat pada praktik perbankan. Sebelum adanya UUPK, dalam memberikan kredit, bank mencantumkan syarat sepihak di
mana ada klausula yang menyatakan bahwa Bank sewaktu-waktu diperkenankan untuk merubah menaikan dan menurunkan suku bunga pinjaman kredit yang
diterima oleh Debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap
segala keputusan sepihak yang diambil oleh bank untuk merubah suku bunga kredit, yang telah diterima oleh debitur pada jangka waktu perjanjian kredit
berlangsung.
Dengan adanya UUPK, bank diberikan larangan untuk menyatakan tunduknya debitur kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
Universitas Sumatera Utara
atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh bank dalam masa perjanjian kredit. Sehingga apabila masih ada pencantuman klausula demikian pada
perjanjian kredit bank, maka perjanjian ini adalah dapat diminta pembatalan oleh debitur. Ketentuan ini sepenuhnya bertujuan untuk melindungi kepentingan
konsumen debitur pengguna jasa perbankan
57
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat
daripada debitur .
Menurut Mariam Darus Badrulzaman , perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak kreditur
untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut:
2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu
3. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian
tersebut 4.
Bentuknya tertulis 5.
Dipersiapkan terlebih dahulu secara masal atau individual
58
Beberapa sarjana hukum Belanda mengemukakan antara lain Sluijter dalam Sutan Remy Sjahdeini, bahwa Perjanjian baku ini bukan perjanjian sebab
kedudukan pengusaha yang berhadapan dengan konsumen di dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta Legio Particuliere wetgever.
.
Pitlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa dwang contract, yang walaupun secara teoretis yuridis, perjanjian baku tidak memenuhi
ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun kenyataan masyarakat membutuhkan sarana hukum sesuai dengan kebutuhan
59
57
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt4d0894211ad0eklausula-eksonerasi, diakses pada tanggal 2 mei 2015
58
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2005, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 115
59
ibid, halaman 117
.
Universitas Sumatera Utara
Sutan Remy Sjahdeini berpendapat, bahwa keabsahan berlakunya perjanjian baku tidak perlu dipersoalkan, oleh karena perjanjian baku
eksistensinya sudah merupakan kenyataan, yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari 80 tahun
lamanya. Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial
ekonomi. Perusahaan besar dan perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat
secara sepihak. Pihak lawannya pada umumnya mempunyai kedudukan yang lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, mereka hanya
menerima apa yang disodorkan dan apabila debitur menyetujui salah satu syarat- syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya
sama sekali kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada. Dengan penggunaan perjanjian baku ini, maka pihak pengusaha akan memperoleh
efesiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga atau waktu. Kenyataan itu terbentuk, karena perjanjian baku memang lahir dari
kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung tanpa perjanjian baku, perjanjian baku dibutuhkan dan karena itu diterima oleh
masyarakat. Yang masih perlu dipersoalkan apakah perjanjian itu tidak bersifat sangat berat sebelah dan tidak mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat
memberatkan bagi pihak lainnya, sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak adil. Yang dimaksud berat sebelah di sini ialah bahwa perjanjian itu
hanya mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja ,yaitu pihak yang
Universitas Sumatera Utara
mempersiapkan perjanjian baku tersebut, tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya menyebutkan kewajiban-
kewajiban pihak lainnya biasanya debitur, sedangkan apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan.
Sekarang yang perlu diatur adalah aturan-aturan dasarnya sebagai aturan- aturan mainnya, agar klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian
baku itu, baik sebagian maupun seluruhnya, mengikat pihak lainnya
60
Terdapat hubungan kontraktual dan non kontraktual dalam hubungan bank dan nasabah. Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah
. Klausula eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai
klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula yang
sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen, karena beban yang seharusnya dipikul oleh
produsen, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen. Dalam proses ini dimana formulir sudah disediakan oleh pihak bank,
dengan demikian calon debitur hanya mengisi bagian yang kosong yang perlu diisi dengan bantuan dari customer service kemudian ditandatangani oleh
pemohon tanpa adanya proses negosiasi syarat-syarat yang ada dalam permohonan tersebut perjanjian pengikatannya pun demikian yaitu surat
pengakuan hutang. Apabila dilihat dari bentuk perjanjiannya maka termasuk dalam perjanjian bentuk baku Standard contract dimana isi atau klausula-
klausula dalam perjanjian tersebut telah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank dan tidak terikat dalam bentuk tertentu. Perjanjian baku seperti ini tidak
mengurangi keabsahan dari perjanjian kredit tersebut. Prinsip kehati-hatian bank Prudential Banking merupakan penentu dalam proses permohonan kredit
sehingga berpengaruh terhadap perjanjian kredit yang akan dibuat dengan nasabah sebagai debitur
60
ibid, halaman 117
Universitas Sumatera Utara
adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur- non
deposan. Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas
suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur pemberi dana dengan pihak debitur peminjam dana.
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak. Sebab,
menurut Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak.
Karena itu, sebenarnya ada 3 tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank,
yaitu sebagai berikut : 1.
Sebagai hubungan debitur bank dan kreditur nasabah 2.
Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan kreditur dan debitur.
3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang
bersirat. Misalnya, jika pihak nasabah dapat kapan saja menutup dan mengakhiri
hubungannya dengan bank bahkan tanpa pemberitahuan sama sekali, bahkan tanpa sepengetahuan bank seperti penarikan uang seluruhnya lewat mesin ATM,
tetapi pihak bank tidak dapat memutuskan hubungan kontrak dengan nasabahnya tanpa suatu pemberitahuan notice kepada pihak nasabah dengan jangka waktu
yang reasonable
61
61
Ibid, Try widiyono, halaman 18
.
Universitas Sumatera Utara
Karena pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual tersebut hubungan kreditur-debitur, maka
tidak mengherankan jika dalam praktek, seringkali pihak nasabah, terutama nasabah penyimpan dana tidak mendapat perlindungan yang sewajarnya oleh
sektor hukum. Hubungan Non Kontraktual, selain dari hubungan kontraktual seperti yang
telah disebutkan, maka berikut ini akan kita lihat apakah ada hubungan hukum yang lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah
deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari
hubungan kontraktual sebagaimana disebutkan di atas, yaitu 1 Hubungan Fidusia fiduciary relation, 2 Hubungan Konfidensial, 3 Hubungan Bailor-
Bailee, 4 Hubungan Principal-Agent, 5 Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan 6 Hubungan Trustee-Beneficiary.
Akan tetapi, berhubung hukum di indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat
dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui
eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya dalam hubungan dengan lembaga trust yang merupakan salah satu kegiatan perbankan, maka disamping harus ada
kebijakan bank yang bersangkutan dengan lembaga trust tersebut, juga
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust seperti yang diinginkan oleh kedua belah pihak
62
Disamping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga
mengindikasikan bahwa hubungan antara nasabah dengan bank tidak sekedar hubungan kontraktual semata-mata. Dalam hal ini ada semacam amanah yang
diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya .
Misalnya lagi terhadap nasabah dari bank tersebut wajib diberitahukan oleh bank setiap perubahan policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi
account nya pihak nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh bank.
63
Dalam peraturan perundang-undangan telah memberikan pengaman kepada kreditur bank dalam menyalurkan kredit kepada debitur nasabah, yakni
dengan memberikan jaminan umum menurut Pasal 1131 dan 1132 Burgerlijk Wetboek selanjutnya disebut BW, yang menentukan bahwa semua harta
kekayaan kebendaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan atas seluruh perikatannya dengan
kreditor. Apabila terjadi wanprestasi maka seluruh harta benda debitur dijual lelang dan dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur .
Namun perlindungan yang berasal dari jaminan umum tersebut dirasakan belum memberikan rasa aman bagi kreditur, sehingga dalam praktik penyaluran kredit,
bank memandang perlu untuk meminta jaminan kredit pada perjanjian kredit yang .
62
Ibid, Munir Fuady, halaman 66.
63
Ibid, halaman 68.
Universitas Sumatera Utara
akan dilaksanakan dalam hal ini jaminan. Permintaan jaminan khusus oleh bank dalam penyaluran kredit tersebut merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian
bank sebagaimana ditentukan UU Perbankan. Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling dominan dan dianggap strategis dalam penyaluran kredit bank.
Prof. Sutan Remy Sjahdeini berpendapat : Bahwa dalam hal-hal tertentu adakalanya seorang kreditur menginginkan untuk
tidak sama dengan kreditur-kreditur lain, karena kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan
kreditur-kreditur lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitur, apabila debitur cidara janji”.
Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditur yang bersangkutan tidak akan
pernah tahu yang mungkin akan terjadi di kemudian hari dalam proses perjanjian kredit ini.
Makin banyak kreditor dari debitor yang bersangkutan, makin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila
karena sesuatu hal debitur menjadi berada dalam keadaan insolven tidak mampu membayar utang-utangnya. Akibatnya ada kemungkinan dinyatakan pailit dan
harta kekayaannya dilikuidasi. Pengadaan hak-hak jaminan oleh Undang-undang seperti Hipotik dan Gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang
kreditur tertentu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain. Dengan demikian, asas persamaan kedudukan kreditor terdapat
pengecualian-pengecualian yaitu, dalam hal seorang kreditor mempunyai hak-hak jaminan khusus ialah hak yang memberikan kepada kreditor kedudukan yang
lebih baik dibanding kreditor lain dalam pelunasan tagihannya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini khususnya perjanjian kredit bank dengan jaminan gadai deposito berjangka, pihak bank krediur memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dari pada debitur nasabah.
64
C. Hak dan Kewajiban Bank Kreditur dan Nasabah Bank Debitur