DESAIN ALAT CETAK PUFFED UJI FUNGSIONAL ALAT CETAK PUFFED

19

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 DESAIN ALAT CETAK PUFFED

Desain yang dihasilkan untuk membuat alat cetak puffred agar mampu menghasilkan produk akhir yang tidak bergelombang dan flat dari hasil perhitungan diperoleh dimensi bahwa diameter cetakan 160 mm dengan diameter lubang cetakan 40 mm dan dalam lubang cetakan 3 mm, dimana jumlah lubang cetakan untuk satu alat cetak adalah 7 buah. Tutup cetakan juga memiliki diameter 160 mm dengan lubang pengeluaran uap air di tiap lubang cetakan yang ada dan memiliki diameter 2 mm. Cetakan memiliki gagang cetakan dengan panjang 150 mm. Desain alat cetak dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12. Gambar 10. Desain cetakan puffed snack 3 dimensi 20 Gambar 11. Detail cetakan puffed snack 21 Gambar 12. Detail tutup cetakan puffed snack 22 Setelah memperoleh desain alat cetak yang sesuai, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan alat cetak sesuai desain yang ada. Alat cetak yang dihasilkan dari desain di atas beserta bagian bagiannya seperti terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. Pada saat proses pembuatan alat cetak terjadi kesalahan karena gagang cetakan yang seharusnya dilapisi bahan tahan panas, ternyata tidak dilapisi. Sehingga pada saat proses pemanggangan dibutuhkan sarung tangan masak yang cukup tebal guna menghindari panas dari gagang cetakan langsung mengenai tangan. Gambar 13. Bagian utama alat cetak yang dihasilkan beserta bagiannya Gambar 14. Bagian tutup alat cetak yang dihasilkan beserta bagiannya Mekanisme engsel Lubang cetakan Gagang cetakan Mekanisme engsel Lubang pengeluaran uap air Gagang cetakan 23

5.2 UJI FUNGSIONAL ALAT CETAK PUFFED

a. Suhu Puffing Dari pengalaman yang ada, pengembangan kerupuk dipengaruhi oleh suhu pada saat penggorengan. Ketika kerupuk mentah digoreng dalam minyak yang kurang panas, maka pengembangan kerupuk tidak akan maksimal dan membutuhkan waktu penggorengan yang lama. Sedangkan bila suhu minyak terlalu panas, waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan memang lebih cepat, tetapi kerupuk yang dihasilkan terkadang bantat dan akan mudah hangus. Gambar 15. Pengukuran suhu puffing: a termokopel dipasangkan pada alat cetak dan b recorder untuk mengetahui suhu yang terjadi Dari grafik hubungan kandungan kadar air adonan dasar dengan suhu puffing Gambar 16 diketahui bahwa suhu yang dibutuhkan untuk mencapai proses puffing cukup tinggi. Suhu puffing yang dimaksud adalah suhu terendah yang tercatat pada saat proses puffing, karena energi panas yang ada digunakan dalam proses ekspansi yang menyebabkan suhunya turun. Jika di rata-rata tanpa melihat perlakuan yang diberikan, pada alat cetak aluminium suhu puffing adalah sebesar 158.785 o C dan untuk alat cetak stainless steel sebesar 167.725 o C. Gambar 16. Grafik suhu puffing pada tiap perlakuan 24 Dapat dilihat bahwa pada cetakan stainless steel suhu puffing lebih tinggi dari cetakan aluminium. Pada cetakan aluminium dan stainless steel suhu tertinggi terdapat pada Perlakuan 2 dengan nilai masing-masing adalah 159.83 ± 1.21 o C dan 169.47 ± 0.60 o C. Hal tersebut diakibatkan karena sifat logam stainless steel yang memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, tahan pada temperatur rendah maupun tinggi, teksturnya keras dan liat sehingga panas dalam cetakan akan lebih lama tertahan dibanding pada cetakan aluminium. Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 10 dapat diketahui bahwa perlakuan yang diberikan dan bahan dasar alat cetak mempengaruhi suhu puffing dimana menururt uji Duncan diketahui bahwa suhu tertinggi untuk kedua alat cetak terdapat pada Perlakuan 2 dan jika dilihat dari semua perlakuan yang diberikan, suhu tertinggi dihasilkan pada saat pemanggangan dengan menggunakan alat cetak yang terbuat dari stainless steel. Suhu puffing varietas jagung lokal saat kadar air awal 14 adalah 126.05 o C pada varietas Arjuna, 132.90 o C pada varietas Bisma, 148.05 o C pada varietas Srikandi, dan 130.60 o C pada varietas Lamuru Pratiwi, 2009. Pada beras diperoleh suhu puffing saat kadar air 14, 16, 18, dan 20 berturut-turut adalah 179 o C, 175.3 o C, 172.4 o C, dan 170 o C. Sedangkan suhu puffing pada ketan untuk kadar air 14, 16, 18, dan 20 berturut-turut adalah 183 o C, 179.8 o C, 174.6 o C, dan 171 o C Jati, 2010. Dari beberapa data di atas dapat dilihat bahwa suhu puffing pada beberapa bahan dasar untuk membuat puffed produk di atas 120 o C, tetapi tidak mencapai 200 o C. b. Kadar Air Adonan Dasar dan Puffed Produk Dalam pembuatan puffed snack, kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lama proses pembuatan dan tekstur dari puffed snack yang dihasilkan. Kerupuk merupakan salah satu contoh puffed snack tradisional yang ada di Indonesia. Menurut Muliawan 1991, pengembangan kerupuk sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Gambar 17. Grafik kadar air adonan dasar 25 Gambar 18. Grafik hubungan kadar air adonan dasar dengan kadar air puffed produk Dari grafik pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa kadar air adonan dasar semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah air yang ditambahkan untuk membuat adonan dasar. Berdasarkan grafik pada Gambar 18 dapat dilihat pula bahwa kadar air puffed produk terendah dengan nilai 3.5 dihasilkan oleh alat cetak aluminium maupun stainless steel. Kerenyahan yang dihasilkan dengan kadar air tesebut paling baik diantara lainnya, karena puffed produk tersebut memiliki kerenyahan yang paling tahan lama dibanding yang lainnya ketika disimpan tanpa perlakuan khusus. Pada kadar air adonan dasar 38.8, hasil puffed produk untuk kedua cetakan tidak dapat mengembang sempurna, liat, dan masih mengandung banyak air. Hal itu terjadi karena penguapan yang terjadi saat proses puffing kurang sempurna sehingga puffed produk masih memiliki kadar air yang cukup tinggi yang menyebabkan tidak renyah. a b Gambar 19. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar air: a oven dan b timbangan analitik 26 c. Kehilangan Air Selama Proses Puffing Jumlah air yang hilang merupakan selisih dari berat awal air yang terkandung pada adonan dasar sebelum puffing dengan berat akhir air yang terkandung pada puffed produk. Kadar air mempunyai hubungan erat dengan sifat kerenyahan produk puffing Muchtadi et al., 1988. Besarnya jumlah air yang hilang berpengaruh terhadap kerenyahan puffed produk yang dihasilkan. Semakin banyak air yang diuapkan, maka puffed produk yang dihasilkan akan semakin renyah dan tahan lebih lama. Pada Perlakuan 4 diperoleh kadar air puffed produk sebesar 3.5 untuk alat cetak berbahan dasar aluminium maupun stainless steel. Kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan kadar air puffed produk pada perlakuan lainnya, yang berarti bahwa air yang diuapkan kehilangan air pada puffed produk paling tinggi dibanding kehilangan air yang terjadi pada perlakuan lainnya. Dengan kandungan kadar air yang rendah pada puffed produk tersebut, maka puffed produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang renyah dan tahan paling lama dibandingkan hasil puffed produk dari perlakuan lainnya. Hasil perhitungan kehilangan air yang terjadi selama prose puffing dengan kadar air adonan dasar sebagai kadar air awal dan kadar air puffed produk sebagai kadar air akhir berdasarkan basis basah dan basis kering per gram adonan dasar diperoleh nilai kehilangan air untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah air yang menguap pada tiap perlakuan per gram adonan dasar Perlakuan Kadar Air Adonan Dasar bb Kehilangan Air gr Kadar Air Adonan Dasar bk Kehilangan Air gr Aluminium Stainless Steel Aluminium Stainless Steel 1 38.8 0.241 0.276 63.8 0.851 0.937 2 51.8 0.383 0.429 108.4 1.335 1.419 3 60.1 0.485 0.524 152.7 1.658 1.715 4 69.7 0.662 0.662 230.6 2.060 2.060 d. Kekerasan Puffed Produk yang Dihasilkan Kekerasan puffed produk diukur berdasarkan kemampuan puffed produk untuk menahan beban yang diberikan selama selang waktu tertentu. Besarnya beban yang diterima puffed produk dapat diketahui dari hasil penusukan berondong menggunakan jarum rheometer dengan kedalaman penusukan 2 mm. Penusukan dilakukan pada tiga titik dengan enam sample yang diuji. Penusukan jarum ke dalam puffed produk dinyatakan dalam satuan kilogram force kgf. Semakin kecil tingkat pengembangan berondong maka semakin besar beban yang dibutuhkan untuk menusukkan jarum ke dalam berondong, sebaliknya semakin mengembang suatu berondong maka beban yang dibutuhkan semakin kecil Hidayat,2010. Besarnya nilai kekerasan puffed produk yang 27 dihasilkan untuk tiap perlakuan seperti terlihat pada Tabel 6. Sehingga produk akhir yang paling baik tingkat kerenyahannya jika dilihat dari nilai kekerasannya dihasilkan dengan Perlakuan 4, karena nilai kekerasan produk kecil. Tabel 6. Nilai rataan dan standar deviasi kekerasan produk Perlakuan Alat cetak Rataan SD Nilai minimum Nilai maksimum 1 Aluminium 0.51 0.27 0.21 1.10 Stainless steel 0.70 0.25 0.34 1.13 2 Aluminium 0.43 0.18 0.14 0.79 Stainless steel 0.37 0.23 0.17 1.03 3 Aluminium 0.29 0.13 0.12 0.63 Stainless steel 0.14 0.04 0.08 0.19 4 Aluminium 0.11 0.05 0.06 0.21 Stainless steel 0.11 0.05 0.05 0.24 Dari Tabel 6 dapat dilihat rata-rata dari nilai kekerasan pada tiap perlakuan dari tiap alat cetak yang digunakan. Semakin kecil nilai kekerasan puffed produk yang dihasilkan, maka semakin renyah pula produk akhirnya. Nilai terkecil dari rataan kekerasan produk terdapat pada Perlakuan 4 untuk kedua cetakan dengan nilai yang sama, yaitu 0.11 ± 0.05 kgf. Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 10 diketahui bahwa perlakuan yang diberikan mempengaruhi tingkat kekerasan puffed produk yang dihasilkan dimana menurut hasil uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa tingkat kerenyahan yang paling baik dari hasil analisis sidik ragam juga terdapat pada puffed produk hasil Perlakuan 4. Kekerasan puffed produk diukur dengan bantuan seperangkat alat rheometer Gambar 20. Gambar 20. Seperangkat rheometer 28 Tabel 7. Karakteristik fisik puffed produk setelah pemanggangan Perlakuan Alat cetak aluminium Alat cetak stainless steel 1 Tidak renyah dan liat Tidak renyah dan liat 2 Tidak renyah dan liat Renyah, hanya bertahan beberapa jam 3 Tidak renyah dan liat Renyah, bertahan maksimal 2 hari 4 Renyah dan tahan lama Renyah dan tahan lama Tabel 7 menjelaskan tentang karakteristik fisik puffed produk yang dihasilkan untuk tiap perlakuan yang diberikan. Dimana dapat kita lihat bahwa puffed produk yang paling baik dihasilkan dari adonan dasar Perlakuan 4 untuk kedua alat cetak karena produk yang dihasilkan memiliki hasil akhir yang renyah pada pemanggangan baik dengan alat cetak aluminium maupun stainless steel. Selain itu, produk akhir yang dihasilkan memiliki kerenyahan yang bertahan paling lama dibandingkan dengan produk akhir yang dihasilkan dengan ketiga perlakuan lainnya jika disimpan tanpa mendapatkan perlakuan khusus. Untuk puffed produk yang dihasilkan dari adonan dasar Perlakuan 1 diperoleh hasil akhir produk yang tidak renyah untuk pemanggangan dengan kedua cetakan, baik aluminium maupun stainless steel. Pada Perlakuan 2 diperoleh produk akhir tidak renyah untuk puffed produk yang dihasilkan dengan cetakan aluminium dan renyah untuk puffed produk yang dihasilkan dengan alat cetak stainless steel. Namun, kerenyahan tersebut hanya bertahan beberapa jam pada hari yang sama setelah pemanggangan. Untuk Perlakuan 3, diperoleh hasil akhir yang sama seperti pada Perlakuan 2, tetapi kerenyahan yang dihasilkan dari puffed produk jika adonan dipanggang dengan alat cetak stainless steel mampu bertahan maksimal dua hari jika disimpan tanpa diberikan perlakuan khusus. Selain dilihat dari kerenyahannya, keunggulan jika puffed dibuat dengan adoanan dasar hasil Perlakuan 4 adalah bentuk akhir yang teratur sesuai dengan cetakan yang digunkan. Produk akhir puffed snack yang dihasilkan dengan Perlakuan 4 dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Puffed produk yang dihasilkan dengan Perlakuan 4 29 e. Uji Organoleptik Tingkat Kerenyahan Puffed Produk yang Dihasilkan Dari hasil organoleptik tingkat kerenyahan puffed produk yang dihasilkana dari tiap perlakuan dan pemanggangan dengan kedua alat cetak aluminium dan stainless steel, diperoleh hasil seperti pada Tabel 8. Dan dari tabel diketahui bahwa panelis lebih menyukai puffed produk yang dihasilkan dari adonan dasar Perlakuan 4 yang dipanggang dengan kedua cetakan terbukti dengan nilai untuk Perlakuan 4 baik untuk alat cetak aluminium maupun sstainless steel paling tinggi diantara lainnya. Skor 5 untuk sangat renyah, skor 4 untuk penilaian renyah, skor 3 untuk agak renyah, skor 2 untuk tidak renyah, dan skor 1 untuk penilaian sangat tidak renyah. Tabel 8. Hasil organoleptik tingkat kerenyahan puffed produk yang dihasilkan Panelis Alat cetak aluminium Alat cetak stainless steel P 1 P 2 P 3 P 4 P 1 P 2 P 3 P 4 A 2 3 3 4 1 2 4 5 B 1 2 4 5 2 2 3 5 C 2 3 3 4 2 3 4 4 D 1 2 3 5 1 2 4 5 E 1 2 4 5 2 3 3 4 Keterangan : P 1 = Perlakuan 1, P 2 = Perlakuan 2, P 3 = Perlakuan 3, P 4 = Perlakuan 4

5.3. PERBANDINGAN ANTARA DESAIN CETAKAN ALUMINIUM DENGAN