BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan umum tentang putusnya perkawinan
2.1.1. Sebab-sebab putusnya perkawinan
Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah
satu pihak meninggal dunia, karena perceraian, dan karena putusan pengadilan. kemudian dalam pasal 39 ayat 2 ditentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian
harus cukup alasan yaitu antara suami istri tidak akan hidup sebagai suami istri. ketentuan ini dipertegas lagi dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 tersebut dan pasal
19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian adalah :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ,
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 Tahun atau hukuman lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat, sehingga membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
11
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga
Alasan perceraian ini sama seperti yang disebutkan dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dengan adanya penambahan dua ayat, yaitu :
1. Suami melanggar taklik talak 2. Peralihan Agama atau Murtad yang mengakibatkan terjadinya ketidak
rukunan lagi dalam rumah tangga
2.1.2. Tinjauan umum tentang Perceraian
Perceraian merupakan salah satu bagian dari perkawinan dimana suatu perceraian dapat terjadi pada saat suatu hubungan perkawinan sudah tidak
mungkin lagi untuk dilanjutkan, karena tidak akan pernah ada perceraian tanpa diawali oleh suatu perkawinan yang sah menurut agama dan hukum. Perkawinan
merupakan suatu awal dari hidup bersama antara seorang pria dan wanita yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Perceraian dalam istilah fiqih disebut talak atau furqah. Adapun arti daripada talak ialah membuka ikatan, membatalkan perjanjian, sedangkan furqah
artinya bercerai. Kedua kata itu dipakai oleh para ahli fiqih sebagai satu istilah yang berarti bercerai antara suami istri.
Meskipun Islam mensyariatkan perceraian tetapi bukan berarti Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Perceraian tidak boleh
dilakukan setiap saat yang dikehendaki meskipun diperbolehkan, tetapi Agama 12
Islam tetap memandang bahwa sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam. Hal ini dapat kita lihat dalam Hadist Nabi yaitu : “ Perbuatan halal
tetapi yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah perceraian.” Pelaksanaan perceraian itu harus berdasarkan pada suatu alasan yang kuat;
karena ini perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri, apabila cara-cara lain yang telah diusahakan sebelumnya tetap tidak dapat
mengembalikan keutuhan hidup rumah tangga suami istri tersebut. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.1.3. Putusnya perkawinan menurut hukum Islam