Perbedaan Media Pendegradasi Biodegradasi Bioplastik

Total mikroba pada tanah maupun campuran tanah dengan lumpur yang digunakan sebagai media degradasi PHA dan PHA+DEG lebih banyak dibandingkan yang lainnya, karena pada kondisi tersebut mikroorganisme mampu menggunakan bioplastik sebagai bahan nutrisinya. Media yang digunakan untuk degradasi bioplastik dengan pemlastis DMF dan PEG memiliki total mikroorganisme yang lebih sedikit karena pada kondisi tersebut mikroorganisme sulit mempertahankan dirinya dengan keterbatasan kemampuan mendegradasi bioplastik sehingga nutrisi yang dibutuhkan terbatas.

C. Biodegradasi Bioplastik

Polimer bersifat bidegradable ketika polimer tersebut dapat terurai secara alami. Tingkat biodegradabilitas antar polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya total mikroba yang berperan sebagai pengurai, ketebalan polimer, dan jenis pemlastis yang ditambahkan serta kondisi media yang digunakan.

a. Perbedaan Media Pendegradasi

Penelitian yang dilakukan menggunakan dua perlakuan media yaitu media tanah dengan penambahan lumpur dan tanah tanpa penambahan lumpur. Bioplastik yang diuji adalah PHA murni, PHA+DMF, PHA+DEG dan PHA+PEG dengan blanko atau tanah tanpa sampel bioplastik sebagai kontrol atau pembanding. Penambahan lumpur pada tanah meningkatkan degradasi PHA daripada tanah tanpa penambahan lumpur. Keberhasilan proses degradasi dilihat dari jumlah CO 2 yang dihasilkan selama proses berlangsung. Total CO 2 yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan blanko, PHA murni, PHA+DMF, PHA+DEG dan PHA+PEG dapat dilihat pada lampiran 6-15. Pada Lampiran 6 dan 7, produksi CO 2 blanko dari hari ke 0 cenderung meningkat sampai hari ke 12 karena mikroba masih mampu mempertahankan hidupnya tanpa harus menambah nutrisi. Proses degradasi mulai hari ke 14 sampai hari ke 50 cenderung menurun karena nutrisi yang diperlukan semakin terbatas dan tidak dapat dilakukan penambahan tanpa adanya sumber nutrisi lain PHA. Produksi CO 2 pada biodegradasi PHA Murni dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. CO 2 yang dihasilkan pada hari ke 0 sampai hari ke 8 cenderung meningkat, karena mikroorganisme langsung menggunakan PHA murni untuk sumber energinya. Sedangkan hari ke 10 sampai ke 50, produksi CO 2 cenderung menurun karena persediaan PHA sebagai sumber energi atau karbon berkurang jumlahnya dan pemakaian PHA pun dilakukan secara sedikit demi sedikit. Produksi CO 2 degradasi PHA dengan pemlastis DMF cenderung meningkat dari hari ke 0 sampai hari ke 8, karena cadangan energi masih mencukupi untuk pertumbuhannya. Akan tetapi mulai hari ke 10 produksi CO 2 tiap dua harinya berubah-ubah meningkat dan menurun karena adanya pengaruh dari pemlastis sehingga proses degradasi berlangsung lambat dan terhambat dengan adanya ikatan antara molekul PHA Murni dengan molekul DMF. Produksi CO 2 degradasi PHA+DMF dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Sama halnya dengan produksi CO 2 degradasi PHA+DMF, produksi CO 2 degradasi PHA+DEG pun cenderung meningkat dari hari ke 0 sampai hari ke 8 dan berubah-ubah meningkat dan menurun dari hari ke 10 sampai hari ke 50. Akan tetapi perubahan produksi CO 2 degradasi PHA+DEG tidak selambat PHA+DMF karena struktur DEG yang linier sebagai pemlastis lebih mudah terdegradasi daripada DMF yang memilik struktur siklik dan bercabang. Produksi CO 2 degradasi PHA+DEG dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13. Produksi CO 2 hasil degradasi PHA+PEG tiap dua harinya lebih sedikit dibandingkan dengan produksi degradasi bioplastik lainnya karena PEG memilii struktur yang panjang sehingga untuk mendegradasinya diperlukan waktu yang lebih lama. Produksi CO 2 degradasi PHA+DEG dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15. Penggunaan blanko dimaksudkan sebagai kontrol atau pembanding. Produksi CO 2 degradasi bioplastik dibandingkan dan diselisihkan dengan produksi CO 2 blanko untuk menghitung akumulasi CO 2 yang dihasilkan oleh setiap bioplastik. Akumulasi produksi CO 2 tiap bioplastik pada media tanah dengan penambahan dan tanpa penambahan lumpur dapat dilihat pada lampiran 16 dan 17. Total CO 2 hasil biodegradasi bioplastik pada tanah dengan penambahan lumpur lebih besar daripada total CO 2 yang dihasilkan pada tanah tanpa penambahan lumpur. Hal ini menunjukkan bahwa total mikroorganisme yang berperan dalam proses biodegradasi pada tanah dengan penambahan lumpur lebih banyak daripada total mikroorganisme pada tanah tanpa penambahan lumpur. Penambahan total mikroorganisme dapat diperkuat dengan hasil TPC Total Plate Count pada Gambar 9. Total CO 2 hasil biodegradasi PHA murni pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 63.80 mg, sedangkan pada media tanah tanpa penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 60.94 mg. Penambahan CO 2 hasil biodegradasi PHA murni dari hari ke-0 sampai hari ke 50 dapat pada Gambar 10. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 Hari Ke- Ju m lah C O 2 m g PHA dengan Lumpur PHA tanpa Lumpur Gambar 10. Kurva Produksi CO 2 Biodegradasi PHA murni Sama halnya dengan biodegradasi PHA murni, proses biodegradasi PHA dengan penambahan pemlastis DMF, DEG dan PEG pada media tanah dengan penambahan lumpur lebih besar daripada pada media tanpa penambahan lumpur. Hal ini menunjukkan bahwa bioplastik dengan variasi pemlastis yang ditambahkan akan terdegradasi lebih baik pada media tanah dengan penambahan lumpur daripada pada media tanah tanpa penambahan lumpur yang ditunjukkan dengan perbedaan total CO 2 yang dihasilkan. Kurva produksi CO 2 yang dihasilkan pada proses biodegradasi PHA dengan pemlastis DMF, DEG dan PEG secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 11, 12 dan 13. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 Hari Ke- J u m lah C O 2 m g PHA+DMF dengan Lumpur PHA+DMF tanpa Lumpur Gambar 11. Kurva Produksi CO 2 Biodegradasi PHA+DMF Akumulasi CO 2 hasil proses biodegradasi PHA dengan penambahan pemlastis Dimetil Ftalat pada media tanah dengan penambahan lumpur menunjukkan angka sebesar 20,68 mg sedangkan pada media tanpa penambahan lumpur total CO 2 yang dihasilkan sebanyak 20,02 mg. Total CO 2 antar media menunjukkan angka yang tidak jauh beda, hal ini dikarenakan Lumpur yang ditambahkan hanya sepersepuluh dari jumlah tanah. Total CO 2 hasil proses biodegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur lebih banyak dibandingkan total CO 2 pada media tanpa penambahan lumpur, hal ini disebabkan karena dengan penambahan lumpur dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme yang memungkinkan atau berpotensi untuk memecah bioplastik dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 Hari Ke- J u m lah C O 2 m g PHA+DEG dengan Lumpur PHA+DEG tanpa Lumpur Gambar 12. Kurva Produksi CO 2 Biodegradasi PHA+DEG 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 Hari Ke- Ju m lah C O 2 m g PHA+PEG dengan Lumpur PHA+PEG tanpa Lumpur Gambar 13. Kurva Produksi CO 2 Biodegradasi PHA+PEG Akumulasi CO 2 hasil biodegradasi PHA dengan penambahan pemlastis Dietil Glikol pada media tanah dengan penambahan lumpur dan pada media tanah tanpa penambahan lumpur berturut-turut sebanyak 46,64 mg dan 41,36 mg. Total CO 2 hasil biodegradasi pada media dengan penambahan lumpur lebih besar jika dibandingkan dengan total CO 2 pada media tanpa penambahan lumpur. Hal ini meunjukkan bahwa proses biodegradasi PHA dengan penambahan pemlastis Dietil Glikol lebih cepat terjadi pada media dengan penambahan lumpur. Sama halnya dengan bioplastik yang lain, PHA dengan pemlastis Polietilen Glikol lebih mudah terdegradasi pada media tanah dengan penambahan lumpur jika dibandingkan dengan pada media tanpa penambahan lumpur yang ditunjukkan dengan jumlah CO 2 secara berturut-turut sebesar 18,04 mg dan 15,84 mg. Berarti dengan penambahan lumpur akan meningkatkan biodegradabilitas bioplastik PHA murni, PHA+DMF, PHA+DEG dan PHA+PEG yang ditunjukkan oleh jumlah CO 2 yang dihasilkan pada saat proses biodegradasi berlangsung.

b.Perbedaan Pemlastis

Dokumen yang terkait

Kajian Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksialkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat dan Dietil Glikol dalam Media Padat Buatan

0 11 77

Kajian Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksi Alkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dietil Glikol dan Dimetil Ftalat pada Media Cair Buatan

0 8 77

Pengaruh Konsentrasi Pemlastis Dietil Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada Substrat Hidrolisat Minyak Sawit

0 7 94

Kajian Pengaruh Penambahan Dietilen Glikol sebagai Pemlastis pada Karakteristik Bioplastik dari Poli-Beta-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstronia eutropha pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu

0 13 96

Pembuatan Bioplastik Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Yang Dihasilkan Oleh Rastonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu Dengan Pemlastis Isopropil Palmitat

1 12 98

Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Dalam Proses Biodegradasi Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Pada Media Air Secara Aerobik

2 35 109

Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi

2 14 76

Karakterisasi Bioplastik Poli-Hidroksialkanoat (Pha) dengan Penambahan Polioksietilen-(20)-Sorbitan Monolaurat Sebagai Pemlastis

5 42 97

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat Dietil Glikol Dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

0 8 79

Pengaruh konsentrasi pemlastis dietil glikol terhadap karakteristik bioplastik dari polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada substrat hidrolisat minyak sawit

0 4 3