Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Dalam Proses Biodegradasi Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Pada Media Air Secara Aerobik
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
oleh
SAVITRI DINYATI F 34102095
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh
SAVITRI DINYATI F34102095
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(3)
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
SAVITRI DINYATI F34102095
Dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1984
Tanggal Lulus :
Bogor, 5 Februari 2007 Menyetujui,
(4)
Savitri Dinyati (F34102095). Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β -hidroksialkamoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik. Dibawah bimbingan E. Gumbira Sa`id dan Khaswar Syamsu. 2007.
RINGKASAN
Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) merupakan poliester alami yang disintesa oleh sejumlah bakteri sebagai komponen simpanan energi dan karbon intraseluler dan diakumulasi sebagai granula dalam sitoplasma sel. Polihidroksibutirat (PHB) merupakan salah satu jenis PHA yang banyak diteliti karena karakteristiknya mirip dengan polipropilen (PP). PHB dapat dihasilkan melalui proses kultivasi menggunakan bakteri Ralstonia eutropha dengan glukosa sebagai sumber karbon. Penggunaan PHB sebagai bahan baku pembuatan bioplastik diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan yang timbul akibat penggunaan plastik berbasis minyak bumi. Bioplastik merupakan salah satu bentuk plastik yang berasal dari sumber daya hayati dan bersifat biodegradable. Bioplastik yang dibuat dari PHB mempunyai sifat lebih kaku dan rapuh. Penggunaan bahan tambahan pada proses pembuatan bioplastik dari PHB diharapkan dapat memperbaiki kekurangan tersebut.
Penelitian tentang pembuatan lembaran bioplastik dari PHA hasil kultivasi Ralstonia eutropha dengan substrat hitrolisat pati sagu yang ditambahkan pemlastis dietil glikol (DEG), dimetil ftalat (DMF) dan polietilen glikol (PEG) telah dilakukan sebelumnya (Delvia, 2006; Juari, 2006 dan Rais, 2007). Pada penelitian ini dilakukan uji biodegradasi bioplastik yang dihasilkan pada penelitian tersebut. Metode biodegradasi yang digunakan adalah respirometri aerobik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat dan pola degradasi plastik film dari poliester yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan substrat hidrolisat pati sagu pada media air secara aerobik. Parameter yang di analisa meliputi pengukuran laju produksi CO2, jumlah bakteri yang mendegradasi PHA, pH media degradasi, dan persen penurunan bobot bioplastik.
Hasil penelitian menunjukkan laju akumulasi produksi karbondioksida (CO2) PHA, PHA + DMF, PHA + DEG, dan PHA + PEG berturut-turut adalah 8,65 mg/hari; 7,36 mg/hari; 6,03 mg/hari dan 4,93 mg/hari. Hasil pengukuran Total Plate Count (TPC) menunjukkan mikroorganisme yang mendegradasi PHA tanpa pemlastis lebih banyak, diikuti dengan PHA dengan penambahan pemlastis PEG, DMF dan DEG. Hasil perubahan pH pada media degradasi membuktikan bahwa selama degradasi bioplastik terjadi perubahan pH mendekati basa kemudian menjadi asam kembali. Nilai pH media degradasi bioplastik antara 3,24-8,40.
Berdasarkan perhitungan persen kehilangan bobot bioplastik, PHA tanpa pemlastis memiliki persen bobot bioplastik yang hilang lebih besar diikuti dengan PHA dengan penambahan pemlastis DMF, DEG, dan PEG dengan nilai berturut-turut sebesar 88,9%; 70,65%; 67,35% dan 42,1%. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penambahan pemlastis DEG, DMF dan PEG dapat mengurangi daya biodegradasi bioplastik yang direpresentasikan oleh produksi dan laju produksi CO2, kemampuan mikroorganisme mendegradasi bioplastik, perubahan pH, dan bobot bioplastik yang hilang selama biodegradasi.
(5)
Savitri Dinyati (F34102095). Effect of plasticizer diethyl glycol, dimethyl Phthalate and polyethylen glycol in Biodegradation Process of Poly-β -hydroxyalkanoates (PHA) at water under aerobic conditions. Supervised by E. Gumbira Sa`id and Khaswar Syamsu. 2007.
SUMMARY
Poly-β-hydroxyalkanoates (PHA) is natural polyester which synthesized by groups of bacteria as a carbon intercellular material and PHA is accumulated as granules in the cell cytoplasm. Polyhydroxybutirate (PHB) is one of PHA that is studied due to its characteristics that is similar with Polypropylene (PP). PHB can be produced by a cultivation process using Ralstonia eutropha (RE) with glucose as carbon source. The usage of PHB as a material of bioplastic production hopefully can overcome environmental problems that are occurring as a result of the usage of petroleum-based plastics. Bioplastic that is made from PHB has a stiff and brittle characteristic. The usage of additives hopefully can reduce the limitations of this kind of bioplastic.
Study about bioplastic film made from cultivated Ralstonia eutropha on hydrolyzed sago starch with addition of diethyl glycol (DEG), dimethyl phthalate (DMF) and polyethylene glycol (PEG) plasticizer had been investigated. Biodegradable test of bioplastic has also been done in this study. Biodegradation method which used in this study was aerobic respirometric. The aim of this study was to get the information about degradation characteristics and pattern of plastic film from natural polyester produced by Ralstonia eutropha with hydrolyzed sago starch substrate at water medium under aerobic condition. Biodegradation test of the bioplastic was done on water medium under aerobic condition. The analysis is a measurement of the production of CO2, the amount of bacteria that degrades PHA, pH of degradation medium, and the percentage of bioplastic weight.
The result of carbon dioxide (CO2) production of PHA, PHA + DMF, PHA + DEG, and PHA + PEG successively equal to 8,65 mgs/day; 7,36 mgs/day; 6,03 mgs/day and 4,93 mgs/day. The result of Total Plate Count (TPC) measurement showed that PHA without plasticizer additive has more microorganism which degrades it, followed with PHA with the addition of plasticizer PEG, DMF and DEG. Medium of degradation have acidity level (pH) around 3,24-8,38. The differences on the result of pH prove that during bioplastic degradation, pH level changes to base then return to acid.
The weight loss calculation showed PHA without plasticizer has a larger weight loss, followed by PHA with the addition of DMF, DEG, and PEG plasticizer with value equal to 88,9%; 70,65%; 67,35% and 42,1%. The result on this study proves that plasticizer addition can influence the characteristic of bioplastic biodegradability which represented by the production and the level production of CO2, microorganism ability to degrades bioplastic, pH changes, and bioplastic weight loss during biodegradation.
(6)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Februari 2007
Savitri Dinyati
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1984 dari pasangan Bapak Gureys Shatrie dan Ibu Siti Komariah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN Gunung Batu II Bogor, lalu melanjutkan ke SLTPN 6 Bogor serta SMUN 6 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2002.
Selama pendidikannnya di IPB, penulis pernah terlibat dalam beberapa organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa) dan menjadi staf Departemen Kewirausahaan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis pernah mengikuti seminar-seminar yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Pemberdayaan Masyarakat I (2004), Blue Ocean Strategy (2006) dan lain-lain. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari dengan judul ‘Proses Produksi dan Pengemasan Pasta di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills Divisi Pasta’.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya berkat kuasaNya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian berjudul Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β -hidroksialkanoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para personalia dibawah ini:
1. Prof. Dr. Ir. H. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev sebagai dosen pembimbing I yang telah mengarahkan penulis selama menyelesaikan kuliah dan skripsi,
2. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian serta bimbingan,
3. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng yang telah membantu dalam penelitian ini, 4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS sebagai dosen penguji atas evaluasi dan
sarannya pada skripsi ini,
5. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak dan adikku atas kesabaran, perhatian, dan saran-saran bijaknya,
6. Seluruh staf dan karyawan serta laboran FATETA IPB yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian,
7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis sadar bahwa skripsi ini kemungkinan besar masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermafaat bagi pembaca.
Februari 2007
(9)
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...
A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA... A. POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA) ... B. HIDROLISAT PATI SAGU... C. BAKTERI Ralstonia eutropha... D. PEMBUATAN BIOPLASTIK DAN JENIS PEMLASTIS... E. BIODEGRADASI... F. PENGUJIAN BIODEGRADABILITAS... III. METODA PENELITIAN... A. BAHAN DAN ALAT... B. TATA LAKSANA PENELITIAN... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU... 1 Produksi PHA secara Fed Bacth... 2 Proses Hilir PHA... B. BIODEGRADASI PHA... 1. Pengukuran CO2... 2. Total Plate Count (TPC)... 3. Nilai pH... 4. Persen Penurunan Bobot Bioplastik...
vi vii ix x xi 1 1 3 3 4 4 6 7 9 11 15 17 17 17 24 24 24 24 26 29 37 40 43
(10)
V. KESIMPULAN DAN SARAN... A. KESIAMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...
45 45 46 47 51 Halaman
(11)
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
oleh
SAVITRI DINYATI F 34102095
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(12)
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh
SAVITRI DINYATI F34102095
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(13)
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT,
DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES
BIODEGRADASI POLI-
β
-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
SAVITRI DINYATI F34102095
Dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1984
Tanggal Lulus :
Bogor, 5 Februari 2007 Menyetujui,
(14)
Savitri Dinyati (F34102095). Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β -hidroksialkamoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik. Dibawah bimbingan E. Gumbira Sa`id dan Khaswar Syamsu. 2007.
RINGKASAN
Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) merupakan poliester alami yang disintesa oleh sejumlah bakteri sebagai komponen simpanan energi dan karbon intraseluler dan diakumulasi sebagai granula dalam sitoplasma sel. Polihidroksibutirat (PHB) merupakan salah satu jenis PHA yang banyak diteliti karena karakteristiknya mirip dengan polipropilen (PP). PHB dapat dihasilkan melalui proses kultivasi menggunakan bakteri Ralstonia eutropha dengan glukosa sebagai sumber karbon. Penggunaan PHB sebagai bahan baku pembuatan bioplastik diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan yang timbul akibat penggunaan plastik berbasis minyak bumi. Bioplastik merupakan salah satu bentuk plastik yang berasal dari sumber daya hayati dan bersifat biodegradable. Bioplastik yang dibuat dari PHB mempunyai sifat lebih kaku dan rapuh. Penggunaan bahan tambahan pada proses pembuatan bioplastik dari PHB diharapkan dapat memperbaiki kekurangan tersebut.
Penelitian tentang pembuatan lembaran bioplastik dari PHA hasil kultivasi Ralstonia eutropha dengan substrat hitrolisat pati sagu yang ditambahkan pemlastis dietil glikol (DEG), dimetil ftalat (DMF) dan polietilen glikol (PEG) telah dilakukan sebelumnya (Delvia, 2006; Juari, 2006 dan Rais, 2007). Pada penelitian ini dilakukan uji biodegradasi bioplastik yang dihasilkan pada penelitian tersebut. Metode biodegradasi yang digunakan adalah respirometri aerobik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat dan pola degradasi plastik film dari poliester yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan substrat hidrolisat pati sagu pada media air secara aerobik. Parameter yang di analisa meliputi pengukuran laju produksi CO2, jumlah bakteri yang mendegradasi PHA, pH media degradasi, dan persen penurunan bobot bioplastik.
Hasil penelitian menunjukkan laju akumulasi produksi karbondioksida (CO2) PHA, PHA + DMF, PHA + DEG, dan PHA + PEG berturut-turut adalah 8,65 mg/hari; 7,36 mg/hari; 6,03 mg/hari dan 4,93 mg/hari. Hasil pengukuran Total Plate Count (TPC) menunjukkan mikroorganisme yang mendegradasi PHA tanpa pemlastis lebih banyak, diikuti dengan PHA dengan penambahan pemlastis PEG, DMF dan DEG. Hasil perubahan pH pada media degradasi membuktikan bahwa selama degradasi bioplastik terjadi perubahan pH mendekati basa kemudian menjadi asam kembali. Nilai pH media degradasi bioplastik antara 3,24-8,40.
Berdasarkan perhitungan persen kehilangan bobot bioplastik, PHA tanpa pemlastis memiliki persen bobot bioplastik yang hilang lebih besar diikuti dengan PHA dengan penambahan pemlastis DMF, DEG, dan PEG dengan nilai berturut-turut sebesar 88,9%; 70,65%; 67,35% dan 42,1%. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penambahan pemlastis DEG, DMF dan PEG dapat mengurangi daya biodegradasi bioplastik yang direpresentasikan oleh produksi dan laju produksi CO2, kemampuan mikroorganisme mendegradasi bioplastik, perubahan pH, dan bobot bioplastik yang hilang selama biodegradasi.
(15)
Savitri Dinyati (F34102095). Effect of plasticizer diethyl glycol, dimethyl Phthalate and polyethylen glycol in Biodegradation Process of Poly-β -hydroxyalkanoates (PHA) at water under aerobic conditions. Supervised by E. Gumbira Sa`id and Khaswar Syamsu. 2007.
SUMMARY
Poly-β-hydroxyalkanoates (PHA) is natural polyester which synthesized by groups of bacteria as a carbon intercellular material and PHA is accumulated as granules in the cell cytoplasm. Polyhydroxybutirate (PHB) is one of PHA that is studied due to its characteristics that is similar with Polypropylene (PP). PHB can be produced by a cultivation process using Ralstonia eutropha (RE) with glucose as carbon source. The usage of PHB as a material of bioplastic production hopefully can overcome environmental problems that are occurring as a result of the usage of petroleum-based plastics. Bioplastic that is made from PHB has a stiff and brittle characteristic. The usage of additives hopefully can reduce the limitations of this kind of bioplastic.
Study about bioplastic film made from cultivated Ralstonia eutropha on hydrolyzed sago starch with addition of diethyl glycol (DEG), dimethyl phthalate (DMF) and polyethylene glycol (PEG) plasticizer had been investigated. Biodegradable test of bioplastic has also been done in this study. Biodegradation method which used in this study was aerobic respirometric. The aim of this study was to get the information about degradation characteristics and pattern of plastic film from natural polyester produced by Ralstonia eutropha with hydrolyzed sago starch substrate at water medium under aerobic condition. Biodegradation test of the bioplastic was done on water medium under aerobic condition. The analysis is a measurement of the production of CO2, the amount of bacteria that degrades PHA, pH of degradation medium, and the percentage of bioplastic weight.
The result of carbon dioxide (CO2) production of PHA, PHA + DMF, PHA + DEG, and PHA + PEG successively equal to 8,65 mgs/day; 7,36 mgs/day; 6,03 mgs/day and 4,93 mgs/day. The result of Total Plate Count (TPC) measurement showed that PHA without plasticizer additive has more microorganism which degrades it, followed with PHA with the addition of plasticizer PEG, DMF and DEG. Medium of degradation have acidity level (pH) around 3,24-8,38. The differences on the result of pH prove that during bioplastic degradation, pH level changes to base then return to acid.
The weight loss calculation showed PHA without plasticizer has a larger weight loss, followed by PHA with the addition of DMF, DEG, and PEG plasticizer with value equal to 88,9%; 70,65%; 67,35% and 42,1%. The result on this study proves that plasticizer addition can influence the characteristic of bioplastic biodegradability which represented by the production and the level production of CO2, microorganism ability to degrades bioplastic, pH changes, and bioplastic weight loss during biodegradation.
(16)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Februari 2007
Savitri Dinyati
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1984 dari pasangan Bapak Gureys Shatrie dan Ibu Siti Komariah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN Gunung Batu II Bogor, lalu melanjutkan ke SLTPN 6 Bogor serta SMUN 6 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2002.
Selama pendidikannnya di IPB, penulis pernah terlibat dalam beberapa organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa) dan menjadi staf Departemen Kewirausahaan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis pernah mengikuti seminar-seminar yang diadakan di IPB diantaranya Stadium General “ Succes Story Alumni Teknologi Industri Pertanian” (2003), Pemberdayaan Masyarakat I (2004), Blue Ocean Strategy (2006) dan lain-lain. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari dengan judul ‘Proses Produksi dan Pengemasan Pasta di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills Divisi Pasta’.
(18)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya berkat kuasaNya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian berjudul Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli-β -hidroksialkanoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para personalia dibawah ini:
1. Prof. Dr. Ir. H. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev sebagai dosen pembimbing I yang telah mengarahkan penulis selama menyelesaikan kuliah dan skripsi,
2. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian serta bimbingan,
3. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng yang telah membantu dalam penelitian ini, 4. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS sebagai dosen penguji atas evaluasi dan
sarannya pada skripsi ini,
5. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak dan adikku atas kesabaran, perhatian, dan saran-saran bijaknya,
6. Seluruh staf dan karyawan serta laboran FATETA IPB yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian,
7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis sadar bahwa skripsi ini kemungkinan besar masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermafaat bagi pembaca.
Februari 2007
(19)
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...
A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA... A. POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA) ... B. HIDROLISAT PATI SAGU... C. BAKTERI Ralstonia eutropha... D. PEMBUATAN BIOPLASTIK DAN JENIS PEMLASTIS... E. BIODEGRADASI... F. PENGUJIAN BIODEGRADABILITAS... III. METODA PENELITIAN... A. BAHAN DAN ALAT... B. TATA LAKSANA PENELITIAN... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU... 1 Produksi PHA secara Fed Bacth... 2 Proses Hilir PHA... B. BIODEGRADASI PHA... 1. Pengukuran CO2... 2. Total Plate Count (TPC)... 3. Nilai pH... 4. Persen Penurunan Bobot Bioplastik...
vi vii ix x xi 1 1 3 3 4 4 6 7 9 11 15 17 17 17 24 24 24 24 26 29 37 40 43
(20)
V. KESIMPULAN DAN SARAN... A. KESIAMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...
45 45 46 47 51 Halaman
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Fisik antara P(3HB),
P(3HB-3HV) dan Polipropilen... 5 Tabel 2. Aplikasi Praktis Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)... 6 Tabel 3.
Tabel 4.
Ciri dan Fase Pertumbuhan Mikroorganisme... Mikroorganisme Pendegradasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)...
8
14 Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Plastik
Terurai di Lingkungan... 15 Tabel 6. Komposisi Media Propagasi R. eutropha dan Media
Kultivasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)... 19 Tabel 7. Karakteristik Awal Media Degradasi Bioplastik... 26 Tabel 8. Persamaan Kurva dan Nilai Regresi Hasil Pengukuran
CO2... 36 Tabel 9. Hasil TPC Media Degradasi (koloni/mL)... 38
(22)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur kimia PHA... 4 Gambar 2. Struktur kimia dimetil glikol (a) dan dimetil ftalat (b)... 10 Gambar 3. Struktur molekul PEG... 10 Gambar 4. Bioreaktor kapasitas 13 liter... 20 Gambar 5. Desain alat penguji biodegradasi... 21 Gambar 6. PHA hasil kultivasi... 25 Gambar 7. PHA hasil ekstraksi dengan kloroform... 26 Gambar 8. Kurva produksi CO2 selama biodegradasi PHA, PHA +
DEG, PHA + DMF dan PHA + PEG... 30 Gambar 9. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dengan PEG
400... 32 Gambar 10. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dietil glikol
(DEG)... 32 Gambar 11. Proses pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan
dimetil ftalat (DMF)... 33 Gambar 12. Kurva pola regresi produksi CO2 PHA, PHA + DMF, PHA
+ DEG dan PHA + PEG... 35 Gambar 13. Kurva pertumbuhan mikroorganisme dalam media
degradasi... 38 Gambar 14. Kurva perubahan pH media degradasi PHA dan PHA
dengan pemlastis DEG selama proses biodegradasi... 41 Gambar 15. Kurva perubahan pH media degradasi PHA dengan
pemlastis DMF dan PEG selama proses biodegradasi... 41 Gambar 16. Grafik penurunan bobot bioplastik... 43
(23)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Kultivasi PHA... 51 Lampiran 2. Diagram Alir Proses Hilir... 52 Lampiran 3. Bagan Klasifikasi Plastik Degradabel... 54 Lampiran 4. Diagram Alir Pengujian Biodegradasi Bioplastik... 55 Lampiran 5. Diagram Alir Pengukuran Kadar CO2... 56 Lampiran 6. Contoh Penghitungan Selama Proses Penelitian... 57 Lampiran 7. Data Akumulasi CO2 pada Biodegradasi PHA, PHA +
DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG... 58 Lampiran 8. Rekapitulasi Pengukuran CO2 pada Piodegradasi Blanko
Tanpa Polimer... 59 Lampiran 9. Rekapitulasi Pengukuran CO2 pada Biodegradasi PHA.... 60 Lampiran 10. Rekapitulasi Pengukuran CO2 pada Biodegradasi PHA +
DEG... 61 Lampiran 11. Rekapitulasi Pengukuran CO2 pada Biodegradasi PHA +
DMF... 62 Lampiran 12. Rekapitulasi Pengukuran CO2 pada Biodegradasi PHA +
PEG... 63 Lampiran 13. Rekapitulasi Data Akumulasi CO2 pada Biodegradasi
PHA... 64 Lampiran 14. Rekapitulasi Data Akumulasi CO2 pada Biodegradasi
PHA + DEG... 65 Lampiran 15. Rekapitulasi Data Akumulasi CO2 pada Biodegradasi
PHA + DMF... 66 Lampiran 16. Rekapitulasi Data Akumulasi CO2 pada Biodegradasi
PHA + PEG... 67 Lampiran 17. Hasil Pengukuran pH Media Degradasi... 68 Lampiran 18. Hasil Pengukuran Persen Penurunan Bobot Bioplastik... 69 Lampiran 19. Persamaan Regresi Kurva Akumulasi Produksi CO2 pada
(24)
Lampiran 20 Persamaan Regresi Kurva Akumulasi Produksi CO2 pada Biodegradasi PHA + DEG, Hasil Metode curve fitting... 72 Lampiran 21.
Lampiran 22.
Lampiran 23.
Lampiran 24.
Lampiran 25.
Lampiran 26.
Persamaan Regresi Kurva Akumulasi Produksi CO2 pada Biodegradasi PHA + DMF, Hasil Metode curve fitting... Persamaan Regresi Kurva Akumulasi Produksi CO2 pada Biodegradasi PHA + PEG, Hasil Metode curve fitting... Persamaan Regresi Kurva Perubahan pH Media Degradasi PHA, Hasil Metode curve fitting.... Persamaan Regresi Kurva Perubahan pH Media Degradasi PHA + DEG, Hasil Metode curve fitting... Persamaan Regresi Kurva Perubahan pH Media Degradasi PHA + DMF, Hasil Metode curve fitting... Persamaan Regresi Kurva Perubahan pH Media Degradasi PHA + PEG, Hasil Metode curve fitting...
74
76
78
80
82
84 Halaman
(25)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Plastik merupakan material yang dikenal luas. Penggunaannya sangat beragam mencakup berbagai bidang kegiatan mulai dari kebutuhan manusia yang sederhana, hingga peralatan pesawat ruang angkasa yang serba rumit dan canggih. Penggunaan plastik terus meningkat sesuai kebutuhan, terlebih setelah fungsinya bertambah antara lain sebagai pengganti material gelas dan logam.
Produksi bahan plastik mentah dan mengubahnya menjadi barang jadi merupakan bagian dari kegiatan industri polimer. Di Indonesia, terdapat sekitar 5.000 industri plastik, 80% diantaranya berada di Pulau Jawa. Pada tahun 2002, konsumsi plastik sudah mencapai angka 1,75 juta ton dengan laju pertumbuhan 10% per tahun (INAplas seperti dikutip Handayani, 2003).
Peningkatan penggunaan plastik diiringi oleh timbulnya masalah lingkungan dikarenakan 50% dari produk plastik adalah kemasan sekali pakai dan 80% dari konsumsinya berpeluang sebagai limbah. Limbah plastik merupakan komponen ketiga terbanyak yang dibuang setelah limbah organik dan kertas. Sifat plastik sukar terdegradasi baik oleh mikroorganisme dalam tanah maupun oleh cahaya matahari. Oleh karena itu, keberadaannya dapat berlangsung hingga ratusan tahun (Handayani, 2003).
Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai usaha penanganan limbah plastik sudah dilakukan, diantaranya dengan mendaur ulang plastik dan membakar plastik. Pembakaran dan daur ulang seringkali tidak menguntungkan. Proses pembakaran tidak membuat plastik menjadi terurai sempurna dalam tanah, melainkan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan (polusi udara) dan kesehatan manusia, sedangkan upaya untuk
(26)
mendaur ulang plastik menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Hingga saat ini limbah plastik belum dapat ditanggulangi dengan baik.
Oleh karena itu, beberapa negara di dunia telah mengembangkan produk plastik yang ramah lingkungan yang disebut sebagai biodegradable plastic, atau yang dikenal dengan istilah biopol (Brandl,1995). Pembuatan plastik biodegradabel bertujuan untuk menghasilkan plastik yang ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan plastik ini mampu terbiodegradasi secara alami sehingga tidak lagi menjadi limbah plastik yang merugikan.
Pembuatan plastik biodegradabel pada dasarnya dapat ditempuh dengan cara mencampurkan polimer sintetik dengan polimer alam melalui teknik pencampuran fisik. Di Indonesia, penelitian tentang pencampuran polimer-polimer sintetik seperti polistirena, polietena, dan polipropilena dengan polimer alam seperti kanji, tepung tapioka, dan lainnya telah banyak dilakukan (Damayanthy, 2003 dan Handayani, 2003). Produk plastik yang dihasilkan ternyata masih memiliki kelemahan seperti mudah rapuh dan hanya terdegradasi secara parsial.
Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu bioplastik yang masih terus diteliti dan dikembangkan sampai saat ini. Penelitian tentang pembuatan lembaran bioplastik dari PHA hasil kultivasi Ralstonia eutropha dengan substrat hitrolisat pati sagu yang ditambahkan pemlastis dietil glikol (DEG), dimetil ftalat (DMF) dan polietilen glikol (PEG) telah dilakukan oleh Delvia (2006), Juari (2006) dan Rais (2007). Pada penelitian ini dilakukan uji biodegradasi bioplastik yang dihasilkan pada penelitian tersebut.
Anggraeni (2003) telah melakukan penelitian mengenai biodegradasi bioplastik Poli-β-hidroksialkanoat (PHA) dengan penambahan pemlastis dietil glikol (DEG) dan dimetil ftalat (DMF) pada media cair buatan. Metode biodegradasi yang digunakan adalah respirometri anaerobik sehingga persediaan oksigen untuk pertumbuhan mikroorganisme terbatas. Pada penelitian Anggraeni (2003) hanya dilakukan pengukuran jumlah CO2 yang merupakan hasil akhir proses mineralisasi selama 60 hari. Laju produksi CO2 pada biodegradasi PHA, PHA + DEG dan PHA + DMF
(27)
berturut-turut adalah 0,6380 mg/hari, 0,6365 mg/hari dan 0,5185 mg/hari. Penelitian Anggraeni (2003) menunjukkan bahwa penambahan pemlastis menurunkan daya degradasi bioplastik yang ditunjukkan dengan jumlah karbon dioksida yang sedikit. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan aerator yang bertujuan untuk menciptakan kondisi degradasi bioplastik yang sebenarnya pada saat dibuang ke lingkungan. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan penghitungan jumlah mikroorganisme pendegradasi bioplastik, persen pengurangan bobot bioplastik dan pengukuran perubahan pH selama proses biodegradasi berlangsung.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi mengenai sifat dan pola degradasi plastik film dari poliester yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha menggunakan substrat hidrolisat pati sagu pada media air secara aerobik. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh degradasi bioplastik terhadap perubahan pH media degradasi, penambahan pemlastis dalam degradasi bioplastik, total mikroorganisme pendegradasi bioplastik dan bobot bioplastik yang terdegradasi.
C. MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi IPTEK mengenai proses degradasi PHA pada media cair secara aerobik.
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA)
Poly-β-Hydroxyalkanoates (PHA) merupakan salah satu biodegradable plastic yang sudah banyak dikembangkan di berbagai negara. PHA adalah poliester linier yang diproduksi di alam oleh bakteri dengan menggunakan substrat gula atau lipid. Lebih dari 100 monomer yang berbeda dapat dikombinasikan kedalam famili ini untuk memberikan material dengan sifat yang berbeda secara ekstrim. PHB (Poly-β-Hydroxybutyrate) dan kopolimer Poly-β -Hydroxybutyrate dengan Poly-β-Hydroxyvalerate (PHB-co-PHV) merupakan dua tipe yang paling banyak diteliti secara intensif dan telah banyak dijumpai di pasaran. Struktur PHA dapat dilihat pada Gambar 1. Jenis mikroorganisme yang telah memproduksi PHA dengan konsentrasi atau modifikasi dari asetil-CoA yang dihasilkan dari gula meliputi Ralstonia eutropha, Alcaligenes, dan Pseudomonas sp (www.mbel.kaist.ac.kr/research/phas.htm).
Gambar 1. Struktur kimia PHA (Laferty et al., 1988)
PHA dibentuk pada sitoplasma sel dalam bentuk granula yang sebagian dapat menjadi kristal dan sebagian lagi tidak. Granula tersebut mengandung PHA depolimerase yang terdapat dalam membran protein atau pada sitoplasma yang menyebabkan terjadinya degradasi polimer. PHA memiliki karakteristik kimia dan fisik yang dibutuhkan bagi penggunaannya sebagai termoplastik komersial. Polimer ini dapat digunakan lebih lanjut melalui pencetakan larutan maupun pelelehan untuk membentuk serat, film, plastik fleksibel, dan plastik kaku (Ojumu, 2003).
(29)
PHA dapat termasuk termoplastik atau material elastomerik dengan kisaran titik didih dari 40-180oC. Tipe yang paling umum dari PHA adalah PHB (poli-β-hidroksibutirat). PHB memiliki sifat yang sama dengan polipropilen, akan tetapi lebih rapuh dan lebih kaku. Suatu kopolimer PHB yang disebut PHBV (polihidroksibutirat-valerat) yang lebih kaku dan keras digunakan sebagai bahan pengemas (www.mbel.kaist.ac.kr/ research/phas.htm).
Menurut Lafferty et al., (1988), PHA memiliki densitas yang berkisar antara 1.171 dan 1.260 g.cm-3. Nilai densitas yang lebih rendah berhubungan dengan densitas amorf sedangkan nilai densitas yang lebih tinggi berkenaan dengan densitas kristalin. Titik leleh PHA bervariasi dan biasanya berada diantara 157 oC dan 188 oC. Perbandingan karakteristik fisik antara P(3HB), P(3HB-3HV) dan polipropilen dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Fisik antara P(3HB), P(3HB-3HV) dan Polipropilen
Karakteristik P(3HB) P(3HB-3HV) Polipropilen
Melting point, Tm (oC) 177 145 176
Glass-transition temp, Tg (oC) 2 -1 -10
Kristalinitas (%) 70 56 60
Perpanjangan putus (%) 5 50 400
Sumber : Madison dan Huisman, (1999)
Secara umum aplikasi PHA terbagi menjadi tiga lingkup area, yaitu bidang medis dan farmasi, pertanian, dan kemasan (Lafferty et al., 1988; Lee, 1996). Beberapa contoh aplikasi praktis PHA yang telah dikembangkan saat ini tetapi belum masuk ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Kemampuan PHA untuk diaplikasikan menjadi suatu produk dikarenakan sifat PHA itu sendiri. Sifat tersebut meliputi kemampuan didegradasi secara biologis, karakter termoplastik, sifat piezoelektrik, dan kemampuan depolimerisasi PHB menjadi monomer asam D(-)-3-hidroksibutirat (Lafferty et al.,1988).
(30)
Tabel 2. Aplikasi Praktis Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)
Medis dan farmasi
- Keperluan operasi bedah: benang jahit, pin, penyeka - Pembalut luka
- Pemasangan pembuluh darah dan jaringan tubuh (karena kemampuan depolimerisasi PHB menjadi monomer asam D(-)-3-hidroksibutirat - Pemasangan tulang dan lempeng tulang
- Stimulasi pertumbuhan tulang (karena PHA mempunyai sifat piezoelektrik)
- Pembawa (biodegradable carrier) bahan aktif pada obat-obatan
Pertanian
- Pembawa (biodegradable carrier) bahan aktif pada herbisida, - fungisida, insektisida atau pupuk (karena kemampuan degradasi di - dalam tanah)
- Kontainer semaian bibit
- Matrik (biodegradable matrix) untuk obat pada bidang veteriner
Kemasan dan komoditas lain
- Kemasan kontainer, botol, pembungkus, kantong, dan film
- Bahan-bahan sekali pakai seperti popok bayi dan pembalut wanita
Sumber : Punrattanasin, (2001)
B. HIDROLISAT PATI SAGU
Sagu merupakan tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, genus Metroxylon dari ordo Spadiciflorae. Di Indonesia tanaman utama penghasil pati sagu adalah Metroxylon yang tumbuh di lahan basah dan Arenga microcarpha (sagu baruk) yang tumbuh di lahan kering (Abner dan Miftahorrahman, 2002).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari bobot total (Winarno, 1997).
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi pati dari batang empulur tanaman sagu dan juga sumber daya alam yang dapat diperbaharui, murah dan mempunyai sifat yang mudah diuraikan (biodegradable). Penambahkan sifat plastik pada pati sagu dengan teknik esterifikasi, dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biodegradable plastic. Pati sagu sebagai komponen merupakan bahan reaktif yang disalurkan ke dalam struktur polimer sintetik selama produksi, misalnya menjadi poliester,
(31)
fenolik resin, dan polimer cangkokan. Pati sagu juga dapat menjadi bahan pengisi, misalnya polietilen, polipropilen, poliester dan PVC. Biodegradable plastic yang sebagian merupakan campuran pati sagu ternyata dapat diuraikan oleh fungi Trichoderma sp, Mucor sp, dan streptomyces sp serta oleh beberapa bakteri (Hasjim, 1999).
Hidrolisat pati merupakan cairan hasil proses hidrolisis pati yang sebagian besar terdiri dari glukosa. Proses hidrolisis dapat dilakukan baik dengan cara kimia dan enzimatik. Konversi pati secara enzimatis terdiri dari dua tahap, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi terjadi setelah gelatinisasi dengan adanya aktivitas enzim α-amilase yang memecah ikatan α-1,4 di bagian dalam dari rantai polisakarida secara acak menghasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin, dan α -limit dekstrin. Sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase (AMG) selanjutnya mengubah maltodekstrin menjadi glukosa (Akyuni, 2003).
C. BAKTERI Ralstonia eutropha
Menurut York (2003), Ralstonia eutropha merupakan bakteri kemoautotrof fakultatif yang dapat mengakumulasi poli-β-hidroksialkanoat (PHA) sebagai cadangan energi dalam kondisi kultur yang mengandung sedikit mineral atau oksigen. Genus Ralstonia eutropha berbentuk batang, batang bulat atau bulat dengan diameter 0,5-1,0 mikrometer dan panjang 0,5-2,6 mikrometer. Ralstonia eutropha memiliki flagel berbentuk peritrichous dan bersifat aerob fakultatif.
Ralstonia eutropha termasuk dalam bakteri gram negatif yang mampu mengakumulasi PHA (Poly-β-Hydroxyalkonoates) sebagai cadangan energi dibawah kondisi kultur yang mengandung sedikit mineral atau oksigen. Akumulasi PHA terjadi setelah kondisi keterbatasan oksigen terjadi. Bobot kering sel dan perolehan PHA lebih tinggi pada kondisi keterbatasan oksigen dibandingkan kondisi keterbatasan amonium. Ralstonia eutropha mampu mengakumulasi hingga 80 % polimer dalam bobot kering sel (Chakraborty, 2004).
Pada awal pertumbuhannya, bakteri Ralstonia eutropha berada pada kondisi yang kaya glukosa. Glukosa yang merupakan sumber karbon disimpan di dalam sitoplasma sebagai cadangan makanan. R. eutropha tumbuh menggunakan
(32)
R. eutropha untuk memproduksi PHA. R. eutropha mampu mengakumulasi PHA selama fase stationer (Fiechter, 1990). Ciri dan fase pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ciri dan Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Fase Pertumbuhan Ciri
Lag (lambat) Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
Logaritma atau eksponensial Sel membela diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang.
Stationary (stasioner/tetap) Terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah biomassa sel menjadi konstan.
Death (kematian) Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial.
Sumber : Pleczar dan Chan, (1986)
Chakraborty (2004) menyatakan bahwa Alcaligenes eutrophus dikelompokkan ke dalam genus Ralstonia dengan nama baru Ralstonia eutropha. R. eutropha memiliki operon tunggal yang mengandung tiga jenis gen yang diperlukan untuk sintesa PHB, yaitu phaA, phbB dan phbC. Senyawa phbA (yaitu ketothiolase) bergabung dengan dua molekul asetil-KoA untuk menghasilkan asetoasetil-KoA yang kemudian direduksi menjadi R-β-hidroksibutiril-KoA oleh phbB (yaitu suatu reduktase asetosetil-CoA yang membutuhkan NADPH). Molekul R-β-hidroksibutiril-KoA membentuk unit monomer PHB, kemudian dipolimerisasi melalui ikatan ester oleh phbC (yaitu suatu PHB sintetase). Pada lingkungan yang kaya, PHB secara enzimatis didegradasi menjadi asetil-KoA yang masuk ke jalur primer metabolisme dan demineralisasi menjadi karbon dioksida. Degradasi dimulai oleh depolimerase yang diberi kode sebagai gen phbZ (Lafferty et al., 1988).
(33)
D. PEMBUATAN BIOPLASTIK DAN JENIS PEMLASTIS
Menurut Cowd (1991) proses terbentuknya suatu polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. Polimerisasi merupakan pembentukan molekul raksasa (polimer) melalui penggabungan molekul-molekul kecil dan sederhana yang disebut monomer. Pembentukan ikatan polimer menghasilkan ikatan kunci antar monomer yang disebut sebagai ikatan tulang punggung (backbone). Menurut Allcock dan Lampe (1981), film plastik dapat dibuat melalui dua teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting atau molten polymer. Teknik solution casting menjadi pilihan yang cepat dan mudah untuk dilakukan pada skala laboratorium.
Pelarut yang digunakan pada proses pembuatan film plastik adalah kloroform. Lafferty (1988) menyatakan bahwa dengan metode pelarutan PHA seperti ekstraksi menggunakan kloroform dapat diperoleh kemurnian yang tinggi. Walaupun demikian, metode tersebut memerlukan sejumlah besar pelarut yang mudah menguap, bersifat toksik terhadap lingkungan dan meningkatkan total biaya produksi.
Kloroform (CHCl3) memiliki sifat tidak mudah terbakar, sangat mudah menguap, memiliki rasa yang manis dan bau yang khas. Kloroform dapat digunakan sebagai pelarut untuk lemak, minyak, karet, alkaloid, lilin, resin dan sebagai cleansing agent. Kloroform berbahaya bila dihirup pada dosis tinggi karena dapat menyebabkan hipotensi, gangguan pernafasan dan miokardial dan bahkan kematian (www.encyclopedia.com).
Polihiroksialkanoat (PHA) memiliki derajat kristalinitas yang tinggi sehingga mengakibatkan PHA menjadi material yang kaku tetapi rapuh. Penurunan derajat kristalinitas PHA dapat dilakukan dengan penambahan pemlastis. Cuq et al., (1997) mendefinisikan penambahan pemlastis pada bahan polimer mengakibatkan terjadinya modifikasi pada susunan tiga dimensi molekul, menurunkan gaya tarik intramolekul, meningkatkan mobilitas rantai dan menurunkan Tg (glass transition temperature) bahan amorf. Ditambahkan oleh Cowd (1991), bahwa penurunan Tg tersebut dikarenakan pengurangan gaya antar-rantai sehingga gerakan bagian antar-rantai lebih mudah.
(34)
dengan titik didih 244-245oC. Dietil glikol dapat bercampur dengan air, alkohol, eter, aseton, etilen glikol, dan tidak dapat bercampur dengan karbon tetraklorida, benzena, dan toluen (Merck, 1999). Menurut Allcock dan Lampe (1981), dimetil ftalat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform serta memiliki titik didih 134-138oC. Selain itu dimetil ftalat tidak berwarna dan tidak berbau. Struktur kimia dietil glikol dan dimetil ftalat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia dimetil glikol (a) dan dimetil ftalat (b)
PEG atau polietilen glikol merupakan golongan senyawa polieter dari etilen oksida. Struktur molekul dari PEG dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Parra (2006) PEG larut dalam air dan pelarut organik, memiliki tingkat toksik rendah, hidrofilik dan tidak biodegradabel. Struktur kimia polietilen glikol dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur molekul PEG
(35)
E. BIODEGRADASI
Waktu yang dibutuhkan untuk polimer terdegradasi pada lingkungan pembuangan perlu diketahui untuk mendapatkan kesimpulan tentang potensi, akibat dan keuntungan pada lingkungan. Poliester terdegradasi dalam keadaan aerobik selama dua minggu sampai 1,5 bulan (Excelplas Australia, 2003).
Sifat biodegradasi polimer tergantung dari karakter fisik dan kimianya. Plastik terdegradasi dapat dibagi menjadi dua kelompok berikut.
1. Berdasarkan cara mereka terdegradasi, misalnya dalam pendegradasiannya membutuhkan bantuan mikroorganisme (biodegradable), panas, sinar UV, gaya mekanik, atau air untuk memecah polimernya(Lampiran 3).
2. Berdasarkan material yang menyusunnya, misalnya terbuat dari polimer pati alami, polimer buatan, atau campuran dari polimer konvensional dengan zat aditif untuk memfasilitasi pendegradasian (Excelplas Australia, 2003).
Plastik yang terbiodegradasi oleh alam berarti bahwa plastik tersebut mengalami fragmentasi, yakni kehilangan kandungan kimianya akibat aktivitas mikroorganisme. Tokiwa dan Calabia (2004) menjelaskan bahwa biodegradasi didefinisikan sebagai penurunan sifat-sifat oleh aksi mikroorganisme. Mikroorganisme yang banyak berperan pada plastik adalah bakteri, jamur dan aktinomicetes. Ada tiga tipe penurunan sifat akibat biodegradasi oleh mikroorganisme, meliputi efek biofisik, efek biokimia, dan aksi enzimatik langsung.
Proses biodegradasi yang menyebabkan efek biofisik terjadi apabila ada kerusakan mekanik akibat aktivitas mikroorganisme. Efek biokimia terjadi apabila terjadi reaksi kimia oleh substansi mikroorganisme di dalam polimer. Biodegradasi oleh pengaruh enzim terjadi apabila enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme menyerang komponen plastik sehingga menyebabkan pemutusan rantai polimer (Jendrossek dan Rene, 2002). Jenis mikroorganisme pendegradasi PHA dapat dilihat pada Tabel 4.
(36)
Tabel 4. Mikroorganisme Pendegradasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)
EKOSISTEM ORGANISME
Tanah Acidovorax delafieldii; Acremonium sp.; Acidovorax facilis; Arthrobacter voscosus; Aspergilus fumigatus; Bacillus polymyxa; Cephalosporium sp.; Cladosporium sp.; Cytophaga johnsonae; Eupenicillium sp.; Mucor sp.; Pacilomyces marquqndii; Peniciliumadametzii; Penicilium chermisinun; Penecillium daleae; Penicillium funiculosum; Penicillium ochlochloron; Penicillium resrictum; Poly circinatus; Pseudomonas lemoignet; Pseudomonas syringae; Xanthomonas manophilia; dan Zooglea ramigera.
Tanah, Kompos Acidovorax facillis; Aspergilus sp.; Aspergilus penecilloides; Bacillus magaterium; Penicillium simplicissimum; Pseudomonas sp.; Streptomyces sp.; dan Variovorax paradoxus.
Lumpur Buangan Alcaligenes faecalis
Sedimen Estuaria Ilyobacter delafieldii
Air Danau Comamonas acidovorans; Pseudomonas cepacia; Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas vesicularis
Air Laut Comamonas testosteroni
Laboratorium Pseudomonas pickettii
Kompos Verticillium leptobactrum
Sumber: Brandl et al., (1995)
Mikroorganisme pendegradasi PHA menghasilkan enzim depolimerase ekstraseluler PHA yang dapat mendegradasi PHA. Depolimerase ekstraseluler dapat bekerja optimal pada pH 7,5-9,8 sehingga pada pertumbuhan mikroorganisme terjadi peningkatan pH (Jendrossek dan Rene, 2002). Polimer dapat terdegradasi dalam beberapa cara, misalnya biodegradable, oxo-biodegradable, photodegradable, atau larut-air. Menurut Excelplas Australia (2003), gambaran dari masing-masing tipe degradasi adalah sebagai berikut:
1. Biodegradable polymer adalah polimer yang mampu terdekomposisi menjadi karbondioksida, metan, air, komponen inorganik atau biomassa dimana mekanisme dominannya melibatkan aksi enzimatis dari
(37)
mikroorganisme, yang bisa terukur melalui tes standar, pada waktu tertentu, dan kondisi yang menyerupai lingkungan aslinya.
2. Compostable polymers adalah polimer yang terdekomposisi dalam kondisi pembuatan kompos. Pada dekomposisi ini, polimer terdegradasi oleh mikroorganisme (bakteri, fungi, alga), mencapai mineralisasi total (konversi menjadi CO2, metan, air, komponen inorganik atau biomass dalam kondisi aerobik) dan tingkat mineralisasi harus tinggi dan memenuhi proses pembuatan kompos.
3. Oxo-Biodegradable polymers adalah polimer yang mengalami degradasi terkontrol melalui bantuan dari aditif prodegradant (aditif yang memacu dan mempercepat proses degradasi). Polimer ini mengalami oksidatif yang dipercepat, yaitu degradasi langsung dengan sinar matahari, panas dan/atau gaya mekanik, dan menjadi rapuh pada ligkungan dan terkikis karena pengaruh cuaca.
4. Photodegradable Polymers adalah polimer yang terdegradasi karena pengaruh sinar UV, yang mendegradasi ikatan kimia pada polimer atau struktur kimia pada plastik. Proses ini bisa dibantu oleh keberadaan zat aditif yang sensitif terhadap UV pada polimer.
5. Water-Soluble Polymers adalah polimer yang larut dalam air tanpa ditandai oleh range suhu dan kemudian terbiodegradasi karena kontak dengan mikroorganisme.
Mekanisme degradasi menurut Jendrossek dan Rene (2002) adalah melalui fragmentasi dan penambahan gugus khusus. Cara fragmentasi dimaksudkan sebagai usaha menurunkan bobot molekul polimer melalui pemutusan ikatan, sehingga memudahkan proses degradasi selanjutnya. Penambahan gugus khusus pada polimer dilakukan dengan cara kopolimerisasi sehingga gugus yang diinginkan akan masuk ke dalam matriks polimer. Excelplas Australia (2003) menyatakan bahwa terdapat empat mekanisme yang terlibat pada degradasi lingkungan dari polimer terdegradasi sebagai berikut:
•Oksidasi dari polyolefin atau polimer lain
(38)
•Pencernaan polimer terbiodegradasi seperti aliphtic polyesters oleh mikroorganisme
•Pencernaan fragmen polimer oleh mikroorganisme.
Pemecahan pada proses degradasi polimer dikategorikan menjadi dua bagian yang penting, dibawah ini:
1. Disintegrasi, dimana material plastik terdisintegrasi dan tidak lagi terlihat, namun rantai polimer tidak sepenuhnya hilang
2. Mineralisasi, dimana rantai polimer termetabolisme (biasanya setelah proses oksidasi awal) menjadi karbon dioksida, air, dan biomassa.
Pemutusan rantai pada polimer selain mampu memperlemah material polimer juga dapat memperpendek rantai polimer. Hal tersebut menyebabkan berat molekul menurun sehingga polimer mampu dimetabolisme oleh mikroorganisme. Mekanisme pemutusan rantai tersebut tergantung pada beberapa faktor, yakni kelembaban, mikroorganisme, temperatur, pH, keberadaan garam metal, jenis polimer, luas permukaan, dan ketebalan polimer. Kondisi biodegradasi yang meliputi pH, suhu, nutrien, mineral, oksigen, dan kelembaban disesuaikan dengan mikroorganisme yang digunakan (Excelplas Australia, 2003)
Handayani (2003) menjelaskan bahwa struktur rantai polimer mempengaruhi proses biodegradasi polimer. Polimer dengan struktur rantai lurus lebih mudah terdegradasi dibandingkan struktur bercabang. Dalam proses biodegradasi, mikroorganisme menyerang polimer untuk mengambil sumber karbon yang dibutuhkannya. Proses biodegradasi kemudian berlangsung dengan jalan memperluas permukaan melalui pengikisan dan perlubangan material polimer. Dengan adanya pengikisan dan pelubangan ini, kecepatan degradasi akan meningkat karena lubang yang terbentuk mempercepat difusi oksigen dan enzim ke dalam matriks polimer. Biodegradasi dalam lingkungan aerobik diperlihatkan oleh reaksi berikut.
Polimer + O2 CO2 + H2O + Biomassa + Residu
Menurut Suriawiria (2003), penguraian secara biologis suatu senyawa ditentukan oleh sifat dan susunan bahan, dimana pada umumnya senyawa organik mempunyai sifat cepat terurai sedangkan senyawa anorganik mempunyai sifat yang sulit terurai, namun faktanya khusus dilingkungan alami, penguraian secara
(39)
biologi ditentukan oleh banyak faktor, baik yang bersifat biotik (bentuk dan sifat jasad) dan abiotik (bentuk, sifat, kadar air, susunan media, dan sebagainya) dari bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan plastik terurai di lingkungan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Plastik Terurai di Lingkungan
Parameter Faktor
Sifat fisikokimia dari ekosistem Suhu, pH, oksigen, air, sumber makanan, reaksi enzimatis, kehadiran penghambat, reaksi redoks.
Mikroorganisme yang ada di ekosistem
Jumlah mikroorganisme, aktivitas
mikroorganisme, kemampuan mikroorganisme beradaptasi, penyebaran
mikroorganisme Sifat bahan yang akan
didegradasi
Komposisi polimer, berat molekul, distribusi berat molekul, kristalinitas, hidrofobik, glass transition temperature (Tg), porositas
Proses pembuatan bahan Tipe proses, karakteristik permukaan, ketebalan bahan, zat tambahan, bahan pengisi, bahan pelapis
Sumber : Brandl et al., (1995)
F. PENGUJIAN BIODEGRADIBILITAS
Pada tahap inisiasi biodegradasi polimer menghasilkan senyawa organik yang sederhana sedangkan biodegradasi sempurna melibatkan proses biooksidasi lanjut menjadi karbon dioksida dan air. Pengujian bioplastik pada media air secara aerobik dilakukan melalui pengukuran CO2 yang dihasilkan selama degradasi plastik oleh mikroorganisme. Pengujian dilakukan dengan menggunakan medium air dalam labu biometer yang dibuat dari erlenmeyer yang dimodifikasi (Andrary, 2000).
(40)
dengan HCl. Banyaknya HCl yang digunakan untuk mentitrasi NaOH berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai hasil proses mineralisasi. Reaksi yang terjadi pada proses titrasi adalah sebagai berikut.
Perubahan warna dari ungu menjadi tidak berwarna (indikator phenolphtalein)
Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3
Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda (indikator merah jingga)
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2
Setelah itu dilakukan konversi ml HCl yang digunakan sebagai titran pada titrasi kedua menjadi mg CO2 dengan menggunakan mol ekivalen HCl = mol ekivalen CO2 menjadi 1 ml 0,1 N HCl = 4,4 mg CO2.
(41)
III. METODA PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan untuk kultivasi bakteri dan isolasi PHA adalah nutrient broth, (NH4)2HPO4, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4 0,1 M, FeSO4.7H2O, MnCl2.4H2O, CoSO4.7H20, CaCl2.7H2O, CuCl2.2H2O, ZnSO4.7H2O, buffer tris-hidroklorida, NaOH, NaOCl, NH4OH dan hidrolisat pati sagu. Proses kultivasi tersebut menggunakan strainRalstonia eutropha IAM 12368 yang diperoleh dari IAM Culture Collection, Institute of Molecular and Cellular Bioscience, The University of Tokyo.
Pengujian biodegradasi dilakukan terhadap polihidroksialkanoat (PHA) dengan penambahan pemlastis dietil glikol, dimetil ftalat dan polietilen glikol. Sebagai pembanding digunakan PHA murni. Media pendegradasi terdiri dari air Danau LSI IPB (150 mL), lumpur aktif dari limbah cair nata de coco (10 mL), urea (0,10% dari bobot bioplastik) dan K2HPO4 (0,05% dari bobot bioplastik) yang diberi perlakuan aerobik. Perbandingan antara bahan aktif berupa limbah nata de coco dengan air danau adalah 1:15. Untuk bahan analisis digunakan NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, nutrient agar (NA) dan akuades.
Alat-alat utama yang digunakan untuk kultivasi PHA dan biodegradasi PHA adalah bioreaktor skala 13 liter dengan volume kerja 10 liter, erlenmeyer, penyaring vakum, oven, shaking waterbath, termometer, neraca analitik, rotary shaking inkubator, autoklaf, pH meter, sentrifuse kecepatan tinggi, homogenizer, refrigator, freezer, desikator, clean bench, aerator dan pipet mikro. Plat kaca untuk casting bioplastik dan penguapan pelarut dilakukan di dalam lemari asap.
B. TATA LAKSANA PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku pembuatan bioplastik dan penelitian utama degradasi bioplastik.
(42)
1. Persiapan Bahan Baku Bioplastik
Persiapan bahan baku bertujuan untuk memperoleh PHA murni sebagai bahan utama biodegradasi bioplastik. Persiapan bahan baku bioplastik terdiri dari dua tahap, yaitu produksi PHA secara fed batch dan proses hilir PHA.
a. Produksi PHA secara Fed Batch
Tahap awal dalam proses produksi PHA adalah persiapan media propagasi dan kultivasi. Media propagasi dan kultivasi mengandung berbagai komposisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan R. eutropha, salah satunya adalah hidrolisat pati sagu yang merupakan sumber karbon (C) bagi R. eutropha. Kebutuhan hidrolisat pati sagu pada media adalah 30 gram per liter (Atifah, 2006) atau sekitar 9,608 mL untuk media propagasi II setelah dikonversi dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 6.
Kultur R. eutropha dipelihara dalam bentuk kering-beku dan disegarkan setiap dua minggu dengan menumbuhkannya pada media Nutrient Broth (inkubasi 34oC selama 24 jam). Untuk keperluan kultivasi, terlebih dahulu dilakukan propagasi kultur dengan menumbuhkan kultur segar R. eutropha ke dalam media steril (10% v/v) pada waterbath shaker 150 rpm, suhu 34 oC selama 24 jam. Komposisi media propagasi disesuaikan dengan media yang akan digunakan pada kultivasi, volume kultur propagasi 10% dari volume media kultivasi. Kultur hasil propagasi selanjutnya diinokulasikan ke dalam media kultivasi. Kondisi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Atifah (2006). Diagram alir kultivasi PHA dapat dilihat pada Lampiran 1.
Rasio C/N pada media kultivasi adalah 10 : 1 (Wicaksono, 2003), konsentrasi awal fosfat (K2HPO4) 5,8 g/l (Atifah, 2006) dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon, (NH4)2HPO4 sebagai sumber nitrogen serta (NH4)2HPO4 dan KH2PO4 sebagai sumber fosfat. Perhitungan jumlah (NH4)2HPO4 yang dibutuhkan dapat dilihat pada Lampiran 6. Komposisi media propagasi dan media fermentasi (Atifah, 2006) dapat dilihat pada Tabel 6.
(43)
Tabel 6. Komposisi Media Propagasi R. eutropha dan Media Kultivasi Poli-β-hidroksialkanoat (PHA)
Bahan
Media Propagasi I
(9 mL)
Propagasi II (90 mL)
Propagasi III (900 mL)
Kultivasi (9000 mL) Hidrolisat pati
sagu 0,9608 mL 9,608 mL 96,085 mL 960,854 mL
(NH4)2HPO4 0,0566 g 0,566 g 5,658 g 56,577 g
K2HPO4 0,0522 g 0,522 g 5,22 g 52,2 g
KH2PO4 0,0342 g 0,342 g 3,42 g 34,2 g
MgSO4 0.1 M 0,09 mL 0,9 mL 9,0 mL 90 mL
Mikro Elemen 0,009 mL 0,09 mL 0,9 mL 9 mL
Sumber : Atifah, 2006
Larutan mikroelemen (dalam g/l HCl 1 N) terdiri dari 2,78 g FeSO4.7H2O, 1,98 g MnCl2.4H2O, 2,81 g CoSO4.7H20, 1,67 g CaCl2.2H2O, 0,17 g CuCl2.2H2O, dan 0,29 g ZnSO4.7H2O. pH campuran garam dan gula kemudian ditepatkan menjadi 7 dengan menggunakan NaOH 4 M dan H3PO4 1,33 M. Pada wadah yang terpisah media kultivasi dan hidrolisat pati sagu disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Selanjutnya media didinginkan (30oC) dan siap digunakan sebagai media propagasi maupun media kultivasi.
Produksi PHA dengan cara kultivasi secara fed batch dengan R. eutropha dilakukan pada bioreaktor skala 13 liter, volume kerja 10 liter. Kultivasi dilakukan pada suhu 34oC, agitasi 150 rpm, pH 7 dan aerasi 0,2 vvm. Proses kultivasi dilakukan selama 96 jam dengan pengumpanan pada jam ke-48. Penampakan biorektor yang digunakan untuk kultivasi poli-β-hidroksialkanoat (PHA) dapat dilihat pada Gambar 4.
(44)
Bioreaktor
Gambar 4. Bioreaktor kapasitas 13 liter
b. Proses hilir PHA (modifikasi Van Wegen et al., 1998, Williamson, dan Wilkinson, 1958 di dalam Lafferty et al.,1988).
Setelah proses kultivasi selesai, cairan kultivasi disentrifugasi sebanyak empat kali pada kecepatan 13.000 rpm selama sepuluh menit dengan suhu 4oC. Sentrifugasi pertama bertujuan untuk memisahkan biomassa dengan fase cair. Endapan yang diperoleh pada sentrifugasi pertama dibilas dengan aquades untuk pembersihan, kemudian dilakukan sentrifugasi kedua. Hasil bilasan ditambah NaOCl 0,2 %, kemudian dilakukan prosespenghancuran sel selama satu jam untuk mengeluarkan PHA dari biomassa sel. Proses sentrifugasi ketiga dilakukan untuk memisahkan PHA dengan NaOCl. Hasil sentrifugasi ketiga dibilas dengan akuades, kemudian dilakukan sentrifugasi keempat. Endapan hasil sentrifugasi keempat dituangkan ke cawan petri, kemudian dioven pada suhu 50oC selama 24 jam (sampai kering). PHA yang dihasilkan merupakan serbuk kering hasil pengeringan pada oven.
PHA kering yang telah dihasilkan kemudian direfluks dengan menggunakan kloroform sebagai pelarut. Proses refluks dilakukan dengan cara melarutkan PHA dalam kloroform. Perbandingan PHA : kloroform adalah 1 : 50 (b/v) dan proses refluks dilakukan dengan pengadukan selama 24 jam pada suhu ± 50oC. Pada akhir proses refluks, larutan disaring dengan sistem penyaringan vakum menggunakan kertas saring whatman 42. Filtrat hasil penyaringan diuapkan pada suhu ruang sehingga diperoleh lembaran PHA Panel
(45)
Aliran CO2
Media degradasi dan
bioplastik NaOH
yang siap digunakan untuk uji biodegradasi. Diagram alir proses hilir PHA dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Biodegradasi Bioplastik
Pengujian biodegradasi plastik dilakukan menggunakan medium air yang diberi perlakuan aerobik dalam erlenmeyer 500 mL dan 250 mL yang dimodifikasi berdasarkan Andrady (2000). Desain alat pengujian biodegradasi dapat dilihat pada Gambar 5. Sampel plastik yang akan diuji masing-masing berbobot 0,10 g dimasukkan ke dalam media degradasi terdiri atas air Danau LSI (150 mL) dan lumpur aktif hasil limbah nata de coco (10 mL). Selama proses degradasi berlangsung dihasilkan CO2 yang terlarut dalam NaOH. Diagram alir pengujian biodegradasi bioplastik pada media air secara aerobik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 5. Desain alat penguji biodegradasi (modifikasi dari Andrady, 2000)
(46)
3. Jenis-jenis Analisa
Analisis – analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pengukuran CO2 (Anas, 1989)
Jumlah CO2 yang bereaksi dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan asam hidroklorida (HCl) standar. Larutan NaOH yang telah mengandung CO2 terlarut ditetesi dengan indikator phenolphtalein (PP) dan dititrasi sampai larutan tidak berwarna. Titrasi ke dua dilanjutkan dengan menggunakan indikator metil jingga hingga larutan berwarna merah muda. Titrasi kedua berhubungan dengan jumlah CO2 yang terdapat dalam larutan NaOH (Anas, 1989). Diagram alir pengukuran kadar CO2 dapat dilihat pada Lampiran 5.
b. Total Plate Count (TPC) (Suriawiria, 2003)
Dilakukan uji Total Plate Count (TPC) untuk mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada media biodegradasi. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian nutrient agar dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi sampel. Proses inkubasi berlangsung selama 2 x 24 jam pada suhu 36,5oC. Setelah proses inkubasi selesai dilakukan penghitungan jumlah koloni mikroorganisme. Berikut ini merupakan cara perhitungan jumlah mikroorganisme pada media degradasi (Suriawiria, 2003).
Jumlah mikroorganisme per mL biakan =
n pengencera faktor
terhitung yang
bakteri koloni jumlah
c. Pengukuran pH (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 10 mL diukur dengan menggunakan pH meter, dengan terlebih dahulu dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4,0 dan 7,0. pengukuran sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter ke dalam sampel dan skala dibaca setelah angka konstan.
(47)
d. Pengukuran persen penurunan bobot bioplastik
Perhitungan persen penurunan bobot bioplastik diperoleh dari hasil pengurangan bobot awal bioplastik dengan bobot akhir bioplastik kemudian dibagi dengan bobot awal bioplastik dan terakhir dikalikan 100%.
% Bobot =
bioplastik awal
Bobot
bioplastik akhir
Bobot bioplastik
awal
Bobot −
(48)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU
Bahan utama yang digunakan pada uji biodegradasi adalah PHA murni dan PHA dengan penambahan pemlastis. Pemlastis yang digunakan pada penelitian ini adalah polietien glikol (PEG) dengan konsentrasi 30% (Rais, 2007), dimetil glikol (DEG) dengan konsentrasi 20% (Delvia, 2006) dan dimetil ftalat (DMF) dengan konsentrasi 25% (Juari, 2006). Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah proses produksi PHA yang merupakan bahan utama dalam degradasi bioplastik. Pada tahap ini dilakukan proses produksi PHA secara fed batch dan proses hilir PHA.
1. Produksi PHA secara Fed Batch
Kultivasi dilakukan secara fed batch (semi-sinambung) dimana media atau substrat dimasukkan ke dalam bioreaktor secara bertahap dan dibiarkan hingga waktu yang telah ditentukan selama empat hari. Sistem fed-batch mampu meningkatkan konsentrasi PHA dan rendemen PHA di dalam sel sebesar lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan kultivasi sistem curah.
Produksi PHA dilakukan dengan menumbuhkan Ralstonia eutropha yang mampu mengakumulasi PHA didalam selnya pada substrat yang mengandung sumber karbon. Sumber karbon yang digunakan pada kultivasi ini adalah sirup glukosa (hidrolisat) pati sagu. Selama proses kultivasi berlangsung terjadi penurunan pH yang diakibatkan oleh pembentukan asam sebagai hasil samping proses metabolisme.
2. Proses Hilir PHA
Bubuk PHA yang didapatkan sampai pada proses hilir masih merupakan PHA kotor. Pengotor yang ada dalam bubuk PHA dapat berupa protein, lemak, gula sisa, sisa media, maupun partikel padatan lainnya. Pengotor dapat mengganggu pembentukan lembaran plastik karena menghalangi pembentukan
(49)
ikatan antar rantai molekul PHA. Rendemen dari proses ekstraksi dengan NaOCl sebesar 4,04 g/l cairan kultivasi. PHA hasil ekstraksi NaOCl dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 6. PHA hasil kultivasi: (a) hasil ekstraksi setelah dikeringkan dan (b) setelah dihaluskan
Untuk memperoleh lembaran plastik PHA dilakukan proses pemurnian lanjutan dengan metode refluks dan kloroform sebagai pelarutnya. Perbandingan PHA kering dan kloroform yang digunakan adalah 1:50. Penggunaan kloroform sebanyak 50 kali bagian PHA dimaksudkan untuk lebih dapat mengekstrak PHA dari pengotornya (Juari, 2006).
PHA yang telah dilarutkan dalam kloroform kemudian dipanaskan pada suhu 50oC dan diaduk selama 24 jam dengan menggunakan hot plate stirrer. Menurut Juari (2006), penggunaan suhu 50oC dimaksudkan untuk mempercepat proses pelarutan PHA dalam kloroform. Pada akhir proses pemurnian dilakukan penyaringan yang berfungsi untuk memisahkan PHA dengan komponen non-PHA. Filtrat yang merupakan hasil penyaringan merupakan PHA yang terlarut dalam kloroform sedangkan komponen non-PHA akan tertahan pada kertas saring. Penguapan kloroform dilakukan untuk mendapatkan lembaran PHA murni. Rendemen yang diperoleh dari pemurnian tahap dua adalah 10% dari bobot kering PHA hasil ekstraksi dengan NaOCl. Lembaran PHA murni dapat dilihat pada Gambar 7.
(50)
Parameter
Sampel
Gambar 7. PHA hasil ekstraksi dengan kloroform
B. BIODEGRADASI PHA
Pada penelitian ini media pendegradasi yang digunakan adalah air Danau LSI IPB dengan penambahan lumpur aktif dari limbah cair nata de coco. Penambahan lumpur aktif diharapkan dapat mempercepat proses degradasi bioplastik karena banyak mikroorganisme yang terdapat pada lumpur aktif. Pada awal pengujian dilakukan karakterisasi terhadap media degradasi yang akan digunakan dengan cara mengukur suhu, pH dan total mikroorganisme. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Awal Media Degradasi Bioplastik
Air Danau
Lumpur Aktif
Air Danau:Lumpur Aktif (15:1)
Suhu 28oC 27oC 28oC
pH 6,24 3,55 3.24
Total Plate Count (TPC) 83 x 103 31 x 105 25 x 105
Karakteristik suhu awal media degradasi menunjukkan bahwa mikroorganisme yang tumbuh pada media air danau dan lumpur aktif merupakan mikroorganisme mesofilik. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengukuran suhu air danau (28oC), lumpur aktif (27 oC) dan campuran air danau dengan lumpur aktif (28oC). Mikroorganisme mesofilik merupakan mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu antara 25-40oC (Pelczar dan Chan, 1986). Limbah cair nata de coco mengandung bakteri dari genus Acetobacter dan merupakan famili Pseudomonadaceae (www.en.wikipedia.org). Menurut Fardiaz (1992), bakteri
(51)
famili Pseudomonadaceae memiliki kisaran suhu optimum pertumbuhan antara 20 oC – 30 oC.
Hasil pengukuran pH awal media degradasi menunjukkan bahwa air danau lumpur aktif dan campuran air danau dengan lumpur aktif berada dalam kisaran pH optimum untuk pertumbuhan mikrooragnisme. Nilai pH awal media degradasi berada antara 3,24-6,24. Menurut Pelczar dan Chan (1986), mikrooganisme dapat tumbuh pada keadaan sangat asam atau sangat basa. Sifat asam media disebabkan oleh kandungan asam asetat dalam lumpur aktif yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum selama proses produksi nata de coco. Data karakteristik awal suhu dan pH media pendegradasi dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme yang akan mendegradasi bioplastik.
Penghitungan jumlah mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui bahwa dalam media degradasi terdapat sejumlah mikroorganisme yang diperkirakan dapat tumbuh sehingga dapat berlangsung proses degradasi. Hasil Total Plate Count (TPC) tahap awal menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada air danau adalah 83.000 koloni per mL sedangkan pada lumpur aktif terdapat 3.100.000 koloni per mL yang akan mendegradasi bioplastik.
Pengujian bioplastik dilakukan dalam ruangan dengan suhu 25-30oC. Menurut Suriawira (2003), suhu rendah menyebabkan gangguan proses metabolisme. Kematiaan mikroorganisme pada suhu rendah disebabkan oleh perubahan keadaan koloid protoplasma yang tidak reversibel. Penurunan suhu yang tiba-tiba di atas titik beku dapat menyebabakan kematian, akan tetapi penurunan suhu secara bertingkat hanya menghentikan kegiatan metabolisme untuk sementara. Suhu tinggi mengakibatkan denaturasi protein dan enzim sehingga menghentikan proses metabolisme dan mikroorganisme akan mati.
Media pendegradasi terdiri dari air danau, lumpur aktif, sumber nitrogen (urea) dan sumber fosfor (K2HPO4). Dilakukan homogenitas untuk penyeragaman
suhu, kadar oksigen, dan penyebaran mikroorganisme yang berasal dari air danau dan lumpur aktif. Pada penelitian ini inokolum pengdegradasi diperoleh dari air danau dan lumpur aktif. Hasil pengukuran tahap awal total mikroorganisme yang terdapat pada campuran air danau dan lumpur aktif adalah 2.500.000 koloni per
(52)
lumpur aktif dan air danau bertujuan untuk memberikan kondisi yang mendekati ekosistem alam dimana bioplastik akan dibuang. Keanekaragaman mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif diharapkan dapat mempercepat laju biodegradasi bioplastik.
Secara umum bakteri-bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif adalah Pseudomonas, Bacillus, Achromobacter, Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Alcaligenes, Arthrobacter, Escherichia, Salmonella, Proteus, Streptococcus, Staphylococcus, Micrococcus, Corynebacterium, Clostridium, Penicillium (Mehandjyska, 1995). Mikroorganisme tergantung pada persediaan air dan sumber makanan untuk dapat terus tumbuh dan berkembangbiak.
Nitrogen (N) dan fosfor (P) sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk proses pembentukan protein dan tenaga dalam proses metabolisme. Oleh karena itu, keberadaan sumber nitrogen dan fosfor sangat dibutuhkan dalam proses biologis. Penggunaan sumber N dan P dengan jumlah yang tepat sangat efektif dalam meningkatkan laju biodegradasi.
Sumber nitrogen yang digunakan pada penelitian ini adalah urea dengan jumlah 0,10% dari bobot bioplastik (Anggraeni, 2003). Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan nitrogern dalam bentuk gas dari atmosfer, tetapi paling banyak mikroorganisme memerlukan nitrogen dalam bentuk terlarut dalam air. Garam-garam amonium yang berasal dari urea dikenal sebagai aktivator dalam pertumbuhan sel.
Sumber fosfor yang digunakan pada penelitian ini adalah K2HPO4 dengan
jumlah 0,05% dari bobot bioplastik (Anggraeni, 2003). Fosfor merupakan komponen utama asam nukleat dan lemak sel membran yang berperan dalam proses pemindahan energi secara biologis. Disamping penting untuk pertumbuhan mikroorganisme, fosfor juga berperan dalam pembentukan asam amino, transfer energi, dan pembentukan senyawa antara dalam metabolisme. Sumber fosfor yang utama adalah dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4) dan kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4) (Pelczar dan Chan, 1986).
Pasokan oksigen pada pengujian ini diperoleh ketika biometer yang berisi larutan NaOH (50 mL) diganti setiap dua hari sekali untuk titrasi. Selain itu, pasokan oksigen diperoleh dari aerator yang digunakan pada saat pengujian.
(53)
Pengunaan aerator bertujuan untuk memberikan pasokan oksigen secara terus menerus selama proses degradasi berlangsung. Hal ini dilakukan untuk memberikan kondisi yang hampir sama dengan lingkungan dimana bioplastik akan di buang dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pengukuran CO2
Pengamatan biodegradasi bioplastik dilakukan dengan pengukuran CO2
yang diproduksi sebagai hasil aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bioplastik. PHA dapat secara sempurna terurai menjadi H2O dan CO2 dalam
sistem aerobik. Proses biodegradasi terbagi menjadi dua tahap yaitu depolimerisasi dan mineralisasi. Pada tahapan pertama (depolimerisasi) biasanya terjadi di luar mikroorganisme (bakteri atau fungi) mengingat ukuran rantai polimer dan sifat dari banyak polimer yang sulit untuk dipecah. Enzim ekstraseluler bertanggungjawab atas tahapan ini, bertindak secara endo (pemecahan secara acak unit monomer terminal pada rantai polimer utama) ataupun ekso (pemecahan secara berurutan unit monomer terminal pada rantai polimer utama). Mineralisasi didefinisikan sebagai proses pengubahan fragmen oligomer yang lebih sederhana menjadi biomassa, garam dan mineral, air dan gas seperti CO2, CH4, dan N2 (Brandl,1995).
Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses metabolisme substrat
bioplastik oleh mikroorganisme akan terperangkap dalam larutan NaOH 0,1 N kemudian dititrasi dengan HCl. Banyaknya HCl yang digunakan untuk mentitrasi NaOH berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme sebagai hasil proses mineralisasi.
Untuk memperoleh data yang akurat maka diperlukan blanko yaitu media biodegradasi tanpa polimer. Blanko berfungsi sebagai faktor koreksi sehingga jumlah CO2 sebagai produk akhir biodegradasi substrat bioplastik oleh
mikroorganisme dapat dibedakan dengan CO2 yang berasal dari sumber lain.
Metode-metode pengujian untuk mengamati proses biodegradasi tidak hanya menghasilkan data yang bersifat kualitatif seperti kemampuan biodegradasi suatu bahan, tetapi juga menentukan laju selama proses biodegradasi berlangsung.
(54)
hari periode pengujian. Pemlastis yang digunakan pada penelitian ini adalah polietien glikol (PEG) dengan konsentrasi 30% (Rais, 2007), dimetil glikol (DEG) dengan konsentrasi 20% (Delvia, 2006) dan dimetil ftalat (DMF) dengan konsentrasi 25% (Juari, 2006). Data akumulasi produksi CO2 pada penelitian ini
dapat dilihat pada Lampiran 7-16. Produksi CO2 selama proses degradasi dapat
dilihat pada Gambar 8.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
0 20 40 60
Hari ke-A k umul a s i pr odu k s i C O2 (mg )
PHA PHA + DEG PHA + DMF PHA + PEG
432,52 368,06 301,4 246,62
Gambar 8. Kurva produksi CO2 PHA, PHA + DMF, PHA + DEG
dan PHA + PEG
Selama periode waktu yang telah ditentukan diketahui bahwa jumlah CO2
yang diproduksi oleh PHA lebih besar daripada CO2 yang dihasilkan PHA yang
ditambahkan pemlastis. Hal ini didukung dengan data laju produksi karbondioksida (dY/dX) selama 50 hari. Laju produksi karbondioksida (CO2)
PHA, PHA + DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG berturut-turut adalah 8,65 mg/hari; 7,36 mg/hari; 6,03 mg/hari dan 4,93 mg/hari. Contoh perhitungan laju produksi karbondioksida (dY/dX) adalah sebagai berikut:
Laju produksi CO2 PHA =
radasi waktu Lama CO produksi Akumulasi deg 2 = hari mg 50 52 , 432
(55)
Laju produksi karbondioksida (CO2) PHA tebih besar bila dibandingkan
dengan PHA yang ditambahkan pemlastis. Fakta tersebut membuktikan bahwa penambahan pemlastis memperlambat proses biodegradasi. PHA memiliki struktur kimia yang lebih sederhana sehingga mikroorganisme pendegradasi PHA hanya memproduksi enzim yang dapat memutuskan ikatan polimer PHA. Enzim yang berperan dalam pemutusan ikatan ester merupakan kelompok enzim hidrolase (Winarno, 1986). Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Salah satu enzim yang termasuk dalam kelompok hidrolase adalah esterase.
Proses degradasi PHA terjadi karena mikroorganisme menghasilkan enzim depolimerase ekstraseluler PHA. Enzim ekstraseluler depolimerase mendegradasi sumber karbon (PHA) yang berada di lingkungan. Pada tahap pertama, PHA terdepolimerisasi menjadi monomer, dimer atau campuran oligomer tergantung pada jenis enzim depolimerasenya. Pada tahap dua, enzim jenis oligomer hidrolase membelah oligomer menjadi monomer melalui reaksi hidrolisis. Monomer-monomer tersebut dimanfaatkan dan dimetabolisme di dalam sel sehingga dihasilkan CO2dan H2O pada kondisi aerobik dan CH4, CO2dan H2O
pada kondisi anaerobik (Jendrossek dan Handrick, 2002).
Pada PHA yang ditambahkan pemlastis terdapat ikatan antara polimer PHA dengan pemlastis. Hasil penelitian Juari (2006), Delvia (2006) dan Rais (2007) menunjukkan bahwa pemlastis mengikat gugus OH yang terdapat pada rantai polimer PHA. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dengan pemlastis dimetif ftalat (DMF), dietil glikol (DEG) dan polietilen glikol (PEG) dapat dilihat pada Gambar 9-11. Ikatan antara polimer dengan molekul lain menyebabkan struktur kimia PHA + DEG, PHA + DMF dan PHA + PEG menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan struktur kimia PHA sehingga lebih sulit didegradasi.
(56)
Gambar 9. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dengan PEG 400 (Rais, 2007)
Gambar 10. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dietil glikol (DEG) (Zahra, 2003 dalam Delvia, 2006).
(57)
Gambar 11. Proses pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dimetil ftalat (DMF) (Juari, 2006)
Bahan tambahan seperti pemlastis dapat menunjang atau menghambat proses degradasi. Bahan aditif juga dapat menjadi penghalang terhadap aliran gas seperti oksigen yang secara tidak langsung menghambat mikroorganisme yang membutuhkan oksigen untuk mendegradasi bioplastik. Agen pendegradasi adalah
(1)
80 DEG, Hasil Metode curve fitting
Curve Fit
Independent Variable: HARI Minimum value: ,00
The independent variable contains non-positive values. Models LOGARITHMIC and POWER cannot be calculated.
Dependent variable.. PH Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,86664 R Square ,75106 Adjusted R Square ,73796 Standard Error ,87777
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 44,166765 44,166765 Residuals 19 14,639280 ,770488 F = 57,32307 Signif F = ,0000
Dependent variable.. PH Method.. LOGARITH Listwise Deletion of Missing Data
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
Dependent variable.. PH Method.. QUADRATI Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,97876 R Square ,95798 Adjusted R Square ,95331 Standard Error ,37051
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 2 56,335024 28,167512 Residuals 18 2,471021 ,137279 F = 205,18452 Signif F = ,0000
Dependent variable.. PH Method.. EXPONENT Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,83414 R Square ,69579 Adjusted R Square ,67978 Standard Error ,16663
(2)
DEG, Hasil Metode curve fitting (Lanjutan)
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 1,2066208 1,2066208 Residuals 19 ,5275567 ,0277661 F = 43,45655 Signif F = ,0000
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
PH
HARI
60 50 40 30 20 10 0 -10 12
10
8
6
4
2
Observed Linear Quadratic Exponential
(3)
82 DMF, Hasil Metode curve fitting
Curve Fit
Independent Variable: HARI Minimum value: ,00
The independent variable contains non-positive values. Models LOGARITHMIC and POWER cannot be calculated.
Dependent variable.. PH Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,71150 R Square ,50623 Adjusted R Square ,48024 Standard Error 1,03219
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 20,753339 20,753339 Residuals 19 20,242828 1,065412 F = 19,47917 Signif F = ,0003
Dependent variable.. PH Method.. LOGARITH Listwise Deletion of Missing Data
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
Dependent variable.. PH Method.. QUADRATI Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,91416 R Square ,83569 Adjusted R Square ,81743 Standard Error ,61175
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 2 34,259972 17,129986 Residuals 18 6,736194 ,374233 F = 45,77358 Signif F = ,0000
Dependent variable.. PH Method.. EXPONENT Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,67923 R Square ,46135 Adjusted R Square ,43301 Standard Error ,19490
(4)
DMF, Hasil Metode curve fitting (Lanjuatan)
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 ,61819605 ,61819605 Residuals 19 ,72176163 ,03798745 F = 16,27369 Signif F = ,0007
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
PH
HARI
60 50 40 30 20 10 0 -10 11
10
9
8
7
6
5
4 3
Observed Linear Quadratic Exponential
(5)
84 PEG, Hasil Metode curve fitting
Curve Fit
Independent Variable: HARI Minimum value: ,00
The independent variable contains non-positive values. Models LOGARITHMIC and POWER cannot be calculated.
Dependent variable.. PH Method.. LINEAR Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,73639 R Square ,54227 Adjusted R Square ,51818 Standard Error ,92871
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 19,414139 19,414139 Residuals 19 16,387507 ,862500 F = 22,50914 Signif F = ,0001
Dependent variable.. PH Method.. LOGARITH Listwise Deletion of Missing Data
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
Dependent variable.. PH Method.. QUADRATI Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,92028 R Square ,84692 Adjusted R Square ,82991 Standard Error ,55179
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 2 30,321205 15,160602 Residuals 18 5,480440 ,304469 F = 49,79360 Signif F = ,0000
Dependent variable.. PH Method.. EXPONENT Listwise Deletion of Missing Data
Multiple R ,68869 R Square ,47429 Adjusted R Square ,44662 Standard Error ,18133
(6)
PEG, Hasil Metode curve fitting (Lanjutan)
Analysis of Variance: DF Sum of Squares Mean Square Regression 1 ,56364657 ,56364657 Residuals 19 ,62474642 ,03288139 F = 17,14181 Signif F = ,0006
Notes:
12 Independent variable has non-positive values.
PH
HARI
60 50 40 30 20 10 0 -10 11
10
9
8
7
6
5
4 3
Observed Linear Quadratic Exponential