Dinamika peubah indikator indeks resiliensi
74 Perubahan peubah USS yang besar dapat menunjukkan pengamatan transek
permanen yang bergeser dari lokasi sebelumnya. Kemungkinan lainnya yang jarang terjadi adalah adanya kolonisasi besar-besaran substrat berpasir oleh karang
bentuk jamur, dari famili Fungidae, serta bertambahnya atau hilangnya substrat lumpur dan pasir. Tidak dijumpai perubahan USS lebih dari 5 per tahun di
Indonesia baik di kawasan bagian timur maupun bagian barat Gambar 19 dan 20.
Di kawasan Indonesia bagian timur, perubahan peubah indikator indeks antar waktu bersifat sangat khusus pada masing-masing lokasi. Secara umum
dalam kurun waktu empat tahun peubah indeks yang mengalami kenaikan tertinggi adalah AOF 15.28 per tahun disusul COC 6.48 per tahun dan
CHQ 3.34 per tahun Tabel 9. Peubah yang mengalami penurunan besar adalah AOF -12.65 per tahun, USS -3.38 per tahun, dan COC -3.67 per
tahun. Komponen indeks lainnya relatif tidak banyak berubah. Tidak ditemukan pola umum dari perubahan komponen indeks resiliensi tersebut.
Tabel 9 Perubahan rata-rata peubah indikator indeks selama dua kurun waktu, pertama setahun, 2006-2007 dan kedua dua tahun, 2007-2009 di
kawasan timur Indonesia. Angka di belakang nama lokasi menunjukkan kurun waktu pertama dan kedua. Tanda - berarti penurunan. Perubahan
yang besar pada USS dapat menunjukkan pergeseran lokasi transek permanen.
Lokasi, waktu
Perubahan peubah indikator indeks CFG
kelompok CSN
koloni CHQ
COC AOF
USS Wakatobi, 1
0.18 -0.21
-1.94 1.05
-12.65 -1.72
Wakatobi, 2 0.45
2.69 0.31
-1.08 19.01
0.04 Rajaampat, 1 -0.78
0.64 -1.27
-3.67 6.56
-3.88 Rajaampat, 2 0.72
0.08 0.93
6.26 30.57
1.43 Biak, 1
0.13 -2.71
-0.18 6.48
-0.21 1.95
Biak, 2 0.13
2.34 -0.70
-1.40 1.37
3.40 Sikka, 1
0.16 0.05
0.00 -1.65
2.39 -2.66
Sikka, 2 -0.05
-0.47 6.68
-2.25 4.08
-1.42
Di kawasan Indonesia bagian barat, dalam kurun waktu tiga tahun peubah indeks yang paling banyak mengalami kenaikan adalah AOF 9.66 per tahun,
75 disusul oleh COC 8.03 per tahun Tabel 10. Peubah yang mengalami
penurunan sangat besar adalah AOF -55.23 per tahun. Peubah lain yang mengalami penurunan paling besar adalah COC -6.11 per tahun, dan USS -
3.15 per tahun. Sedangkan peubah yang lainnya relatif stabil. Tabel 10 Perubahan rata-rata peubah indikator indeks selama dua kurun waktu,
pertama 2007-2008 dan kedua 2008-2009, di kawasan Indonesia Barat. Angka di belakang nama lokasi menunjukkan kurun waktu
pertama dan kedua. Tanda - berarti penurunan.
Lokasi, waktu
Perubahan peubah indikator indeks CFG
kelompok CSN
koloni CHQ
COC AOF
USS Batam 1
-0.17 1.85
-1.43 -6.11
-10.99 1.83
Batam 2 -0.07
-0.35 0.19
4.52 6.44
-3.11 Bintan 1
-0.87 -1.07
-2.58 5.35
-16.08 0.03
Bintan 2 0.40
-2.07 -0.23
-5.30 9.66
-0.09 Nias 1
0.50 3.03
0.02 2.84
2.58 -3.15
Nias 2 -0.20
-2.50 1.89
8.03 -55.23
1.34 Mentawai 1
0.70 2.78
-1.16 -3.07
2.68 -2.19
Mentawai 2 -0.44
-2.15 0.24
3.57 -45.35
2.29
Data yang tersedia menunjukkan bahwa setiap peubah indikator indeks tidak selalu mengalami kenaikan atau penurunan. Dalam waktu dua tahun tiga tahun
pengamatan yang berurutan di lokasi yang sama, suatu indikator indeks dapat mengalami keduanya, peningkatan dan penurunan. Penggunaan rata-rata kenaikan
peubah indikator indeks menjadi tidak relevan. Tutupan karang, misalnya, tidak selalu menunjukkan peningkatan setiap tahun. Jika pengukuran dilakukan ketika
terumbu karang mengalami penurunan tutupan karang, maka dapat terjadi kesalahan kesimpulan tentang kondisi terumbu karang. Padahal sebenarnya
penurunan tutupan karang itu merupakan fluktuasi antar waktu. Dinamika ekosistem terumbu karang memang sangat kompleks, dimana gangguan dan
tekanan lingkungan berjalan bersama dengan proses-proses alami dalam suksesi, seperti predasi dan kompetisi.
76 4.4 Pembahasan
Hasil penelitian di dalam bab ini menunjukkan, bahwa terumbu karang yang mempunyai indeks resiliensi tinggi mengalami fluktuasi kecil stabil atau ke arah
penurunan indeks, sedangkan terumbu karang yang mempunyai indeks resiliensi rendah, cenderung mengalami peningkatan indeks dalam kurun waktu tertentu.
Perbedaan dinamika indeks tersebut berkaitan dengan kondisi terumbu karang pada masa pemulihan dan masa pasca pemulihan.
Walaupun secara umum indeks resiliensi cenderung stabil dalam kurun waktu tiga tahun, dinamika masing-masing peubah indikator indeks resiliensi
relatif tinggi. Kenaikan dan penurunan nilai peubah indikator tidak menunjukkan pola yang sama, karena masing-masing terumbu karang memiliki kondisi
lingkungan dan gangguan yang berbeda, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan dan penurunan nilai peubah indikator merupakan fluktuasi dari peubah
tersebut secara temporal. Fluktuasi peubah indikator akan mengakibatkan dinamika di dalam nilai indeks resiliensi.
Terumbu karang di Indonesia memiliki fluktuasi rata-rata indeks tahunan dengan kenaikan tertinggi 0.066 di Nias tahun 2008, dan penurunan terbesar
0.058 di Bintan pada tahun 2009. Fluktuasi ini merupakan data awal yang belum ada pembandingnya. Fluktuasi tersebut terjadi dalam kondisi terumbu karang
yang sedang dalam pemulihan maupun yang sudah pulih. Angka fluktuasi ini sangat penting di dalam meramalkan pemulihan terumbu karang. Dengan laju
pertambahan indeks yang cepat 0.066 per tahun, maka kenaikan indeks sebesar 0.100 dapat dicapai dalam waktu dua tahun. Jika suatu terumbu karang memiliki
indeks resiliensi 0.600 kemudian turun menjadi 0.300 akibat suatu gangguan yang akut langsung, maka dapat diharapkan jika terumbu karang tersebut dapat pulih
dalam waktu 5 lima tahun. Perkiraan kasar ini dengan asumsi bahwa kondisi lingkungan tidak banyak berubah dan tidak ada gangguan besar yang terjadi
selama masa pemulihan tersebut. Walaupun demikian, perkiraan waktu pemulihan tersebut masih belum matang.
Laju pertambahan indeks resiliensi terumbu karang akan berbeda pada kondisi terumbu karang yang sedang pulih dari gangguan, dengan terumbu karang
yang sudah hampir mencapai nilai maksimum di lokasi tersebut. Di the Great
77 Barrier Reef GBR, Australia, pertambahan tutupan karang dilaporkan berbeda
pada terumbu karang yang mengalami gangguan bintang laut Achantaster plancii dengan yang tidak diserang A. plancii Lourey et al. 2000. Tutupan karang
merupakan peubah indikator indeks yang sangat penting, karena memiliki bobot yang besar dan keterkaitan dengan peubah indikator lainnya, seperti CFG, CHQ,
dan CSN. Terumbu karang yang sedang dalam proses pemulihan akan mengalami kenaikan nilai indeks resiliensi yang lebih cepat dan kontinyu. Terumbu karang
yang memiliki tingkat resiliensi tinggi dan relatif lebih konstan dalam kurun waktu yang lama dapat merupakan indikasi bahwa terumbu karang tersebut sudah
melewati proses pemulihan. Terumbu karang di Nias memiliki karakteristik sebagai terumbu karang
yang sedang mengalami proses pemulihan. Peningkatan nilai indeks lebih cepat daripada fluktuasi indeks biasa. Disamping itu, pertambahan nilai indeks
berlangsung secara kontinyu selama tiga tahun pengamatan. Meskipun dampak gempa yang disertai tsunami tahun 2004 dan gempa tanpa tsunami tahun 2005
pada terumbu karang di Nias tidak secara jelas dideskripsikan, Siringoringo dan Salatalohi 2009 menyatakan bahwa terumbu karang di Nias dalam proses
pemulihan. Terumbu karang di Mentawai juga menunjukan tipe yang serupa walaupun tidak sejelas terumbu karang di Nias. Buku laporan pemantauan
terumbu karang di Kabupaten Mentawai tidak menyebutkan tentang adanya gangguan dan pemulihan terumbu karang Makatipu Ulumuddin 2009;
Makatipu Leatemia 2009. Di Mentawai, laju pertambahan indeks sebesar 0.015-0.026 per tahun, yang tidak jauh berbeda dengan pertambahan indeks di
Wakatobi 0.016 per tahun. Dengan demikian, laju pertambahan indeks di Mentawai dapat dianggap merupakan angka pertambahan fluktuatif yang normal.
Nilai pertambahan indeks di Nias, 0.044-0.066 per tahun, dapat digunakan sebagai nilai pertambahan indeks dalam masa pemulihan di Indonesia.
Kenaikan indeks fluktuatif sebesar 0.016 per tahun merupakan peningkatan indeks yang relatif tinggi. Peningkatan tersebut setara dengan kenaikan peubah
tutupan karang COC saja CFG dan CSN tetap sebesar 9, dari tutupan awal 35. Kenaikan tersebut juga dapat disetarakan dengan penambahan satu
kelompok fungsional dari nilai CFG sebesar 4 empat kelompok, atau
78 penambahan 2 dua koloni karang ukuran kecil dari nilai CSN sebesar 4 empat
koloni, atau penurunan AOF dari 50 menjadi 27. Penurunan USS dari 50 menjadi 29 juga menghasilkan kenaikan indeks sebesar 0.010,
Dilihat dari perubahan peubah indikator indeks resiliensi, maka peubah AOF merupakan peubah yang paling banyak berubah. Perubahan nilai AOF
terutama disebabkan oleh perubahan tutupan turf algae, yaitu komunitas algae berfilamen yang mudah mengkolonisasi karang yang baru mati dan juga mudah
hilang karena kompetisi eksklusi maupun herbivori. Algae berfilamen dapat menghalangi penempelan larva karang dan menyebabkan kematian anakan karang
Sato 1985; Birrel et al. 2005, sehingga merupakan penghalang atau bottle neck dari rekruitmen karang. Tingginya algae befilamen merupakan hasil kombinasi
dari herbivori yang rendah dan nutrien yang rendah Littler et al. 2006. Kelimpahan ikan herbivora yang rendah diduga terjadi di sebagian besar terumbu
karang di Indonesia, tetapi negara kepulauan ini memiliki keanekaragaman herbivora yang tinggi.
Anggota peubah AOF lain yang sangat penting adalah karang lunak Alcyonacea. Karang lunak juga merupakan kompetitor dari karang yang
berpotensi menghalangi rekruitmen karang Sammarco et al. 1983; Maida et al. 1995; Atrigenio Alino 1996. Karang lunak biasanya merupakan komunitas
yang dominan pada terumbu yang rusak karena pengeboman ikan. Karang lunak tumbuh di atas pecahan karang dan menghambat rekruitmen karang.
Peubah CSN merupakan indikator indeks yang banyak berfluktuasi baik di kawasan barat maupun timur Indonesia. Sebagai hewan klonal, fisiologi dan
ekologi karang sangat tergantung pada ukuran koloninya. Reproduksi karang ditentukan oleh ukuran koloni Soong 1993, demikian juga kelulushidupan
karang Hughes 1984. Koloni karang dengan ukuran 10 cm atau lebih kecil merupakan ukuran yang tidak stabil, mudah datang dari rektuitmen dan mudah
mati karena mortalitasnya tinggi, sehingga peubah CSN mempunyai fluktuasi yang besar.
Pertambahan tutupan karang COC maksimum di dalam penelitian ini menunjukkan laju yang tinggi. Dari delapan kabupaten yang diamati, laju
pertambahan rata-rata tutupan karang maksimum adalah 8.03 per tahun di
79 Kabupaten Nias tahun 2008 dan 6.48 di Kabupaten Biak tahun 2006. Data dari
lokasi di luar Indonesia menunjukkan bahwa penambahan rata-rata tutupan karang di Kenya 6.5 dalam 4 empat tahun McClanahan et al. 2005, di the Great
Barrier Reef 2 per tahun pada terumbu yang tidak terganggu dan 4 pada terumbu yang sedang pulih dari gangguan Lourey et al. 2000. Laju pertambahan
tutupan karang di Indonesia tersebut adalah laju rata-rata maksimum per kabupaten, sedangkan data dari luar Indonesia tersebut adalah laju pertambahan
tutupan karang rata-rata di suatu kawasan, sehingga tidak dapat diperbandingkan secara langsung.
Peubah CFG dan CHQ merupakan indikator indeks yang tidak banyak berubah, kecuali CHQ di Kabupaten Sikka tahun 2009 yang bertambah 6.46
dalam satu tahun. Perubahan CFG umumnya tidak terpisah dari perubahan tutupan karang. Sedangkan CHQ akan meningkat jika terjadi peningkatan pada tutupan
karang Acropora atau karang yang berbentuk masif dan submasif. Kehilangan tutupan karang dari ketiga kelompok karang tersebut akan menurunkan nilai
CHQ. Di dalam bab 4 ini, dinamika indeks resiliensi dilihat dalam kurun waktu
yang relatif singkat, 3-4 tahun, dimana perubahan indeks yang terjadi adalah fluktuatif. Dinamika indeks resiliensi dalam waktu yang lebih panjang dapat
membedakan dinamika indeks dalam masa yang fluktuatif dengan masa pemulihan terumbu karang. Perubahan indeks resiliensi dalam waktu yang lebih
panjang 13 tahun akan disajikan pada bab 5.