1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan
kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak
juga merupakan mahkluk sosial, dimana perkembangan sosial anak, membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.
Anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang semuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-
tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak. Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya http :duniapsikologi . dagdigdug. com
diakses tanggal 7 Desember 2011 pukul 15: 37 wib. Masa kanak-kanak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses
pertumbuhan manusia, karena pada masa kanak-kanaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun
emosionalnya. Berkualitastidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanak.
Dengan kata lain, kondisi seseorang di masa dewasa adalah merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang diterima di masa anak-anak.
Menurut Konvensi Hak Anak KHA Joni dan Tanamas, 1999:135 pengertian anak dibatasi pada usia sebelum 18 tahun, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 1 berikut “setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun kecuali
Universitas Sumatera Utara
2 berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia
dewasa dicapai lebih awal, kewajiban orang tua mengasuh dan mendidik anak- anaknya sampai dengan mereka berusia 18 tahun”. Setelah usia tersebut
diasumsikan bahwa anak sudah menjadi dewasa, sehingga tidak lagi menjadi tanggungan orang tua, meskipun secara ekonomi dan psikis seringkali masih
bergantung pada orang tuanya karena kedewasaannya belum matang. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks
pengasuhan dan perlindungan anak, orang tua dan keluarga mempunyai peran sentral, karena dalam hal ini anak sangat tergantung pada orang dewasa. Bagi
anak yang memiliki orang tua, pengasuhan anak menjadi tanggung jawab orang tuanya, tetapi bagi anak-anak terlantar dan yang dalam kondisi tertentu tidak
memiliki orang tua, maka anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. Seperti yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi
“fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dalam hal ini negara dapat melakukan berbagai usaha agar anak yang terlantar tersebut
mendapatkan penghidupan yang layak. Usaha tersebut diantaranya adalah mencarikan keluarga alternatif melalui hukum adopsi atau lembaga asuh
pengganti keluarga agar mereka dapat berkembang sebagaimana layaknya anak- anak yang hidup dalam keluarganya yang asli.
Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,
Universitas Sumatera Utara
3 kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah
lainnya http:www. fatayat. or. Id diakses tanggal 7 Desember 2011 pukul 16: 30 wib.
Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar di Indonesia pada 2008 mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak
347.297 anak, Sumatera Utara 333.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah 190.320 anak, dan Sumatera Selatan 146.381 anak. Jumlah anak terlantar
di DKI Jakarta sebanyak 14.804 anak Tempo, 2008. http:www .tempointeraktif .com, diakses tanggal 7 Desember 2011 pukul 16: 45 wib.
Hingga saat ini keadaan dan kondisi anak-anak terlantar tersebut masih sangat memprihatinkan, bahkan anak-anak yang dipelihara di dalam suatu
lembaga atau panti asuhan pun belum mendapatkan kehidupan layak seperti yang diharapkan. Hal ini disebapkan oleh banyak hal termasuk di antaranya karena
jumlah pengasuhan di panti asuhan anak di Indonesia masih sangat minim. Kondisi itu membuat anak asuh di banyak panti asuhan di Tanah Air tidak
mendapat perhatian. Untuk itu, perlu ada sistem pengasuhan alternatif yang berbasis kekeluargaan bagi anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Sistem itu
bisa berdasarkan kekerabatan, perwalian, orang tua asuh, dan lain sebagainya termasuk di dalamnya penerapan pelayanan sosial berbasis keluarga di yayasan
atau di panti asuhan-panti asuhan. Berdasarkan penelitian Save The Childrent UNICEF dan Depsos mengenai
panti asuhan YKAI, 2008 dari sekitar 8000 panti asuhan yang tersebar di seluruh Indonesia belum ada ditemukan panti asuhan yang melaksanakan pengasuhan
Universitas Sumatera Utara
4 anak dengan maksimal dan keberadaan pengasuh profesional dengan jumlah
memadai belum diprioritaskan. Berdasarkan penelitian tersebut mayoritas panti yang diteliti memiliki
rasio kurang dari satu staf berbanding 10 anak, selain itu pengasuh panti yang bekerja secara penuh di panti asuhan relatif sedikit. Staf yang ditugaskan di panti
asuhan kebanyakan ditempatkan di berbagai posisi pada saat yang sama dan hanya sedikit yang ditugaskan untuk benar-benar bekerja dengan anak
http:www.jurnalnet.com diakses tanggal 7 Desember 2011 pukul 15: 05 wib. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Save the Children tersebut
ditemukan bahwa dari seluruh anak yang tinggal di panti asuhan, hanya 6 persen diidentifikasi sebagai anak yatim piatu, selebihnya memiliki salah satu atau kedua
orang tua. Sekitar 8000 panti asuhan yang tersebar diseluruh Indonesia hanya sedikit diantaranya yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia, lebih dari 99
persen panti asuhan diselenggarakan oleh masyarakat terutama organisasi keagamaan YKAI. 2008. http :ykai.netindex .php?option=com, diakses tanggal
7 Desember 2011 pukul 17: 15 wib. Pada kenyataannya, kebanyakan panti asuhan tidak memberikan
‘pengasuhan’ sama sekali, melainkan menyediakan akses pendidikan saja. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa hampir tidak ada penerapan tentang
adanya kebutuhan pengasuhan anak-anak baik sebelum, selama maupun selepas mereka meninggalkan panti asuhan. Kriteria seleksi anak untuk masuk kepanti
asuhan sangat mirip di hampir semua panti asuhan. Mereka fokus kepada anak- anak usia sekolah, keluarga miskin, keluarga yang kurang beruntung dan yang
terlalu tua untuk mengasuh sendiri.
Universitas Sumatera Utara
5 Temuan lapangan lainnya, peneliti menemukan bahwa pada kenyataannya,
‘pengasuhan’ di panti asuhan sangat kurang. Hampir semua fokus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara
kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak tidak dipertimbangkan. Sekali anak-anak memasuki panti asuhan, mereka diharapkan untuk tinggal di sana
sampai lulus dari SMA kecuali mereka melanggar peraturan atau tidak berprestasi di sekolah.
Selama menempati panti asuhan, bahkan selama 12 tahun, hubungan dengan keluarga terbatas. Kebanyakan panti asuhan membolehkan anak-anak
pulang ke rumah hanya sekali setahun pada hari raya, itupun kalau mereka menginginkannya. Anak-anak berhak tumbuh dan berkembang bersama
keluarganya dan berhak mendapatkan pendidikan. Anak dan keluarganya tidak boleh diminta memilih dua hak tersebut. Selanjutnya diketahui juga bahwa
pengasuhan dimengerti dalam konteks merespon masalah dan terkait isu-isu disiplin, sehingga panti asuhan membuat peraturan yang cukup ketat dan hukuman
fisik dan pelecehan banyak ditemukan. Untuk itu diharapkan adanya panti asuhan yang memiliki kebijakan
perlindungan anak atau mekanisme untuk mengidentifikasi, mencegah, dan merespon kekerasan terhadap anak. Penelitian ini memasukkan sejumlah
rekomendasi untuk menanggapi kebutuhan mencegah penempatan anak di panti asuhan yang tidak perlu dan meningkatkan kualitas pelayanan dan pengasuhan
yang diberikan oleh pihak panti asuhan. Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor
merupakan salah satu panti asuhan yang menerapkan pola pelayanan sosial bagi
Universitas Sumatera Utara
6 anak asuh yang berbasis pendidikan dan agama islam. Anak-anak diharapkan
mempunyai wawasan pengetahuan yang tinggi yang disertai dengan penanaman nilai agama yang berimbanng. Anak asuh baru di lepas ketika telah lulus dari
Sekolah Menengah Atas SMA di tempat si anak diasuh, atau ketika si anak sudah bisa mandiri, karena pihak panti hanya bisa mengasuh si anak hanya sampai
lulus SMA. Selain itu juga adanya keterbatasan dari pihak panti ketika si anak sudah beranjak dewasa.
Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah didirikan di Medan Johor pada tahun 1969 dan bersifat berdiri sendiri atau tidak terikat dengan
Yayasan Al-Washliyah Pusat. Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor sudah mengasuh ratusan anak dari berbagai latar belakang, dari
anak terlantar sampai anak yatim yang tidak lagi mempunyai tempat tinggal. Pola pengasuhan yang dilakukan oleh Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-
Washliyah Medan Johor yaitu dengan memberikan pendidikan formal sampai lulus SMA dan pendidikan agama islam yang dilakukan dalam bentuk pengajian
malam yang dilakukan dua kali dalam seminggu. Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor
membuka sekolah selain untuk anak asuhnya, juga anak-anak yang berada disekitar tempat panti diperbolehkan mendaftar dan ikut belajar bersama-sama
dengan anak asuhan di panti tersebut. Tujuannya agar anak asuh tidak terlalu canggung bersosialisasi dengan anak-anak yang berada di luar panti dan juga
anak-anak luar panti tidak memandang rendah anak-anak asuh yang ada di dalam panti, karena biasanya anal-anak yang mempunyai rumah tinggal sendiri sering
Universitas Sumatera Utara
7 mengejek anak panti dan memandang rendah dengan cara tidak mau bercakap-
cakap dengan anak panti. Didalam Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor,
anak-anak asuhan diberi tempat tinggal berupa kamar besar seperti asrama, untuk anak laki-laki dan perempuan dibuat terpisah karena sesuai dengan agama islam
manusia yang berlainan jenis tidak boleh berada dalam satu ruangan. Kehidupan didalam panti itu sendiri cukup harmonis dimana mereka sudah seperti saudara
sendiri yang seperti pada anak-anak umumnya dan yang membedakan mereka hanya mereka tidak mempunyai orangtua dan tidak mempunyai tempat tinggal
sendiri. Konsep Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor
adalah membantu mengasuh dan memberi masa depan yang cerah bagi anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung dan memberikan kembali kasih sayang melalui
rumah tinggal, keluarga dan kehidupan yang memadai agar kelak anak memiliki kehidupan yang mandiri. Membantu anak untuk membentuk masa depannya
sendiri, dan memberi kesempatan kepada anak untuk berkembang dalam masyarakat
Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai program pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh
Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah yang berada di Medan Johor dengan mengangkat judul “Efektivitas Pelayanan Sosial Anak di Panti Asuhan
Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Medan Johor ”
Universitas Sumatera Utara
8
1.2. Perumusan Masalah