BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN PERFORMANCE APPRAISAL

(1)

BAB V

ANALISIS DAN PERANCANGAN PERFORMANCE APPRAISAL

5.1 ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA 5.1.1 Pembahasan Hasil Analisis Item

Analisis item bertujuan untuk melakukan validasi terhadap item-item pertanyaan. Pada analisis ini dapat dilihat korelasi dan konsistensi antara skor masing-masing item terhadap skor keseluruhan.

Berdasarkan kriteria Guilford (1956) yang diutarakan pada bab IV terlihat bahwa item yang baik adalah item yang mempunyai koefisien korelasi di atas 0,20. Dari hasil pengolahan data, yang ditunjukkan pada tabel 4.3 didapat bahwa seluruh item memiliki koefisien korelasi di atas 0,3, yang menunjukkan bahwa test dapat dikatakan berhasil menjalankan fungsi ukurnya dan dapat menunjukkan hasil ukurnya dengan cermat dan akurat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan memiliki korelasi, dan secara akurat dapat menggambarkan kondisi permasalahan.

5.1.2 Pembahasan Hasil Analisis Faktor

Berikut ini dibahas beberapa hasil pengolahan data dengan analisis faktor menyangkut variabel dependen komitmen karyawan dan variabel independen performance appraisal.


(2)

5.1.2.1 Pembahasan Analisis Faktor Variabel Manifes Variabel Dependen

Komitmen Karyawan

Variabel dependen komitmen karyawan memiliki 3 buah variabel laten, yaitu komitmen terhadap kerja, komitmen terhadap rekan kerja, dan komitmen terhadap perusahaan.

5.1.2.1.1 Variabel Laten Komitmen Terhadap Kerja

Variabel laten komitmen terhadap kerja dibentuk dari 3 variabel manifes. Berikut ini akan dijabarkan ketiga buah variabel manifes yang menggambarkan komitmen karyawan terhadap kerja sesuai dengan urutan bobot faktornya, yaitu :

 Berusaha meningkatkan keterampilan kerja.

 Berusaha memberikan kemampuan terbaik.

 Karyawan menyukai pekerjaannya.

Dari ketiga variabel manifes ini, komitmen karyawan terhadap kerja paling dipengaruhi dan dapat ditunjukkan oleh ada atau tidaknya inisiatif karyawan untuk meningkatkan keterampilan kerjanya, dengan bobot faktor 0,928. Hal ini memperlihatkan bahwa inisiatif untuk berupaya meningkatkan keterampilan kerja dapat menunjukkan komitmen karyawan terhadap kerjanya.

Nilai rata-rata dari keseluruhan variabel ini adalah 2.17 dengan standar deviasi sebesar 0,8333. Nilai ini menunjukkan lemahnya komitmen karyawan terhadap kerja, sedangkan tingkat kesepakatan responden terhadap komitmen mereka terhadap kerja cukup baik.

Tingkat keandalan alat ukur yang ditunjukkan oleh ketiga variabel manifes ini adalah 0,8314. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang


(3)

digunakan memiliki tingkat ketepatan, kemantapan, dan homogenitas yang cukup memadai untuk menjaga mutu dari penelitian ini.

5.1.2.1.2 Variabel Laten Komitmen Terhadap Rekan Kerja

Variabel laten komitmen terhadap rekan kerja dibentuk dari 2 variabel manifes. Berikut ini akan dijabarkan kedua buah variabel manifes yang menggambarkan komitmen karyawan terhadap rekan kerja sesuai dengan urutan bobot faktornya, yaitu :

 Adanya persaingan kerja yang sehat.

 Saling mendukung dalam pelaksanaan tugas.

Dari kedua variabel manifes ini, komitmen karyawan terhadap rekan kerja paling dipengaruhi oleh adanya persaingan kerja, dengan bobot faktor 0,926. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya persaingan dalam kerja akan sangat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap rekan kerjanya.

Nilai rata-rata dari keseluruhan variabel ini adalah 2.51 dengan standar deviasi sebesar 0,955. Nilai ini menunjukkan lemahnya komitmen karyawan terhadap rekan kerja, sedangkan tingkat kesepakatan responden terhadap komitmen mereka terhadap rekan kerja cukup baik.

Tingkat keandalan alat ukur yang ditunjukkan oleh kedua variabel manifes ini adalah 0,8715. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki tingkat ketepatan, kemantapan, dan homogenitas yang cukup memadai untuk menjaga mutu dari penelitian ini.

5.1.2.1.3 Variabel Laten Komitmen Terhadap Perusahaan

Variabel laten komitmen terhadap perusahaan dibentuk dari 3 variabel manifes. Berikut ini akan dijabarkan ketiga buah variabel manifes yang


(4)

menggambarkan komitmen karyawan terhadap perusahaan sesuai dengan urutan bobot faktornya, yaitu :

 Adanya niat untuk bertahan di perusahaan.

 Memandang perusahaan cukup ideal.

 Perusahaan dapat diandalkan.

Dari ketiga variabel manifes ini, komitmen karyawan terhadap perusahaan paling dipengaruhi oleh ada atau tidaknya niat dari karyawan untuk bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dalam perusahaan, dengan bobot faktor 0,904. Hal ini memperlihatkan bahwa ada atau tidaknya niat karyawan untuk bertahan di perusahaan dapat menggambarkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.

Nilai rata-rata dari keseluruhan variabel ini adalah 2.24 dengan standar deviasi sebesar 0,8766. Nilai ini menunjukkan lemahnya komitmen karyawan terhadap perusahaan, sedangkan tingkat kesepakatan responden terhadap komitmen mereka terhadap perusahaan cukup baik.

Tingkat keandalan alat ukur yang ditunjukkan oleh ketiga variabel manifes ini adalah 0,7690. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki tingkat ketepatan, kemantapan, dan homogenitas yang cukup memadai untuk menjaga mutu dari penelitian ini.

5.1.2.2 Pembahasan Analisis Faktor Variabel Manifes Variabel Independen

Performance Appraisal

Variabel independen Performance Appraisal memiliki 2 buah variabel laten, yaitu obyektifitas penilaian, dan standardisasi penilaian.


(5)

5.1.2.2.1 Variabel Laten Obyektifitas Penilaian

Variabel laten obyektifitas penilaian dibentuk dari 3 variabel manifes. Berikut ini akan dijabarkan ketiga buah variabel manifes yang menggambarkan obyektifitas penilaian sesuai dengan urutan bobot faktornya, yaitu :

 Pemantauan yang kontinyu.

 Kedekatan hubungan tidak mempengaruhi penilaian.

 Penilaian setara dengan kualitas kerja.

Dari ketiga variabel manifes ini, obyektifitas penilaian paling dipengaruhi atau dapat ditunjukkan oleh kegiatan pemantauan yang kontinyu, dengan bobot faktor 0,901. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan pemantauan kinerja karyawan yang dilakukan secara kontinyu dapat menunjukkan adanya obyektifitas dalam proses penilaian prestasi kerja karyawan.

Nilai rata-rata dari keseluruhan variabel ini adalah 2.15 dengan standar deviasi sebesar 0,87. Nilai ini menunjukkan lemah atau tidak obyektifnya pelaksanaan penilaian prestasi kerja karyawan, sedangkan tingkat kesepakatan responden terhadap obyektifitas penilaian prestasi kerja cukup baik.

Tingkat keandalan alat ukur yang ditunjukkan oleh ketiga variabel manifes ini adalah 0,7946. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki tingkat ketepatan, kemantapan, dan homogenitas yang cukup memadai untuk menjaga mutu dari penelitian ini.

5.1.2.2.2 Variabel Laten Standardisasi Penilaian

Variabel laten standardisasi penilaian dibentuk dari 3 variabel manifes. Berikut ini akan dijabarkan ketiga buah variabel manifes yang


(6)

menggambarkan standardisasi penilaian sesuai dengan urutan bobot faktornya, yaitu :

 Adanya pedoman penilaian.

 Adanya acuan pengajuan keberatan penilaian.

 Standardisasi beban kerja.

Dari ketiga variabel manifes ini, standardisasi penilaian paling dipengaruhi atau dapat ditunjukkan oleh ada atau tidaknya pedoman penilaian, dengan bobot faktor 0,915. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya pedoman penilaian dapat menunjukkan bahwa terdapat standardisasi yang jelas dalam proses penilaian prestasi kerja karyawan.

Nilai rata-rata dari keseluruhan variabel ini adalah 2.17 dengan standar deviasi sebesar 0,86. Nilai ini menunjukkan lemah atau tidak ada standardisasi dalam proses penilaian prestasi kerja karyawan, sedangkan tingkat kesepakatan responden terhadap standardisasi penilaian prestasi kerja cukup baik.

Tingkat keandalan alat ukur yang ditunjukkan oleh ketiga variabel manifes ini adalah 0,8232. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki tingkat ketepatan, kemantapan, dan homogenitas yang cukup memadai untuk menjaga mutu dari penelitian ini.

5.1.3 Pembahasan Hasil Analisis Multi Regresi Linier

Dengan analisis multi regresi linier diharapkan dapat terlihat hubungan antara variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Berikut ini akan dibahas hasil analisis multi regresi antara variabel dependen Komitmen Karyawan dengan variabel independen Performance Appraisal.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode eliminasi ke belakang (Backward Elimination) menunjukkan bahwa variabel independen


(7)

memberikan pengaruh linier yang signifikan terhadap variabel dependen komitmen karyawan. Variabel independen yang mempengaruhi komitmen karyawan tersebut adalah :

 Obyektifitas Penilaian (OP)

 Standardisasi Penilaian (SP)

Variabel independen Obyektifitas Penilaian dan Standardisasi Penilaian berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen, artinya semakin tinggi nilai-nilai tersebut berlaku pada perusahaan, maka akan semakin tinggi pula komitmen karyawan, demikian pula sebaliknya.

Dari persamaan multi regresi linier nilai R2 yang disesuaikan adalah

sebesar 0.779, yang artinya total variansi dari variabel dependen komitmen karyawan dapat dijelaskan oleh kedua variabel independennya sebesar 77,9%. Berarti masih ada 22,1% yang belum dapat dijelaskan oleh persamaan multi regresi linier yang terbentuk tersebut atau mungkin masih terdapat variabel-variabel independen lainnya yang tidak diikutsertakan dalam persamaan multi regresi linier.

Koefisien Beta paling besar ditunjukkan oleh variabel Obyektifitas Penilaian , yaitu sebesar 0.592, yang artinya memiliki pengaruh positif paling dominan terhadap variabel dependen komitmen karyawan.

Nilai signifikansi F menunjukkan angka nol, yang berarti probabilitas ditolaknya variabel-variabel dalam persamaan regresi linier adalah nol.

5.1.4 Pembahasan Hipotesis Model Penelitian

Hipotesis yang ditetapkan pada penelitian ini adalah :

Praktek pelaksanaan Performance Appraisal mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembentukan dan pemantapan Komitmen Karyawan.


(8)

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis multi regresi linier, didapatkan beberapa fakta, bahwa :

 Praktek performance appraisal memiliki kontribusi sebesar 77,9% terhadap pembentukan komitmen karyawan

 Terdapat hubungan linier antara praktek performance appraisal dengan pembentukan komitmen karyawan

 Probabilitas penolakan bahwa data tersebut tidak sesuai dengan persamaan regresi adalah nol

 Praktek performance appraisal memiliki pengaruh positif terhadap pembentukan komitmen karyawan

Dari point-point di atas, maka dapat disimpulkan bahwa praktek performance appraisal mempunyai pengaruh positif terhadap pembentukan dan pemantapan komitmen karyawan. Dengan demikian maka hipotesis penelitian yang dikemukakan pada bab III telah terbukti.

5.1.5 Pembahasan Intensitas Variabel Pada Perusahaan 5.1.5.1 Variabel Komitmen terhadap Kerja

Secara umum komitmen karyawan PT Pos Indonesia terhadap kerja lemah. Kondisi ini lebih diakibatkan oleh tingkat rutinitas yang sangat tinggi, dan beban kerja yang tidak terlalu berat sehingga karyawan memiliki banyak waktu kosong dalam masa jam kerja, dan merasa tidak perlu mengerahkan kemampuan terbaik yang maksimal untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan tingkat pendidikan

Komitmen karyawan PT Pos Indonesia terhadap kerja berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Komitmen karyawan sangat lemah untuk tingkat pendidikan SLTA dan Sarjana (S1), dan lemah untuk tingkat SLTP. Karyawan dengan tingkat pendidikan tinggi, diasumsikan memiliki kemampuan dan


(9)

keterampilan yang lebih tinggi, merasa kemampuan yang dimilikinya kurang dimaksimalkan dalam pelaksanaan kerja, karena beban kerja yang tidak terlalu berat.

Berdasarkan golongan karyawan

Karyawan dengan golongan lebih rendah memiliki komitmen terhadap kerja yang lebih tinggi daripada karyawan yang bergolongan tinggi. Kondisi ini lebih disebabkan karyawan dengan golongan tinggi merasa memiliki kemampuan dan pengalaman melebihi beban kerja yang ada sehingga membutuhkan suasana dan tantangan kerja baru, yang dapat meningkatkan kemampuannya.

Berdasarkan Departemen/Bagian

Secara umum komitmen karyawan pada seluruh departemen/bagian tergolong lemah. Kondisi pada seluruh departemen tidak terlalu jauh berbeda, dimana hanya bagian Pelayanan Pos dan Pembinaan Jaringan yang memiliki komitmen kerja yang sangat lemah. Tingkat rutinitas kerja yang tinggi dengan beban kerja yang ringan menyebabkan karyawan cukup bekerja pada taraf standar, dan tidak membutuhkan pengerahan kemampuan terbaik.

5.1.5.2 Variabel Komitmen terhadap Rekan Kerja

Komitmen karyawan PT Pos Indonesia terhadap rekan kerja tergolong sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh tuntutan kerja yang lebih mengarah kepada prestasi individu, dimana penilaian prestasi kerja yang dilakukan hanya berpatokan kepada prestasi individu. Hasil kerja suatu tim atau kelompok kurang mendapat perhatian dan terabaikan, padahal cukup sering suatu tugas harus dikerjakan oleh satu tim atau kelompok. Kondisi ini tentunya akan berdampak buruk bagi kinerja perusahaan.


(10)

Berdasarkan tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah tingkat ketergantungannya dengan rekan kerja. Bisa dikatakan pada perusahaan ini tingkat pendidikan mewakili tingkat ego karyawan. Karyawan dengan tingkat pendidikan rendah akan lebih solider, karena beban kerja mereka secara fisik lebih berat, dan tidak ada rasa sungkan dan malu untuk meminta bantuan. Karena peluang dan kesempatan promosi yang ada kecil, maka tidak ada pikiran yang melihat rekan senasibnya sebagai penghalang karier. Kondisi ini sangat berbeda dengan karyawan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan bisa dikatakan bertolak belakang.

Berdasarkan golongan karyawan

Seluruh karyawan dari golongan 1 sampai dengan 3 memiliki pandangan yang sama mengenai komitmen terhadap rekan kerja. Fenomena yang ada adalah bahwa mereka akan merasa bersaing dan harus memenangkan persaingan dengan rekan kerja yang memiliki golongan yang sama dengan mereka. Kondisi ini diakibatkan struktur organisasi yang berbentuk piramida. Dengan jumlah karyawan segolongan yang banyak sedangkan peluang untuk promosi kenaikan pangkat mengecil, mengakibatkan rendahnya komitmen karyawan terhadap rekan kerjanya.

Berdasarkan Departemen/Bagian

Secara umum komitmen karyawan pada seluruh departemen/bagian tergolong lemah. Perbedaan terlihat pada bagian TuranPos dimana komitmen karyawan terhadap rekan kerja tergolong kuat. Kondisi ini disebabkan oleh kecilnya jumlah karyawan dalam bagian ini, yaitu 10 orang, dan jenis tugas yang diemban bagian ini lebih menitikberatkan pada kerjasama kelompok, karena sifatnya evaluatif dan analitis.


(11)

Komitmen karyawan PT Pos Indonesia terhadap perusahaan tergolong lemah. Kenyataan ini merupakan konsekuensi logis dari kurang baiknya praktek manajemen perusahaan memperlakukan karyawan. Dalam penelitian ini dapat diperlihatkan bahwa kegiatan penilaian prestasi kerja yang merupakan bagian dari praktek manajemen, tidak berjalan sesuai dengan keinginan karyawan. Karyawan merasa bahwa komitmen dan upaya mereka tidak mendapatkan reward atau penghargaan yang setimpal.

Berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berbanding terbalik dengan tingkat komitmen karyawan terhadap perusahaan. Karyawan dengan tingkat pendidikan rendah memiliki komitmen yang tinggi, lebih diakibatkan sedikitnya pilihan yang mereka punyai. Mereka tidak ingin terlalu berharap banyak, karena mereka menyadari keterbatasan kemampuan dan keterampilan kerja yang mereka miliki. Berbeda dengan karyawan yang tingkat pendidikannya tinggi. Mereka cenderung berkeinginan untuk bisa mendapatkan lebih dari apa yang mereka miliki saat ini, mencapai kondisi yang ideal.

Berdasarkan golongan karyawan

Karyawan dengan golongan rendah memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada karyawan dengan golongan yang lebih tinggi. Karyawan golongan rendah tidak mengetahui seluk beluk praktek manajemen yang ada di perusahaan, sehingga terkadang mereka menganggap perusahaan sudah ideal. Mereka juga tidak bisa berharap untuk dipromosikan atau dimutasikan ke instansi lain yang lebih “hijau”. Sedangkan bagi karyawan dengan golongan tinggi, mereka lebih mengetahui praktek manajemen perusahaan, dan mereka juga mempunyai peluang untuk mendapatkan promosi dan mutasi ke instansi lain yang lebih menjanjikan.


(12)

Komitmen karyawan terhadap perusahaan pada seluruh departemen memiliki skala yang sama besarnya. Fenomena ini dapat menggambarkan kondisi aktual yang terjadi dalam praktek manajemen perusahaan, dimana sebagian besar karyawan merasa kurang puas dengan kondisi yang ada saat ini.

5.1.5.4 Variabel Obyektifitas Penilaian

Pada bagian ini dapat ditunjukkan bahwa pelaksanaan penilaian prestasi kerja karyawan pada PT Pos Indonesia kurang baik. Salah satunya dapat dilihat dengan lemahnya obyektifitas penilaian prestasi kerja. Kedekatan hubungan dengan penilai akan mengaburkan kualitas kerja yang sebenarnya, dan pemantauan kerja yang tidak kontinyu akan mengurangi motivasi karyawan untuk bekerja dalam level baik atau memuaskan secara konstan sepanjang tahun. Asumsi yang digunakan bahwa kinerja karyawan akan konstan sepanjang tahun kurang tepat.

Berdasarkan tingkat pendidikan

Karyawan dengan tingkat pendidikan SLTP, menganggap bahwa obyektifitas penilaian prestasi kerja lemah, sedangkan karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA dan S1 melihat pelaksanaan yang sangat lemah. Perbedaan ini lebih disebabkan lebih luasnya akses dan informasi yang bisa diperoleh oleh karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA dan S1. Mereka juga bisa bersikap lebih kritis, dan mengungkapkan sesuatu yang menurut mereka kurang ideal. Sedangkan karyawan dengan pendidikan SLTP biasanya lebih bersikap menerima sesuatu apa adanya, dan tidak berharap banyak. Dalam pikirannya, mereka hanya berusaha, dan menyadari segala keterbatasannya, dan tidak mengetahui tingkat kualitas kerja mereka.

Berdasarkan golongan karyawan

Sebagai obyek penilaian, karyawan dengan golongan rendah melihat bahwa obyektifitas penilaian prestasi kerja tergolong lemah. Mereka mengungkapkan


(13)

apa yang mereka rasakan, seperti tidak puas dengan hasil penilaian. Mereka hanya bisa berprasangka dan tidak terlalu yakin bahwa apa yang mereka rasakan adalah yang sebenarnya. Sedangkan karyawan golongan tinggi yang umumnya berperan sebagai penilai melihat bahwa obyektifitas penilaian sangat lemah karena mereka merasakan sulitnya menilai secara obyektif karena kurang memadainya perangkat penilaian

Berdasarkan Departemen/Bagian

Pada sebagian besar departemen obyektifitas penilaian tergolong lemah. Sedangkan untuk bagian Pelayanan dan SuratPos obyektifitasnya sangat lemah. Kondisi ini menggambarkan hampir seragamnya permasalahan yang dihadapi oleh seluruh bagian dalam masalah obyektifitas penilaian.

5.1.5.5 Variabel Standardisasi Penilaian

Lemahnya standardisasi penilaian akan mendukung subyektifitas penilaian. Penilai yang berusaha untuk obyektif akan berangkat dari obyektifitas menilai dari sisi pandangnya, sedangkan karyawan ternilai tidak mengetahui kapan dia akan dinilai cukup dan kurang. Obyektifitas bukan hanya untuk karyawan dalam satu departemen/bagian saja, akan tetapi untuk seluruh karyawan di perusahaan. Bobot penilaian yang berbeda antar departemen menunjukkan lemahnya pelaksanaan penilaian prestasi kerja yang menimbulkan perasaan kurang puas.

Berdasarkan tingkat pendidikan

Kondisi yang sama dengan kondisi pada variabel obyektifitas penilaian. Karyawan dengan tingkat pendidikan SLTP, yang biasanya merupakan karyawan dengan level jabatan redah-menengah, tidak memiliki akses dan informasi yang luas. Karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA dan S1 umumnya mengetahui syarat minimal sistem penilaian prestasi kerja yang baik, dimana salah satunya adalah pedoman penilaian yang jelas. Sedangkan


(14)

karyawan dengan pendidikan SLTP kurang mengetahuinya, dan bahkan mereka tidak mengetahui apa peranan mereka dalam proses penilaian, seperti sejauh mana dampak dan efektifitas pengajuan keberatan atas penilaian prestasi kerja mereka.

Berdasarkan golongan karyawan

Lemahnya kontrol dan pengetahuan karyawan dengan golongan rendah mengakibatkan keterbatasan pengetahuan mereka sekitar sistem penilaian. Sebagai karyawan yang ternilai mereka tidak mengetahui dengan pasti kekurangan sistem yang ada, karena peran mereka hanyalah pada pengajuan keberatan. Sedangkan karyawan dengan golongan tinggi yang umumnya berperan sebagai penilai, mengetahui dengan pasti kesulitan yang mereka alami dalam pelaksanaan penilaian prestasi kerja.

Berdasarkan Departemen/Bagian

Pada sebagian besar departemen standardisasi penilaian tergolong lemah. Sedangkan untuk bagian Keuangan dan GiroPos standardisasinya sangat lemah. Kondisi ini memperlihatkan bahwa untuk jenis pekerjaan yang lebih bersifat operasionalpun, yang relatif lebih mudah dalam penilaiannya, tidak ada pedoman penilaian yang dapat dijadikan acuan.

5.2 PERANCANGAN PERFORMANCE APPRAISAL

Perancangan sistem penilaian prestasi kerja yang akan dilakukan adalah memperbaharui sistem penilaian berdasarkan perilaku yang sudah diterapkan, serta merancang kembali sistem penilaian yang baru berdasarkan pencapaian sasaran. Dalam perancangan sistem perilaku digunakan pendekatan metode BARS (Behaviorally Anchored Rating Scales), sedangkan sistem penilaian berdasarkan pencapaian sasaran dilakukan dengan pendekatan metode MBO


(15)

(Management By Objectives). Kedua hasil rancangan tersebut dilakukan agar tercapai pemantapan komitmen karyawan yang diinginkan.

5.2.1 Perancangan Sistem Penilaian Prestasi Berdasarkan Perilaku (BARS)

Seperti yang telah disebutkan bahwa perancangan sistem penilaian perilaku dengan menggunakan pendekatan metode BARS, merupakan perbaikan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (PEG.21) yang telah diterapkan pada PT Pos Indonesia. Pendekatan metode ini bergantung pada penggunaan peristiwa kritis (Critical Incident) untuk menyusun suatu skala penilaian. Peristiwa kritis itu disebut juga kriteria penilaian, sedangkan skala penilaian merupakan rating untuk setiap kriteria.

Perbaikan yang dilakukan dalam perancangan penilaian perilaku, menyangkut perubahan kriteria penilaian dan rating serta perbaikan sistem dan prosedur yang sudah diterapkan. Hasil perancangan diharapkan memiliki mekanisme untuk menambah kekuatan dan mengenali kekurangan seorang karyawan serta dapat memberi umpan balik pada karyawan sehingga mereka dapat memperbaiki prestasi kerjanya sesuai dengan karakteristik sistem penilaian yang efektif. Dalam melakukan perancangan mengikuti langkah-langkah yang telah dibahas pada bab sebelumnya.

I. Menentukan kriteria penilaian dan rating

Kriteria penilaian yang digunakan dalam PEG.21 menggunakan 21 kriteria yang merupakan sifat atau tingkah laku pemegang jabatan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan pemilihan kriteria penilaian hasil perancangan, dilakukan sesuai dengan tingkat kepentingan hasil perhitungan dengan metode Interval Score. Kriteria perancangan terdiri dari 4 buah kriteria utama dan terdapat 2 kriteria utama yang memiliki sub kriteria. Untuk setiap kriteria dijelaskan artinya, dengan maksud agar


(16)

penilai mempunyai pemahaman yang sama dalam melakukan penilaian. Kriteria penilaian beserta penjelasannya dalam perancangan ini, sebagai berikut :

1. Pencapaian Tugas

Kegiatan yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan, yang dilakukan dalam pencapaian sasaran berdasarkan pada uraian jabatan, rencana dan prosedur kerja.

2. Kualitas Pekerjaan

Kualitas atau mutu dari hasil pekerjaan, meliputi akurasi, kelengkapan, dan kerapian pekerjaan yang dilakukan

3. Kemampuan

Merupakan rangkuman berbagai kemampuan pribadi/individu dari karyawan yang mendukung dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Kriteria ini meliputi :

 Pengetahuan Kerja

Mengerti dengan jelas, dan menguasai pengetahuan bidang tertentu, baik bidang pelayanan lapangan maupun administrasi, sehingga karyawan benar-benar menguasai secara detail setiap masalah yang mungkin timbul.

 Keterampilan Kerja

Keterampilan karyawan menggunakan peralatan kerja langsung, sesuai dengan bidang pekerjaan.

 Motivasi Pengembangan Diri

Kemampuan dan kemauan untuk selalu belajar sesuatu hal yang baru guna perbaikan dalam proses kerja, selalu memberikan kemampuan yang terbaik.


(17)

Kemauan dalam menumbuhkan ide-ide baru yang berguna dalam perbaikan proses kerja untuk kepentingan perusahaan atas usaha-usaha kreatif individu.

 Kerjasama

Kemauan dan kemampuan bekerjasama dengan atasan, bawahan, dan rekan kerja untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga mencapai hasil yang efisien.

 Fleksibilitas Pelaksanaan Tugas

Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat dan baik terhadap tugas dan pekerjaan non rutin, maupun bidang kerja baru.

 Komunikasi Lisan dan Tulisan

Kemampuan mengutarakan pendapat baik secara lisan dan tulisan, serta menangkap dan menyampaikan pesan tugas untuk kepentingan koordinasi.

 Kepemimpinan

Kemampuan memotivasi dan memimpin untuk mengorganisasikan pekerjaan dalam mencapai tujuan tertentu, sekaligus tercapai kepuasan kerja bagi bawahannya.

 Pengembangan Bawahan

Kemampuan dalam pengembangan keterampilan, keahlian, dan motivasi karyawan dalam pelaksanaan proses kerja untuk kemajuan perusahaan.

4. Integritas

Sikap atau perilaku seseorang yang diperlukan dalam menjalankan pekerjaannya. Kriteria ini meliputi :


(18)

Loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan, ditandai dengan pengerahan kemampuan melebihi panggilan tugas, dan selalu membela kepentingan tugas.

 Disiplin Kerja

Kemauan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan yang ada di lingkungan kerjanya, selalu hadir tepat pada waktunya, dan tingkat absensi rendah.

Untuk setiap kriteria penilaian, kemudian ditentukan rating sebagai skala penilaian. Rating yang digunakan terdiri dari 5 buah rating, dimulai dari yang paling baik sampai dengan yang paling buruk, dan diberi indeks huruf, yaitu :

A : Sangat baik D : Kurang

B : Baik E : Sangat kurang C : Cukup

II. Penjabaran terhadap rating untuk setiap kriteria penilaian

Untuk setiap rating yang dipilih, kemudian diberi penjelasan, dengan tujuan yang sama seperti penjabaran kriteria, yaitu sebagai berikut :

1. Pencapaian Tugas

A. Mampu menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan, lebih dari yang direncanakan dengan waktu pencapaian normal, selalu berusaha mendorong dirinya untuk mencapai hasil yang lebih baik B. Mampu menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan sesuai yang

direncanakan dengan pencapaian waktu normal, stabil serta bekerja dengan cepat dan efektif

C. Hanya mampu menyelesaikan 75% tugas yang telah ditetapkan dengan waktu pencapaian normal


(19)

D. Hanya dapat menyelesaikan 50% tugas yang telah ditetapkan dengan waktu pencapaian normal

E. Hanya dapat menyelesaikan sebagian kecil dari tugas yang telah ditetapkan, membuang-buang waktu dan selalu diawasi

2. Kualitas Pekerjaan

A. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang telah ditetapkan, teliti dan tidak pernah mendapat teguran untuk perbaikan

B. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang telah ditetapkan di atas rata-rata, teliti, dan jarang salah

C. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan mendekati kualitas yang telah ditetapkan, sering mendapat teguran untuk perbaikan

D. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas rata-rata pada standar minimum dan perlu pengawasan dan bimbingan

E. Pekerjaan yang dilakukan hanya sebagian kecil yang memenuhi kualitas, dibawah standar minimum dan perlu pengawasan terus-menerus

3. Kemampuan

 Pengetahuan Kerja

A. Memahami dengan baik dan mendetail tugas-tugas yang harus dikerjakan, hampir tidak memerlukan pengarahan dari atasan B. Memiliki pengetahuan praktis tentang semua fase pekerjaannya,

sedikit memerlukan pengarahan dari atasan dalam bekerja

C. Mengetahui pekerjaannya dengan cukup baik, untuk sekedar mampu menjalankan tugas

D. Kurang memahami tugas kerja dan memerlukan pengarahan yang intensif dari atasan dalam bekerja


(20)

E. Sangat kurang memahami dan mengetahui apa yang menjadi tugas dan pekerjaannya

 Keterampilan Kerja

A. Sangat mahir dalam penguasaan dan penerapan keterampilan teknis/profesional dalam pekerjaannya

B. Mahir dalam penguasaan dan penerapan keterampilan teknis/profesional dalam pekerjaannya

C. Pada umumnya memperlihatkan penguasaan dan penerapan yang cukup baik dari keterampilan teknis/profesional dalam pekerjaannya

D. Kurang memperlihatkan penguasaan dan penerapan keterampilan teknis/profesional dalam pekerjaannya

E. Sangat kurang dalam penguasaan dan penerapan pengetahuan maupun keterampilan teknis dalam pekerjaannya

 Motivasi Pengembangan Diri

A. Selalu belajar hal-hal baru untuk meningkatkan kemampuan diri dalam melaksanakan tugas, baik diminta atau tidak

B. Sering belajar hal-hal baru untuk meningkatkan kemampuan diri dalam melaksanakan tugas, baik diminta atau tidak

C. Mempelajari hal-hal baru dengan cukup baik. Kadang-kadang menunggu instruksi dari atasan untuk belajar

D. Kurang berminat untuk meningkatkan kemampuan diri dalam bekerja. Masih sering menggunakan cara lama yang sudah diketahui


(21)

E. Tidak memperlihatkan minat untuk meningkatkan kemampuan diri. Selalu bertahan menggunakan cara-cara yang lama

 Inisiatif / Prakarsa

A. Selalu mulai bekerja tanpa menunggu perintah. Bertindak dengan keyakinan yang tinggi, dapat mengatasi permasalahan tanpa bantuan orang lain

B. Memulai pekerjaan tanpa perintah, mempunyai keyakinan yang cukup, dan hanya membutuhkan bantuan untuk permasalahan yang sangat sulit

C. Melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin tanpa menunggu perintah. Perlu dibantu dalam mengatasi masalah yang cukup sulit

D. Memerlukan dorongan umtuk memulai pekerjaan. Kurang memiliki keyakinan, perlu dibantu untuk tugas yang tidak rutin

E. Jarang bertindak sendiri, selalu menunggu diberitahu apa yang harus dikerjakan, serta masih memerlukan bantuan intensif dalam memecahkan masalah

 Kerjasama

A. Mampu bekerja sama sangat baik dengan atasan, rekan kerja , dan bawahan. Mempunyai ide-ide yang positif untuk meningkatkan kerjasama

B. Dapat bekerja sama dengan baik dengan orang lain. Bersedia memberikan bantuan bila diperlukan

C. Cukup baik dalam melakukan kerja sama dengan orang lain. Kadang-kadang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dalam bekerja sama


(22)

D. Kadang-kadang mengalami kegagalan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain. Sering mendahulukan kepentingan pribadi, kadang-kadang membantah instruksi untuk melakukan kerjasama E. Sangat sulit untuk melakukan kerjasama dengan orang lain, dan

sering menjadi penghambat dalam suatu kerjasama

 Fleksibilitas Pelaksanaan Tugas

A. Mampu beradaptasi secara cepat dan baik terhadap tugas maupun perubahan baru, tidak mengalami kesulitan dalam menangani tugas maupun perubahan tersebut

B. Dapat mempelajari dan menyesuaikan diri dengan baik terhadap tugas baru, mengalami sedikit kesulitan terutama untuk beradaptasi dengan tugas yang sangat sulit

C. Dapat beradaptasi dengan baik pada beberapa tugas maupun perubahan baru, dan mengalami kesulitan yang berarti untuk tugas maupun perubahan yang lainnya

D. Beradaptasi cukup lambat terhadap tugas dan perubahan baru, mengalami kesulitan dalam perubahan dari satu tugas ke tugas lainnya

E. Tidak mampu beradaptasi dengan tugas dan perubahan baru, selalu mengalami kesulitan dalam berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya

 Komunikasi Lisan dan Tulisan

A. Mampu mengutarakan pendapat secara lisan maupun tulisan dengan sangat baik dan jelas kepada orang lain, dan hampir tidak pernah terjadi kesalahpahaman

B. Mampu mengutarakan pendapat dengan baik dan cukup jelas, sedikit timbul kesalahpahaman dengan orang lain


(23)

C. Pada umumnya dapat mengutarakan pendapat kepada orang lain dengan cukup baik, sehingga dapat dimengerti, dan mau menghargai pendapat orang lain

D. Orang lain sering mengalami kesulitan dalam memahami pendapat karyawan, dan sering menimbulkan kesalahpahaman

E. Karyawan jarang mengutarakan pendapat dan jika ada sangat sulit bagi orang lain untuk memahaminya. Sangat kurang dalam menghargai pendapat orang lain

 Kepemimpinan

A. Mampu mengarahkan dan memotivasi bawahan dengan sangat baik, secara konsisten dapat menciptakan kelancaran kerja pada bagiannya dan dapat menjadi panutan

B. Dapat mengarahkan dan memotivasi bawahan dengan baik sehingga dapat menciptakan kelancaran kerja, dan dapat menjadi contoh yang baik

C. Mampu memimpin bawahan dengan baik, meskipun dalam beberapa hal meminta pengarahan dari atasan, kadang-kadang kurang adil dalam memperlakukan bawahan

D. Dapat mengarahkan dan memotivasi bawahan tetapi memerlukan pengarahan yang intensif dari atasan agar dapat memimpin dengan baik, kadang-kadang memberi contoh yang buruk pada bawahan

E. Tidak mampu memimpin bawahan, kadang-kadang tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menangani bawahan. Sering mamberi contoh yang buruk, dan tidak adil dalam memimpin bawahan


(24)

A. Selalu memperhatikan pengembangan kemampuan dan pengetahuan bawahan, sering memberikan masukan menyangkut cara pengembangan bawahan, dan mampu memberikan alasan yang tepat mengapa bawahan perlu dikembangkan

B. Cukup mengenali kekuatan dan kelemahan bawahan, sehingga dapat memberi masukan tentang pengembangan bawahan

C. Cukup memperhatikan pengembangan bawahan, kadang-kadang perlu diarahkan atasan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan bawahan, sehingga dapat memberikan masukan untuk pengembangan bawahan

D. Memperhatikan pengembangan bawahan, setelah diberi pengarahan yang intensif dari atasan. Kurang dapat mengenali kekuatan dan kelemahan bawahan, sehingga kadang-kadang tidak tahu alasan pengembangn bawahan

E. Hampir tidak pernah memperhatikan pengembangan pengetahuan dan kemampuan bawahan, dan tidak pernah memberi masukan menyangkut pengembangan bawahan

4. Integritas

 Kesetiaan

A. Tidak pernah menyalahgunkaan wewenang yang dimiliki, selalu melaporkan kepada atasan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dapat diandalkan untuk selalu memegang rahasia perusahaan B. Hampir tidak pernah menyalahgunakan wewenang yang dimiliki.

Melaporkan hasil pada atasan sesuai dengan keadaan sebenarnya, hanya kadang-kadang mengubah laporan untuk mencegah kesalahpahaman dengan atasan. Cukup dapat diandalkan untuk memegang rahasia perusahaan


(25)

C. Pada kebanyakan tugas tidak menyalahgunakan wewenang yang dimiliki, pada tugas yang lain terlihat melebihi wewenang, tetapi untuk tujuan positif. Pada kebanyakan tugas melaporkan hasil sesuai kenyataan. Cukup dapat menjaga rahasia perusahaan yang diberikan

D. Tidak menyalahgunakan wewenang bila berada di bawah pengawasan atasan, diluar itu sering menggunakan wewenang untuk tujuan negatif. Kadang-kadang melaporkan hasil kerja lebih baik dari keadaan sebenarnya, dan kurang dapat diandalkan untuk menjaga rahasia perusahaan

E. Sering melakukan hal-hal yang tidak benar yang berada diluar wewenang yang dimiliki, hampir selalu melaporkan hasil kerja lebih baik dari keadaan yang sebenarnya, dan tidak dapat diandalkan untuk menjaga rahasia perusahaan, baik yang biasa maupun yang penting

 Disiplin Kerja

A. Selalu mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, hadir tepat waktu, kehadiran 100% bahkan dapat menjadi panutan

B. Pada umumnya selalu mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, hadir tepat waktu, kehadiran 90%

C. Kadang-kadang mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran 80%, masih perlu pembinaan

D. Jika ada peluang sering melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran 60%, diperlukan pembinaan dan pengawasan

E. Sering melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran di bawah 50%


(26)

III. Melakukan pembobotan bagi setiap kriteria penilaian

Pada instansi yang berupa pelayanan jasa dimana pekerjaannya bersifat rutin dan administratif, sebenarnya beban kerja seluruh karyawan diasumsikan sama. Oleh karena itu sebenarnya pembobotan dirasakan kurang efektif dan tidak memiliki pengaruh secara langsung atas peningkatan komitmen karyawan. Oleh karena itu maka pada penelitian ini tidak dilakukan pembobotan terhadap kriteria penilaian.

IV. Merancang mekanisme dan cara perhitungan penilaian

Perancangan mekanisme serta sistem dan prosedur penilaian dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sistem penilaian yang efektif. Dari sistem dan prosedur yang sudah ada diperbaharui beberapa aliran data dan prosedur sehingga diharapkan akan mengurangi dampak negatif pola penilaian sebelumnya. Juga adanya partisipasi aktif dari karyawan baik penilai dan ternilai dalam perancangannya.

Sistem dan prosedur penilaian hasil perancangan tetap melibatkan seluruh unit kerja dalam melaksanakan proses penilaian perilaku. Perubahan yang dilakukan adalah menambahkan pengajuan keberatan dari karyawan yang dinilai, agar terjadi umpan balik terhadap penilai.

Pejabat Penilai

Perancangan sistem penilaian berdasarkan perilaku digunakan 2 orang penilai agar proses penilaian karyawan lebih obyektif dan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Penilai tersebut adalah :

 Atasan langsung karyawan yang dinilai

 Atasan langsung penilai pertama atau atasan tidak langsung karyawan yang dinilai


(27)

Untuk dapat memantau perkembangan dan kemajuan prestasi kerja karyawan, maka periode penilaian memperhatikan 2 hal yaitu :

 Tidak terlalu pendek, sehingga akan menyebabkan salah penilaian karena hasil kerja belum sempat terlihat, dan akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses administrasi penilaian

 Tidak terlalu lama, sehingga menyebabkan banyak prestasi kerja yang terlewat dan luput dari penilaian

Dengan memperhatikan kedua batasan tersebut, maka penilaian dilakukan dua kali dalam setahun atau sistem semesteran.

Cara Penghitungan Penilaian Perilaku

Cara penilaian nilai prestasi dilakukan berdasarkan rating yang telah ditentukan. Untuk setiap rating diberikan skala nilai relatif dengan interval 5. Sebagai contoh untuk rating dengan indeks huruf A mempunyai skala nilai relatif dari 85 sampai dengan 100. Jadi rating A tersebut mempunyai nilai relatif 85, 90, 95, dan 100. Pemberian rating dan skala nilai berjumlah genap bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman penilaian Central Tendency atau menilai dengan memberikan nilai tengah. Selengkapnya skala nilai relatif untuk setiap rating penilaian adalah sebagai berikut :

A : 85 – 100 D : 40 - 55 B : 70 – 85 E : 25 - 40 C : 55 - 70

Proses perhitungan di atas merupakan upaya dalam memperoleh hasil penilaian perilaku yang bersifat kuantitatif. Untuk mendapatkan total nilai secara kuantitatif bagi seorang karyawan merupakan penjumlahan dari seluruh nilai relatif tersebut.


(28)

5.2.2 Perancangan Sistem Penilaian Prestasi Berdasarkan MBO I. Perancangan Pendahuluan

Sistem penilaian dengan menggunakan pendekatan metode MBO merupakan penilaian prestasi yang berorientasi pengembangan, bersifat terbuka dan melibatkan kedua belah pihak penilai dan ternilai. Dialog atau konseling yang dilakukan antara penilai dan ternilai sangat bermanfaat dalam menentukan kebutuhan akan pelatihan serta pengembangan yang memang diperlukan oleh karyawan. Oleh karena itu, komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menerapkan sistem penilaian ini.

Proses formal MBO dilakukan oleh manajer dengan menetapkan tujuan (sasaran) secara bersama-sama delam setiap periode penilaian tertentu. Dalam proses tersebut diuraikan pula definisi dari lingkup tanggung jawab secara garis besar untuk pencapaian hasil yang diharapkan.

Langkah pertama dalam perancangan ini adalah mempelajari mengenai misi, kebijaksanaan, tujuan, dan strategi yang merupakan aspek manajemen umum dari suatu perusahaan. Aspek tersebut merupakan kriteria penilaian konseptual yang mendasari penentuan sasaran kerja yang bersifat operasional, yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). RKAP disusun oleh setiap unit kerja dan berubah dari tahun ke tahun. Dari RKAP ini kemudian ditetapkan Bidang Prestasi Kunci (BPK) atau Key Result Area yang akan menjadi dasar untuk menentukan tujuan atau sasaran setiap unit kerja.

Penetapan BPK bagi seorang karyawan ditetapkan oleh pimpinan atau atasan dan diturunkan kepada karyawan pada suatu unit kerja. Sehingga pada hakekatnya BPK yang ditetapkan oleh seorang atasan kepada bawahannya merupakan pencerminan dari sasaran kerja atasan tersebut. Penetapan BPK bukan merupakan suatu pernyataan dalam bentuk kalimat. Contoh BPK : efisiensi mesin, target produksi, peningkatan penjualan, penyusunan


(29)

organisasi, seleksi sarjana, dan lain-lain. BPK bagi seorang karyawan bisa lebih dari satu, termasuk BPK tentang pembinaan karyawan bagi karyawan yang mempunyai bawahan.

Dari BPK yang sudah ditetapkan, karyawan tersebut diharuskan menyusun Rencana Kerja Individu (RKI) dalam bentuk program kerja untuk setiap BPK. Rencana ini terdiri dari beberapa program kerja yang disesuaikan dengan sasaran kerja seorang atasan. Setiap RKI harus merupakan sasaran yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dengan tujuan perusahaan dan mempunyai batas waktu.

RKI yang telah disusun diajukan pada atasan untuk melakukan penetapan sasaran kerja, dengan melalui suatu proses negosiasi agar tercapai kesepakatan untuk menyusun Sasaran Kerja Individu (SKI). Sebelum dilakukan negosiasi, atasan harus sudah mempunyai Standar Pelaksanaan Kerja (SPK) sebagai dasar dalam menetapkan target sasaran RKI menjadi SKI serta tolok ukur bagi penilaian atas pencapaian. Setiap SKI merupakan pernyataan mengenai sasaran kerja yang hendak dicapai dalam suatu periode penilaian dan dilakukan pembobotan untuk menentukan kriteria pencapaian sasaran. Bobot pencapaian sasaran yang ditentukan bisa juga diperoleh melalui proses negosiasi.

SKI yang ditetapkan beserta bobot pencapaian, merupakan suatu pembanding untuk melakukan pengukuran/perhitungan nilai prestasi, sebagai alat bantu untuk melihat kembali performansi dari kerja yang telah lalu serta penentuan performansi kerja yang akan datang.

II. Mekanisme Penilaian

Penilaian SKI dirancang berdasarkan Sasaran Kerja Individu (SKI) dan Standar Pelaksanaan Kerja yang telah ditetapkan. Sesuai dengan tujuannya maka penilaian SKI harus dilakukan seobyektif mungkin berdasarkan data


(30)

yang ada. Untuk itu setiap pejabat yang berwenang membuat penilaian SKI (penilai serendah-rendahnya Kepala Bidang), berkewajiban membuat dan memelihara catatan mengenai karyawan yang berada dalam unit kerja yang bersangkutan. Faktor-faktor yang dinilai adalah hasil akhir pelaksanaan kerja (pencapaian SKI) baik dari sisi kuantitas, kualitas maupun waktu, disamping catatan-catatan lain dan input dari penilaian perilaku yang dibuat selama melaksanakan kerja.

Setiap SKI yang telah ditetapkan melalui suatu kesepakatan, mempunyai bobot dan rencana target waktu pencapaian. Kemudian dilihat realisasi sesuai dengan batas waktu yang juga telah ditetapkan. Nilai relatif setiap SKI adalah realisasi dari SKI dibagi dengan target pencapaian dan dikalikan dengan bobot untuk setiap SKI. Total nilai yang diperoleh adalah penjumlahan nilai relatif untuk setiap SKI. Untuk SKI yang sulit dikuantifikasi mengenai rencana target pencapaiannya, dinyatakan dengan persentase dengan target rencana 100%.

Periode Penilaian

Periode penilaian formal adalah 2 kali dalam setahun dan penilaian harus selambat-lambatnya 12 hari kerja pada setiap sesudah periode penilaian. Sebenarnya pemantauan pencapaian SKI dilaksanakan setiap hari dan apabila terdapat karyawan yang bekerja di bawah standar maka harus dilakukan penilaian pada saat prestasi tersebut tampak menurun/rendah tanpa menunggu akhir periode penilaian.


(1)

C. Pada kebanyakan tugas tidak menyalahgunakan wewenang yang dimiliki, pada tugas yang lain terlihat melebihi wewenang, tetapi untuk tujuan positif. Pada kebanyakan tugas melaporkan hasil sesuai kenyataan. Cukup dapat menjaga rahasia perusahaan yang diberikan

D. Tidak menyalahgunakan wewenang bila berada di bawah pengawasan atasan, diluar itu sering menggunakan wewenang untuk tujuan negatif. Kadang-kadang melaporkan hasil kerja lebih baik dari keadaan sebenarnya, dan kurang dapat diandalkan untuk menjaga rahasia perusahaan

E. Sering melakukan hal-hal yang tidak benar yang berada diluar wewenang yang dimiliki, hampir selalu melaporkan hasil kerja lebih baik dari keadaan yang sebenarnya, dan tidak dapat diandalkan untuk menjaga rahasia perusahaan, baik yang biasa maupun yang penting

 Disiplin Kerja

A. Selalu mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, hadir tepat waktu, kehadiran 100% bahkan dapat menjadi panutan

B. Pada umumnya selalu mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, hadir tepat waktu, kehadiran 90%

C. Kadang-kadang mematuhi peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran 80%, masih perlu pembinaan

D. Jika ada peluang sering melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran 60%, diperlukan pembinaan dan pengawasan

E. Sering melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan, kehadiran di bawah 50%


(2)

III. Melakukan pembobotan bagi setiap kriteria penilaian

Pada instansi yang berupa pelayanan jasa dimana pekerjaannya bersifat rutin dan administratif, sebenarnya beban kerja seluruh karyawan diasumsikan sama. Oleh karena itu sebenarnya pembobotan dirasakan kurang efektif dan tidak memiliki pengaruh secara langsung atas peningkatan komitmen karyawan. Oleh karena itu maka pada penelitian ini tidak dilakukan pembobotan terhadap kriteria penilaian.

IV. Merancang mekanisme dan cara perhitungan penilaian

Perancangan mekanisme serta sistem dan prosedur penilaian dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sistem penilaian yang efektif. Dari sistem dan prosedur yang sudah ada diperbaharui beberapa aliran data dan prosedur sehingga diharapkan akan mengurangi dampak negatif pola penilaian sebelumnya. Juga adanya partisipasi aktif dari karyawan baik penilai dan ternilai dalam perancangannya.

Sistem dan prosedur penilaian hasil perancangan tetap melibatkan seluruh unit kerja dalam melaksanakan proses penilaian perilaku. Perubahan yang dilakukan adalah menambahkan pengajuan keberatan dari karyawan yang dinilai, agar terjadi umpan balik terhadap penilai.

Pejabat Penilai

Perancangan sistem penilaian berdasarkan perilaku digunakan 2 orang penilai agar proses penilaian karyawan lebih obyektif dan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Penilai tersebut adalah :

 Atasan langsung karyawan yang dinilai

 Atasan langsung penilai pertama atau atasan tidak langsung karyawan yang dinilai


(3)

Untuk dapat memantau perkembangan dan kemajuan prestasi kerja karyawan, maka periode penilaian memperhatikan 2 hal yaitu :

 Tidak terlalu pendek, sehingga akan menyebabkan salah penilaian karena hasil kerja belum sempat terlihat, dan akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses administrasi penilaian

 Tidak terlalu lama, sehingga menyebabkan banyak prestasi kerja yang terlewat dan luput dari penilaian

Dengan memperhatikan kedua batasan tersebut, maka penilaian dilakukan dua kali dalam setahun atau sistem semesteran.

Cara Penghitungan Penilaian Perilaku

Cara penilaian nilai prestasi dilakukan berdasarkan rating yang telah ditentukan. Untuk setiap rating diberikan skala nilai relatif dengan interval 5. Sebagai contoh untuk rating dengan indeks huruf A mempunyai skala nilai relatif dari 85 sampai dengan 100. Jadi rating A tersebut mempunyai nilai relatif 85, 90, 95, dan 100. Pemberian rating dan skala nilai berjumlah genap bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman penilaian Central Tendency atau menilai dengan memberikan nilai tengah. Selengkapnya skala nilai relatif untuk setiap rating penilaian adalah sebagai berikut :

A : 85 – 100 D : 40 - 55 B : 70 – 85 E : 25 - 40 C : 55 - 70

Proses perhitungan di atas merupakan upaya dalam memperoleh hasil penilaian perilaku yang bersifat kuantitatif. Untuk mendapatkan total nilai secara kuantitatif bagi seorang karyawan merupakan penjumlahan dari seluruh nilai relatif tersebut.


(4)

5.2.2 Perancangan Sistem Penilaian Prestasi Berdasarkan MBO I. Perancangan Pendahuluan

Sistem penilaian dengan menggunakan pendekatan metode MBO merupakan penilaian prestasi yang berorientasi pengembangan, bersifat terbuka dan melibatkan kedua belah pihak penilai dan ternilai. Dialog atau konseling yang dilakukan antara penilai dan ternilai sangat bermanfaat dalam menentukan kebutuhan akan pelatihan serta pengembangan yang memang diperlukan oleh karyawan. Oleh karena itu, komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menerapkan sistem penilaian ini.

Proses formal MBO dilakukan oleh manajer dengan menetapkan tujuan (sasaran) secara bersama-sama delam setiap periode penilaian tertentu. Dalam proses tersebut diuraikan pula definisi dari lingkup tanggung jawab secara garis besar untuk pencapaian hasil yang diharapkan.

Langkah pertama dalam perancangan ini adalah mempelajari mengenai misi, kebijaksanaan, tujuan, dan strategi yang merupakan aspek manajemen umum dari suatu perusahaan. Aspek tersebut merupakan kriteria penilaian konseptual yang mendasari penentuan sasaran kerja yang bersifat operasional, yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). RKAP disusun oleh setiap unit kerja dan berubah dari tahun ke tahun. Dari RKAP ini kemudian ditetapkan Bidang Prestasi Kunci (BPK) atau Key Result Area yang akan menjadi dasar untuk menentukan tujuan atau sasaran setiap unit kerja.

Penetapan BPK bagi seorang karyawan ditetapkan oleh pimpinan atau atasan dan diturunkan kepada karyawan pada suatu unit kerja. Sehingga pada hakekatnya BPK yang ditetapkan oleh seorang atasan kepada bawahannya merupakan pencerminan dari sasaran kerja atasan tersebut. Penetapan BPK bukan merupakan suatu pernyataan dalam bentuk kalimat. Contoh BPK : efisiensi mesin, target produksi, peningkatan penjualan, penyusunan


(5)

organisasi, seleksi sarjana, dan lain-lain. BPK bagi seorang karyawan bisa lebih dari satu, termasuk BPK tentang pembinaan karyawan bagi karyawan yang mempunyai bawahan.

Dari BPK yang sudah ditetapkan, karyawan tersebut diharuskan menyusun Rencana Kerja Individu (RKI) dalam bentuk program kerja untuk setiap BPK. Rencana ini terdiri dari beberapa program kerja yang disesuaikan dengan sasaran kerja seorang atasan. Setiap RKI harus merupakan sasaran yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dengan tujuan perusahaan dan mempunyai batas waktu.

RKI yang telah disusun diajukan pada atasan untuk melakukan penetapan sasaran kerja, dengan melalui suatu proses negosiasi agar tercapai kesepakatan untuk menyusun Sasaran Kerja Individu (SKI). Sebelum dilakukan negosiasi, atasan harus sudah mempunyai Standar Pelaksanaan Kerja (SPK) sebagai dasar dalam menetapkan target sasaran RKI menjadi SKI serta tolok ukur bagi penilaian atas pencapaian. Setiap SKI merupakan pernyataan mengenai sasaran kerja yang hendak dicapai dalam suatu periode penilaian dan dilakukan pembobotan untuk menentukan kriteria pencapaian sasaran. Bobot pencapaian sasaran yang ditentukan bisa juga diperoleh melalui proses negosiasi.

SKI yang ditetapkan beserta bobot pencapaian, merupakan suatu pembanding untuk melakukan pengukuran/perhitungan nilai prestasi, sebagai alat bantu untuk melihat kembali performansi dari kerja yang telah lalu serta penentuan performansi kerja yang akan datang.

II. Mekanisme Penilaian

Penilaian SKI dirancang berdasarkan Sasaran Kerja Individu (SKI) dan Standar Pelaksanaan Kerja yang telah ditetapkan. Sesuai dengan tujuannya maka penilaian SKI harus dilakukan seobyektif mungkin berdasarkan data


(6)

yang ada. Untuk itu setiap pejabat yang berwenang membuat penilaian SKI (penilai serendah-rendahnya Kepala Bidang), berkewajiban membuat dan memelihara catatan mengenai karyawan yang berada dalam unit kerja yang bersangkutan. Faktor-faktor yang dinilai adalah hasil akhir pelaksanaan kerja (pencapaian SKI) baik dari sisi kuantitas, kualitas maupun waktu, disamping catatan-catatan lain dan input dari penilaian perilaku yang dibuat selama melaksanakan kerja.

Setiap SKI yang telah ditetapkan melalui suatu kesepakatan, mempunyai bobot dan rencana target waktu pencapaian. Kemudian dilihat realisasi sesuai dengan batas waktu yang juga telah ditetapkan. Nilai relatif setiap SKI adalah realisasi dari SKI dibagi dengan target pencapaian dan dikalikan dengan bobot untuk setiap SKI. Total nilai yang diperoleh adalah penjumlahan nilai relatif untuk setiap SKI. Untuk SKI yang sulit dikuantifikasi mengenai rencana target pencapaiannya, dinyatakan dengan persentase dengan target rencana 100%. Periode Penilaian

Periode penilaian formal adalah 2 kali dalam setahun dan penilaian harus selambat-lambatnya 12 hari kerja pada setiap sesudah periode penilaian. Sebenarnya pemantauan pencapaian SKI dilaksanakan setiap hari dan apabila terdapat karyawan yang bekerja di bawah standar maka harus dilakukan penilaian pada saat prestasi tersebut tampak menurun/rendah tanpa menunggu akhir periode penilaian.