BAB 2 print again diana new
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Berdasarkan UU Kes. No 23 1992 bab V bagian kedua pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis,fisik dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk kesehtannya. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;395).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan ( Fatimah, 2010;2)
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba- tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak – anak, dewasa dan akhirnnya menjadi tua. Hal ini normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia perkembangan biologis tertentu. Lanjut usia merupakan proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini manusia mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. (Azizah,2011;1).
2.1.2 Batasan Usia Lanjut
Batasan usia lanjut menurut WHO, yaitu
a. Usia lanjut (Elderly) ialah kelompok usia 60 – 74 tahun b. Usia lanjut tua (Old) ialah kelompok usia 75 – 90 tahun
(2)
c. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok usia diatas 90 tahun Batasan usia lanjut menurut subhankandir
a. Young Old ialah usia 70 – 75 tahun b. Old ialah usia 75 – 80 tahun
c. Very Old ialah usia lebih dari 80 tahun
Menurut kedoktean olahraga, tahapan lania di bagi menjadi tiga, antara lain :
a. Umur 50 – 60 tahun b. Umur 61 – 70 tahun c. Umur 71 tahun keatas
Menurut Malik, tahapan usia lanjut di bagi menjadi tiga subtahap antara lain :
a. Tahap awal tua ialah usia 53 – 63 tahun b. Tahap pertengahan ialah usia 65 – 70 tahun c. Tahap tua akhir ialah usia 70 tahun ke atas.
( Adriani & Wirjatmadi, 2012;395-396). 2.1.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979), Duvall(1977) dan Havighurst (1953) di kutip oleh Potter dan Perry (2005). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lanjut usia meliputi:
a. Mnyesuaikan terhadap penurunan kekutan fisik dan kesehatan b. Menyesuakan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
d. Menerima diri sendiri sebagai individu lanjut usia e. Mempetahankan kepuasan pengaturan hidup
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menuunnya kesehtan secara bertahap, mencari kegiatan untuk mengganti tugas – tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala meraka masih muda. (Azizah,2011;2-3).
2.1.4 Tipe – Tipe Lanjut Usia
a. Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
(3)
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan – kegiatan yang hilang denga kegiatan – kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, mental, sosial, dan ekonominya. Tip in anatara lain ; tipe optimis, tipe konstruktif, tipe ketergantungan (dependent), tipe defensif, tipe militan dan serius, tipe marah atau frstasi (the angry man), tipe putus asa (benci pada diri sendiri) atau self heating man. (Azizah,2011;3-4). 2.1.5 Teori – Teori Proses Menua
Teori penuaan secara umum dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori penuaan psikososial.
2.1.5.1 Teori Biologis 1) Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel – sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu dobservasi, jumlah sel – sal yang akan
(4)
membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. (Spence & Masson dalam Watson,1992). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjkkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur. (Azizah,2011; 8)
2) Teori “Genetik Clock”
Menuut teori ini menua telah diprogram secar genetic untuk specien – species tertentu. Tiap species mempunyai di dalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep in bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. (Azizah, 2011; 8)
3) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan selastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari potein yang lebih muda. (Azizah, 2011; 9). 4) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kempuan sel di dalam rubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
(5)
memepertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.(Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat tokik di dalam tubuh. Jika terjadi kesalahan genetik akan terjadi penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak disemua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.(Azizah, 2011; 9)
5) Sistem Imun
Kmampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. (Azizah, 2011; 9)
6) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat sub seluler dan molekuler yang bisa disebut juga “Error Catastrophe” menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun. (Azizah, 2011; 9)
7) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Key et all (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodenita muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjangan umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
(6)
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang. (Azizah, 2011; 10)
8) Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikan bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagi produk sampingan di dalam rantai pernapasan di dalam mitokondria. RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan orgenal sel smakin banyak dan akhirnya sel mati. Oleh karena itu ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak kemungkinannya ialah mencegah meningkatnya radikal bebas, manipulasi sistem imun tubuh, metabolisme, makanan. (Azizah, 2011; 10).
2.1.5.2 Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Menurut (Nugroho,2000) Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses
(7)
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usa pertengahan kelanjut usia. (Nugroho,2000 dikutip oleh Azizah, 2011; 10).
2) Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelhara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada sseorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe Personality yang dimilikinya (Kuntjoro,2002 dikutip oleh Azizah, 2011; 11).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugrogo, 2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi soial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1) Kehilangan peran (loss of role)
2) Hambatan kontak sosial (retriction of contacts and relationships) 3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values). (Azizah, 2011; 10).
2.1.6 Perubahan – Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia 2.1.6.1 Perubahan Fisik
(8)
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurn, dan cairan intraseluler menurun.
b. Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
c. Respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jmlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
d. Persarafan
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks.
e. Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mngalami sklerosi. f. Gastrointestinal
Esofagus melebar, assam lambung mnrun, lapar menurun, dan peristaltik menuun, sehingga daya absorbs juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan
(9)
Ginjal:mengecil, aliran darah ke ginjal mnurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
h. Vesika urinaria
Otot-oto melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine. Prostat: hipertrofi pada 75% lanjt usia.
i. Vagina
Selaput lendir mngering dan sekresi menurun j. Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
k. Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
l. Endokrin
Produksi hormon menurun. m. Kulit
Keriput serta kulit kpala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlbihan seperti tanduk.
n. Belajar dan Memori
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
Input encoding storage retriaval recall (penerimaan) (pemanggilan kembali) (output) o. Inteligensi
Secara umum tidak banyak berubah. p. Personality dan adjustment (pengaturan)
Tidak banyak perubahan, hampir seperti saat muda. q. Pencapaian (Achievement)
Sains, filosofi, seni, dan musik sangat memengaruhi. (R. Siti Maryam. Dkk, 2012;55-57)
2.1.6.2 Perubahan Sosial a. Peran
(10)
Post power syndrome, single woman, dan single parent. b. Keluarga
Kesendirian, kehampaan. c. Teman
Ketika lanjut usia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal. Berada di rumah terus-menerus akan cepat pikun (tidak berkembang).
d. Abuse
Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan)
e. Masalah hukum
Berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.
f. Pensiun
Kalau menjadi ONS akan ada tabungan (dana pensiun). Kalau tidak, anak dan cucu akan memberi uang.
g. Ekonomi
Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lanjut usia dan income security.
h. Rekreasi
Untuk ketenangan batin. i. Keamanan
Jatuh, terpeleset. j. Transportasi
Kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok bagi lanjut usia. k. Politik
Kesempatan yang sama untuk untuk terlibat dan memberikan masukan dalam sistem politik yang berlaku.
l. Pendidikan
Berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak asasi manusia.
m. Agama
Melaksanakan ibadah. n. Panti jompo
Merasa dibuang/diasingkan
(R. Siti Maryam. dkk, 2012;57-58) 2.1.6.3 Perubahan Psikologis
(11)
Perubahan psikologis pada lanjut usia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan. 2.1.6.4 Masalah – masalah umum yang sering dialami oleh lansia
a. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya. c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik.
d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh dan/atau cacat.
e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah.
f. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
g. Mulai terlibat dalah kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa.
h. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk anjut usia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok.
i. Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para penjual obat, buaya dart, dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi untuk mempertahankan diri.
(R. Siti Maryam. dkk, 2012;58-59)
2.1.7 Penyakit Degeneratif yang Sering Terjadi pada Lanjut Usia
Emma (2000) dan setiati (2001) menegaskan bahwa gejala dan tanda tidak khas pada lanjut usia yang mengalami gangguan kesehatan atau penyakit, gejala yang sering muncul adalah hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan jatuh. Padahal lanjut usia tersebut sudah mengidap
(12)
suatu penyakit atau akumulasi beberapa penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang sering diderita lanjut usia adalah:
2.1.7.1 Hipertensi dan Stroke a. Hipertensi
Tekanan darah 140/90 mmhg dikatakan hipertensi menurut NI IANES III.,40% lansia mengidap hipertensi, prevalensinya meningkat pada usia diatas 75 tahun dengan komposisi 64% laki-laki dan 77% wanita. Hipertensi yang lama menyebabkan gagal ginjal. Diet yang dianjurkan ialah mempertahankan berat badan yang ideal, mengurangi intake sodium atau garam .
b. Stroke
Stroke terjadi karena ketidakmampuan jantung dan pembuluh darah menyuplai darah ke otak, stroke dapat terjadi biasanya karena trombosis cerebral, emboli cerebral atau perdarahan. Stroke mengganggu kebutuhan oksigen dan nutrisi otak. Diit yang dianjurkan untuk menjaga stabilitas tekanan darah ialah mencegah obesitas dan hindari intake alkohol.
(Badriah,2014;138) 2.1.7.2 Osteoporosis
Keompok rentan osteoporosi yaitu usia lanjut, wanita,orang asia dan kulit putih, kekurangan asupan gizi terutama kalium dan vitamin D, menjalani gaya hidup yang tidak sehat seperti malas berolahraga,terbiasa merokok dan mengkonsumsi alkohol serta minuman yang berkafein tinggi (teh,kopi,cola), berat badan berlebihan atau obesitas, terjadinya menopause dini atau telah mengalami menopause, memiliki riwayat osteoporosis atau patah tulang sebelumnya, dan pemakaian obat-obat kortikosteroid secara berlebihan. (Badriah,2014;138).
(13)
Penyakit terjadinya kanker saat ini belum dengan pasti. Hanya nampak makin tua seseorang makin mudah dihinggapi penyakit kanker. Pada wanita, banyak kanker dijumpai pada rahim, payudara dan saluran pencernaan. Biasanya kanker pada wanita dimuali pada usia 50 tahun. Kanker pada pria paling banyak dijumpai pada paru – paru, saluran pencernaan dan kelenjar prostat. Pada lanjut usia harus dilakukan pemeriksaan secara seksama, riwayat penyakit perlu ditanyakan baik yang pernah dideritanya maupun yang ada dalam keluarganya. (Azizah,2011;29)
2.1.7.3 Hipertropi Prostatanita
Suatu kondisi pembesaran kelenjar prostat pada pria sejalan dengan bertambahnya usia. Pembesaran tersebut menekan saluran kencing (uretra) sehingga terjadi gangguan buang air kecil, diperkirakan terjadi 50% pada pria diatas usia 60 tahun dan 90% pada usia diatas 70 tahun. (Badriah,2014;139)
2.1.7.4 Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah suatu keadaan dimna ginjal tidak dapat berfungsi atau fungsi ginjal menurun, urine tidak dapat diproduksi atau jumlahnya sedikit, lemas, anoreksia, mual, pucat, sesak napas. Biasanya merupakan komplikasi dari penyakit kardiovaskuler, DM, hipertensi, kanker, batu ginjal. (Badriah,2014;140)
2.1.7.5 Alzeimer
Terjadinya gangguan kognitif (demensia) dan kerusakan yang terjadi pada memori. Alzeimer adalah suatu kondisi atropi otak, hilangnya memori, perubahan kepribadian dan tingkah laku serta berkurangnya kemampuan berpikir. Gangguan kognitif disebabkan oleh
(14)
kerusakan otak atau tumor, kerusakan pembuluh darah dan gangguan neurologis. (Badriah,2014;140).
2.1.7.6 Jantung Koroner
Terjadinya gangguan suplai darah ke jantung karena penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga jantung mengalami gangguan fungsi. Penyakit jantung koroner bisa terjadi karena hipertensi, kadar kolesterol yang tinggi, merokok, kurang olahraga dan pola makan berisiko (mengandung lemak yang tinggi). (Badriah,2014;140).
2.1.7.7 Kurang Energi Kronis (KEK)
Kurangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada lanjut usia dapat menyebabkan penurunan berat badan yang drastis. Pada orang tua jaringan ikat mulai keriput sehingga kelihatan makin kurus. Disamping kurangnya karbohidrat, lemak, dan protein sebagai zat gizi makro maka penderita KEK biasanya disertai kekurangan zat gizi mikro. Kondisi ini biasanya terjadi pada penyakit infeksi kronis dan keganasan berat badannya juga menuru (misalnya pada TBC, kanker). (Adriani & Wirjatmadi,2012;432-433).
2.1.7.8 Kegemukan atau Obesitas
Keadaan ini disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan, banyak mengandung (lemak, protein, dan karbohidrat) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Kegemukan ini biasanya terjadi sejak usia muda, bahkan sejak ana-anak. Seseorang yang sejak kecil sudah gemuk mempunyai banyak sel lemak yang bilamana konsumsi meningkat cenderung sel lemak itu diisi kembali sehingga mudah menjadi gemuk. Proses metabolisme yang menurun pada usia lanjut, bila tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah
(15)
makanan, sehingga kalori yang berlebih akan diubah menjadi lemak yang mengakibatkan kegemukan. (Adriani dan wirjatmadi, 2012;429). 2.2 Konsep Gizi pada Lansia
2.2.1 Pengertian Gizi Pada Lanjut Usia
Gizi adalah makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Zat-zat yang terdapat dalam makanan mempengaruhi kesehatan itulah yang disebut zat-zat gizi. Gizi lansia merupakan bagian dari ilmu gizi yang mempelajari tentang pencegahan dan pengobatan diet pada Lanjut usia. (Dep Kesehatan RI,1995 dikutip Azizah,2011;54)
Kecukupan makanan sehat sangat penting bagi para sia lanjut. Orang yang bersia 70 tahun, kebutuhan gizinya sama dengan saat berumr 50-an. Sayangnya, nafsu makan mereka cenderung terus menurun. Karena itu, har us terus diupayakan konsumsi makanan penh gizi. Bertambahnya usia menyebabkan indra rasa menurun. Sehingga kompensasi, banyak orang lanjut sia memilih makanan yang rasanya sangat manis atau asin. Padahal, penambahan gula hanya memberikan kaloi kosong (tidak ada nilai gizinya), sedangkan garam dapat meningkatkan tekanan darah. (Azizah,2011;54). 2.2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Asupan Energi dan Protein
2.2.2.1 Jumlah (porsi) makanan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran atau takaran makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Makanan yang dikonsumsi harus seimbang antara jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energi yang dikeluarkan. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari energi yang kita keluarkan maka akan mengakibatkan kelebihan berat badan. Menurut Sediaoetama (1996). Penyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Padmiari dan Hamam Hadi yang menyatakan bahwa
(16)
ada hubungan antara jumlah energi makanan cepat saji yang dikonsumsi terhadap terjadinya obesitas. Menurut (Padmiari Ayu Eka. Hadi Hamam) Dan juga sesuai dengan WHO (2000) yang menyatakan bahwa perkembangan food industry yang salah satunya dengan berkembangnya makanan cepat saji merupakan salah satu faktor risiko obesitas. Menurut Departemen Kesehatan (2000). Selain jumlah makanan, komposisi juga harus seimbang seperti karbohidrat sebanyak 60-70%, protein sebanyak 10-15%, L
e m a k sebanyak 20 - 25%, vit ami n dan mineral. (Sediaoetama; 1996).
2.2.2.2. J e n is m a k a n an
Jenis makanan yang dikonsumsi harus mengandung karbohidrat, protein, lemak dan nutrien spesifik. Karbohidrat komplek bisa didapat dari gandum, beras, terigu, bu a h dan s a y u r a n. S ebaiknya konsumsi karbohidrat yang berserat tinggi dan kurangi karbohidrat yang berasal dari gula, sirup dan makanan yang manis-manis. Konsumsi makanan yang manis paling banyak 3-5 sendok makan per hari. (Sri; 2007)
Kebutuhan tubuh akan s e r a t sebanyak lebih dari 25 gram per hari. Untuk memenuhi kebutuhan diajurkan untuk mengkonsumsi buah dan sayur. Konsumsi protein harus lengkap antara protein nabati dan hewani. Sumber protein nabati didapat dari kedelai, tempe dan tahu, sedangkan protein hewani berasal dari ikan, daging (s a pi, ayam, k e rb a u , k a m bin g ). Sumber vitamin dan mineral terdapat pada
(17)
vitamin A (hati, sus u , wortel, dan s a y u r a n), vitamin D (ikan, susu, dan kuning telur), vitamin E (minyak, kacang-kacangan, dan kedelai), vitamin K (brokoli, bayam dan wortel), vitamin B (gandum, ikan, susu, dan telur), serta k a ls i um (susu, ikan, dan kedelai). (Sediaoetama ;1996)
Tubuh manusia juga membutuhkan lem a k, akan tetapi konsumsi lemak yang b e rl e bihan akan menimbulkan dampak yang negatif, sehingga dianjurkan untuk tidak berlebihan dalam mengkonsumsi lemak. Kecenderungan remaja sekarang suka makanan fast food yang mengandung banyak lemak seperti burger, spageeti, pizza, ayam goreng, kentang goreng. Apabila mengkonsumsi dalam jumlah lebih akan menyebabkan kegemukan. Menurut Soejiningsih (1990) Penyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian tentang pola konsumsi fast food dan status gizi pengunjung beberapa restoran fast food di Semarang menyatakan bahwa frekuensi kontribusi fast food rata-rata 1-2 kali setiap minggu dapat beresiko menjadi obesitas. ( Khomsiyah ; 2010). 2.2.2.3 Frekuensi makan
Frekuensi makan merupakan berapa kali seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari, baik berupa makanan utama maupun makanan selingan. Frekuensi makan yang baik yaitu harus teratur. Frekuensi makan dikatakan baik, jika frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan. Menurut Soekirman (2000). Khomsan
(18)
juga menyatakan bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut Khomsan (2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rudi hasilnya bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. (Rudi ; 2007).
Frekuensi makan kurang, bila frekuensi makan setiap harinya dua kali makanan utama atau kurang. Menurut Suhardjo (2003). Untuk memperoleh tubuh yang langsing dan menarik banyak remaja putri yang tidak sarapan, mengurangi frekuensi makan, dan melakukan diet yang berlebihan. (Friska ; 2008)
Tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. (Sediaoetama ; 1996). Apa bila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan
(19)
mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian. (Soekirma ; 2000).
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Selera Makan Lanjut Usia 1. Kehilangan gigi. Usia tua merusak gigi dan gusi sehingga menimbulkan
kekurangan kenyamanan atau munculnya rasa sakit saat mengunnyah makanan.
2. Kehilangan indera perasa dan penciuman. Hilangnya indera perasa dan penciuman akan menurunkan nafsu makan. Selain itu, sensitivitas rasa mans dan asin berkurang.
3. Berkurangnya caian saluran cerna (sekresi pepsin), dan enzim – enzim pencernaan proteolitik . pengurangan ini mengakibatkan penyerapan protein tidak berjalan efisien.
4. Berkurangnya sekresi saliva. Kurangnya saliva dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi.
5. Penurunan motilitas usus. Terjadinya penurunan motilitas usus yang memperpanjang waktu singgah (transit time) dalam saluran gastroinstestinal mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi. (Fatmah,2010;31-32).
2.2.4 Perubahan Fisiologi yang Berhubungan dengan Aspek Gizi Pada Lansia dan pengaruhnya .
1. Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa umumnya membuat lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal ini menyebabkan kurangnya supan pada lanjut usia atau penggunaan bumbu seperti kecap atau garamyang berlebihan yang tentunya dapat berdampak kurang baik bagi kesehatan lanjut usia.
2. Perubahan yang banyak terjadi pada fisiologi gastroinstestinal yang mempengaruhi ketersediaan hayati adalah atrofi gastritis.
(20)
3. Berkurangnya sekresi saliva dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi. (Webb & Copeman 1996)
4. Kehilangan gigi. Separuh lanjut usia telah banyak kehilangan gigi yang mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang memiliki tekstur lunak biasanya kurang mengandung vitamin A, vitamin C , dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi.
5. Menurunnya sekresi HCl. HCl merupakan faktor ekstrinsik yang membantu penyerapan vitamin B12 dan kalsium, seta utilisasi protein. Kekurangan HCl dapat menyebabkan lanjut usia mudah terkena osteoporosis, defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia sehingga oksigen tidak dapat diangkut dengan baik.
6. Menurunnya sekresi pepsin dan enzim proteolitik mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien.
7. Menurunnya sekresi garam empedu mengganggu proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K.
8. Penurunan motilitas usus. Terjadinya penurunan motilitas usus yang memperpanjang waktu singgah (transit time) dalam saluran gastroinstestinal mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi.
(Fatmah,2010,32).
2.2.5 Permasalahan Pada Gizi Lansia
1. Penyakit kronis : jantung, diabetes, hipertensi.
2. Problem like depression : kehilangan daya ingat, arthritis yang dapat mengubah nafsu makan
3. Kesehatan mulut buruk : penyakit gigi, susah menelan dan mulut kering 4. Obat : terkadang lanjut usia suka menelan obat bebas tanpa resep 5. Kemiskinan
6. Hidup sendiri bagi yang tidak hidup dipanti werda dan merasa dirinya sehat
7. Masalah dan morbiditas : tidak bisa melakukan kegiatannya sendiri. (Azizah,2011;56).
(21)
2.2.6 Penialain Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.
2. Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1) Klinis
Digunakan untuk memeriksa tanda-tanda fisik dan gejala-gejala kesehatan dalam kaitannya dengan kurang gizi.
2) Biokimia
Digunakan untuk mengetahui kejadian status gizi kurang secara dini, pemeriksaan cara biokimia ini dilakukan pada pemeriksaan jaringan tubuh seperti darah dan urin.
3) Biofisik
Dilakukan misalnya terhadap tulang untuk menilai derajat osteoporosi, jantung untuk kecurigaan beri-beri dan smear terhadap mukosa organ tertentu.
4) Antropometri
Adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pengukuran dilakukan meliputi berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak dibawah kulit dan khusus pada lanjut usia adalah pola distribusi lemak. (Ausman dan Russel, 1991). Semua hasil pengukuran tersebut harus dikontrol terhadap umur (kecuali pola distribusi lemak) dan jenis kelamin: pemeriksaan tinggi badan pada lanjut usia dapat bermasalah karena terjadinya osteoporosis untuk itu diganti dengan penentuan indeks massa tubuh ( IMT). (Rabe, et, all, 1995). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
(22)
TB(m) X TB (m) (Azizah, 2011;56)
2.2.7 Kebutuhan Gizi lanjut Usia
Kebutuhan gizi pada setiap manusia berbeda-beda tergantung dari jenis kelamin, umur, aktivitas, ukuran dan susunan tubuh, iklim atau suhu udara, kondisi fisik tertentu (sakit) serta unsur lingkungan. Kecukupan gizi atau konsumsi gizi manula berbeda dengan kecukupan gizi pada usia muda. Namun kebutuhan nutrisi manusia sama pada usia 40, 50, 60 dan sesudahnya seperti ketika masih berusia sedikit muda dengan sedikit variasi. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;443)
Pada manula kebutuhan energi menurun sehubungan dengan meningkatnya usia. Hal ini disebabkan banyak sel yang sudah kurang aktif mengakibatkatkan menurunnya kalori basal yang dibutuhkan tubuh, yang akhirnya mengakibatkan kegiatan fisik juga menurun. Dalam “ Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1988” disebut kecukupan gizi yang dianjurkan untuk pria manula adalah sebesar 2.100 kalori dan wanita 1.700 kalori. Kebutuhan kalori akan mulai menurun pada usia 40 – 49 tahun sekitar 5, pada usia 50 – 59 tahun dan usia 60 – 69 tahun menurun 10% . dengan penurunan ini berarti jumlah makanan yang seharusnya dikonsumsi juga menurun. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;443)
Protein, fungsinya pada manula tidak lagi untuk pertumbuhan, tetapi untuk pemeliharaan dan pengganti sel-sel jaringan yang rusak, serta pengaturan fungsi fisiologis tubuh. Pada usia tua tubuh lebih tergantung pada asam-asam amino esnsial. Dianjurkan kecukupan protein usia lanjut dipenuhi dari protein yang berkualitas baik seperti susu, telur, daging karena kecukupan asam amino yang penting pada usia lanjut meningkat. Jumlah protein yang diperlukan bagi
(23)
laki-laki lanjut adalah 49 g per hari dan perempuan sebesar 41 g per hari. Pada usia lanjut tidak diperlukan jumlah konsumsi protein yang berlebih karena akan memberikan fungsi ginjal dan hati, sebaiknya konsumsi protein asal hewani atau nabati adalah 10% dari kebutuhan total kalori per hari. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;444).
Hidrat arang, penggunaan hidrat arang relatif menurun pada manula karena kecukupan kalori juga menurun. Dianjurkan 50% dari total energi berasal dari hidrat arang. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;444).
Lemak merupakan sumber tenaga selain hidrat arang. Lemak yang berlebih dapat disimpan dalam tubuh sebagai cadangan tenaga, dan bila sangat berlebih akan disimpan sebagai lemak tubuh. Konsumsi lemak yang berlebih pada manula dihindari karena dapat meningkatkan kadar lemak tubuh, khususnya kadar kolesterol darah. Dianjurkan konsumsi lemak hewani dikurangi dan banyak menggunakan lemak nabati. Jumlah lemak yang dianjurkan diatur tidak melebihi 25% dari total kecukupan energi sehari, karena kebutuhan lemak pada lanjut usia hanya berkisar antara 20 – 25% dari total kalori/hari. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;444).
Kebutuhan vitamin pada manula tak jauh berbeda dengan kebutuhan pada waktu muda, kecuali niasin, riboflavin, dan tiamina. Kecukupan ketiga vitamin itu tergantung dari jumlah yang diperlukan. Pada manula, konsumsi vitamin riboflavin, dan tiamina, vitamin B6, asam folat, Vitamin C dan D, dan Vitamin E dari makanan perlu mendapat perhatian yang khusus terutama bagi mereka yang menginjak usia menopause (50 tahun keatas) memerlukan vitamin-vitamin antioksidan seperti Vitamin A dan Vitamin E (400-600 unit/hari). (Adriani & Wirjatmadi, 2012;444-445).
(24)
Mineral, pada prinsipnyan memang dibutuhkan sedikit, tetapi pada manula sering dijumpai masukan makanan kurang dalam beberapa jenis mineral seperti zat besi, kalsium. Kalsium yang dibutuhkan pada usia 19-50 tahun 1.000 mg, sedangkan untuk usia lebih dari 51 tahun, kebutuhan kalsium sebesar 1.200 mg.
Air dan Serat, kebutuhan air meningkat denag bertambahny usia. Dengan berkurangnya kemampuan ginjal maka air punya peranan penting sebagai pengangkut sisa pembakaran tubuh dan mendorong peristaltik usus. Dianjurkan manula mengonsumsi cairan minuman 6-8 gelas sehari. Serat dalam makanan akan membantu mendorong peristaltik usus dan dapat mencegah konstipasi pada manula. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;445).
2.2.8 Angka Kecukupan Gizi Lanjut Usia
Kecukupan gizi usia lanjut berada dengan usia muda. Kebutuhan gizi sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas/kegiatan, postur tubuh, aktivitas fisik dan mental (termasuk pekerjaan) sehar – hari, iklim/suhu udara, kondisi fisik tertentu (masa pertumbuhan, sedang sakit) dan ungsur lingkungan (misalnya bekerja di bahan dengan bahan nuklir). Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi usia lanjut untuk mencegah atau mengurangi kemungkianan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, ginjal, diabetes melitus, arthritis, dan lain –lain atau kekurangan gizi yang seyogianya telah dilakukan sejak muda. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;445-446).
2.2.8 Menu Seimbang Bagi Manula
Menu seimbang untuk usia lanjut adalah sususnan makanan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan para usia lanjut.
Syarat menu seimbang untuk manula sehat:
(25)
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh usia lanjut adalah 50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian).
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori. 4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan usia lanjut yaitu
8-10% dari total kalori
5. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah, sayur dan bermacam-macam pati, yang dikonsumsi dengan jumlah secara bertahap. 6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu nonfatn,
yoghurt, ikan dan lain – lain.
7. Mekanan mengandung tinggi zat besi yang bersumber dari protein hewani. 8. Membatasi penggunaan garam seperti monosodium glutamate, sodium
bikarbonat, sodium sitrate.
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.
10. Hindari bahan makanan yang banyak mengandung tinggi alkohol. 11. Maknan sebaiknya yang mudah dikunyah seperti makanan lembek. (Adriani & Wirjatmadi, 2012;454).
2.2.9 Cara Menghitung Kebutuhan Kalori Perhari
Kompas.com. Untuk menjaga berat badan agar ramping atau tetap stabil, maka perhatikan jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh. Namun, kebutuhan kalori setiap orang ini berbeda-beda tergantung usia, aktivitas, dan berat badan. Rata-rata perempuan menurunkan berat badan dengan cara mengurangi porsi makannya, sayangnya hal ini belum tentu akan berhasil karena jumlah kalori yang disantap tidak dikurangi. Kelebihan kalori akan membuat tubuh Anda menjadi gemuk, dan kekurangan kalori akan membuat Anda sangat kurus bahkan kurang nutrisi.
"Cara yang paling baik untuk diet adalah mengetahui kebutuhan kalori harian Anda," jelas ahli gizi klinis, D. Ida Gunawan, MS, SpGK dalam acara
(26)
peluncuran produk camilan beberapa waktu lalu di Jakarta. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mengetahui berapa kalori yang Anda butuhkan dalam sehari, salah satunya adalah rumus Harris Benedict Equation. Akan tetapi rumus ini tergolong sulit untuk diadaptasi karena terlalu banyak komponen yang harus diperhitungkan di dalamnya.
Menurut Ida ada cara yang lebih mudah untuk menentukan kebutuhan kalori ini. "Komponen yang harus diperhitungkan dalam menentukan kalori ini adalah berat badan ideal, kebutuhan basal, aktivitas fisik yang dilakukan dan juga koreksi usia Anda," tukasnya. Berikut cara menghitungnya.
1. Tentukan berat badan ideal (BB)
Langkah awal yang harus diketahui adalah tinggi badan (TB) yang Anda miliki saat ini. Berat badan (BB) ideal bisa diperhitungkan dengan cara: BB Ideal = 0,9 x (TB-100). Ini akan menentukan berapa bobot tubuh yang seharusnya Anda miliki. Para pria biasanya memiliki kelebihan berat badan karena memiliki massa otot yang lebih besar, sedangkan perempuan lebih berat karena massa lemaknya yang lebih tinggi.
Contoh : jika Anda adalah seorang perempuan berusia 45 tahun dan memiliki tinggi badan 165 c, maka BB ideal adalah = 0,9 x (165-100) = 58,5 kg.
2. Hitung kebutuhan basal (KB)
Kebutuhan basal (KB) adalah kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan saat tidur atau istirahat. "Ini merupakan kebutuhan energi dan kalori yang paling mendasar untuk menggerakan jantung, paru, usus dan pencernaan saja," jelasnya. Kebutuhan basal laki-laki dan perempuan ini berbeda satu sama lain.
KB perempuan = BB Ideal x 25 Kkal KB pria = BB Ideal x 30 Kkal
(27)
Contoh : KB = 58,5 x 25 Kkal = 1462,5 Kkal 3. Aktivitas fisik (AF)
Rata-rata semua orang pasti memiliki aktivitas masing-masing. Asupan kalori tubuh ini juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan. Secara umum ada tiga kategori aktivitas fisik yang dilakukan yaitu ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik ini dihitung dari total kebutuhan basal.
a. Aktivitas ringan (10-20 persen) : Menyetir mobil (10 persen), mengajar (20 persen), berjalan (20 persen), kerja kantoran (10 persen), memancing (20 persen), membaca (10 persen).
b. Aktivitas sedang (20-30 persen) : kerja rumah tangga (20 persen), bersepeda (30 persen), bowling (20 persen), berjalan cepat (30 persen), berkebun (30 persen).
c. Aktivitas berat (40-50 persen) : aerobik (40 persen), bersepeda mendaki (40 persen), panjat tebing (50 persen), dansa (40 persen), jogging (40 persen), atlit (50 persen).
Jika dalam satu hari Anda banyak beraktivitas, maka kebutuhan aktivitas yang diambil adalah aktivitas yang paling sering dilakukan setiap harinya.
Contoh : Jika sehari-hari Anda beraktivitas sebagai ibu rumah tangga maka, aktivitas fisik Anda adalah = 20% x 1462,5 (kebutuhan basal) = 292,5 Kkal.
4. Koreksi usia (KU)
Usia juga akan mempengaruhi kebutuhan kalori seseorang. Semakin bertambahnya usia, maka kebutuhan kalori dan asupan makanannya pun semakin sedikit. Untuk Anda yang berusia 40-59 tahun, maka koreksi
(28)
usianya mencapai 5 persen, usia 60-69 tahun maka koreksinya 10 persen, dan usia lebih dari 70 tahun koreksinya 20 persen.
Contoh: Jika Anda berusia 45 tahun, maka faktor koreksinya adalah 5 persen. Sehingga koreksi usia Anda adalah = 5 % x 1462,5 Kkal (kebutuhan basal) = 73,125 Kkal.
5. Total kalori yang dibutuhkan (TK)
Setelah mendapatkan semua komponen yang dibutuhkan, maka total kalori (TK) sehari ini bisa dihitung dengan rumus:
TK = KB + AF - KU
Contoh : dari perhitungan di atas diperoleh data, BB = 58,5 kg, KB = 1462,5 Kkal, AF = 292,5 Kkal, KU = 73,125 Kkal. Maka kebutuhan kalori per hari adalah TK = 1462,5 + 292.5 -73,125 = 1681,875 Kkal per hari. (KOMPAS.com; Jumat, 5 Oktober 2012).
2.3 Konsep Overweight
2.3.1 Pengertian Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadan normal, dimana keadaan kesehtan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambhan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus di monitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus
(29)
selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan terakhir. Pantauan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni,2012).
2.3.2 Pengertian Overweight
Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan ketika terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan ketika BB seseorang melebihi BB normal. (Lakshita,2012;11-12).
Seseorang disebut sebagai overweight (kelebihan berat badan ) bila IMT antara 23 -29,9 dan obesitas (kegemukan) bila IMT lebih dari 30 (Asia Pacific Studies Collaboration, 2007, dikutip Andi,2010;7-8).
2.3.3 Penyebab Overweight dan Obesitas
Secra ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya obesitas.
2.3.3.1 Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Akan tetapi, anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, namun juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas atau kegemukan. Biasanya sulit memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap beat badan seseorang. 2.3.3.2 Faktor lingkungan
Gen merupakan faktor penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seeorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
(30)
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan, berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
2.3.3.3 Faktor psikis
Apa yang ada didalam pikiran seseorang bsa memengaruhi kebiasaan mkannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas dan bisa menimbulkan kesadaran berlbihan tentang kegemukannya serta rasa tdak nyaman dalam pergaulan sosial.
2.3.3.4 Faktor kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas atau seseorang makan banyak, diantaranya hipotiroidisme, sindroma chusing, sindroma prader-willi, dan beberapa kelainan saraf.
2.3.3.5 Obat-obatan
Obat – obat tertentu seperti stroid dan beberapa anti-depresi dapat menyebabkan penambahan berat badan.
2.3.3.6 Faktor perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan betambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu pnurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cra mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
(31)
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian overweight atau obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik seimbang akan mengalami obesitas.
(Lakshita,2012;26-28).
2.3.4 Peningkatan Risiko Penyakit Degeneratif pada Penderita Obesitas dan Overweight
Obesitas dan overweight adalah kondisi kronis yang erat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah kondisi penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel – sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis (Lakshita,2012;29-30).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok ini adalah diabete melitus II, stroke, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia (dislipidemia). Sebuah data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey, US). Tahun 1994 memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien overweight dan obesitas dewasa mengidap paling sedikit satu dari penyakit kronis tersebut dan sebanyak 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit. (Lakshita,2012;30).
(32)
Prevalensi overweight dari perkiraan 210 juta penduduk indonesia pada 2000 jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 98 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan serius. (Lakshita,2012;31).
2.3.5 Indeks Massa Tubuh (IMT), Alat Ukur Overweight & Obesitas Obesitas dan overweight merupakan akumulasi lemak berlebih di dalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan secara keseluruhan. Obesitas dan overweight terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Metode paling praktis dan sederhana dalam menentukan tingkat obesitas dan overweight pada seseorang adalah Indeks Massa Tubuh (IMT)/Body Mass Index. IMT diperoleh dengan cara membagi berat badan (kg)dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai IMT yang didapat tidak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. (Lakshita,2012;31-32).
Kategori kegemukan.
Sumber : Asia Pacific Cohort Studies Collaboration, 2007
2.3.6 Faktor Penyebab Meningkatnya Angka Obesitas dan Overweight Ada beberapa faktor penyebab meningkatnya angka obesitas dan overweight secara global di seluruh dunia, faktor – faktor tersebut, antara lain,
NO IMT Klasifikasi
1 < 18,5 Kurus (kurang)
2 18,5 – 22,9 Normal (ideal)
3 23 – 29,9 Kelebihan (overweight)
4 30 – 34,9 Kegemukan (obesitas) tingkat I 5 35 – 39,9 Kegemukan (obesitas) tingkat II
(33)
peningkatan dalam konsumsi makanan padat energi tinggi lemak dan gula namun rendah dalam kandungan vitamin, mineral, dan mikronutrien lain. Selain itu juga diakibatkan adanya suatu tren penurunan aktivitas fisik yang disebabkan oleh gaya hidup (sedentaly), pekerjaan , perubahan model transportasi,dan peningkatan urbanisasi. (Lakshita,2012;33).
2.3.7 Strategi Pencegahan Obesitas & Overweight
Obesitas dan overweight adalah kondisi dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu, penanganan yang tepat hendaknya mempertimbangkan pendekatan secara multidisiplin. Pencegahan obesitas terdiri atas tiga tahapan, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah dengan pendekatan komunitas untuk mempromosikan cara hidup sehat. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, dan pusat kesehatan masyarakat.
2. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan prevalensi obesitas 3. Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi obesitas dan komplikasi
penyakit yang ditimbulkannya.
Pada dasarnya, prinsip dari pencegahan dan penatalaksanaan obesitas dan overweight adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, modifikasi gaya hidup, serta dukungan secar mental dan sosial. (Lakshita,2012;34-35).
(1)
usianya mencapai 5 persen, usia 60-69 tahun maka koreksinya 10 persen, dan usia lebih dari 70 tahun koreksinya 20 persen.
Contoh: Jika Anda berusia 45 tahun, maka faktor koreksinya adalah 5 persen. Sehingga koreksi usia Anda adalah = 5 % x 1462,5 Kkal (kebutuhan basal) = 73,125 Kkal.
5. Total kalori yang dibutuhkan (TK)
Setelah mendapatkan semua komponen yang dibutuhkan, maka total kalori (TK) sehari ini bisa dihitung dengan rumus:
TK = KB + AF - KU
Contoh : dari perhitungan di atas diperoleh data, BB = 58,5 kg, KB = 1462,5 Kkal, AF = 292,5 Kkal, KU = 73,125 Kkal. Maka kebutuhan kalori per hari adalah TK = 1462,5 + 292.5 -73,125 = 1681,875 Kkal per hari. (KOMPAS.com; Jumat, 5 Oktober 2012).
2.3 Konsep Overweight
2.3.1 Pengertian Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadan normal, dimana keadaan kesehtan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambhan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus di monitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus
(2)
selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan terakhir. Pantauan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni,2012).
2.3.2 Pengertian Overweight
Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan ketika terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan ketika BB seseorang melebihi BB normal. (Lakshita,2012;11-12).
Seseorang disebut sebagai overweight (kelebihan berat badan ) bila IMT antara 23 -29,9 dan obesitas (kegemukan) bila IMT lebih dari 30 (Asia Pacific Studies Collaboration, 2007, dikutip Andi,2010;7-8).
2.3.3 Penyebab Overweight dan Obesitas
Secra ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya obesitas.
2.3.3.1 Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Akan tetapi, anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, namun juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas atau kegemukan. Biasanya sulit memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap beat badan seseorang. 2.3.3.2 Faktor lingkungan
Gen merupakan faktor penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seeorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
(3)
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan, berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
2.3.3.3 Faktor psikis
Apa yang ada didalam pikiran seseorang bsa memengaruhi kebiasaan mkannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas dan bisa menimbulkan kesadaran berlbihan tentang kegemukannya serta rasa tdak nyaman dalam pergaulan sosial.
2.3.3.4 Faktor kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas atau seseorang makan banyak, diantaranya hipotiroidisme, sindroma chusing, sindroma prader-willi, dan beberapa kelainan saraf.
2.3.3.5 Obat-obatan
Obat – obat tertentu seperti stroid dan beberapa anti-depresi dapat menyebabkan penambahan berat badan.
2.3.3.6 Faktor perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan betambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu pnurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cra mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
(4)
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian overweight atau obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik seimbang akan mengalami obesitas.
(Lakshita,2012;26-28).
2.3.4 Peningkatan Risiko Penyakit Degeneratif pada Penderita Obesitas dan Overweight
Obesitas dan overweight adalah kondisi kronis yang erat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah kondisi penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel – sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis (Lakshita,2012;29-30).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok ini adalah diabete melitus II, stroke, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia (dislipidemia). Sebuah data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey, US). Tahun 1994 memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien overweight dan obesitas dewasa mengidap paling sedikit satu dari penyakit kronis tersebut dan sebanyak 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit. (Lakshita,2012;30).
(5)
Prevalensi overweight dari perkiraan 210 juta penduduk indonesia pada 2000 jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 98 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan serius. (Lakshita,2012;31).
2.3.5 Indeks Massa Tubuh (IMT), Alat Ukur Overweight & Obesitas Obesitas dan overweight merupakan akumulasi lemak berlebih di dalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan secara keseluruhan. Obesitas dan overweight terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Metode paling praktis dan sederhana dalam menentukan tingkat obesitas dan overweight pada seseorang adalah Indeks Massa Tubuh (IMT)/Body Mass Index. IMT diperoleh dengan cara membagi berat badan (kg)dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai IMT yang didapat tidak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. (Lakshita,2012;31-32).
Kategori kegemukan.
Sumber : Asia Pacific Cohort Studies Collaboration, 2007
2.3.6 Faktor Penyebab Meningkatnya Angka Obesitas dan Overweight Ada beberapa faktor penyebab meningkatnya angka obesitas dan overweight secara global di seluruh dunia, faktor – faktor tersebut, antara lain,
NO IMT Klasifikasi
1 < 18,5 Kurus (kurang)
2 18,5 – 22,9 Normal (ideal)
3 23 – 29,9 Kelebihan (overweight)
4 30 – 34,9 Kegemukan (obesitas) tingkat I 5 35 – 39,9 Kegemukan (obesitas) tingkat II 6 > 40 Kegemukan (obesitas) tingkat III
(6)
peningkatan dalam konsumsi makanan padat energi tinggi lemak dan gula namun rendah dalam kandungan vitamin, mineral, dan mikronutrien lain. Selain itu juga diakibatkan adanya suatu tren penurunan aktivitas fisik yang disebabkan oleh gaya hidup (sedentaly), pekerjaan , perubahan model transportasi,dan peningkatan urbanisasi. (Lakshita,2012;33).
2.3.7 Strategi Pencegahan Obesitas & Overweight
Obesitas dan overweight adalah kondisi dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu, penanganan yang tepat hendaknya mempertimbangkan pendekatan secara multidisiplin. Pencegahan obesitas terdiri atas tiga tahapan, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah dengan pendekatan komunitas untuk mempromosikan cara hidup sehat. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, dan pusat kesehatan masyarakat.
2. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan prevalensi obesitas 3. Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi obesitas dan komplikasi
penyakit yang ditimbulkannya.
Pada dasarnya, prinsip dari pencegahan dan penatalaksanaan obesitas dan overweight adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, modifikasi gaya hidup, serta dukungan secar mental dan sosial. (Lakshita,2012;34-35).