Gunung api Magma LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Gunung api

Sampai saat ini, para ahli vulkanologi belum memberikan definisi pasti mengenai gunung api, sehingga muncul berbagai opini yang berbeda-beda mengenai definisi gunung api. Gunung api adalah lubang atau saluran yang menghubungkan suatu wadah berisi bahan yang dinamakan magma. Suatu ketika bahan tersebut ditempatkan melalui saluran bumi dan sering terhimpun di sekelilingnya sehingga membangun suatu kerucut yang dinamakan kerucut gunung api Koesoemadinata, 1977; dalam Nandi, 2006. Gunung api adalah suatu bentuk timbulan di muka bumi, pada umumnya berupa suatu kerucut raksasa, kerucut terpacung, kubah ataupun bukit yang diakibatkan oleh penerobosan magma ke permukaan bumi. Matahalemual, 1982; dalam Nandi, 2006. Para ahli vulkanologi Indonesia membagi gunung api menjadi tiga jenis, yakni gunung api tipe A, gunung api tipe B, dan gunung api tipe C. Gunung api tipe A adalah gunung api yang pernah meletus semenjak tahun 1600, gunung api tipe B adalah gunung api yang pernah diketahui meletus sebelum tahun 1600, gunung api tipe C adalah lapangan fumarola dan solfatara Bemmelen, 1949; Van Padang, 1951; Koesoemadinata, 1979; dalam Pratomo, 2006.

3.2 Magma

Magma merupakan cairan silikat pijar yang terletak di dalam permukaan bumi, tepatnya di lapisan astenosfer. Magma dapat mengintrusi dari lapisan astenoser hingga ke lapisan lithosfer bumi. Perjalanan magma tersebut kemudian diikuti pembentukan batuan beku seiring penurunan suhu. Kedudukan magma secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Kedudukan magma pada lapisan astenosfer dan lithosfer bumi. Fisher dan Schmincke, 1984. Secara umum, magma dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah magma parental yang berasal dari partial melting dari bagian mantel atas atau kerak bumi. Kelompok kedua adalah magma derivative yang berasal dari diferensiasi magma parental atau percampuran magma. Fisher dan Schmincke, 1984. Dari kedua kelompok tersebut, terdapat sejumlah karakteristik magma yang perlu dipahami, antara lain komposisi kimia, temperatur, gas, dan viskositas. Berdasarkan komposisi kimianya, magma digolongkan sebagai berikut: 1. Magma basaltik kandungan SiO 2 45-55, banyak mengandung Fe dan Mg, sedikit K dan Na 2. Magma andesitik kandungan SiO 2 55-65, kandungan Fe, Mg, K, dan Na hampir sama banyaknya 3. Magma riolitik kandungan SiO 2 65-75, sedikit Fe dan Mg, banyak mengandung K dan Na Nelson, 2015. Komposisi kimia dari magma yang berbeda memiliki hubungan dengan temperatur dari magma itu sendiri. Dari hasil pengukuran di laboratorium dan studi lapangan, temperatur dari magma adalah: 1. Magma basaltik 1000-1200 C. 2. Magma andesitik 800-1200 C. 3. Magma riolitik 650-800 C. Nelson, 2015. Selain cairan, magma juga mengandung berbagai jenis gas. Gas-gas ini pada awalnya larut ketika magma berada di dalam permukaan bumi, tetapi akan memisahkan dari magma ketika magma naik ke permukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh perubahan tekanan. Semakin banyak gas yang ada dalam magma, maka erupsi yang dihasilkan semakin bersifat eksplosif, akibat tekanan yang menurun dan volume gas yang dihasilkan semakin meningkat. Komposisi gas pada magma pada umumnya berupa: 1. Uap air H 2 O dan beberapa CO 2. 2. Sedikit sulfur, klorin, dan flor. Nelson, 2015. Karakteristik dari magma yang lainnya adalah viskositas. Viskositas adalah sifat resistensi magma terhadap aliran. Viskositas magma berkaitan erat terhadap komposisi kimia dan temperaur magma. Semakin banyak kandungan SiO 2 silika dari suatu magma, maka viskositas akan semakin besar juga, demikian sebaliknya. Kemudian, magma yang bersuhu rendah juga memiliki viskositas yang besar dibanding magma yang bersuhu tinggi.

3.3 Erupsi