ANALISIS PERBANDINGAN ERUPSI GUNUNG SINA

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG

TAHUN 2010 DAN ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

REFERAT

Oleh:

Armein Muhammad Fikri 12014061

Makalah ini adalah makalah referat yang bertujuan untuk latihan presentasi yang bersumber dari

paper “The Agusut 2010 Phreatic Eruption of Mount Sinabung, North Sumatra. karya I. S.

Sutawidjaja, O. Prambada dan D.A. Siregar. dan “The 2010 explosive eruption of Java’s Merapi

volcano - a’100- year’event” karya M. Surono, P. Jousset, J. Pallister, M. Boichu, M. Fabrizia

Buongiorno, A. Budisantoso, F. Costa, S. Andreastuti, F. Prata, D. Schneider, L. Clarisse, H. Humaida, S. Sumarti, C. Bignam, J. Griswold, S. Carn, C. Oppenheimer dan F. Lavigne sehingga

buah pikiran yang dituangkan dalam makalah ini hampir seluruhnya merupakan buah pikiran sumber atau referensi.

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016


(2)

ABSTRAK

Gunung Sinabung dan Gunung Merapi merupakan gunung api yang bersifat aktif. Walaupun bersifat aktif, Gunung Sinabung tidak diketahui secara pasti aktivitas erupsinya semenjak tahun 1600. Sementara itu, Gunung Merapi memiliki rekam jejak erupsi yang telah terpetakan dengan baik semenjak tahun 1600. Kedua gunung ini memiliki aktivitas erupsi pada tahun 2010. Sebelum erupsi, kedua gunung memiliki aktivitas prekursor erupsinya masing-masing. Terlihat sejumlah perbedaan pada aktivitas prekursor dari kedua gunung tersebut, salah satunya adalah frekuensi kemunculan dari gempa vulkanik. Kedua gunung tersebut juga memiliki erupsi dengan karakteristik masing-masing. Erupsi Gunung Sinabung memiliki sifat freatik. sementara itu, erupsi Gunung Merapi bersifat freatomagmatik dan ada bagian erupsi dari Merapi yang bersifat magmatik. Kedua gunung ini menghasilkan berbagai jenis deposit dari erupsi. Namun, debu volkanik sebagai salah satu deposit kedua gunung tersebut memiliki perbedaan secara morfologi dan komposisi kimiawi. Kedua gunung tersebut juga memiliki nilai VEI yang berbeda akibat sifat eksplosivitas erupsinya yang berbeda.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, penulisan dapat menyusun makalah dengan judul “Analisis Perbandingan Erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 dan Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 untuk memenuhi tugas mata kuliah referat ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Penulis sadar selesainya karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Budi Brahmantyo, selaku dosen mata kuliah GL3191 Referat ini, tanpa bimbingannya, penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah referat ini.

2. Ibu dan Ayah yang selalu mendukung terselesaikannya makalah referat ini.

3. Teman-teman teknik geologi 2014 yang memberikan saran dan masukan dalam penyusunan makalah referat ini.

4. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pembuatan makalah referat ini.

Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tidak retak, penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah referat ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca.

Bandung, 20 November 2016


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... (i)

KATA PENGANTAR ... (ii)

DAFTAR ISI ... (iii)

DAFTAR GAMBAR ... (iv)

DAFTAR TABEL ... (vi)

BAB I PENDAHULUAN ... (1)

1.1 Latar Belakang ... (1)

1.2 Rumusan Masalah ... (2)

1.3 Tujuan Penelitian ... (2)

1.4 Metode Penelitian ... (2)

1.5 Sistematika Penulisan ... (3)

BAB II GEOLOGI REGIONAL ... (4)

2.1 Geologi Regional Gunung Sinabung ... (4)

2.2 Geologi Regional Gunung Merapi ... (7)

BAB III LANDASAN TEORI ... (9)

3.1 Gunung api ... (9)

3.2 Magma ... (10)

3.3 Erupsi ... (12)

3.4 Gempa Vulkanik ... (14)

BAB IV PEMBAHASAN ... (16)

4.1 Perbandingan Aktivitas Prekursor Erupsi ... (16)

4.1.1 Aktivitas Prekursor Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010 ... (16)

4.1.2 Aktivitas Prekursor Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 ... (17)

4.2 Perbandingan Fase Erupsi ... (20)

4.2.1 Fase Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010 ... (20)

4.2.2 Fase Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 ... (22)

4.3 Perbandingan Debu Volkanik ... (25)

4.3.1 Debu Volkanik Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010 ... (25)

4.3.2 Debu Volkanik Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 ... (26)

4.4 Perbandingan Nilai VEI ... (27)

4.4.1 Nilai VEI Gunung Sinabung Tahun 2010 ... (27)

4.4.2 Nilai VEI Gunung Merapi Tahun 2010 ... (27)

BAB V KESIMPULAN ... (28)

5.1 Kesimpulan ... (28)

DAFTAR PUSTAKA ... (29)

LAMPIRAN A ... (32)


(5)

DAFTAR

GAMBAR

Gambar 2.1 Peta lokasi umum Gunung Sinabung (Gonzalez dkk., 2014) ... .(4) Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Gunung Sinabung (Iguchi dkk., 2011)... .(6) Gambar 2.3 Peta lokasi Gunung Merapi (Surono dkk., 2012) ... .(7) Gambar 2.4 Geologi Regional Gunung Merapi dan daerah sekitarnya (Van Bemmelen 1949; dalam Suyanto, 2012) ... (8) Gambar 3.1 Kedudukan magma pada lapisan astenosfer dan lithosfer bumi (Fisher dan Schmincke, 1984) ... (10) Gambar 3.2 Skema sederhana terjadinya erupsi (Fisher dan Schmincke, 1984) ... (13) Gambar 3.3 Skema terjadinya gempa vulkanik (https://www.haikudeck.com/earthquake-education-presentation-EOnrpvdk6w) ... (14) Gambar 4.1 (a) Gunung Sinabung. (b) Aktivitas solfatara pada Gunung Sinabung

(Sutawidjaja dkk., 2013). ... (16) Gambar 4.2 Data EDM mengenai aktivitas prekursor erupsi Gunung Merapi (Surono dkk., 2012). ... (17) Gambar 4.3 Data beberapa jenis gempa vulkanik yang muncul pada Gunung Merapi. (Surono dkk., 2012). ... (19) Gambar 4.4 Erupsi dari Gunung Sinabung pada 27 Agustus 2010. (Sutawidjaja dkk., 2013) ... (20) Gambar 4.5 Grafik gempa vulkanik dari Gunung Sinabung (Iguchi dkk., 2011) ... (21) Gambar 4.6 (a) Lava dome Gunung Merapi pada tanggal 11 Oktober 2009. (b) Kawah baru akibat erupsi tanggal 26 Oktober 2010(Pallister dkk., 2013) ... (22) Gambar 4.7 Grafik gempa vulkanik dari Gunung Merapi (Iguchi dkk., 2011) ... (23) Gambar 4.8 (a) Lava dome baru akibat aktivitas magmatik. (b) Perbesaran daerah puncak pada gambar (a) (Pallister dkk., 2013) ... (24)


(6)

Gambar 4.9 (a) Pyroclastic flow (PF) dari lava dome. (b) Kawah baru yang terbentuk akibat erupsi eksplosif. (Pallister dkk., 2013)... (24) Gambar 4.10 Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Sinabung (Latif dkk., 2016) . (25) Gambar 4.11 Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Merapi (Latif dkk., 2016) .... (26)


(7)

DAFTAR TABEL


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung api, dengan jumlah 129 gunung api berstatus aktif. Gunung api di Indonesia sering pula dijadikan objek studi ilmiah mengenai aktivitasnya. Aktivitas yang dijadikan objek penelitian pada gunung api adalah peristiwa erupsinya. Pada tahun 2010, beberapa gunung api di Indonesia mengalami erupsi, dua di antaranya memiliki karakteristik erupsi yang cukup menarik, yakni Gunung Sinabung dan Gunung Merapi

Gunung Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara, sementara itu, Gunung Merapi terletak di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Kedua gunung tersebut mengalami erupsi pada tahun 2010, dengan karakteristiknya masing-masing. Gunung Sinabung pada awalnya tergolong gunung api tipe B, yang berarti rekam jejak erupsinya tidak diketahui semenjak tahun 1600. sementara itu, erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 memiliki ciri yang cukup menonjol dibanding erupsi pada tahun-tahun sebelumnya, yakni erupsinya yang sangat eksplosif dan terlihat perbedaan dimensi ukuran pada material yang dihasilkan dari erupsi. Dari karakteristik masing-masing erupsi kedua gunung api tersebut, maka perlu dipelajari lebih lanjut untuk penentuan erupsi di masa yang akan datang bagi kedua gunung tersebut.


(9)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, terdapat hal utama yang dibahas dalam makalah ini, yakni bagaimana perbandingan erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 dan Gunung Merapi tahun 2010.

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah membandingkan erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2010 dan Gunung Merapi tahun 2010.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah studi literatur dari buku, berbagai jurnal ilmiah dan data dari internet yang berhubungan dengan pembahasan makalah ini. Sumber literatur utama yang digunakan adalah jurnal yang berjudul The August 2010 Phreatic Eruption of Mount Sinabung, North Sumatra yang disusun oleh I.S.Sutawidjaja, O.Prambada, dan D.A. Siregar pada tahun 2013 dan jurnal yang berjudul The 2010 explosive

eruption of Java’s Merapi volcano-a ‘100-year’ event yang disusun oleh M. Surono, P. Jousset, J. Pallister, M. Boichu, M. F. Buongiorno, A. Budisanto, F. C. Rodriguez, S. Andreastuti, F. Prata, D. Schneider, L. Clarisse, H. Humaida, S. Sumarti, C. Bignam, J. Griswold, S. Carn, C. Oppenheimer, dan F. Lavigne.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi menjadi 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut:

 Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan selama proses penulisan dilakukan..

 Bab II, berisi pemaparan geologi regional Gunung Sinabung dan Gunung Merapi

 Bab III, berisi penjelasan landasan teori terkait gunung api, magma, erupsi, dan gempa vulkanik.


(10)

 Bab IV, berisi analisis perbandingan erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 dan erupsi Gunung Merapi tahun 2010.


(11)

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geologi Regional Gunung Sinabung

Gunung Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara. Secara geografis, Gunung Sinabung terletak pada posisi 3010’ Lintang Utara dan 98023,5’ Bujur Timur. Sementara itu, morfologi dari gunung ini memiliki luas 15 km2 dan tinggi sekitar 2.460 mdpl. (Julian dan Suharno, 2012). Letak geografis Gunung Sinabung dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(12)

Gunung Sinabung termasuk gunung yang berjenis stratovolkano dengan puncak tunggal dan memilik empat kawah utama di bagian puncaknya (Sutawidjaja dkk., 2013). Litologi penyusun dari Gunung Sinabung ini berupa lava yang sudah lama mengeras, tefra, batuan volanik, dan abu volkanik. Batuan volkanik penyusun dari Gunung Sinabung memiliki komposisi andesitik-basaltik. Selain itu, berdasarkan radiometric dating method, batuan volkanik penyusun Gunung Sinabung berumur Holosen (Sutawidjaja dkk., 2013). Lava berumur tua pada gunung ini memiliki kandungan K2O lebih banyak dibandingkan lava

berumur muda (Iguchi dkk., 2012; dalam Nakada dkk., 2014). Dari pola struktur yang dapat diamati, Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak mempunyai kelurusan dengan Danau Toba. Oleh karena itu, aktivitas volkanik Gunung Sinabung diduga memiliki kaitan dengan terbentuknya Danau Toba. Untuk lebih lengkapnya, peta geologi Gunung Sinabung dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(13)

(14)

2.2 Geologi Regional Gunung Merapi

Letak geografis Gunung Merapi adalah 7,54° LS dan 110,44° BT (Kusumadinata, 1979). Peta yang menunjukkan lokasi Gunung Merapi dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3. Peta lokasi Gunung Merapi (Surono dkk., 2012)

Gunung Merapi dihasilkan oleh proses subduksi yang terjadi pada saat pertengahan Eosen antara Lempeng Samudera Hindia di bawah Lempeng Eurasia menghasilkan Zona Pegunungan Selatan (Hamilton, 1979; dalam Deegan dkk., 2010). Busur vulkanik yang menyebar sepanjang Pulau Jawa dikenal sebagai Zona Depresi Tengah Vulkanik (Synth dkk., 2007, dalam Deegan dkk.,2010). Jika meninjau pada deretan gunung api yang terletak di tengah Pulau Jawa, Gunung Merapi merupakan gunung api yang terletak paling selatan di antara deretan Gunung Api Ungaran, Gunung Api Telomoyo-Soropati, dan Gunung Merbabu. Letak Gunung Merapi membujur relatif dari utara ke selatan.


(15)

Deretan Gunung Merapi-Telomoyo terletak pada sebelah barat Zona Solo. Lokasinya pada sesar transversal yang cekung ke barat. Sesar ini seolah-olah memisahkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sesar ini berakhir pada pegunungan selatan sepanjang Kali Opak, selatan Yogyakarta. Tepat di atas sesar ini terdapat Pegunungan Ungaran, Suropati, Telomoyo, Merbabu dan Merapi (Suyanto, 2012). Untuk selengkapnya, geologi regional Gunung Merapi dan daerah sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Geologi Regional Gunung Merapi dan daerah sekitarnya (Van Bemmelen, 1949; dalam Suyanto, 2012)


(16)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Gunung api

Sampai saat ini, para ahli vulkanologi belum memberikan definisi pasti mengenai gunung api, sehingga muncul berbagai opini yang berbeda-beda mengenai definisi gunung api.

Gunung api adalah lubang atau saluran yang menghubungkan suatu wadah berisi bahan yang dinamakan magma. Suatu ketika bahan tersebut ditempatkan melalui saluran bumi dan sering terhimpun di sekelilingnya sehingga membangun suatu kerucut yang dinamakan kerucut gunung api (Koesoemadinata, 1977; dalam Nandi, 2006).

Gunung api adalah suatu bentuk timbulan di muka bumi, pada umumnya berupa suatu kerucut raksasa, kerucut terpacung, kubah ataupun bukit yang diakibatkan oleh penerobosan magma ke permukaan bumi. (Matahalemual, 1982; dalam Nandi, 2006).

Para ahli vulkanologi Indonesia membagi gunung api menjadi tiga jenis, yakni gunung api tipe A, gunung api tipe B, dan gunung api tipe C. Gunung api tipe A adalah gunung api yang pernah meletus semenjak tahun 1600, gunung api tipe B adalah gunung api yang pernah diketahui meletus sebelum tahun 1600, gunung api tipe C adalah lapangan fumarola dan solfatara (Bemmelen, 1949; Van Padang, 1951; Koesoemadinata, 1979; dalam Pratomo, 2006).

3.2 Magma

Magma merupakan cairan silikat pijar yang terletak di dalam permukaan bumi, tepatnya di lapisan astenosfer. Magma dapat mengintrusi dari lapisan astenoser hingga ke lapisan lithosfer bumi. Perjalanan magma tersebut kemudian diikuti pembentukan batuan beku seiring penurunan suhu. Kedudukan magma secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(17)

Gambar 3.1 Kedudukan magma pada lapisan astenosfer dan lithosfer bumi. (Fisher dan Schmincke, 1984).

Secara umum, magma dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah magma parental yang berasal dari partial melting dari bagian mantel atas atau kerak bumi. Kelompok kedua adalah magma derivative yang berasal dari diferensiasi magma parental atau percampuran magma. (Fisher dan Schmincke, 1984).

Dari kedua kelompok tersebut, terdapat sejumlah karakteristik magma yang perlu dipahami, antara lain komposisi kimia, temperatur, gas, dan viskositas.

Berdasarkan komposisi kimianya, magma digolongkan sebagai berikut:

1. Magma basaltik (kandungan SiO2 45-55%, banyak mengandung Fe dan Mg, sedikit K

dan Na

2. Magma andesitik (kandungan SiO2 55-65%, kandungan Fe, Mg, K, dan Na hampir

sama banyaknya)

3. Magma riolitik (kandungan SiO2 65-75%, sedikit Fe dan Mg, banyak mengandung K


(18)

Komposisi kimia dari magma yang berbeda memiliki hubungan dengan temperatur dari magma itu sendiri. Dari hasil pengukuran di laboratorium dan studi lapangan, temperatur dari magma adalah:

1. Magma basaltik 1000-12000 C. 2. Magma andesitik 800-12000 C.

3. Magma riolitik 650-8000C. (Nelson, 2015).

Selain cairan, magma juga mengandung berbagai jenis gas. Gas-gas ini pada awalnya larut ketika magma berada di dalam permukaan bumi, tetapi akan memisahkan dari magma ketika magma naik ke permukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh perubahan tekanan. Semakin banyak gas yang ada dalam magma, maka erupsi yang dihasilkan semakin bersifat eksplosif, akibat tekanan yang menurun dan volume gas yang dihasilkan semakin meningkat.

Komposisi gas pada magma pada umumnya berupa: 1. Uap air (H2O) dan beberapa CO2.

2. Sedikit sulfur, klorin, dan flor. (Nelson, 2015).

Karakteristik dari magma yang lainnya adalah viskositas. Viskositas adalah sifat resistensi magma terhadap aliran. Viskositas magma berkaitan erat terhadap komposisi kimia dan temperaur magma. Semakin banyak kandungan SiO2(silika) dari suatu magma, maka

viskositas akan semakin besar juga, demikian sebaliknya. Kemudian, magma yang bersuhu rendah juga memiliki viskositas yang besar dibanding magma yang bersuhu tinggi.

3.3 Erupsi

Erupsi adalah peristiwa keluarnya magma dari dapur magma ke permukaan bumi. Pada dasarnya, terdapat dua jenis erupsi, yakni erupsi efusif dan erupsi eklsplosif. Erupsi efusif terjadi ketika magma naik ke permukaan kemudian keluar mengalir dari gunung api sebagai cairan kental yang dinamakan lava. Erupsi eksplosif terjadi ketika magma keluar dari dalam gunung api sebagai hancuran yang terlontar ke permukaan gunung api sebagai piroklast. Peristiwa keluarnya magma ke permukaan bumi terjadi karena perbedaan densitas antara magma di dalam dapur magma dengan batuan sekitarnya. Akibat perbedaan densitas, magma pun naik ke atas dan temperaturnya semakin berkurang. Gas-gas larut dalam magma kemudian memisahkan diri ketika sampai di tekanan tertentu. Pemisahan gas-gas ini menghasilkan gelembung-gelembung ketika tekanan semakin berkurang. Bagian cair dari


(19)

magma dengan viskositas rendah memiliki dampak banyaknya gas yang terkespansi hingga gas-gas tersebut menghasilkan gelembung ketika dekat dengan permukaan menjadi ciri erupsi efusif.. Sebaliknya, jika bagian cair dari magma memiliki viskositas tinggi, gas yang terkandung tidak dapat terkspansi dengan mudah sehingga tekanan terperangkap di dalam gas-gas. Pada saat mencapai permukaan, gelembung gas yang terbentuk di jauh dari permukaan akan pecah akibat perbedaan tekanan dengan tekana atmosfer. Inilah yang menjadi ciri erupsi eksplosif. Secara sederhana, skema terjadinya erupsi dapat dilihat pada

Gambar 3.2.

Gambar 3.2.Skema sederhana terjadinya erupsi (Fisher dan Schmincke, 1984).

Untuk menentukan besarnya suatu erupsi, terdapat sistem pengukuran yang dinamakan

Volcanic Explosivity Index. Volcanic Explosivity Index (VEI) dikembangkan oleh vulkanologis dengan skala tertentu. Skala VEI dimulai dari 0 hingga skala tidak terhingga. (Sigurdsson, 2000). Skala dan keterangan erupsi dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(20)

Tabel 3.1Volcanic Explosivity Index (VEI). (Sigurdsson, 2000)

3.4 Gempa Vulkanik

Gempa vulkanik adalah gempa yang berkekuatan rendah (low magnitude) bila dibandingkan dengan gempa tektonik (Garcia dkk., 2016). Gempa tersebut dapat berasal dari slip atau fault

di dekat gunung, intrusi magma melalui lapisan kerak yang lemah, atau berasal dari perubahan tekanan akibat kedudukan magma di gunung api. Kedudukan magma yang dimaksud adalah apabila magma hilang dari kawah/kepundan akibat erupsi. Walaupun demikian, banyak dari gempa vulkanik tidak berhubungan dengan aktivitas magmatik dari gunung api. Proses dari gempa vulkanik ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.


(21)

Gambar 3.3.Skema terjadinya gempa vulkanik. (https://www.haikudeck.com/earthquake-education-presentation-EOnrpvdk6w).

Berdasarkan sifat dari gelombang yang dibentuk oleh gempa vulkanik, terdapat 4 jenis gempa, yakni:

1. Gempa vulkanik tipe A 2. Gempa vulkanik tipe B 3. Explosion earthquake

4. Tremor (Minakami, 1974; dalam Hidayati dkk., 2007).

Selanjutnya, gempa vulkanik mengalami perubahan nama dan klasifikasi. Muncul istilah gempa volcano-tectonic yang menggantikan gempa vulkanik tipe A.

Gempa vulkanik tipe A memiliki kesamaan dengan gempa tektonik dangkal, yakni gelombang seismik P dan S dapat diamati dengan jelas. Gempa vulkanik tipe A ini biasanya terjadi di dalam sistem gunung api dengan kedalaman 1-20 km. Gempa vulkanik tipe B adalah gempa yang memiliki kedalaman dangkal dan gelombang seismik S nya tidak dapat diamati dengan jelas. (Hidayati dkk., 2007).


(22)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan Aktivitas Prekursor Erupsi

Aktivitas prekursor meliputi kejadian-kejadian sebelum gunung api erupsi. Tidak ada batasan yang jelas mengenai durasi aktivitas prekursor erupsi. Aktivitas prekursor ini biasanya terkait dengan erupsi pada periode sebelumnya. Oleh karena itu, terdapat variasi antara aktivitas prekursor erupsi di suatu gunung dengan gunung lainnya.

4.1.1 Aktivitas Prekursor Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010

Sebagai gunung api tipe B, tidak ada rekam jejak sejarah erupsi Gunung Sinabung semenjak tahun 1600. Tidak banyak alat pemantau erupsi, hanya beberapa seismometer yang terletak di beberapa lokasi di sekitar lereng gunung yang terhubung ke pos pengamatan sekitar 7 km dari gunung (Sutawidjaja dkk., 2013). Sebelum erupsi pertama Gunung Sinabung, aktivitas volkanik yang terlihat berupa emisi gas fumarolik dan solfatara. Aktivitas dari Gunung Sinabung sebelum erupsi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 (a) Gunung Sinabung. (b) Aktivitas solfatara pada Gunung Sinabung (Sutawidjaja et al, 2013)

4.1.2 Aktivitas Prekursor Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010

Berbeda dengan Gunung Sinabung, Gunung Merapi termasuk gunung tipe A, artinya erupsi pada Gunung Merapi sudah sering terjadi semenjak tahun 1600 sehingga data rekam jejak sejarah erupsi dan pengawasannya lengkap. Aktivitas penanda akan terjadinya erupsi di Gunung Merapi pada tahun 2010 sudah terlihat dari bulan September 2010. Data dari


(23)

Electronic Distance Measurement (EDM) menunjukkan adanya pergerakan material di sekitar hasil erupsi pada Septembr 2010 hingga mendekati periode erupsi (Surono dkk., 2012). Data pergerakan material dari EDM ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Data EDM mengenai aktivitas prekursor erupsi Gunung Merapi (Surono, dkk., 2012).

Data dari (EDM) tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas prekursor yang dibuktikan dengan hancurnya rekleftor EDM di puncak Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010.

Selain data dari EDM, aktivitas prekursor berupa gempa VT sudah dideteksi jauh sebelum erupsi, yakni pada bulan September, berbeda dengan kemunculan gempa VT pada erupsi Gunung Sinabung. Frekuensi kemunculan gempa VT semakin banyak ditemukan ketika mendekati fase erupsi. Data kemunculan gempa VT dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tidak hanya gempa VT, gempa vulkanik jenis lainnya juga hadir pada aktivitas prekursor erupsi Gunung Merapi tahun 2010 (Surono dkk., 2012).


(24)

Gambar 4.3. Data beberapa jenis gempa vulkanik yang muncul pada Gunung Merapi. (Surono dkk., 2012).


(25)

Fase erupsi dari Gunung Sinabung memiliki karakteristik tersendiri, demikian pula fase erupsi dari Gunung Merapi. Dari kedua fase erupsi, terdapat beberapa hal yang dapat dibandingkan, antara lain, tipe erupsi, kejadian erupsi dan aktivitas yang mengiringi erupsi.

4.2.1 Fase Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010

Erupsi pertama muncul pada 27 Agustus 2010, dengan tipe erupsi freatik, terlihat debu volkanik. Erupsi pertama ini dapat dilihat pada Gambar 4.4. Erupsi kedua pada tanggal 28 Agusutus 2010 memperlihatkan adanya asap putih tipis. Erupsi puncak pada 30 Agustus 2010 menghasilkan kolom erupsi setinggi 3.000 meter dan tefra berupa debu volkanik, volcanic plume, pecahan batuan di kawah, dan fragmen mineral yang terlaterasi. Mineral yang teralterasi antara lain adalah kuarsa, alunit, anhidrit, dan kaolinit. Mineral teralterasi tersebut menandakan adanya aktivitas freatik sistem hidrotermal dari dalam permukaan Gunung Sinabung (Sutawidjaja dkk., 2013). Secara keseluruhan, terdapat tujuh fase erupsi dari Gunung Sinabung pada tahun 2010, semua erupsi bersifat freatik dan tidak ditemukan material magmatik baru dalam debu volkanik. (Iguchi dkk., 2011).

Gambar 4.4. Erupsi dari Gunung Sinabung pada 27 Agustus 2010. (Sutawidjaja dkk., 2013). Erupsi dari Gunung Sinabung diikuti pula oleh gempa volcano-tectonic (VT). Gempa ini memiliki frekuensi kekuatan yang berbeda-beda sepanjang aktivitas erupsi berlangsung. Gempa VT baru dirasakan setelah erupsi pertama dari Gunung Sinabung, yakni 29 Agustus 2010 hingga 31 Januari 2011 (Iguchi dkk., 2011). Gempa VT ini mengiringi erupsi pertama hingga erupsi puncak. Setelah erupsi puncak, masih terdapat gempa VT walaupun


(26)

kekuatannya tidak sebesar ketika erupsi. Data kemunculan gempa VT dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Grafik gempa vulkanik dari Gunung Sinabung (Iguchi dkk., 2011).

4.1.2 Fase Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010

Erupsi pertama dari Gunung Merapi pada tahun 2010 muncul pada tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi ini berlangsung hingga 1 November 2010. Fase erupsi ini merupakan fase freatomagmatik (Pallister dkk., 2013).. Hasil dari erupsi eksplosif tersebut adalah emisi debu volkanik dan gas SO2 dengan dimensi ukuran sangat besar, berbeda dengan erupsi-erupsi

sebelumnya dari 1992-2007, terdapat pula alliran piroklastik sepanjang 8 km (Surono dkk., 2012). Erupsi eksplosif ini merusak lava dome yang terbentuk akibat erupsi pada tahun 2006 dan memperdalam kawah. Berbeda dengan erupsi pertama dari Gunung Sinabung pada tahun yang sama, terdapat material magmatik baru akibat erupsi berupa andesit skoria dengan tekstur vesikuler. Hasil dari erupsi pertama ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.


(27)

Gambar 4.6. (a) Lava dome Gunung Merapi pada tanggal 11 Oktober 2009. (b) Kawah baru akibat erupsi tanggal 26 Oktober 2010(Pallister dkk., 2013).

Selain itu, terdapat sejumlah gempa VT yang mengiringi aktivitas erupsi Gunung Merapi. Gempa VT ini muncul sejak 1 September - 9 November 2010 (Iguchi dkk., 2011). Sekilas, gempa VT selama erupsi Gunung Merapi memiliki frekuensi kekuatan lebih besar dibandingkan dengan gempa VT selama erupsi Gunung Sinabung. Data dari gempa VT Gunung Merapi dapat dilihat pada Gambar 4.7.


(28)

Pada fase erupsi selanjutnya, yakni tanggal 1 November -7 November, terdapat pembentukan cepat dari lava dome. Pembentukan lava dome yang cepat menandakan fase magmatik dari rangkaian erupsi. Laju dari pembentukan cepat tersebut melebihi laju pembentukan lava dome pada erupsi eksplosif Merapi lainnnya di abad ke 19, yakni 25m3s-1 (Surono dkk., 2012). Kandungan gas SO2 dari lava dome ini tidak terlalu banyak dibandingkan erupsi

eklsplosif lainnya pada abad ke 19, sehingga ada kemungkinan berhubungan dengan cepatnya pertumbuhan lava dome tersebut. Pertumbuhan lava dome ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. (a) Lava dome baru akibat aktivitas magmatik. (b) Perbesaran daerah puncak pada gambar (a). (Pallister dkk., 2013).

Pada 3-4 November, aktivitas erupsi meningkat kembali dengan adanya peningkatan dari gempa tremor dan emisi gas SO2. Kemudian, erupsi eksplosif muncul kembali pada 4-5

November. Hasil erupsi berupa pyroclastic flow yang mengalir sejauh 16 km dari pusat erupsi dan kolom erupsi setinggi 17 km. (Surono dkk., 2012). Pyroclastic flow tersebut tersusun atas andesit piroksen. Erupsi pada tanggal 4-5 November merupakan puncak dari keseluruhan erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Hasil erupsi ini juga memperbesar kawah dari puncak baru di lava dome yang terbentuk dari tanggal 1-4 November. Hasil dari erupsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9.


(29)

Gambar 4.9. (a) Pyroclastic flow (PF) dari lava dome. (b) Kawah baru yang terbentuk akibat erupsi eksplosif. (Pallister dkk., 2013).

4.3 Perbandingan Debu Volkanik

Debu volkanik dari sumber yang berbeda tentu memiliki karakteristik yang berbeda juga. Perbedaanya dapat terlihat pada sifat kimia, mineralogi dan morfologi. Dalam hal ini, akan dibahas perbandingan debu volkanik dari erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 dan erupsi Gunung Merapi tahun 2010.

4.3.1 Debu Volkanik Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2010

Debu volkanik dari erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 memiliki nilai specific gravity

sebesar 2,57. Dari nilai tersebut, diketahui penyusun debu volkanik Gunung Sinabung merupakan mineral-mineral ringan. Yang dimaksud mineral ringan adalah mineral dengan nilai specific gravity (SG) < 2,8-3,0. Mineral ringan ini banyak ditemukan di debu volkanik dengan kelimpahan 70-95% (Shoji, 1986; Yoshinaga, 1988; dalam Latif dkk., 2016). Dengan analisis X-Ray Diffraction (XRD). diketahui komposisi dari debu volkanik adalah albit sebanyak 67,8 % dan kuarsa sebanyak 32.2%. Dari hasil Scanning Electron Microscopy

(SEM), morfologi dari debu volkanik Gunung Sinabung adalah gelas berbentuk mirip buah beri (Latif dkk., 2016). Morfologi dari debu volkanik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.10. Terdapat kenampakan menyudut dari blok-blok gelas serta vesikuler dengan jumlah yang sedikit. Jumlah vesikuler yang sedikit menandakan adanya kemungkinan aktivitas erupsi freatik (Fisher dan Schmincke, 1984).


(30)

Gambar 4.10. Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Sinabung (Latif dkk., 2016).

4.3.2 Debu Volkanik Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010

Debu volkanik dari erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memiliki nilai specific gravity sebesar 2.64. Sama seperti debu volkanik Gunung Sinabung, mineral-mineral ringan merupakan penyusun dominan dari debu volkanik Gunung Merapi. Kemudian, dari hasil analisis XRD, komposisi dari debu volkanik Gunung Merapi adalah molibit sebanyak 72,2% dan kristobalit sebanyak 27,3%. Dari hasil SEM, morfologi dari debu volkanik Gunung Merapi adalah gelas berserabut dengan vesikel/lubang memanjang (Latif dkk, 2016). Terdapat pula partikel kecil yang saling menempel dan pecahan gelas. Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Merapi dapat dilihat pada Gambar 4.11.


(31)

4.4 Perbandingan Nilai VEI

4.4.1 Nilai VEI Gunung Sinabung Tahun 2010

Nilai VEI saat erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 adalah 2 (Wasowska, 2015). Menurut

Tabel 3.1, nilai VEI 2 tergolong erupsi bertipe moderate explosive.

4.4.2 Nilai VEI Gunung Merapi Tahun 2010

Nilai VEI saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 adalah 4. (Subandriyo, 2012). Menurut

Tabel 3.1, nilai VEI 4 tergolong erupsi bertipe large explosive.


(32)

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan keadaan sebagai berikut:

1. Erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 memiliki aktivitas prekursor berupa emisi fumarol dan solfatara, semua fase erupsi bersifat freatik, menghasilkan debu volkanik berbentuk gelas mirip buah beri dengan jumlah vesikel yang sedikit dan terdapat lubang kecil serta memiliki nilai VEI 2.

2. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memiliki aktivitas prekursor berupa gempa vulkanik, fase erupsi bersifat freatomagmatik dan ada yang bersifat magmatik, menghasilkan debu volkanik berbentuk gelas berserabut dengan vesikel memanjang dan memiliki nilai VEI 4.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Deegan, F.M., Troll, V.R.,Freda, C., Misiti, V., Chadwick, J.P., McLeod, C.L., dan Davidson, J.P. 2010. Magma−Carbonate Interaction Processes and Associated CO2

Release at Merapi Volcano, Indonesia. Insights from Experimental Petrology. Vol.51,

No.5,1027−1051

Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U. 1984. Pyroclastic Rocks. Tokyo: Springer-Verlag.

Garcia, A., Cruz-Reyna, S.D., Marrero, J.M., dan Ortiz, R. 2016. Short-term volcano-tectonic earthquake forecasts based on a moving mean reccurence time algorithm : the El Hierro seismo-volcanic crisis experience. Natural Hazard Earth System Sciences Discuss.

Gonzalez, P.J., Singh, K.D. dan Timapo, K.F. 2014. Shallow Hydrothermal Pressurization before the 2010 Eruption of Mount Sinabung Volcano, Indonesia, Observed by use of ALOS Satellite Radar Interferometry. Pure and Applied Geophysics, Springer.

Hidayati, S., Izihara, K., dan Iguchi, M. 2007. Volcano-tectonic Earthquakes during the Stage of Accumulation at the Aira Caldera, Southern Kyushu, Japan. Bull. Volcanol. Soc. Japan, Vol 52 (2007) No. 6.

Iguchi, M., Ishihara, K., Surono., dan Hendrasto, M. 2011. Learn from 2010 Eruptions at Merapi and Sinabung Volcanoes in Indonesia. Disaster Prevention Research Institute Annuals, No. 54B.

Julian, R dan Suharno. 2011. Studi Gelombang Seismik Gempa Vulkanik Gunung Sinabung untuk Menentukan Karakteristik Mekanisme Vulkanik. Universitas Lampung.

Kusumadinata, K. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Volcanological Survey of Indonesia, Bandung, Indonesia.

Latif, D.O., Rifa’i, A., dan Suryolelono, K.B. 2016. Chemical Characteristics of Volcanic Ash in Indonesia for Stabilization: Morphology and Mineral Content. International Journal of GEOMATE, Vol. 11, Issue 26.

Nakada, S. dan Yoshimoto, M. 2014. Geological History of Sinabung Volcano. Earthquake Research Institue, The University of Tokyo.


(34)

Nandi. 2006. Vulkanisme. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Nelson, S.A. 2012. Volcanoes and Volcanic Eruptions. United States: Tulane University. Sigurdsson, H. 2000. Encyclopedia of Volcanoes. New York : Academic Press, 15-37 Subandriyo. 2010. Sejarah Erupsi Gunung Merapi dan Dampaknya terhadap Kawasan

Borobudur. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Surono, M., Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Bungiorno, M.F., Budisantoso, A., Rodriguez, F.C., Andreastuti, S., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignam, C., Griswold, J., Carn, S., Oppenheimer, C., dan Lavigne, F., 2012. The 2010 explosive eruption of Java’s Merapi volcano - a‘100 year’ event.

Journal of Vulcanology and Geothermal Research, Elsevier, 241-242, pp.121-135. Sutawidjaja, I.S., Prambada, O., dan Siregar, D.A. 2013. The August 2010 Phreatic Eruption

of Mount Sinabung, North Sumatra. Indonesian Journal of Geology, Vol. 8 No. 1. Suyanto, I. 2012. Pemodelan Bawah Permukaan Gunung Merapi dari Analisis Data

Magentik dengan Menggunakan Software Geosoft. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Pallister, J.S., Schneider, D.J., Griswold, J.P., Keeler, R.H., Burton, W.C., Noyles, C. Newhall, C.G., dan Ratdomopurbo, A. 2012. Merapi 2010 eruption - Chronology and extrusion rates monitored with satellite radar and used in eruption forecasting. Journal of Volcanology and Geothermal Research.

Pratomo, I. 2006. Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan gunung api dalam sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, Vol 1, No 4.

Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. Vol. IA: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Matinus Nithoff, The Hague. 723.

Wasowska, M. 2015. Society versus the effects of volcanic activity on the selected islands.

Economic and Regional Studies, vol. 8, no.2, pp. 85-97.

https://www.haikudeck.com/earthquake-education-presentation-EOnrpvdk6w (Diakeses 22 November 2016 pukul 19.30).


(35)

(1)

Gambar 4.10. Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Sinabung (Latif dkk., 2016). 4.3.2 Debu Volkanik Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010

Debu volkanik dari erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memiliki nilai specific gravity sebesar 2.64. Sama seperti debu volkanik Gunung Sinabung, mineral-mineral ringan merupakan penyusun dominan dari debu volkanik Gunung Merapi. Kemudian, dari hasil analisis XRD, komposisi dari debu volkanik Gunung Merapi adalah molibit sebanyak 72,2% dan kristobalit sebanyak 27,3%. Dari hasil SEM, morfologi dari debu volkanik Gunung Merapi adalah gelas berserabut dengan vesikel/lubang memanjang (Latif dkk, 2016). Terdapat pula partikel kecil yang saling menempel dan pecahan gelas. Morfologi debu volkanik hasil erupsi Gunung Merapi dapat dilihat pada Gambar 4.11.


(2)

4.4 Perbandingan Nilai VEI

4.4.1 Nilai VEI Gunung Sinabung Tahun 2010

Nilai VEI saat erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 adalah 2 (Wasowska, 2015). Menurut Tabel 3.1, nilai VEI 2 tergolong erupsi bertipe moderate explosive.

4.4.2 Nilai VEI Gunung Merapi Tahun 2010

Nilai VEI saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 adalah 4. (Subandriyo, 2012). Menurut Tabel 3.1, nilai VEI 4 tergolong erupsi bertipe large explosive.


(3)

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan keadaan sebagai berikut:

1. Erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 memiliki aktivitas prekursor berupa emisi fumarol dan solfatara, semua fase erupsi bersifat freatik, menghasilkan debu volkanik berbentuk gelas mirip buah beri dengan jumlah vesikel yang sedikit dan terdapat lubang kecil serta memiliki nilai VEI 2.

2. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memiliki aktivitas prekursor berupa gempa vulkanik, fase erupsi bersifat freatomagmatik dan ada yang bersifat magmatik, menghasilkan debu volkanik berbentuk gelas berserabut dengan vesikel memanjang dan memiliki nilai VEI 4.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Deegan, F.M., Troll, V.R.,Freda, C., Misiti, V., Chadwick, J.P., McLeod, C.L., dan Davidson, J.P. 2010. Magma−Carbonate Interaction Processes and Associated CO2 Release at Merapi Volcano, Indonesia. Insights from Experimental Petrology. Vol.51, No.5,1027−1051

Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U. 1984. Pyroclastic Rocks. Tokyo: Springer-Verlag.

Garcia, A., Cruz-Reyna, S.D., Marrero, J.M., dan Ortiz, R. 2016. Short-term volcano-tectonic earthquake forecasts based on a moving mean reccurence time algorithm : the El Hierro seismo-volcanic crisis experience. Natural Hazard Earth System Sciences Discuss.

Gonzalez, P.J., Singh, K.D. dan Timapo, K.F. 2014. Shallow Hydrothermal Pressurization before the 2010 Eruption of Mount Sinabung Volcano, Indonesia, Observed by use of ALOS Satellite Radar Interferometry. Pure and Applied Geophysics, Springer.

Hidayati, S., Izihara, K., dan Iguchi, M. 2007. Volcano-tectonic Earthquakes during the Stage of Accumulation at the Aira Caldera, Southern Kyushu, Japan. Bull. Volcanol. Soc. Japan, Vol 52 (2007) No. 6.

Iguchi, M., Ishihara, K., Surono., dan Hendrasto, M. 2011. Learn from 2010 Eruptions at Merapi and Sinabung Volcanoes in Indonesia. Disaster Prevention Research Institute Annuals, No. 54B.

Julian, R dan Suharno. 2011. Studi Gelombang Seismik Gempa Vulkanik Gunung Sinabung untuk Menentukan Karakteristik Mekanisme Vulkanik. Universitas Lampung.

Kusumadinata, K. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Volcanological Survey of Indonesia, Bandung, Indonesia.

Latif, D.O., Rifa’i, A., dan Suryolelono, K.B. 2016. Chemical Characteristics of Volcanic Ash in Indonesia for Stabilization: Morphology and Mineral Content. International Journal of GEOMATE, Vol. 11, Issue 26.

Nakada, S. dan Yoshimoto, M. 2014. Geological History of Sinabung Volcano. Earthquake Research Institue, The University of Tokyo.


(5)

Nandi. 2006. Vulkanisme. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Nelson, S.A. 2012. Volcanoes and Volcanic Eruptions. United States: Tulane University.

Sigurdsson, H. 2000. Encyclopedia of Volcanoes. New York : Academic Press, 15-37

Subandriyo. 2010. Sejarah Erupsi Gunung Merapi dan Dampaknya terhadap Kawasan Borobudur. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Surono, M., Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Bungiorno, M.F., Budisantoso, A., Rodriguez, F.C., Andreastuti, S., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignam, C., Griswold, J., Carn, S., Oppenheimer, C., dan Lavigne, F., 2012. The 2010 explosive eruption of Java’s Merapi volcano - a‘100 year’ event. Journal of Vulcanology and Geothermal Research, Elsevier, 241-242, pp.121-135.

Sutawidjaja, I.S., Prambada, O., dan Siregar, D.A. 2013. The August 2010 Phreatic Eruption of Mount Sinabung, North Sumatra. Indonesian Journal of Geology, Vol. 8 No. 1. Suyanto, I. 2012. Pemodelan Bawah Permukaan Gunung Merapi dari Analisis Data

Magentik dengan Menggunakan Software Geosoft. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Pallister, J.S., Schneider, D.J., Griswold, J.P., Keeler, R.H., Burton, W.C., Noyles, C. Newhall, C.G., dan Ratdomopurbo, A. 2012. Merapi 2010 eruption - Chronology and extrusion rates monitored with satellite radar and used in eruption forecasting. Journal of Volcanology and Geothermal Research.

Pratomo, I. 2006. Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan gunung api dalam sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, Vol 1, No 4.

Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. Vol. IA: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Matinus Nithoff, The Hague. 723.

Wasowska, M. 2015. Society versus the effects of volcanic activity on the selected islands. Economic and Regional Studies, vol. 8, no.2, pp. 85-97.

https://www.haikudeck.com/earthquake-education-presentation-EOnrpvdk6w (Diakeses 22 November 2016 pukul 19.30).


(6)