PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS , LENGKUAS DAN KOMBINASINYA TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

(1)

commit to user

i

PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii), LENGKUAS (Alpinia galanga L.) DAN KOMBINASINYA TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

CHRISTIANUS ARIE WISNU WIJAYA G0007006

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Perbedaan Efek Antifungi Minyak Atsiri Kayu Manis

(Cinnamomum burmannii), Lengkuas (Alpinia galanga L.) dan Kombinasinya terhadap Candida albicans secara In Vitro Christianus Arie Wisnu Wijaya, NIM: G0007006, Tahun: 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Rabu, tanggal 8 Desember 2010

Pembimbing Utama

Nama : Sri Haryati, Dra. M.Kes (...) NIP : 19610120 198601 2 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Vicky Eko N. H, dr., M.Sc., Sp.THT-KL (...)

NIP : 19770914 200501 1 001

Penguji Utama

Nama : Murkati, dr., M.Kes., Sp.ParK (...)

NIP : 19501224 197603 2 001

Penguji Pendamping

Nama : Made Setiamika, dr., Sp. THT-KL (K) (...)

NIP : 19550727 198312 1 002

Surakarta, Desember 2011

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta,

Christianus Arie Wisnu Wijaya NIM : G0007006


(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Christianus Arie Wisnu Wijaya, G0007006, 2010. Perbedaan Efek Antifungi

Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii), Lengkuas (Alpinia

galangal L.) dan Kombinasinya terhadap Candida albicans secara In Vitro

Tujuan : Kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan lengkuas (Alpinia galanga) mengandung minyak atsiri dengan efek antifungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek antifungi minyak atsiri kayu manis dan lengkuas dengan kombinasinya terhadap Candida albicans secara in vitro. Metode : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan teknik

random sampling. Subyek penelitian adalah suspensi Candida albicans setara dengan 0,5 standar McFarland. Minyak atsiri yang digunakan berasal dari kulit batang kayu manis, rimpang lengkuas, dan kombinasinya, dilarutkan dengan etanol 70% sehingga didapat konsentrasi masing-masing yaitu 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%. Subyek diinokulasikan pada agar Sabouraud yang memiliki sumuran berdiameter 5 mm yang telah diisi dengan minyak atsiri dari berbagai jenis dan konsentrasi. Data tersebut dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji

Mann Whitney dengan a = 0,05.

Hasil : Rerata diameter zona hambat minyak atsiri dengan konsentrasi 1%, 4%, 8%, 12% dan 16% pada minyak atsiri kayu manis berturut-turut 12,5 mm; 17,75 mm; 19,5 mm; 21,25 mm dan 29 mm, pada minyak atsiri lengkuas yaitu 6,75 mm; 7,5 mm; 9 mm; 10,5 mm dan 14 mm, dan pada kombinasinya 2,5 mm; 6,75 mm; 12,75 mm; 14,75 mm dan 17,5 mm.

Simpulan : Efek antifungi kombinasi minyak atsiri lebih lemah daripada minyak atsiri kayu manis dimana perbedaan yang bermakna secara statistik di mana p < 0,05 pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%, tetapi lebih kuat daripada minyak atsiri lengkuas sejak konsentrasi 8% dimana perbedaan yang bermakna secara statistik terdapat pada konsentrasi 12%.


(5)

commit to user

v ABSTRACT

Christianus Arie Wisnu Wijaya, G0007006, 2010. In Vitro Difference of Antifungal Effect of Atsiri Oil of Cinnamon (Cinnamomum burmannii), Galangal (Alpinia galangal L.) and Its Combination on the Growth of Candida albicans. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : Cinnamon (Cinnamomum burmannii) and galangal (Alpinia galanga) contain atsiri oil that have antifungal effect. This research was aimed to know the in vitro difference of antifungal effect of atsiri oil of cinnamon, galangal and its combination on the growth of Candida albicans.

Methods : This study was an experimental laboratory research with random sampling technique. The subject in this research was suspense of Candida albicans which equivalent with 0,5 McFarland standard. The atsiri oil distillated from Cinnamon’s bark, galangal’s rhizome, and its combination, dissolved with ethanol 70% so it was obtained 1%, 4%, 8%, 12% dan 16% concentration for each type. Subject was inoculated on a Sabouraud Dextrose Agar with 5 mm diametric well which filled with atsiri oil of each type and concentration. The data obtained was analyzed using Kruskal Wallis and Mann Whitney statistical test at α = 0.05. Results : The mean of diameter of growth resistance zone of atsiri oil with 1%, 4%, 8%, 12% and 16% concentration from cinnamon atsiri oil was 12,5 mm; 17,75 mm; 19,5 mm; 21,25 mm dan 29 mm, from galangal atsiri oil was 6,75 mm; 7,5 mm; 9 mm; 10,5 mm and 14 mm, and from its combination was 2,5 mm; 6,75 mm; 12,75 mm; 14,75 mm and 17,5 mm.

Conclusion : Antifungal effect of atsiri oil combination is weaker than cinnamon atsiri oil with statistically significance where p < 0,05 difference showed in 1%, 4% and 16% concentration, but it’s stronger than atsiri oil of galangal started from 8% concentration with statistically significance difference showed in 12% concentration.

Keywords : cinnamon, galangal, atsiri oil combination, Candida albicans


(6)

commit to user

vi PRAKATA

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Efek Antifungi

Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii), Lengkuas (Alpinia

galanga L.) dan Kombinasinya terhadap Candida albicans secara In Vitro”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Berkat segala bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Sri Haryati, Dra., M. Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. Terima kasih, bu.

4. Vicky Eko N.H., dr., M. Sc, Sp.THT-KL, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Murkati, dr., M. Kes, Sp.ParK, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Made Setiamika, dr., Sp.THT-KL, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan informasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Dosen dan Staf Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UNS.

9. Keluarga Penulis (Papa, Mama, Lidya, Santi, Ina dan Julhan) yang telah memberikan dukungan moril, doa dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat penulis : Bang Sol, Jiemi, Priska, Cilla, Mitha, Prima, Bijak, Narto, Bety, Dito, Vivi, Marscha, Markus, Iqbal, Sari, Fenda, Tya, Ci Bet, Mas Win, Kacin Selvy, Boxie, Diah W, dan teman-teman angkatan 2007 seperjuangan. Terima kasih atas bantuan nyata dan semangat berisi yang kalian berikan. Itu semua sangat berarti.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, Desember 2010


(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

hal.

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 22

C. Subjek Penelitian ... 22

D. Teknik Sampling ... 22

E. Rancangan Penelitian ... 23


(8)

commit to user

viii

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 24

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

I. Cara Kerja ... 28

J. Teknik Analisis Data Statistik... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37

A. Data Hasil Penelitian ... 37

B. Analisis Data ... 40

BAB V PEMBAHASAN ... 42

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... ... 46

A. Simpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans pada Cawan

Kontrol ... 37

Tabel 2. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans oleh Minyak Atsiri Cinnamomum burmannii ... ... 37

Tabel 3. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans oleh Minyak Atsiri Alpinia galanga ... 38

Tabel 4. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans yang Dihambat oleh Kombinasi Minyak Atsiri ... 38

Tabel 5. Nilai p Antarkelompok pada Uji Mann-Whitney ... 40

Tabel 6. Tabel Validitas Data ... 51

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Data ... 52

Tabel 8. Analisis Uji Statistik Kruskal-Wallis ... 53

Tabel 9. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM1 dengan Kelompok L1 ... 54

Tabel 10. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM1 dengan Kelompok C1 ... 54

Tabel 11. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok L1 dengan Kelompok C1 ... 55

Tabel 12. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM2 dengan Kelompok L2 ... 56


(10)

commit to user

x

Tabel 13. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM2 dengan Kelompok C2 ... 56 Tabel 14. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok L2 dengan Kelompok C2 ... 57 Tabel 15. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM3 dengan Kelompok L3 ... 58 Tabel 16. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM3 dengan Kelompok C3 ... 58 Tabel 17. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok L3 dengan Kelompok C3 ... 59 Tabel 18. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM4 dengan

Kelompok L4 ... 60 Tabel 19. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM4 dengan Kelompok C4 ... 60 Tabel 20. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok L4 dengan

Kelompok C4 ... 61 Tabel 21. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM5 dengan Kelompok L5 ... 62 Tabel 22. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok KM5 dengan Kelompok C5 ... 62 Tabel 23. Analisis Uji Statistik Mann-Whitney antara Kelompok L5 dengan


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 20 Gambar 2. Diagram Rancangan Penelitian ... 22 Gambar 3. Rerata Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan

Candida albicans oleh Berbagai Minyak Atsiri ... 39 Gambar 4. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan dengan Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Berbagai Konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-1 dan ke-2 ... 64 Gambar 5. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan

dengan Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Berbagai Konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-2 dan ke-3 ... 64 Gambar 6. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan

dengan Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) Berbagai Konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-1 dan ke-2 ... 65 Gambar 7. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan dengan Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) Berbagai Konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-3 dan ke-4 ... 65


(12)

commit to user

xii

Gambar 8. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan dengan Kombinasi Minyak Atsiri Berbagai konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-1 dan ke-2 ... 66 Gambar 9. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans yang Diperlakukan dengan Kombinasi Minyak Atsiri Berbagai Konsentrasi pada Ulangan Percobaan ke-3 dan ke-4 ... 66 Gambar 10. Hasil Pertumbuhan Jamur Candida albicans pada Cawan Kontrol pada Ulangan Percobaan ke-1, Ulangan Percobaan ke-2, Ulangan Percobaan ke-3 dan Ulangan Percobaan ke-4 ... 67


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas Data ... 51 Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney... 53 Lampiran 3. Foto-Foto Hasil Penelitian ... 64


(14)

commit to user

1 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit yang disebabkan oleh fungi disebut mikosis. Mikosis dikelompokkan sebagai: (1) mikosis superfisial, yang disebabkan oleh kapang dan penyebarannya terjadi pada permukaan tubuh; (2) mikosis sistemik, disebabkan oleh fungi patogen yang menghasilkan mikrokonidia atau oleh khamir dan penyebarannya melalui peredaran darah ke jaringan dalam tubuh; (3) mikosis dalam (deep mycosis), juga disebabkan oleh fungi yang membentuk mikrokonidia dan oleh khamir, serta tumbuh di bagian jaringan yang akan membengkak (Gandjar, 2006).

Mikosis dengan insiden tertinggi, yaitu Kandidiasis dan

dermatofitosis, disebabkan oleh jamur yang merupakan bagian dari mikroba flora normal atau yang beradaptasi untuk hidup dalam inang manusia. Kandidiasis adalah mikosis sistemik paling sering (Brooks, Butel dan Morse, 2001).

Kandidiasis merupakan mikosis yang disebabkan oleh beberapa spesies dari genus candida (Brooks, Butel dan Morse, 2001). Candida merupakan anggota flora normal tubuh yang komensalis pada kulit, membran mukosa, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan vagina (Brooks, Butel dan Morse, 2001; Levinson & Jawetz, 2003). Candida albicans merupakan jamur yang oportunistik yaitu jamur yang pada mulanya tidak patogen namun


(15)

commit to user

bila ada faktor predisposisi jamur itu menjadi patogen (Budimulja, Sunoto & Tjokronegoro, 1983).

Candida albicans merupakan salah satu flora alami yang sering menyebabkan infeksi oportunistik. Penyebab utama dan tersering dari kandidiasis adalah Candida albicans (Siregar, 1993). Sekitar 10% dari mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial berasal dari spesies Candida (Guntur, 2007).

Obat-obat antifungi baru terbukti berhasil dalam mencegah dan mengobati infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida albicans dan spesies lainnya. Namun, penggunaan obat-obatan tersebut secara luas mengakibatkan munculnya galur yang resisten terhadap obat-obatan tersebut. (Powderly, 2000).

Pemilihan obat komplementer antifungi dari herbal ini karena beberapa alasan. Pertama, obat-obat alamiah ini lebih aman dan diyakini kurang memberikan efek samping jika dibanding obat-obat farmasetik, kalaupun ada efek samping munculnya lambat (Herman, 2001). Juga untuk mengatasi jamur yang telah resisten terhadap beberapa obat farmasetik.

Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit akibat jamur dikenal juga oleh nenek moyang, umumnya pemakaiannya berdasarkan pengalaman; karena itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya secara ilmiah perlu dilakukan baik secara In vitro maupun In vivo


(16)

commit to user

Sejumlah penelitian telah mengkonfirmasi efek antifungi yang dimiliki zat-zat yang dikandung oleh beberapa tumbuhan. Penelitian oleh Sukandar (1999) menyatakan bahwa minyak atsiri kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) memiliki aktivitas antifungi optimal terhadap

Candida albicans dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 1%. Sedangkan penelitian oleh Handajani dan Purwoko (2008) menyatakan bahwa ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga) memiliki aktivitas antifungi terhadap jamur filamentus, meskipun tidak kuat. Selain itu Soeratri (2005) menyatakan bahwa konsentrasi hambat minimum krim minyak atsiri rimpang lengkuas terhadap pertumbuhan Candida albicans mulai didapatkan pada konsentrasi 8%.

Kombinasi berbagai ekstrak tumbuhan dapat memiliki daya antifungi yang lebih besar daripada ekstrak tunggalnya. Seperti yang ditunjukkan oleh Soemiati dan Elya (2002) pada penelitian mereka mengenai efek antifungi kombinasi infusa daun sirih (Piper betle L.) dan kulit buah delima (Punica granatum L.) terhadap jamur Candida albicans. Dengan konsentrasi 1000 mg/dL, pada infusa daun sirih, kulit buah delima, dan kombinasi keduanya didapatkan diameter zona hambat masing-masing 17,07 mm, 16,33 mm dan 18,29 mm.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, peneliti terpanggil untuk melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kombinasi zat herbal, dalam penelitian ini yaitu antara kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan


(17)

commit to user

lengkuas (Alpinia galanga), pada efek antifunginya terhadap pertumbuhan

Candida albicans.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah ada perbedaan efek antifungi antara minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga) jika dibandingkan dengan efek antifungi kombinasinya terhadap

Candida albicans secara In vitro?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan efek antifungi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan lengkuas (Alpinia galanga) dengan kombinasinya terhadap Candida albicans secara In vitro.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang lebih mendalam mengenai efek antifungi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan lengkuas (Alpinia galanga), terhadap


(18)

commit to user

mengenai perbedaan efek antifunginya jika diberikan sendiri-sendiri atau dalam bentuk kombinasi.

b. Penelitian ini memperkaya pengetahuan tentang tanaman obat

tradisional dan penggunaannya dalam bidang pengobatan.

2. Manfaat Aplikatif :

Penelitian ini diharapkan dapat membuka kemungkinan penelitian lanjutan mengenai efek antifungi dari bahan-bahan tersebut secara In vivo.


(19)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Kayu Manis a. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmannii

(Integrated Taxonomic Information System, 2010)

b. Deskripsi

Nama daerahnya yaitu : holim, holim manis, modang siak-siak (Batak); kanigar, kayu manis (Melayu); madang kulit manih (Minangkabau); huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar (Kangean);


(20)

commit to user

kesingar (Nusa Tenggara); kecingar, cingar (Bali); onte (Sasak); kaninggu (Sumba); puu ndinga (Flores) (Noveni, 2007).

Tanaman kayu manis berupa pohon yang tumbuh tegak, masa hidup tahunan dengan tinggi dapat mencapai 15 m. Batang berkayu, bercabang, warna hijau kecoklatan. Daun tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkalnya meruncing dengan tepi rata. Saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tuanya berwarna hijau. Bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus dan mahkotanya berwarna kuning. Buah buni, berwarna hijau waktu muda, dan hitam setelah tua. Biji kecil-kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung damar, lendir dan minyak atsiri yang mudah larut dalam air (Rismunandar dan Paimin, 2001).

c. Kandungan Kimia

Kandungan ekstrak kulit batang kayu manis antara lain tanin, berupa cinnamtanin dan minyak atsiri (4%) yang terdiri atas sinamat

aldehida atau trans-cinnam-aldehyde (60-75%), benzaldehida,

cuminaldehida dan salisil-aldehida; fenol (4-10%) termasuk eugenol dan metil-eugenol; senyawa hidrokarbon yaitu pinen, phellandrene,

cymene dan coryophyllene; senyawa ester berupa eugenol asetat, cinamil asetat, fenil-propilasetat dan benzil benzoat; diterpen dalam bentuk cinncassiol; serta 1-linalool yang termasuk golongan alkohol (Williamson, Driver, Baxter, 2009; Barnes, Anderson, Philipson, 2007).


(21)

commit to user

Minyak kayu manis memiliki efek antifungi, antivirus, bakterisida, dan larvasida. Ekstrak karbon dioksida kulit batang kayu manis (0,1%) menekan pertumbuhan berbagai organisme termasuk

Escerischia coli, Staphyllococcus aureus, dan Candida albicans. Juga telah diketahui bahwa tanin memiliki efek astringen (Barnes, Anderson, Philipson, 2007). Eugenol dan metil-eugenol dilaporkan terbukti memiliki aktivitas antifungi dengan cara mengganggu biosintesis ergosterol (Ahmad, Khan, Mantoor, 2010). Ergosterol merupakan salah satu komponen penting dalam membran sel fungi. Diterpen juga menyatakan bahwa diterpen memiliki aktivitas antifungi (Sundari dan Winarno, 2001). Menurut Sukandar (1999), minyak atsiri memiliki efek antifungi optimal dengan KHM sebesar 1%.

d. Manfaat

Selain digunakan sebagai bumbu masakan dan pembalsaman murni, minyak atsiri kayu manis dimanfaatkan sebagai antiseptik dan pengobatan disentri, singkir angin, reumatik, diare, pilek, sakit usus, jantung, pinggang, darah tinggi dan masalah kesuburan wanita. Juga digunakan dalam obat kumur, pasta, deterjen, lotion, parfum, krim, pewangi atau peningkat cita rasa (Rismunandar dan Paimin, 2001).


(22)

commit to user e. Distribusi dan Habitat

Ekologi dan penyebaran yang asli tumbuh secara liar di hutan Malaysia, Cina dan Indonesia pada ketinggian 1000 m sampai 1500 m di atas permukaan laut dengan suhu 18ºC sampai 23ºC. Tanaman dapat tumbuh pada ketinggian 0 m sampai 2000 m di atas permukaan laut, tetapi yang terbaik dan banyak diusahakan dengan produksi yang memuaskan, adalah pada ketinggian 500 m sampai 1500 m di atas permukaan laut (Noveni, 2007).

2. Lengkuas a. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Alpinia

Spesies : Alpinia galanga L.


(23)

commit to user b. Deskripsi

Lengkuas memiliki nama daerah yang beragam, yaitu: lengkueueh (Aceh); lengkues (Gayo); kelawas, halawes (Batak); lakuwe (Nias); lengkuas (Melayu); laos (Jawa); laja (Sunda); loos (Madura); isen (Bali); ringkuwas (Minahasa).

Merupakan tanaman berumur panjang, tinggi sekitar 1 sampai 2 meter, bahkan dapat mencapai 3,5 meter. Biasanya tumbuh dalam rumpun yang rapat. Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu, berwarna hijau agak keputih- putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua (Sinaga, 2008).

Daun tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, tersusun berseling. Daun di sebelah bawah dan atas biasanya lebih kecil dari pada yang di tengah. Bentuk daun lanset memanjang, ujung runcing, pangkal tumpul, dengan tepi daun rata. Pertulangan daun menyirip. Panjang daun sekitar 20 - 60 cm, dan lebarnya 4 - 15 cm. Pelepah daun lebih kurang 15 - 30 cm, beralur, warnanya hijau. Pelepah daun ini saling menutup membentuk batang semu berwarna hijau (Sinaga, 2008).

Bunga lengkuas merupakan bunga majemuk berbentuk lonceng, berbau harum, berwarna putih kehijauan atau putih kekuningan, terdapat dalam tandan bergagang panjang dan ramping, yang terletak tegak di ujung batang.


(24)

commit to user

Rimpang besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat, mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar (Sinaga, 2008).

c. Kandungan Kimia

Lengkuas memiliki kandungan kimia minyak atsiri berwarna kuning kehijauan, di mana komponen utama adalah 0,5-1%

seskuiterpene hydrocarbon dan seskuiterpene alcohol. Di samping itu, terdapat 1,8-cineol (5,6%), metil-sinamat (2,6%), guaiol, galangin, d-pinen, kamfer dan eugenol dalam jumlah kecil. Eugenol telah terbukti memiliki aktivitas antifungi. Rasa pedas disebabkan oleh kandungan galangol (diaryl heptanoid), fenchyl acetate dan bornyln acetate. Selain minyak atsiri juga terdapat flavonoid dan glikosida sterol (Ahmad, Khan, Mantoor, 2010; Jirovetz et al., 2003; Soedarsono et al., 1996). Seskuiterpen juga memiliki aktivitas antifungi, seskuiterpen memiliki sifat antifungi dengan cara mengacaukan membran sel jamur karena kemampuannya untuk berfungsi sebagai surfaktan non ionik (Kubo, Fujita, Lee, 2001; Sundari dan Winarno, 2001).

Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim xanthin


(25)

commit to user

oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor. Lengkuas mengandung asetoksi kavikol asetat dan asetoksi eugenol asetat yang bersifat antiradang dan antitumor (Jirovetz et al., 2003). Kadar hambat krim minyak atsiri rimpang lengkuas diketahui sebesar 8% (Soeratri, 2005).

d. Manfaat

Umumnya, masyarakat mengggunakan rimpang lengkuas sebagai bumbu masak. Fungsi lengkuas sebagai tanaman obat yaitu sebagai obat untuk penyakit eksim, koreng, masuk angin, kurang nafsu makan, gangguan pernafasan pada anak dan sebagai antijamur (Soedarsono et al., 1996).

e. Distribusi dan Habitat

Lengkuas tumbuh di tempat terbuka, yang mendapat sinar matahari penuh atau yang sedikit terlindung. Lengkuas menyukai tanah yang lembab dan gembur, tetapi tidak suka tanah yang becek. Tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau di dalam semak belukar (Sinaga, 2008).

Tumbuhan ini berasal dari Asia tropika, tetapi tidak begitu jelas dari daerah mana. Ada yang menduga berasal dari Cina, ada juga yang berpendapat berasal dari Bengali. Tetapi sudah seiak lama digunakan secara luas di Cina dan Indonesia terutama di pulau Jawa. Sekarang


(26)

commit to user

tersebar luas di berbagai daerah di Asia tropis, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina bagian selatan, Hongkong, India, Bangladesh, dan Suriname. Di Indonesia, mula-mula banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa Tengah, tetapi sekarang sudah di budi-dayakan di berbagai daerah. Di Malaya, selain yang tumbuh liar juga banyak yang ditanam oleh penduduk di kebun atau pekarangan rumah (Sinaga, 2008).

3. Flukonazol a. Gambaran

Flukonazol merupakan obat antifungi golongan triazol. Obat ini

digunakan untuk melawan infeksi sistemik jamur Candida sp.

(misalnya pada candidemia), koksidioidomikosis, dan sebagai terapi lanjutan untuk meningitis kriptokokus (Johnson et al., 2002). Dapat diberikan secara oral dan bersifat tidak begitu toksik (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung 50 mg dan 150 mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari. Kandidiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150 mg (Bahry dan Setiabudi, 1995). Salah satu merk dagang flukonazol di pasaran adalah diflucan.

Definisi diameter zona hambatan pertumbuhan jamur oleh flukonazol kadar 25 µg pada sumuran cawan petri yaitu: jamur sensitif,


(27)

commit to user

jika diameter ≥19 mm, intermediet jika diameter 15-18 mm dan resisten jika diameter ≤ 14 mm (Barry dan brown, 1996)

b. Farmakokinetik

Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi makanan ataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian oral sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV (Bahry dan Setiabudi, 1995).

Flukonazol tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum dan saliva. Kadarnya dalam cairan serebrospinal 50-90% kadar plasma. Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg. Waktu paruh eliminasi 25 jam, sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi 90% (Bahry dan Setiabudi, 1995).

c. Farmakodinamik

Flukonazol merupakan inhibitor enzim lanosterol 14-demetilase tergantung sitokrom P-450 jamur yang sangat selektif. Enzim ini berfungsi untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol. Penurunan kadar sterol normal berkorelasi dengan akumulasi kadar 14-metil sterol dalam sel fungi yang memberikan efek fungistatik (Pfizer, 2008).


(28)

commit to user d. Efek Samping dan Interaksi Obat

Efek flukonazol yang merugikan terutama berhubungan dengan kemampuannya untuk menghambat enzim P450 mammalia, tetapi pada dosis terapi tidak dihasilkan efek yang bermakna akibat penghambatan itu (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Gangguan saluran cerna merupakan efek samping yang paling banyak ditemukan. Reaksi alergi pada kulit, eosinofil, sindrom Stevens-Johnson, gangguan faal hati sementara dan trombositopenia dijumpai pada penderita AIDS. Kadar plasma fenitoin dan sulfonilurea dapat meningkat pada pemakaian bersama flukonazol. Dalam derajat yang lebih ringan, fenomena ini juga dapat dijumpai bila warfarin dan siklosporin diberikan bersama flukonazol (Bahry dan Setiabudi, 1995).

e. Indikasi dan Kontraindikasi

Flukonazol menjanjikan penetrasi yang baik ke susunan saraf pusat sehingga dipakai sebagai terapi pemeliharaan untuk meningitis

cryptococcus dan coccidioidal. Kandidiasis vagina dan rongga mulut merupakan indikasi untuk pemberian flukonazol. Candidasis orofaring pada penderita AIDS juga merupakan indikasi bagi flukonazol (Brooks, Butel & Morse, 2001; Bahry dan Setiabudi, 1995).


(29)

commit to user 4. Candida albicans

a. Taksonomi

Kingdom : Fungi

Divisi : Eumycophyta

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Melaneoniales

Famili : Moniliaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

(Ariani, Susanti, Susilowati, 2004)

b. Morfologi dan Identifikasi

Dalam biakan atau jaringan, spesies candida tumbuh sebagai sel-sel ragi bertunas dan oval (berukuran 3-6 µm). Mereka juga membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi-septasi di antara sel-sel (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Candida albicans bersifat dimorfik; selain ragi-ragi dan pseudohifa, Candida albicans juga bisa menghasilkan hifa sejati. Dalam media agar atau dalam 24 jam pada suhu 37oC atau pada suhu ruangan, spesies candida menghasilkan koloni halus, berwarna krem


(30)

commit to user

dengan aroma ragi. Pseudohifa jelas sebagai pertumbuhan yang terbenam di bawah permukaan agar (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Pemeriksaan isolasi dan identifikasi jamur dilakukan melalui perbenihan jamur pada SDA yang dieramkan pada suhu kamar selama 24 jam, dari hasil perbenihan ini didapat koloni berwarna putih sampai krem, permukaan bulat agak cembung dengan bau khas ragi (Mulyati et al., 2002).

Uji germ tube yang dipakai untuk identifikasi Candida albicans

adalah dengan menggunakan bahan yang mengandung faktor protein, seperti putih telur, serum dan plasma. Bahan tersebut kemudian diinokulasikan dengan isolat Candida albicans yang berumur 48-72 jam. Jika dalam 2-3 jam pada suhu 37oC ditemukan sel yang berkecambah seperti raket, maka isolat tersebut merupakan Candida albicans (Mulyati et al., 2002).

c. Habitat

Di alam bebas, jamur ini dapat ditemukan di tanah, buah-buahan, kotoran binatang dan air (Gandahusada, Illahude, Pribadi, 1998). Jamur ini ditemukan lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi dan saat musim hujan. Dapat menyerang segala umur, baik laki-laki maupun perempuan (Siregar, 2005).


(31)

commit to user d. Kandidiasis

Kandidiasis merupakan penyakit jamur yang mengenai kulit, kuku, selaput lendir dan alat-alat dalam dan disebabkan oleh banyak spesies Candida, terutama Candida albicans (Gandahusada, Illahude, Pribadi, 1998). Kandidiasis dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu kandidiasis mukokutan dan kandidiasis sistemik.

Kulit. Jamur ini sering ditemukan sebagai kelainan di sela jari kaki atau tangan dan dikenal sebagai “kutu air” atau “rangen”. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa gatal dan timbul rasa sakit bila terjadi maserasi atau infeksi sekunder oleh kuman. Daerah lain yang sering terkena adalah daerah inguinal, pada daerah yang tertutup popok pada bayi, ketiak dan sekitar dubur pada anak (Gandahusada, Illahude, Pribadi, 1998).

Kuku. Jamur Candida dapat tertimbun pada kuku sebagai akibat garukan pada kulit yang terinfeksi jamur atau tercemar sewaktu membersihkan diri setelah defekasi. Keadaan ini sering tidak memberikan gejala kecuali bila terjadi paronikia yang menimbulkan rasa sakit. Kuku yang terkena kadang-kadang berubah warna, seperti susu atau warna lain dan rapuh. Kadang-kadang permukaan kuku menimbul dan tidak rata (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Selaput Lendir. Candida sering ditemukan pada bayi sebagai bercak putih seperti susu di bibir, lidah atau selaput lendir mulut. Keadaan ini juga ditemukan pada orang dewasa dengan faktor


(32)

commit to user

predisposisi. Kejadian ini sering disertai kandidasis intestinal dengan gejala perut sering kembung dengan atau tanpa disertai diare (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal. Pada selaput lendir traktus respiratorius, Candida dapat menimbulkan kelainan setempat yang memberi gejala batuk atau dapat mengadakan infiltrasi ke dalam parenkim paru dan memberi gejala seperti tumor paru atau mirip penyakit infeksi lain. Candida dapat menyebar secara hematogen menuju jantung atau ginjal. Infeksi vesica urinaria oleh Candida juga ditemukan, terutama pada wanita dan penderita yang menggunakan kateter. Gejala yang ditimbulkan berupa rasa sakit di daerah vesica urinaria, rasa sakit dan panas waktu BAK dan urin keruh. Keadaan ini dapat disertai peningkatan suhu badan (Gandahusada, Illahude, Pribadi, 1998).

Kandidemia bisa disebabkan oleh kateter menetap, pembedahan, penyalahgunaan obat-obatan intravena, aspirasi, atau kerusakan pada kulit atau saluran pencernaan (Brooks, Butel & Morse, 2001).

Penatalaksanaan untuk kandidiasis mukokutan, diobati dengan pemberian nystatin topikal, gentian violet, Ketoconazol atau Fluconazol. Kandidiasis sistemik diobati dengan Amphotericin B, kadang-kadang dibarengi dengan Flucytosine oral. Penyembuhan lesi


(33)

commit to user

mempengaruhi seperti kelembaban yang berlebihan, dan obat-obat antibakteri (Brooks, Butel & Morse, 2001).

B. Kerangka Pemikiran

:mengandung, berefek : dicampur

:menghambat : lebih menghambat

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Minyak Atsiri Kulit

Batang Kayu Manis Rimpang Lengkuas Minyak Atsiri

Phellandrene, linalool, cinncassiol eugenol Menghambat biosintesis ergosterol

Pertumbuhan Candida albicans pada cawan I

Eugenol, metil eugenol Mekanisme belum diketahui Seskuiterpene Mendenaturasi protein membran

Mengacaukan membran sel jamur

Mengacaukan membran sel jamur

Menghambat biosintesis ergosterol

Pertumbuhan Candida albicans pada cawan II Pertumbuhan Candida

albicans pada cawan III Minyak atsiri kombinasi


(34)

commit to user C. Hipotesis

Efek antifungi minyak atsiri kombinasi kayu manis (Cinnamomum burmannii) dan lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Candida albicans lebih besar daripada jika diberikan secara tunggal.


(35)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental

laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi dan Mikologi Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah suspensi Candida albicans

yang telah disetarakan dengan standar 0,5 Mc Farland dari biakan murni

koloni jamur tersebut dalam media Sabboraud Dextrose Agar. Biakan

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi Surakarta.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling.


(36)

commit to user E. Desain Penelitian

Gambar 2. Diagram Rancangan Penelitian Suspensi Candida albicans yang telah disetarakan dengan standar 0,5

Mc Farland.

Diinokulasikan pada medium SDA dalam cawan petri

Pada 3 cawan petri diameter 10 cm, masing-masing dibuat sejumlah

sumuran berdiameter 6 mm

Pada sumuran A diisi etanol 70% 0,05 ml sebagai kontrol (-) dan sumuran B diisi

larutan flukonazol 25

µg 0,05 ml sebagai kontrol

(+)

Observasi diameter zona bening di sekitar sumuran Diperam pada suhu 37oC selama 24 jam

Cawan III diisi kombinasi larutan minyak atsiri kayu manis dan rimpang lengkuas dengan konsentrasi 1%, 4%,

8%, 12% dan 16% untuk setiap sumuran

pada setiap cawan masing-masing 0,05 ml Cawan I diisi

larutan minyak atsiri kayu manis dengan konsentrasi

1%, 4%, 8%, 12% dan 16% untuk setiap sumuran pada setiap cawan

masing-masing 0,05 ml

Cawan II diisi larutan minyak atsiri

rimpang lengkuas dengan konsentrasi

1%, 4%, 8%, 12% dan 16% untuk setiap sumuran pada

setiap cawan masing-masing 0,05

ml Pada cawan petri diameter 5

cm, dibuat 2 buah sumuran berdiameter 6 mm

Uji statistik dengan uji one way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD antarkelompok perlakuan.


(37)

commit to user F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas :

a. Minyak atsiri kulit batang kayu manis b. Minyak atsiri rimpang lengkuas c. Minyak atsiri kombinasi

2. Variabel Terikat : Efek antifungi.

3. Variabel Pengganggu Terkendali : a. Jumlah sampel Candida albicans

b. Ukuran sampel Candida albicans

c. Kuman kontaminan

d. Suhu pengeraman

4. Variabel Pengganggu Tak Terkendali

Kecepatan pertumbuhan dan laju metabolisme Candida albicans.

G. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas

a. Minyak Atsiri Kayu Manis

Minyak atsiri diperoleh dari LPPT-UGM. Bahan baku berupa kulit batang kayu manis yang didapatkan dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Minyak atsiri didapatkan melalui proses hidrodistilasi dari bahan baku tersebut sehingga didapatkan minyak atsiri kulit batang kayu manis dengan konsentrasi 100%. Lalu minyak atsiri diencerkan


(38)

commit to user

dengan etanol 70% supaya didapatkan minyak atsiri dengan konsentrasi sebesar 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.

b. Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas

Minyak atsiri diperoleh dari LPPT-UGM. Bahan baku berupa rimpang lengkuas yang diperoleh diambil pada siang hari di Desa Margoagung, Seyegan, Sleman. Minyak atsiri didapatkan melalui proses hidrodistilasi dari bahan baku tersebut sehingga didapatkan minyak atsiri rimpang lengkuas dengan konsentrasi 100%. Lalu minyak atsiri diencerkan dengan etanol 70% supaya didapatkan minyak atsiri dengan konsentrasi sebesar 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.

c. Minyak Atsiri Kombinasi

Merupakan campuran dari kedua jenis minyak atsiri yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah didapatkan minyak atsiri dari kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas dengan konsentrasi masing-masing 100%, kedua minyak atsiri tersebut lalu dicampur dan diaduk hingga menyatu dengan perbandingan 1:1 sehingga didapatkan campuran minyak atsiri dengan konsentrasi 100%. Campuran minyak atsiri tersebut diencerkan dengan etanol 70% supaya didapatkan campuran minyak atsiri dengan konsentrasi sebesar 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.


(39)

commit to user 2. Variabel Terikat

Zona hambatan pada SDA menunjukkan bahwa bahan yang diuji memiliki efek antifungi. Zona hambatan tampak sebagai daerah berupa halo jernih di sekitar lubang sumuran. Diameter zona hambatan diukur dengan skala mm, pengukuran mengikutsertakan lubang sumuran dengan diameter 6 mm. Waktu pengukuran adalah 24 jam setelah penanaman jamur Candida albicans pada media saborraud dextrose agar pada suhu 37oC.

3. Variabel Pengganggu Terkendali a. Jumlah Koloni Candida albicans

Penanaman Candida albicans distandarkan dengan standar 0,5 McFarland.

b. Umur Sampel Candida albicans

Umur sampel Candida albicans disetarakan dengan

pengambilan sampel pada sub kultur jamur berusia 2 hari.

c. Kuman Kontaminan

Pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dicegah dengan pemberian kloramfenikol ke dalam media saborraud dextrose agar.

d. Suhu Pengeraman

Suhu waktu pengeraman dikendalikan dengan cara


(40)

commit to user 4. Variabel Pengganggu Tak Terkendali

Kecepatan Pertumbuhan Candida albicans dipengaruhi oleh

struktur genetik sel jamur yang sulit untuk dikendalikan.

H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Cawan petri berdiameter 10 cm

b. Oshe kolong c. Tabung reaksi d. Becker glass

e. Pipet

f. Mikropipet 20-200 µL dan 0,5-10 µL dengan tip yang sesuai

g. Alat pembuat sumuran berdiameter 6 mm

h. Lampu spiritus

i. 0,5 standar Mc Farland j. Autoklaf

k. Inkubator

l. Penggaris dengan ketelitian 1 mm

2. Bahan


(41)

commit to user a. Biakan koloni Candida albicans

b. Minyak atsiri rimpang lengkuas berbagai konsentrasi c. Minyak atsiri kulit batang kayu manis berbagai konsentrasi d. Saborrud Dextrose Agar (SDA)

e. Akuades f. NaCl 0,9%

g. Kloramfenikol 250 mg dalam kapsul h. Etanol 70%

i. Flukonazol (merk dagang diflucan dengan kadar 50 mg)

I. Cara Kerja

1. Pembuatan Minyak Atsiri

a. Kulit batang kayu manis yang diperoleh di Pasar Beringharjo, Yogyakarta diserbuk kasar lalu ditimbang sebanyak 4.617 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam dandang destilasi yang telah diisi air sebanyak 9 liter, dirangkai dengan pendingin air dan penampung destilat. Kemudian dipanaskan dengan kompor LPG api sedang, pemanasan dihentikan setelah 6 jam sejak destilat pertama menetes lalu didinginkan. Dari proses ini, dihasilkan minyak atsiri kulit batang kayu manis dengan volume 4,5 ml.

b. Rimpang lengkuas yang didapatkan di Desa Margoagung, Seyegan, Kabupaten Sleman dicuci, diiris dengan ketebalan ± 5 mm, lalu ditimbang sebanyak 5.803 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam


(42)

commit to user

dandang destilasi yang telah diisi air sebanyak 7 liter, dirangkai dengan pendingin air dan penampung destilat. Kemudian dipanaskan dengan kompor LPG api sedang, pemanasan dihentikan setelah 6 jam sejak destilat pertama menetes lalu didinginkan. Dari proses ini, dihasilkan minyak atsiri rimpang lengkuas dengan volume 7,4 ml.

2. Preparasi Media Pembiakan

a. Untuk setiap 1 L akuades dibutuhkan 65 gr bubuk agar SDA.

b. Cawan petri yang digunakan adalah 3 cawan petri berdiameter 10 cm dan 1 cawan petri berdiameter 5 cm. Larutan agar dituang ke dalam cawan petri hingga tebalnya mencapai 4 mm.

c. Preparasi SDA:

Perhitungan jumlah larutan agar yang dibutuhkan untuk satu kali percobaan pada cawan petri berdiameter 10 cm:

z = R

= ( · 5R · 0,4) cm3

»31,43 cm 31,43 ml

Satu cawan petri membutuhkan 31,43 ml larutan SDA, sehingga untuk 3 cawan dibutuhkan 94,29 ml larutan SDA.

Untuk cawan petri berdiameter 5 cm:

z = R

= ( · 2,5R· 0,4) cm3


(43)

commit to user

Setiap cawan dituangkan 7,86 ml larutan SDA.

Total untuk 1 kali percobaan dibutuhkan 102,15 ml larutan agar SDA. Dibuat dengan cara melarutkan 6,64 gram bubuk SDA ke dalam 102,15 ml akuades.

d. Preparasi Larutan Kloramfenikol

Penambahan larutan kloramfenikol ke dalam media SDA bertujuan untuk mencegah tumbuhnya kuman kontaminan. Setiap 1000 ml larutan SDA membutuhkan 400 mg kloramfenikol. Sehingga untuk

102,15 ml larutan SDA dibutuhkan: ą6R,ąō

ą666 x 400 mg =

40,86 mgkloramfenikol (Bridson, 1998).

Setiap 250 mg bubuk kloramfenikol yang didapatkan dari kapsul kloramfenikol 250 mg dilarutkan ke dalam 10 ml NaCl 0,9%.

Maka untuk 40,86 mg bubuk kloramfenikol, dibutuhkan:

6,

Rō6 x 10 ml = 1,63 ml akuades (Bridson, 1998).

e. Media SDA yang masih cair kemudian dibiarkan mendingin, lalu disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 118oC – 121oC selama 15 menit.

3. Preparasi Flukonazol

Flukonazol yang digunakan didapat dari kapsul dengan merk dagang diflucan yang mengandung 50 mg flukonazol. Hasil penelitian


(44)

commit to user

Peter (1996) menunjukkan bahwa flukonazol pada konsentrasi 25 µg merupakan konsentrasi optimal untuk menghambat pertumbuhan spesies

Candida albicans secara in vitro. Sehingga dalam penelitian ini digunakan dosis dengan konsentrasi 25 µg. Akuades yang dibutuhkan untuk mendapatkan flukonazol konsentrasi 25 µg adalah:

ązą = RzR

25 µg ·zą= 50 mg · 0,05 ml

zą =ō6.666 6,6ō

zą = 100 ml

4. Pengenceran Minyak Atsiri

a. Minyak atsiri dari kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas dan campuran minyak atsiri dengan konsentrasi 100% diencerkan dengan etanol 70%. Penelitian ini menggunakan etanol 70% sebagai pengencer minyak atsiri, karena minyak atsiri mudah larut dalam etanol 70%, eter, eter minyak tanah, kloroform serta minyak lemak (Hargono et al., 1986)

b. Larutan minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi didapatkan dengan perhitungan sesuai turunan persamaan pengenceran ązą = RzR, yaitu:

z

ą

=

N1 = kadar flukonazol akhir

N2 = kadar flukonazol awal

V1 = volume awal

V2 = volume akhir

N1 = kadar minyak atsiri awal

N2 = kadar minyak atsiri akhir

V1 = volume awal


(45)

commit to user

c. Sebanyak 0,2 ml minyak atsiri 1% didapatkan dengan cara mencampur

2×10-3 ml minyak atsiri 100% dengan 1,98×10-1 ml etanol 70%. Diperoleh dari zą =ą% 6,R

ą66% = 2×10-3 ml

d. Sebanyak 0,2 ml minyak atsiri 4% didapatkan dengan cara mencampur

8×10-3 ml minyak atsiri 100% dengan 1,92×10-1 ml etanol 70%. Diperoleh dari zą = % 6,R

ą66% = 8×10-3 ml

e. Sebanyak 0,2 ml minyak atsiri 8% didapatkan dengan cara mencampur

1,6×10-2 ml minyak atsiri 100% dengan 1,84×10-1 ml etanol 70%. Diperoleh dari zą = % 6,R

ą66% = 1,6×10-2 ml

f. Sebanyak 0,2 ml minyak atsiri 12% didapatkan dengan cara

mencampur 2,4×10-2 ml minyak atsiri 100% dengan 1,76×10-1 ml etanol 70%. Diperoleh dari zą = ąR% 6,R

ą66% = 2,4×10-2 ml

g. Sebanyak 0,2 ml minyak atsiri 16% didapatkan dengan cara

mencampur 3,2×10-2 ml minyak atsiri 100% dengan 1,68×10-1 ml etanol 70%. Diperoleh dari zą = ą % 6,R

ą66% = 3,2×10-2 ml


(46)

commit to user

Seluruh rangkaian percobaan diulangi sebanyak 4 kali pada uji penelitian. Jumlah pengulangan didapatkan dengan rumus Federer :

( − 1)( − 1)≥ 15

(18− 1)( − 1) ≥ 15

(17 − 17)≥ 15

≥ 1,88

Jumlah ulangan percobaan yang dilakukan minimal 1,88 kali. Pada penelitian kali ini, peneliti melakukan ulangan percobaan sebanyak 4 kali.

Peneliti tidak melakukan uji pendahuluan karena telah ada penelitian sebelumnya yang menguji efek antifungi dari minyak atsiri kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas secara terpisah. Hasil yang didapatkan dari kedua penelitian itu menunjukkan bahwa KHM minyak atsiri kayu manis sebesar 1% dan rimpang lengkuas sebesar 8% (Sukandar, 1999; Soeratri, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan konsentrasi minyak atsiri yang dimulai dari 1% dan menyinggung 8%.

6. Uji Penelitian

a. Kultur koloni jamur Candida albicans berusia 2 hari diambil dengan oshe kolong lalu dilarutkan ke dalam NaCl 0,9%. Kekeruhannya distandarkan dengan 0,5 standar Mc Farland yang ekuivalen dengan kekeruhan larutan campuran antara 0,5 ml BaCl2•2H2O 1,175% dan 99,5 ml H2SO4 1% (Jorgensen, Turnidge, Washington, 1999).

k : jumlah perlakuan n : jumlah ulangan


(47)

commit to user

b. Suspensi Candida albicans diambil sebanyak 0,2 ml. Lalu diteteskan ke atas permukaan cawan petri. Suspensi jamur diratakan dengan cara menggoyang-goyangkan cawan petri dan usapan oshe kolong (Asiyani, 2008).

c. Untuk cawan petri diameter 5 cm, dibuat 2 buah sumuran berdiameter 6 mm. Pada sumuran pertama diisi 0,05 ml etanol 70% sebagai kontrol negatif dan pada lubang kedua diisi 0,05 ml larutan flukonazol 25 µg sebagai kontrol positif. Etanol 70% dipilih sebagai kontrol negatif karena tidak memiliki efek antifungi. Ini dibuktikan oleh tidak adanya zona hambat pada sumuran kontrol negatif yang diisi dengan etanol 70%. Sedangkan pada sumuran yang berfungsi sebagai kontrol positif yang diisi dengan larutan flukonazol 25 µg, terdapat zona hambatan yang berarti. Flukonazol telah terbukti bekerja tepat dan efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik (Adiguna, 2000). d. Pada tiga cawan petri diameter 10 cm, masing-masing dibuat 5 buah

sumuran berdiameter 6 mm.

e. Ke dalam 5 sumuran pada cawan petri I, masing-masing diisi 0,05 ml larutan minyak atsiri kulit batang kayu manis konsentrasi 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.

f. Ke dalam 5 sumuran pada cawan petri II, masing-masing diisi 0,05 ml larutan minyak atsiri rimpang lengkuas konsentrasi 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.


(48)

commit to user

g. Ke dalam 5 sumuran pada cawan petri III, masing-masing diisi 0,05 ml campuran larutan minyak atsiri kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas konsentrasi 1%, 4%, 8%, 12% dan 16%.

h. Seluruh cawan petri lalu disimpan di dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.

i. Pengukuran diameter zona hambatan dalam satuan mm dengan

menggunakan penggaris dengan ketelitian hingga 1 mm, termasuk diameter lubang sumuran (Pepeljnjak et al., 2005).

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji one way ANOVA

untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara diameter daya hambat efek antifungi dari minyak atsiri kulit batang kayu manis, rimpang lengkuas dan kombinasinya. Jika terdapat perbedaan yang bermakna, akan dilanjutkan dengan tes LSD, yaitu post hoc test untuk melihat perbedaan di antara dua kelompok.

Hasil uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk (lampiran 1) menunjukkan bahwa rerata dari beberapa kelompok memiliki nilai p<0,05. Setelah dilakukan proses transformasi data, rerata dari beberapa kelompok tetap memiliki nilai p<0,05 sehingga syarat mutlak untuk uji one way

ANOVA tetap tidak terpenuhi. Karena syarat untuk uji parametrik tidak tercapai, maka digunakan uji non-parametrik homolognya, yaitu uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Dahlan, 2009). Semua uji


(49)

commit to user

statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows 17.0. dengan tingkat signifikansi, p=0,05.


(50)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan antara bulan Juni hingga Agustus 2010. Diameter zona hambat diukur setelah dilakukan pengeraman kultur dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil penelitian mengenai efek antifungi minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii), rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dan kombinasinya terhadap pertumbuhan Candida albicans, digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans pada .Cawan Kontrol

Pembeda Diameter (mm)

i ii iii iv Mean

Kontrol (-) - - - - -

Kontrol (+) 20 18 16 17 17,75

Sumber : Data Primer, 2010 Tabel 2. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans oleh

.Minyak Atsiri Cinnamomum burmannii

No. Konsentrasi (%)

Diameter (mm)

Mean Ket.

i ii iii iv

1 1 11 16 14 9 12,5 KM1

2 4 17 18 18 18 17,75 KM2

3 8 22 19 16 21 19,5 KM3

4 12 23 20 19 23 21,25 KM4

5 16 30 28 25 33 29 KM5

Sumber : Data Primer, 2010


(51)

commit to user

Tabel 3. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans oleh .Minyak Atsiri Alpinia galanga

No. Konsentrasi (%)

Diameter (mm)

Mean Ket.

i ii iii iv

1 1 7 6 7 7 6,75 L1

2 4 8 7 8 7 7,5 L2

3 8 9 8 9 10 9 L3

4 12 10 10 11 11 10,5 L4

5 16 12 16 16 12 14 L5

Sumber : Data Primer, 2010

Tabel 4. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans oleh .Minyak Atsiri Kombinasi

No. Konsentrasi (%)

Diameter (mm)

Mean Ket.

i ii iii iv

1 1 3 3 2 2 2,5 C1

2 4 8 7 6 6 6,75 C2

3 8 20 8 11 12 12,75 C3

4 12 22 11 13 13 14,75 C4

5 16 23 13 18 16 17,5 C5

Sumber : Data Primer, 2010

Perbedaan rerata hasil pengukuran diameter zona hambat yang tertera pada tabel 1, 2 dan 3 digambarkan dalam grafik berikut:


(52)

commit to user

Sumber : Data Primer, 2010 Gambar 3. Rerata Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat

Pertumbuhan Candida albicans oleh Berbagai Minyak Atsiri

Grafik pada gambar 3 menunjukkan bahwa diameter zona hambat pertumbuhan Candida albicans yang paling tinggi terdapat pada cawan petri yang diberi minyak atsiri Cinnamomum burmannii caulis (garis KM), ini terjadi pada setiap jenis konsentrasi. Rerata diameter zona hambat pada cawan petri yang diberi minyak atsiri lengkuas (garis L) pada awalnya lebih tinggi daripada rerata diameter zona hambat pada cawan petri yang diberi minyak atsiri kombinasi (garis C). Tetapi pada konsentrasi 8% dapat dilihat bahwa minyak atsiri kombinasi memiliki daya hambat yang lebih tinggi daripada daya hambat minyak atsiri lengkuas. Lalu pada konsentrasi 16% tampak garis L kembali mendekati garis C. Tampak garis KM berada jauh di atas garis L dan garis C.

0 5 10 15 20 25 30 35

1% 4% 8% 12% 16%

Dia m eter Z o n a Ha m b at ( m m )

Konsentrasi Minyak Atsiri

KM

L


(53)

commit to user B. Analisis Data

Untuk menilai apakah ada perbedaan yang signifikan antara rerata diameter zona hambat yang diinduksi oleh berbagi minyak atsiri, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis (lampiran 2).

Hasil uji Kruskal-Wallis, memberikan nilai p=0,000 (p<0,05), sehingga dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara rerata diameter zona hambat pertumbuhan jamur dari berbagai macam minyak atsiri dalam konsentrasi yang sama.

Untuk mengetahui antarkelompok mana sajakah dari ketiga macam perlakuan dengan minyak atsiri yang memiliki perbedaan selisih rerata yang signifikan pada kelima kelompok (konsentrasi minyak atsiri) yang diberikan minyak atsiri kayu manis, lengkuas dan kombinsinya, perlu dilakukan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney (lampiran 3), disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5. Nilai p Antarkelompok pada uji Mann-Whitney

Kelompok P Tingkat Kemaknaan

KM1-L1 0.018 bermakna

KM1-C1 0.019 bermakna

L1-C1 0.017 bermakna

KM2-L2 0.017 bermakna

KM2-C2 0.017 bermakna

L2-C2 0.222 tidak bermakna

KM3-L3 0.020 bermakna

KM3-C3 0.083 tidak bermakna

L3-C3 0.189 tidak bermakna

KM4-L4 0.019 bermakna

KM4-C4 0.080 tidak bermakna

L4-C4 0.036 bermakna

KM5-L5 0.019 bermakna

KM5-C5 0.021 bermakna


(54)

commit to user

Sesuai hasil analisis uji Mann-Whitney dari tabel 4, dapat terlihat bahwa: 1. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh

minyak atsiri kayu manis dengan rimpang lengkuas pada seluruh tingkat konsentrasi.

2. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh minyak atsiri kayu manis dengan minyak atsiri kombinasi pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%. Tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada konsentrasi 8% dan 12%.

3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh minyak atsiri rimpang lengkuas dengan minyak atsiri kombinasi pada konsentrasi 4%, 8% dan 16%. Tetapi terdapat perbedaan yang cukup bermakna pada konsentrasi 1% dan 12%.


(55)

commit to user

42 BAB V PEMBAHASAN

Hasil pengukuran didapatkan diameter zona hambat dari kontrol positif pada ulangan percobaan I, II, III dan IV masing-masing sebesar 20 mm, 18 mm, 16 mm dan 17 mm. Reratanya adalah 17,75 mm sehingga jamur mendekati diameter sensitif yaitu ≥ 19 mm (Barry dan Brown, 1996).

KHM tercapai jika zona hambat yang dihasilkan oleh minyak atsiri setara dengan zona hambat optimum yang dihasilkan oleh konsentrasi flukonazol 25 µg, yaitu ≥19 mm. Pada penelitian ini, kriteria tersebut hanya didekati oleh minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 2% dan minyak atsiri kombinasi konsentrasi 16%. Rerata diameter zona hambat tertinggi yang dihasilkan oleh minyak atsiri lengkuas adalah 14 mm (walaupun pada ulangan percobaan ke-2 dan 3 pada konsentrasi 16% mencapai angka 16 mm), sehingga jamur masih tergolong resisten.

Perbedaan yang terjadi antara hasil yang didapatkan pada penelitian terdahulu dengan penelitian ini disebabkan oleh perbedaan kondisi kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas yang digunakan sebagai bahan baku minyak atsiri. Penelitian ini menggunakan kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas yang tumbuh dan berasal dari Propinsi DI Yogyakarta. Selain itu, terdapat kemungkinan variasi dalam proses pembuatan minyak atsiri. Perbedaan hasil yang didapatkan juga bisa disebabkan oleh karena terdapat variasi genetik pada subyek


(56)

commit to user

penelitian, meskipun digunakan spesies yang sama. Variasi genetik menyebabkan perbedaan pada kecepatan pertumbuhan, laju metabolisme dan daya resistensi dari

Candida albicans. Variasi genetik merupakan variabel pengganggu yang tidak dapat dikendalikan pada penelitian ini.

Zona hambat yang terbentuk merupakan bukti bahwa minyak atsiri kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas memiliki efek antifungi. Ini disebabkan oleh karena kandungan yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut. Minyak atsiri kayu manis mengandung eugenol dan metil-eugenol yang terbukti mengganggu biosintesis ergosterol, penyusun membran sel jamur (Ahmad, Khan, Mantoor, 2010). Eugenol dan metil-eugenol terdapat dalam jumlah 4-10% dari minyak atsiri kayu manis. Selain itu, terdapat diterpen dalam bentuk cinncassiol, senyawa hidrokarbon yaitu phellandrene, dan senyawa golongan alkohol yaitu linalool yang juga memiliki aktivitas antifungi, meskipun kadarnya sedikit (Barnes, Anderson, Philipson, 2007; Sundari dan Winarno, 2001; Willianson, Driver, Baxter, 2009). Zat antifungi utama yang dikandung oleh minyak atsiri lengkuas adalah seskuiterpen dengan kadar 0,5-1%, yang bersifat seperti surfaktan non ionik sehingga mengacaukan membran sel jamur. Selain itu, terdapat eugenol dalam jumlah kecil (Kubo, Fujita, Lee, 2001; Sundari dan Winarno, 2001). Hasil percobaan menunjukkan bahwa efek antifungi minyak atsiri kayu manis lebih kuat daripada minyak atsiri lengkuas. Mungkin ini disebabkan oleh karena zat-zat dengan sifat antifungi yang dikandung oleh minyak atsiri kayu manis lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dikandung oleh minyak atsiri lengkuas.


(57)

commit to user

Pengolahan data penelitian dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara rerata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans pada seluruh kelompok perlakuan tanpa diketahui kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney yang hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara semua kelompok kayu manis dengan kelompok lengkuas pada seluruh jenis konsentrasi. Perbedaan bermakna antara kelompok kayu manis dengan kelompok kombinasi ditemukan pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%. Tetapi pada konsentrasi 8% dan 12% tidak terdapat perbedaan bermakna, meskipun pada kelompok kayu manis masih relatif lebih tinggi. Perbedaan bermakna antara kelompok lengkuas dengan kelompok kombinasi ditemukan pada konsentrasi 1% dan 12%, di mana awalnya kelompok lengkuas memiliki efek antifungi yang lebih kuat, lalu lebih rendah setelah kelompok konsentrasi 8% . Sehingga H1 dari penelitian ini ditolak dan H0 diterima, yang

artinya efek antifungi kelompok kombinasi relatif lebih rendah dari kelompok kayu manis dan lengkuas pada konsentrasi 1% dan 4%.

Ini diduga disebabkan oleh adanya zat-zat yang saling menghambat aktivitas kimiawi masing-masing di antara dua minyak atsiri yang dicampurkan (Katno, 2003). Meskipun dari penelitian ini, belum diketahui zat-zat mana yang memiliki sifat saling menghambat.

Minyak atsiri kombinasi didapatkan dengan mencampurkan dua jenis minyak atsiri yang berbeda dengan perbandingan 1:1. Karena itu, minyak atsiri kombinasi yang belum diencerkan dalam pelarut organik sebenarnya adalah


(58)

commit to user

minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 50% yang terlarut dalam minyak atsiri rimpang lengkuas yang berfungsi sebagai pelarut atau minyak atsiri rimpang lengkuas konsentrasi 50% yang terlarut dalam minyak atsiri kulit kayu manis yang berfungsi sebagai pelarut.

Minyak atsiri kombinasi 1% sebenarnya terdiri dari minyak atsiri kayu manis 0,5% dan minyak atsiri lengkuas 0,5%, demikian juga pada konsentrasi 4%, 8%, 12% dan 16%. Sehingga, koefisien efektivitas minyak atsiri kombinasi konsentrasi 1% sama dengan koefisien efektivitas minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 0,5% yang ditambah dengan koefisien efektivitas minyak atsiri rimpang lengkuas konsentrasi 0,5% yang lebih rendah (dibuktikan oleh lebih kecilnya diameter zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri rimpang lengkuas). Ini menjelaskan, kenapa zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri kombinasi relatif lebih kecil daripada zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri kulit kayu manis dan relatif lebih besar daripada zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri rimpang lengkuas.


(59)

commit to user

46 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Efek antifungi minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii) lebih tinggi daripada efek antifungi minyak atsiri kombinasi pada setiap jenis konsentrasi. Di mana perbedaan yang bermakna secara statistik, terdapat pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%.

2. Efek antifungi minyak atsiri rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.) relatif lebih rendah daripada efek antifungi minyak atsiri kombinasi hanya pada konsentrasi 8%, 12% dan 16%. Di mana perbedaan yang bermakna secara statistik, terdapat pada konsentrasi 12%.

3. Efek antifungi minyak atsiri kulit batang kayu manis lebih tinggi daripada efek antifungi minyak atsiri rimpang lengkuas. Di mana terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada setiap jenis konsentrasi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antifungi dari masing-masing zat yang dikandung minyak atsiri kayu manis dan lengkuas, supaya dapat diketahui dengan lebih jelas alasan yang menyebabkan lebih tingginya efek antifungi minyak atsiri kayu manis.


(1)

commit to user

Sesuai hasil analisis uji Mann-Whitney dari tabel 4, dapat terlihat bahwa: 1. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh

minyak atsiri kayu manis dengan rimpang lengkuas pada seluruh tingkat konsentrasi.

2. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh minyak atsiri kayu manis dengan minyak atsiri kombinasi pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%. Tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada konsentrasi 8% dan 12%.

3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata diameter daya hambat oleh minyak atsiri rimpang lengkuas dengan minyak atsiri kombinasi pada konsentrasi 4%, 8% dan 16%. Tetapi terdapat perbedaan yang cukup bermakna pada konsentrasi 1% dan 12%.


(2)

commit to user

42 BAB V PEMBAHASAN

Hasil pengukuran didapatkan diameter zona hambat dari kontrol positif pada ulangan percobaan I, II, III dan IV masing-masing sebesar 20 mm, 18 mm, 16 mm dan 17 mm. Reratanya adalah 17,75 mm sehingga jamur mendekati diameter sensitif yaitu ≥ 19 mm (Barry dan Brown, 1996).

KHM tercapai jika zona hambat yang dihasilkan oleh minyak atsiri setara dengan zona hambat optimum yang dihasilkan oleh konsentrasi flukonazol 25 µg, yaitu ≥19 mm. Pada penelitian ini, kriteria tersebut hanya didekati oleh minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 2% dan minyak atsiri kombinasi konsentrasi 16%. Rerata diameter zona hambat tertinggi yang dihasilkan oleh minyak atsiri lengkuas adalah 14 mm (walaupun pada ulangan percobaan ke-2 dan 3 pada konsentrasi 16% mencapai angka 16 mm), sehingga jamur masih tergolong resisten.

Perbedaan yang terjadi antara hasil yang didapatkan pada penelitian terdahulu dengan penelitian ini disebabkan oleh perbedaan kondisi kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas yang digunakan sebagai bahan baku minyak atsiri. Penelitian ini menggunakan kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas yang tumbuh dan berasal dari Propinsi DI Yogyakarta. Selain itu, terdapat kemungkinan variasi dalam proses pembuatan minyak atsiri. Perbedaan hasil yang didapatkan juga bisa disebabkan oleh karena terdapat variasi genetik pada subyek


(3)

commit to user

penelitian, meskipun digunakan spesies yang sama. Variasi genetik menyebabkan perbedaan pada kecepatan pertumbuhan, laju metabolisme dan daya resistensi dari

Candida albicans. Variasi genetik merupakan variabel pengganggu yang tidak

dapat dikendalikan pada penelitian ini.

Zona hambat yang terbentuk merupakan bukti bahwa minyak atsiri kulit batang kayu manis dan rimpang lengkuas memiliki efek antifungi. Ini disebabkan oleh karena kandungan yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut. Minyak atsiri kayu manis mengandung eugenol dan metil-eugenol yang terbukti mengganggu biosintesis ergosterol, penyusun membran sel jamur (Ahmad, Khan, Mantoor, 2010). Eugenol dan metil-eugenol terdapat dalam jumlah 4-10% dari minyak atsiri kayu manis. Selain itu, terdapat diterpen dalam bentuk cinncassiol, senyawa hidrokarbon yaitu phellandrene, dan senyawa golongan alkohol yaitu linalool yang juga memiliki aktivitas antifungi, meskipun kadarnya sedikit (Barnes, Anderson, Philipson, 2007; Sundari dan Winarno, 2001; Willianson, Driver, Baxter, 2009). Zat antifungi utama yang dikandung oleh minyak atsiri lengkuas adalah seskuiterpen dengan kadar 0,5-1%, yang bersifat seperti surfaktan non ionik sehingga mengacaukan membran sel jamur. Selain itu, terdapat eugenol dalam jumlah kecil (Kubo, Fujita, Lee, 2001; Sundari dan Winarno, 2001). Hasil percobaan menunjukkan bahwa efek antifungi minyak atsiri kayu manis lebih kuat daripada minyak atsiri lengkuas. Mungkin ini disebabkan oleh karena zat-zat dengan sifat antifungi yang dikandung oleh minyak atsiri kayu manis lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dikandung oleh minyak atsiri lengkuas.


(4)

commit to user

Pengolahan data penelitian dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara rerata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans pada seluruh kelompok perlakuan tanpa diketahui kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney yang hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara semua kelompok kayu manis dengan kelompok lengkuas pada seluruh jenis konsentrasi. Perbedaan bermakna antara kelompok kayu manis dengan kelompok kombinasi ditemukan pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%. Tetapi pada konsentrasi 8% dan 12% tidak terdapat perbedaan bermakna, meskipun pada kelompok kayu manis masih relatif lebih tinggi. Perbedaan bermakna antara kelompok lengkuas dengan kelompok kombinasi ditemukan pada konsentrasi 1% dan 12%, di mana awalnya kelompok lengkuas memiliki efek antifungi yang lebih kuat, lalu lebih rendah setelah kelompok konsentrasi 8% . Sehingga H1 dari penelitian ini ditolak dan H0 diterima, yang

artinya efek antifungi kelompok kombinasi relatif lebih rendah dari kelompok kayu manis dan lengkuas pada konsentrasi 1% dan 4%.

Ini diduga disebabkan oleh adanya zat-zat yang saling menghambat aktivitas kimiawi masing-masing di antara dua minyak atsiri yang dicampurkan (Katno, 2003). Meskipun dari penelitian ini, belum diketahui zat-zat mana yang memiliki sifat saling menghambat.

Minyak atsiri kombinasi didapatkan dengan mencampurkan dua jenis minyak atsiri yang berbeda dengan perbandingan 1:1. Karena itu, minyak atsiri kombinasi yang belum diencerkan dalam pelarut organik sebenarnya adalah


(5)

commit to user

minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 50% yang terlarut dalam minyak atsiri rimpang lengkuas yang berfungsi sebagai pelarut atau minyak atsiri rimpang lengkuas konsentrasi 50% yang terlarut dalam minyak atsiri kulit kayu manis yang berfungsi sebagai pelarut.

Minyak atsiri kombinasi 1% sebenarnya terdiri dari minyak atsiri kayu manis 0,5% dan minyak atsiri lengkuas 0,5%, demikian juga pada konsentrasi 4%, 8%, 12% dan 16%. Sehingga, koefisien efektivitas minyak atsiri kombinasi konsentrasi 1% sama dengan koefisien efektivitas minyak atsiri kulit kayu manis konsentrasi 0,5% yang ditambah dengan koefisien efektivitas minyak atsiri rimpang lengkuas konsentrasi 0,5% yang lebih rendah (dibuktikan oleh lebih kecilnya diameter zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri rimpang lengkuas). Ini menjelaskan, kenapa zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri kombinasi relatif lebih kecil daripada zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri kulit kayu manis dan relatif lebih besar daripada zona hambat yang ditimbulkan oleh minyak atsiri rimpang lengkuas.


(6)

commit to user

46 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Efek antifungi minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomum

burmannii) lebih tinggi daripada efek antifungi minyak atsiri kombinasi

pada setiap jenis konsentrasi. Di mana perbedaan yang bermakna secara statistik, terdapat pada konsentrasi 1%, 4% dan 16%.

2. Efek antifungi minyak atsiri rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.) relatif lebih rendah daripada efek antifungi minyak atsiri kombinasi hanya pada konsentrasi 8%, 12% dan 16%. Di mana perbedaan yang bermakna secara statistik, terdapat pada konsentrasi 12%.

3. Efek antifungi minyak atsiri kulit batang kayu manis lebih tinggi daripada efek antifungi minyak atsiri rimpang lengkuas. Di mana terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada setiap jenis konsentrasi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antifungi dari masing-masing zat yang dikandung minyak atsiri kayu manis dan lengkuas, supaya dapat diketahui dengan lebih jelas alasan yang menyebabkan lebih tingginya efek antifungi minyak atsiri kayu manis.


Dokumen yang terkait

Efek Antifungal Dan pH Kombinasi Minyak Atsiri Kayu Manis Dengan Kalsium Hidroksida Terhadap Candida albicans

2 71 78

EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI KAKAO (Theobroma cacao) SEBAGAI ANTIFUNGI TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

0 3 17

PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH HIJAU, MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH DAN RESIK V SABUN SIRIH TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA IN VITRO

0 7 55

UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro.

0 1 16

DAFTAR PUSTAKA Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro.

0 2 5

UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro.

0 4 18

EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga val.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans IN VITRO.

3 3 12

Efek Antifungi Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara in vitro.

2 11 4

POTENSI ANTIFUNGI EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA in Vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 54

Efek antifungi decocta rimpang jahe merah (zingiber officinale) terhadap pertumbuhan candida albicans secara in vitro

1 1 44