30
terhadap semen factor utama dalam menentukan kekuatan beton. Semakin rendah perbandingan air-semen, semakin tinggi kekuatan tekan dan sebaliknya. Kelebihan air
meningkatkan kemampuan pengerjaan mudah beton untuk dicorkan namun menurunkan kekuatan. Suatu ukuran dari pengerjaan beton ini diperoleh dengan
percobaan slump, di mana lebih kecil slump lebih kaku dan lebih sukar pengerjaan dari beton.
Kekuatan tekan beton diwakili oleh regangan tekan maksimum f’c, dengan satuan Nmm
2
atau MPa dan juga memakai satuan kgcm2. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakanbeton dengan kuat tekan pada umur 28 hari
berkisar 17-35 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi, berkisar antara 30-45 MPa. Nilai kuat tekan beton didapatkan
melalui tata cara pengujian standar, menggunakan beban tekan tingkat dengan kecepatan penigkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton d = 150 mm, t =
300 mm sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan
tertinggi yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan. Pada SK SNI T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan
kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi tekan beton terluar adalah 0.003 sebagai batas hancur. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi
± 2300 kgm
3
dapat digunakan niali Ec = 4700 √�′�.
II.3.2 Kekuatan Tarik Beton
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekannya hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya.
Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya
Universitas Sumatera Utara
31
4 3
48
2 2
2
a L
I E
a P
− =
δ berkisar 9-15 dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk
diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rapture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok
beton polos tanpa tulangann sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split silinder yang umumnya
memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulangkali
mencapai kekuatan 0.5 – 0.6 kali √�′�, sehingga untuk beton normal digunakan nilai
0.57 √�′�. Sedangkan dalam SK – SNI – T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.2.5 ditetapkan
besarnya modulus tarik untuk beton normal adalah 0.7 √�′�.
II.3.3 Kekakuan Lentur
Jika sebuah struktur balok beton bertulang dibebani seperti Gambar 2.3 maka sumbu longitudinal yang semula lurus akan berubah menjadi sebuah kurva yang
disebut kurva lendutan. a
a δ
1
δ
2
δ
3
L Gambar 2.2 Lendutan pada balok
Sebelum terjadinya lendutan plastis, lendutan di tengah bentang balok dapat dihitung dengan :
Menurut teori elastis 2.1
Universitas Sumatera Utara
32
Sehingga kekakuan lentur balok dapat dihitung dengan rumus :
4 3
48
2 2
2
a L
a P
I E
− =
δ 2.2
II.3.4 Hubungan Beban dan Lendutan
Ada dua tipe hubungan beban dan lendutan dari beton bertulang yaitu perilaku daktail dan perilaku getas seperti terlihat pada gambar 2.4. Dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa balok beton bertulang yang daktail akan mengalami lendutan plastis yang cukup besar sebelum runtuh, sebaliknya pada balok beton bertulang yang getas
akan segera runtuh setelah lendutan elastic maksimum tercapai. Daktalitas menunjukkan besarnya energi yang diserap suatu bahan ketika bahan tersebut
menerima beban. Nilai daktalitas balok neton bertulang didefinisikan sebagai rasio dari kelengkungan, defleksi atau rotasi pada beban ultimate terhadap beban saat
tulangan baja meleleh. Jadi dari hubungan antara beban dan lendutan tersebut, nilai daktalitas balok beton bertulang dapat dihitung dengan persamaan :
U =
�
�
�
�
2.3
Beban Daktail
P Getas
δ Lendutan
Gambar 2.3 Hubungan Beban dan Lendutan
Universitas Sumatera Utara
33
Pada umumnya beton mutu tinggi mempunyai prilaku keruntuhan getas dan sebaliknya beton normal berprilaku daktail. Hubungan beban dan lendutan balok
diidealisaikan sebagai hubungan irilinear seperti gambar 2.4 Beban
I II
III
Lendutan Gambar 2.4 Idealisasi Hubungan Beban dan Lendutan
Daerah I adalah tahap sebelum retak precracking. Tahap II adalah tahap setelah terjadi retak postcracking dan tahap III adalah tahap dimana tulangan tarik
sudah leleh tetapi balok masih mampu menahan beban post serviceability cracking. Sebelum terjadinya retak, penampang beton berprilaku elastic. Tegangan tarik
maksimum betonyang terjadi pada tahap ini kurang dari modulus runtuh modulus of rapture f
r
. Setelah terjadi retak, sumbangan kekuatan beton di daerah tarik menurun menyebabkan kekuatan lentur penampang menurun pula. Akibatnya, kurva beban dan
lendutan lebih landai dibandingkan tahap sebelumnya. Pada tahap III regangan pada tulangan tarik meningkat hingga mencapai regangan leleh. Besarnya lendutan
semakin bertambah tanpa kenaikan beban yang berarti, retak makin lebar, garis netral penampang semakin mendekati serat tekan dan akhirnya balok mengalami keruntuhan.
Tinjau suatu elemen kecil d
x
yang memiliki momen seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Kelengkungan curvature dinyatakan sebagai besarnya rotasi
persatuan panjang balok yaitu :
Universitas Sumatera Utara
34
φ =
1 �
2.4
φ =
�
�
��
=
�
�
�1−�
=
�
�+
�
�
�
2.5
di mana : R = jari-jari kelengkungan diukur dari garis netral
ε
c
= regangan beton pada serat tekan ε
s
= regangan tulangan tarik Gambar 2.5 memperlihatkan kurva hubungan momen dan kelengkungan suatu
penampang yang diiedealisasikan irilinier. M
u
Ultimate M
y
luluh pertama M
cr
retak pertama f
cr
f
y
f
u
Gambar 2.5Hubungan Momen dan Kelengkungan Hubungan antar momen dan kelengkungan dinyatakan sebagai berikut :
EI = MR =
� �
2.6
Pada pembebanan yang relative kecil, penampang masih utuh dan bersifat elastic. Pada saat tegangan tarik beton mencapai modulus runtuh f
r
maka terjadi retak pertama first cracking.
Universitas Sumatera Utara
35
Menurut SK –SNI – T – 15 – 1991 – 03, besarnya momen retak pertama adalah :
M
cr
=
�
�
�
�
�
2.7
f
r
= 0.7 √�′� 2.8
di mana : f
r
= modulus runtuh, MPa I
g
= momen inersia penampang, mm
4
y = jarak garis netral dari serat beton tarik, mm Besar kelengkungan saat terjadi retak pertama adalah :
φ
cr
=
�
��
�
=
�
�
�
�
� �
2.9
di mana : ε
cr
= regangan retak beton Jika beban terus bertambah, maka tulangan akan mencapai kondisi leleh pertama first
yielding, momen leleh adalah : M
y
= A
s
f
y
j
d
2.10 di mana :
f
y
= tegangan leleh baja, MPa j
d
= lengan momen antara resultan gaya tekan baja dan beton dengan gaya tarik, mm
Universitas Sumatera Utara
36
Setelah terjadi leleh, kelengkungan meningkat cukup besar sedangkan penigkatan momen relative kecil, sehingga pada saat tertentu balok akan mencapai
kekuatan batasnya ultimate. Jika beban terus ditambah melewati momen batas maka balok akan mengalami runtuh.
Menurut SK – SNI – T – 15 – 1991 – 03, tegangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan terluar harus diasumsikan sama dengan 0.003. Maka
kelengkungan batas adalah :
φ
u
=
�
�
�
=
0.003 �
2.11
Pada kondisi actual, prilaku penampang setelah retak sangat tergantung pada ratio tulangan. Pada penampang under-reinforced hubungan momen dan
kelengkungan mendekati linear hingga tulangan leleh sebaliknya pada penampang over-reinforced hubungan momen dan kelengkungan ini menjadi non-linear dan
mengakibatkan keruntuhan getas. Pada keadaan ini beton hancur pada saat kelengkungan masih kecil dan baja belum leleh.
II.4 Analisa Penampang Beton