Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 20111-2013

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

TAHUN 2011-2013

TUGAS AKHIR

Diajukan oleh: TIO IDOVANNI PURBA

112101063

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATAERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

NAMA : TIO IDOVANNI PURBA

NIM : 112101063

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

JUDUL : ANALISIS PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA TAHUN 2011-2013

Tanggal, JULI 2014 Dosen Pembimbing

Fadli, SE, M.Si

Tanggal, JULI 2014 Ketua Program Studi

Diploma III Manajemen Keuangan NIP. 19810628 200604 1 005

Dr. Yeni Absah, SE, M.Si

Tanggal, JULI 2014 Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis NIP. 19741123 200012 2 001

Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, CA NIP. 19560407 198002 1 001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 20111-2013” ini dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan Tugas akhir ini Penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh sebab itu dengan segala hormat dan kerendahan hati Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Yeni Absah, SE. M.Si selaku Ketua Program Studi D-III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE. M.Si. selaku Sekretaris Program Studi D-III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Fadli, SE. M.Si selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam tugas akhir ini 5. Pimpinan dan seluruh Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melaksanakan Magang dan memberikan izin kepada Penulis untuk memperoleh data


(4)

6. Teristimewa untuk kedua Orang Tua Terkasih, Ayahanda M.B. Purba, S.Pd dan Ibunda E. Damanik dan juga kedua saudara penulis Bellfrich Purba dan Yosep Purba yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta limpahan kasih sayang dan doa yang tulus kepada penulis.

7. Terimakasih Buat Abang Benny Nainggolan, Kak Betty Hutapea, dan Kak Wina yang selalu memberikan pengetahuan, dukungan, dan membantu penulis dalam Penulisan Tugas Akhir ini.

8. Teman-teman Penulis: Christina Imanuella Sihaloho, Sry, Menik, Junita, Novita dan seluruh Mahasiswa D-III Manajemen Keuangan FEB USU Stambuk 2011 yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam Penulisan Tugas Ahir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.

Medan, Juli 2014

NIM: 112101063 Tio Idovanni Purba


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR v BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. RumusanMasalah... 4

C. TujuanPenelitian ... 5

D. ManfaatPenelitian ... 5

BAB II PROFIL KPP PRATAMA MEDAN KOTA ... 6

A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota ... 6

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota ... 10

C. Job Description ... 13

D. Kinerja Usaha Terkini... 17

BAB III PEMBAHASAN... 22

A. Teori Perpajakan Secara Umum... 22

1. Definisi dan Ciri-ciri Pajak ... 22

2. Fungsi Pajak ... 23

3. Penggolongan Pajak... 23

4. Sistem Pemungutan Pajak ... 25

5. Asas Pemungutan Pajak ... 26

6. Cara Pemungutan Pajak ... 26

7. Syarat Pemungutan Pajak... 27

8. Tarif pajak ... 28

B. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 28

1. Pengertian PPh Pasal 21 ... 28

2. Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 29

3. Tidak termasuk WP PPh Pasal 21 ... 29

4. Objek Pajak PPh Pasal 21 ... 30

5. Pemotong PPh Pasal 21 ... 32

6. Tarif Pajak PPh Pasal 21 ... 34

7. PTKP ... 34

8. Tarif PKP ... 35

9. Biaya Jabatan dan Pensiunan ... 36

C. Pembahasan Masalah ... 36

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA


(6)

Halaman

Tabel 1.1 Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ... 35

Tabel 1.2 Tarif Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi... 36

Tabel 1.3 Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun ... 36

Tabel 1.4 Penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2011-2013 ... 37

Tabel 1.5 Persentase Rasio Perbandingan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013 ... 37


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Kota ... 12


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 dan berasaskan Pancasila. Salah satunya peraturan dan tanggungjawab yang didapat dari undang- undang dasar 1945 tersebut adalah adanya kewajiban warga negara untuk membayar pajak kepada negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pendapatan terbesar adalah penerimaan pajak. Penerimaan pajak tersebut bersumber dari warga negara Indonesia dan juga orang Asing yang tinggal di Indonesia yang berdasarkan peraturan perpajakan yang dikenakan pajak. Di Indonesia penerimaan Pajak berperan penting untuk memenuhi keperluan–keperluan Negara dan kesejahteraan rakyat sehingga pajak yang diterima suatu negara mendorong kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara sehingga, setiap warga Negara yang telah memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib membayar pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib Pajak tersebut terdaftar atau melalui Kantor Konsultan Pajak. Pembangunan merupakan sarana bagi bangsa Indonesia dalam upaya


(9)

2

meningkatkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Pembangunan yang dilaksanakan harus dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat Indonesia untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus didukung oleh besarnya penerimaan negara. Salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting adalah dari sektor pajak.

Pajak salah satu sumber dana bagi Pemerintah, sangat besar perannya di dalam menopang jalannya pembangunan di Negara Indonesia. Dalam hal ini masyarakatlah yang mempunyai andil cukup besar dalam pengisian kas negara yang dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dalam rangka usaha untuk meningkatkan pembangunan nasional, sebab tanpa adanya andil atau peran serta dari masyarakat sebagai subyek pajak maka sektor pajak tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu sumber dana Pemerintah.

Dalam sistem perpajakan di Indonesia dikenal beberapa jenis pajak yaitu, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Penerimaan Bea Materai (BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunn (BPHTB) dan lain-lain. Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak tersebut maka Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Penerimaan Bea Materai (BM), menjadi kewenangan pusat sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi kewenangan daerah. Salah satu Penerimaan Pajak terbesar adalah pajak penghasilan. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran


(10)

lain dengan apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negara yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 (pemotongan terhadap gaji atau upah), PPh pasal 22 (pemotongan terhadap barang dan jasa), PPh pasal 23 (pemotongan terhadap penghasilan orang asing) dan lain- lain.

Penerimaan pajak-pajak diatas merupakan penerimaan negara terbesar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Salah satu target penerimaan Pajak tersebut yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membagi target penerimaan pajak berdasarkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh Indonesia. Target penerimaan pajak tersebut dibuat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang digunakan demi kesejahteraan rakyat dan biaya-biaya dalam pemerintahan namun, dengan dikeluarkannya peraturan baru tentang kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 sangat mempengaruhi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) tidak sesuai dengan target yang ingin dicapai, khususnya penerimaan pajak penghasilan pasal 21 yang sangat mempengaruhi penerimaan negara sehingga menjadi semakin tidak optimal.

Selain Peraturan Menteri Keuangan dalam kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tersebut, kesadaran masyarakat dalam membayar pajak juga masih sangat kurang sehingga masih banyak dijumpai masyarakat yang belum melaksanakan pembayaran pajak. Jika disadari sejak lahir masyarakat sudah menikmati hasil dari pajak seperti: Rumah Sakit, Jalan Raya, dan fasilitas umum lainnya dan ketika masyarakat tersebut


(11)

4

menyadarinya maka menolong masyarakat memahami pentingnya peranan pajak dalam suatu negara. Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah menggunakan Self Assesment System yang artinya wajib pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak tersebut terdaftar.

Penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak adakalanya tidak terealisasi sesuai dengan target yang ingin didapatkan atau target yang ingin diperoleh, salah satu penyebabnya karena adanya kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Adanya kenaikan PTKP tersebut mengakibatkan berkurangnya jumlah wajib pajak yang terkena pajak karena jika penghasilan mereka dibawah PTKP yang ditetapkan oleh pemerintah maka penghasilan dari wajib pajak tersebut tidak terkena pajak.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota merasakan adanya pengaruh tersebut yaitu tidak terealisasinya target yang ingin dicapai khususnya pada penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21. Dari latar belakang masalah tersebut maka dalam Tugas Akhir ini diberi judul “ANALISIS PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN KOTA TAHUN 2011-2013”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka terdapat satu pokok masalah yang utama yaitu: “Mengapa Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)


(12)

Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota tidak terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan”.

C.TUJUAN PENELITIAN

Adapun Tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dalam pembahasan masalah ini yaitu:

1. Memahami bagaimana pengaruh perubahan kebijakan pemerintah dalam kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013.

2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak terealisasinya penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013.

D.MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diperoleh dalam Penelitian Permasalahan ini adalah:

1. Bagi perusahaan, dipergunakan sebagai bahan masukan untuk menganalisis Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak PratamaMedan Kota Pada Tahun 2011-2013.

2. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan teori- teori yang diperoleh masa perkuliahan.

3. Bagi pembaca, diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta menambah wawasan mengenai pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan pasal 21.


(13)

BAB II

PROFIL KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Sejarah Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak pada masa itu bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Kantor Inspeksi Keuangan, kemudian berubah lagi menjadi kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga kantor inspeksi pajak, yaitu: 1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Pada tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Medan Timur. Untuk semakin meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat di dalam pelayanan pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak, serta dibentuknya kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP PBB).


(14)

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 758/KMK.01/1993, maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan Pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi empat wilayah kerja, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 443/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana disebutkan bahwa Kantor Pelayanan Pajak di Kotamadya Medan menjadi enam wilayah kerja :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, dengan wilayah kerja : a. Kecamatan Medan Timur

b. Kecamatan Medan Tembung c. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan wilayah kerja: a. Kecamatan Medan Barat


(15)

8

c. Kecamatan Medan Petisah d. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, dengan wilayah kerja: a. Kecamatan Medan Kota

b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Johor d. Kecamatan Medan Amplas e. Kecamatan Medan Area

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, dengan wilayah kerja: a. Kecamatan Medan Polonia

b. Kecamatan Medan Maimun c. Kecamatan Medan Baru d. Kecamatan Medan Tuntungan e. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan wilayah kerja : a. Kecamatan Medan Belawan

b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, dengan wilayah kerja yaitu: a. Kotamadya Binjai

b. Kabupaten Langkat

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan karena


(16)

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dulunya berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV yang beralamat di jalan Diponegoro Nomor: 30 A Medan, tetapi sekarang sudah berpindah ke jalan Sukamulia No. 17-A Lantai III Medan.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.01/2006 tentang organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 67/PMK.01/2008.

Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan

profesionalisme yang tinggi. Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah

Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.


(17)

10

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur Organisasi adalah adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan diantara bidang kerja dan mewujudkan kedudukan, wewenang,dan tanggungjawab dalam sistem kerjasama. Organisasi merupakan sekelompok manusia dalam usaha untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan. Adanya Struktur Organisasi akan tercipta kondisi pengawasan yang baik bagi para karyawan untuk dapat bekerja sesuai ketentuan yang ada diantara bagian kerja yaitu adanya suatu ketentuan perintah dan tanggungjawab pengawasan perusahaan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.

Struktur Organisasi yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur orgaisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor dibawah naungan kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera bagian Utara, dimana seluruh pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Republik Indonesia dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Secara umum tugas Kantor Pelayanan Pajak Meliputi:

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendapatan objek dan subjek, serta penilaian objek pajak bumi dan bangunan;

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

4. Penyuluhan perpajakan; 5. Pelaksanaan ekstensifikasi;


(18)

6. Pelaksaan registrasi Wajib Pajak;

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; 8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; 10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

11. Pelaksanaan intensifikasi; 12. Pembetulan ketetapan pajak;

13. Pengurangan pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan;

14. Pelaksanaan Administrasi kantor.

Susunan struktur organisasi KPP Pratama Medan Kota yaitu: 1. Kepala Kantor;

2. Sub. Bagian Umum;

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi; 4. Seksi Pelayanan;

5. Seksi Penagihan; 6. Seksi Pemeriksaan;

7. Seksi Ekstensifikasi perpajakan; 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1; 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II; 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III; 11. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV; 12. Kelompok jabatan Fungsional Pemeriksaan.


(19)

(20)

C. Job Description 1. Kepala Kantor

Tugas Kepala Kantor Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karipka maka Kepala Kantor KPP Pratama Medan Kota mempunyai tugas mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Sub Bagian Umum

Tugas Sub. Bagian Umum membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan perlengkapan;

3. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan obyek dan subyek pajak, serta ekstensifikasi;

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi, perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan pajak, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi


(21)

14

5. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan bertugas membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku;

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (I,II, III, dan IV)

Seksi Pengawasan dan Konsultasi (I,II, III, dan IV) bertugas mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku;

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota memiliki 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya pada cakupan Wilayah (teritorial tertentu);

7. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya;

8. Seksi Penagihan


(22)

pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan;

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dangan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dimanfaatkan secara optimal. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota yaitu :

1. Kepala KPP Pratama Medan Kota : Yan Santoso Purba 2. Kepala Sub Bagian Umum : Irwan Harefa

Pelaksana Sub Bagian Umum : 3 (tiga) Anggota

Bendaharawan Sub Bagian Umum : Mayer alponco Manurung Sekretaris Sub Bagian Umum : Elisabeth Sinaga

3. Kepala Seksi Pelayanan : Edison Debata Raja Pelaksana Seksi Pelayanan : 12 (dua belas) anggota 4. Kepala Seksi Waskon I : SimonGomeri Sinambela

Account Representative Waskon I : 5 (lima) anggota

Pelaksana Waskon I

5. Kepala Seksi Waskon II : Mangatur Simanjutak

Account Representative Waskon II : 6 (enam) anggota


(23)

16

6. Kepala Seksi Waskon III : Alex Kurniawan

Account Representative Waskon III : 5 (lima) anggota

Pelaksana Waskon III

7. Kepala Sksi Waskon IV : Gintar Ginting

Account Representative Waskon IV : 5 (lima) anggota

Pelaksana Waskon IV

8. Kepala Seksi Ekstensifikasi : Erny Lindawati Pelaksana Seksi Ekstensifikasi : 3 (tiga) anggota 9. Kepala Seksi Penagihan : Luseria Maryani

Pelaksana Seksi Penagihan : 2 (dua) anggota Juru Sita Seksi Penagihan : 2 (dua) anggota 10. Kepala Seksi PDI : Ika Rotua Sinurat

Pelaksana Seksi PDI : 9 (sembilan) anggota 11. Kepala Seksi Pemeriksaan : Zulham

Pelaksana Seksi Pemeriksaan : 2 (dua) anggota 12. Bagian Fungsional

Pemeriksa Pajak Madya : 1 (satu) anggota Pemeriksa Pajak Muda : 2 (dua) anggota Pemeriksa Pajak Pertama : 6 (enam) anggota Pemeriksa Pajak Pelaksana : 2 (dua) anggota

Dalam organisasi KPP Pratama Medan Kota terdapat jabatan

Account Representative (Staf Pendukung Pelayanan) yang berada di bawah

pengawasan dan bimbingan kepala seksi pengawasan dan konsultasi. Ikhtisar tugas Account Representative yaitu:


(24)

1. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;

2. Bimbingan /Himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan; 3. Penyusunan profil wajib pajak;

4. Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi; 5. Analisis kineja wajib pajak;

6. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku; 7. Memberikan informasi perpajakan.

Pembagian tugas kinerja Account Representative dilakukan dengan membagi wilayah kerja seksi pengawasan dan konsultasi, berikut seluruh pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan (PPh,PPN,PBB,BPHTB, dan pajak lainnya). Untuk mempermudah pembagian wilayah kerja Account

Representative dapat digunakan batas-batas wilayah yang ada dengan

memperhatikan keseimbangan beban kerja. D. Kinerja Usaha Terkini

Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), institusi yang bertanggung jawab dalam menopang pembiayaan kehidupan bernegara, “Perubahan” merupakan suatu keniscayaan mengingat perkembangan masyarakat dan dunia usaha yang sangat dinamis dan semakin komplek sampai saat ini ada 2 (dua) perubahan yang cukup fenomenal di DJP, yaitu Perubahan Sistem Pemungutan Pajak dari

“Official Assessment” menjadi “Self Assessment“ yang dilakukan pada tahun

1983 dan Modernisasi Administrasi Perpajakan yang dilakukan pada tahun 2002 dimulai dengan pembentukan Kantor Wilayah (Kanwil) dan KPP Wajib Pajak Besar. Kedua perubahan tersebut telah berhasil mengubah pola pikir dan perilaku para stakeholders terlebih pola pikir dan perilaku aparat perpajakan.


(25)

18

Sistem pemungutan pajak “Self Assessment” memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Perubahan ini telah berhasil mengubah aparat perpajakan yang sebelumnya “powerful” karena kewenangan penetapan besarya pajak terhutang berdasarkan penilaian secara langsung menjadi aparat perpajakan yang “akuntabel” dalam berinteraksi dengan WP. Awalnya cukup efektif untuk meredam perilaku-perilaku kolusi dan koruptif.

Namun, seiring perjalanan waktu akibat tidak efektifnya sistem pengendalian internal pada DJP ditambah lagi dengan organisasi yang cukup toleran dengan perilaku-perilaku kolusi koruptif, maka budaya organisasi yang berkembang saat itu lebih cenderung ke arah budaya materialistis dan berdampak pada kurang baiknya citra DJP baik di mata masyarakat Indonesia maupun di dunia Internasional. Konon katanya, banyak pegawai DJP sendiri yang merasa malu mengaku bekerjadi DJP. Momentum krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, yang membawa perubahan untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan, dimanfaatkan dengan baik oleh para pemimpin DJP untuk menyusun suatu agenda reformasi di tubuh DJP yang bertujuan untuk membawa DJP menjadi suatu institusi yang akuntabel, dipercaya, dan dibanggakan masyarakat. Agenda reformasi ini kemudian lebih dikenal dengan nama “Modernisasi Administrasi Perpajakan”. Secara umum, modernisasi administrasi perpajakan memiliki 3 (tiga) hal utama, yaitu: Restrukturisasi Organisasi, Pengembangan Proses Bisnis yang berbasis Teknologi Informasi, dan Penyelenggaraan praktek “Good Governance” yang didukung oleh Manajemen Sumber Daya Manusia yang berbasis kompetensi.


(26)

Konsep Restrukturisasi Organisasi bertujuan untuk mengatasi beberapa permasalahan organisasi pada level operasional (unit vertikal) seperti adanya

redudansi duplikasi pengawasan dan pemeriksaan, tidak adanya pelayanan satu

atap, struktur belum mendukung sepenuhnya praktek “good governance”, standar pelayanan yang belum proper memadai, dan sebagainya. Konsep ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Struktur Organisasi KPP berdasarkan segmentasi Wajib Pajak Besar, Menengah, dan kecil

2. Struktur Organisasi yang berbasiskan fungsi administrasi perpajakan 3. Penggabungan KPP, Karikpa, dan KPPBB

4. Penerapan konsep Account Representative 5. Pemindahan fungsi keberatan ke Kanwil

6. Pembentukan Unit Transformasi dan Kepatuhan Internal.

Pengembangan proses bisnis yang berbasis teknologi informasi ditandai dengan penerapan sistem “workflow” dan ”Case Management” dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) dengan adanya kedua sistem tersebut, proses bisnis administrasi perpajakan menjadi semakin akuntabel karena penentuan mulai dan berakhirnya suatu kasus di generate oleh sistem sehingga tidak dapat dimanipulasi oleh manusia. Dalam sistem tersebut juga dapat diketahui tahapan proses secara transparan, sehingga apabila terjadi keterlambatan, sistem dengan mudah mendeteksi pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kementerian Keuangan menunjukan komitmen dan konsistensi pada implementasi strategi yang ditandai dengan proses penandatangan kontrak kinerja. Tentunya pencapaian target kinerja yang telah disepakati tersebut, tidak


(27)

20

hanya menjadi tanggungjawab para pimpinan tetapi juga menjadi acuan bagi seluruh pegawai dalam mencapai tujuan organisasi.

Salah satu kinerja Kementerian Keuangan yang menjadi prioritas utama adalah penerimaan negara. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang terjadi belakangan ini, semakin memberikan tekanan pada penerimaan negara sementara itu, pembangunan dan pengoperasian negara mutlak memerlukan dana sehingga, Kementerian Keuangan sebagai penanggung jawab fiskal memiliki tantangan utama menjaga penerimaan negara. Di sisi lain, sumber penerimaan tidak dapat lagi bergantung pada sumber daya alam yang semakin menipis.

Melihat realisasi APBN tahun 2013, diketahui bahwa pajak menyumbang 73% dari total penerimaan negara. Artinya, saat ini penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan kehidupan bernegara. Target penerimaan pajak pun semakin ke depan digenjot semakin tinggi. Target penerimaan pajak yang diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2013 adalah sebesar 1.042,28 Triliun meningkat 24,79% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2012 sebesar 835,25 Triliun. Hal menarik inilah yang menjadi topik pembahasan buletin kinerja edisi kali ini dalam rangka mencapai target penerimaan pajak yang sudah menembus angka 1000 Triliun, maka salah satu upaya yang sejak tahun 2002 sampai saat ini terus dilakukan oleh DJP adalah modernisasi perpajakan.

Peningkatan pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak DJP dengan melakukan perubahan-perubahan pada struktur organisasi, business process, teknologi informasi dan komunikasi.


(28)

Sistem pengawasan tidak hanya diarahkan kepada Wajib Pajak namun juga dilakukan upaya pengawasan terhadap kualitas kinerja serta integritas pegawai DJP. Upaya-upaya tersebut bukanlah hal mudah selayaknya membalikkan telapak tangan dibutuhkan waktu dan banyak tantangan yang dihadapi, baik eksternal maupun internal.

Banyak hal sudah dikembangkan oleh DJP terutama dalam upaya peningkatan sistem pelayanan dan pengawasan perpajakan namun demikian, yang terpenting dari semua itu adalah perubahan pola pikir dan perilaku di seluruh jajaran DJP, sehingga penerimaan APBN yang bersumber dari Pajak dapat dipertahankan dan semakin ditingkatkan lagi di Indonesia sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan lancar, dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dapat dijaga dan ditingkatkan lagi di Indonesia. Apa yang terjadi di DJP, juga dialami oleh semua unit organisasi dan pegawai Kementerian Keuangan.


(29)

BAB III PEMBAHASAN

A. TEORI PERPAJAKAN SECARA UMUM 1. Definisi dan Ciri-Ciri Pajak

Menurut Rochmat Soemitro pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra – prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Adriani pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yanng terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi-kembali yang langsung dapat ditunjuk,dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Dari definisi pajak tersebut maka disimpulkan bahwa secara umum dan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Nomor: 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beragam pengertian pajak diatas maka pajak memiliki ciri- ciri sebagai berikut :

a. Iuran atau kontribusi wajib rakyat kepada negara;

b. Dipungut oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang dan memaksa; c. Tanpa jasa timbal atau kontra-prestasi langsung yang dapat ditunjuk;


(30)

d. Digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran umum pemerintahan; e. Penggunaan iuran pajak untuk kemakmuran rakyat.

2. Fungsi Pajak

Mardiasmo (2008) menjelaskan bahwa ada 2 fungsi pajak yaitu: a. Fungsi Penerimaan atau Budgeter

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara.

b. Fungsi Mengatur atau Regulerend

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh:

i. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

ii. Pajak yang tinggi untuk barang- barang mewah untuk mengurangi gaya hidup yang konsumtif.

iii.Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% utuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

3. Penggolongan Pajak

Penggolongan pajak dibedakan atas dua jenis yaitu:

a. Berdasarkan Wewenang Pemungutannya terdiri atas dua jenis yaitu :

i. Pajak Negara (Pusat) adalah pajak yang wewenang pemungutannyadimiliki oleh Pemerintah Pusat. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea


(31)

24

Materai (BM), Pajak Pertambahan nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

ii. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Contohnya adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Hiburan, Pajak Restoran dan Pajak Galian Golongan C.

b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan terdiri atas dua jenis yaitu: i. Pajak Langsung yang dibagi menurut pengertian secara:

Administrasi : berkohir (surat ketetapan pajak) dan dikenakan secara berkala berulang pada waktu tertentu misalnya setiap tahun.

Ekonomis : beban pajak harus ditanggung sendiri dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

ii. Pajak Tidak Langsung, yang dapat dibagi menurut pengertian secara: Administrasi: tanpa berdasarkan kohir (surat ketetapan pajak) dan dikenakan hanya bila terjadi hal atau peristiwa yang terkena pajak

Ekonomis : beban pajak dapat dilimpahkan kepada orang lain .

Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM)

c. Berdasarkan Sasaran

Penggolongan pajak berdasarkan Sasaran dibedakan atas dua yaitu:

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi Wajib Pajak, seperti Pajak Penghasilan;


(32)

objek (benda peristiwa, perbuatan, atau keadilan) yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, seperti PPN dan PPnBM.

Di Indonesia Undang-undang Perpajakan terdiri atas dua jenis yaitu:

1. Undang-undang Pajak Formal seperti : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Pengadilan Pajak (UU PP), dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(UU PPSP).

2. Undang-undang pajak Material misalnya: Pajak Penghasilan (UU PPh), Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPn BM), serta Bea materai (UU BM).

4. Sistem Pemungutan Pajak

Ada tiga (3) Sistem Pemungutan Pajak yang berlaku yaitu:

1. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; b. Wajib Pajak bersifat pasif;

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.

2. Self Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri pajak terutang.

Ciri-cirinya:


(33)

26

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak terutang Wajib Pajak ada pada pihak ketiga bukan pihak fiskus ataupun Wajib Pajak sendiri. 5. Asas Pemungutan Pajak

Dalam Pemungutan Pajak dikenal beberapa asas yaitu:

a. Asas Domisili, yaitu bahwa wajib pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di wilayah suatu negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak.

b. Asas Sumber, yaitu bahwa pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak yang bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaran seseorang menentukan pembebanan pajak terhadapnya. Perlakuan perpajakan antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki perbedaan.

6. Cara Pemungutan Pajak

Di Indonesia dikenal beberapa Cara Pemungutan Pajak yaitu: a. Stelsel Riil atau Nyata (Riele Stelsel)


(34)

Cara pemungutan pajak yang dikenakan dan didasarkan pada objek yang sesungguhnya, yang benar-benar ada, dan dapat ditunjuk. Contoh, dalam Pajak Penghasilan, yang dimaksud Penghasilan adalah penghasilan sesungguhnya yang diperoleh atau diterima dalam satu tahun baru diketahui akhir tahun sehingga pengenaan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun tersebut.

b. Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel)

Cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang dilegalkan oleh undang-undang. Contoh, penetapan besaran angsuran pajak di awal tahun sama dengan pendapatan tahun lalu.

c. Stelsel Campuran

Pada dasarnya merupakan gabungan dari dua stelsel yang ada yaitu stelsel riil dan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak menggunakan stelsel fiktif dan diakhirtahun menggunakan stelsel riil. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

7. Syarat Pemungutan Pajak

Dalam Pemungutan Pajak terdapat beberapa syarat yaitu :

a. Syarat Keadilan yaitu pemungutan pajak dilakukan secara adil baik dalam peraturan maupun realisasi pelaksanaannya.

b. Syarat Yuridis yaitu pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang ditujukan untuk menjamin adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas,baik untuk negara maupun warganya.


(35)

28

d. rakyat, artinya pajak yang dipungut tidak mengakibatkan kelesuan perekonomian masyarakat.

e. Syarat Finansial yaitu pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya pemungutan tidak melebihi hasil pemungutannya.

f. Syarat Sederhana yaitu pemungutan pajak harus dirancang sesederhana mungkin untuk memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak. 8. Tarif Pajak

Penentuan besarnya pajak didasarkan pada tarif yang telah ditetapkan dengan peraturan perpajakan. Secara umum dikenal ada empat (4) jenis tarif perpajakan yaitu:

a. Tarif Proporsional atau dikenal dengan tarif sebanding atau sepadan yaitu tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak. Contohnya adalah PPN

b. Tarif Progresif yaitu tarif berupa persentase yang meningkat apabila jumlah yang dikenai pajak juga meningkat. Contohnya adalah PPh

c. Tarif Degresif yaitu beupa persentase yang semakin kecil apabila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

d. Tarif Tetap yaitu berupa jumlah yang tetap (sama) untuk berapun jumlah yang dikenai pajak. Contohnya adalah bea materai.

B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1. Pengertian PPh Pasal 21

Dasar pengenaan pajak penghasilan pasal 21 adalah berdasarkan undang-undang yang berlaku yaitu undang- undang Nomor: 36 tahun 2008


(36)

perubahan dari undang-undang Nomor: 17 tahun 2000, disebutkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honoium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

2. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yaitu:

a. Pejabat Negara contohnya, Presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Kabupaten/Kota, dan lain-lain b. Pegawai Negeri Sipil contohnya, PNS Pusat, Daerah, dan lain-lain c. Pegawai contohnya, pegawai di BUMN/BUMD

d. Pegawai Tetap contohnya, dewan komissaris dan anggota dewan pengawas dalam suatu perusahaan

e. Pegawai dengan status pajak luar negeri yaitu, orang luar negeri yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari yang memperoleh gaji dari hasil kegiatan dan pekerjaannya di Indonesia

f. Tenaga Lepas yaitu, orang yang menerima imbalan apabila bekerja. g. Penerima pensiunan yaitu, ahli waris yang menerima Jaminan Hari Tua

atau Tabungan Hari Tua.

3. Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang tidak terkena PPh Pasal 21 yaitu :

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat dari Negara Asing dengan ketentuan bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan diluar dari jabatan atas pekerjaannya dan negara asing


(37)

30

tersebut memberikan perlakuan yang timbal balik pada negara lain. b. Pejabat- pejabat perwakilan organisasi Internasional yag ditetapkan

oleh Menteri Keuangan yamg bukan WNI dan tidak melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

4. Objek Pajak PPh Pasal 21

a). Penghasilan WP yang dipotong PPh Pasal 21 yaitu:

i. Penghasilan yang diterima secara teatur berupa gaji, uang pensiunan bulanan, upah, honorarium, premi bulanan,uang lembur, uang sokongan dan penghasilan lainnya yang dipeoleh secara teratur dengan nama apapun.

ii. Penghasilan yang diperoleh secara tidak teratur seperti, jasa produksi, tantiem,tunjangan cuti, tunjangan hari raya dan tahun baru dan penerimaan lainnya yang sifatnya tidak tetap.

iii. Upah harian, minggua n, bulanan,borongan yang diterimapeserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan calon pegawai.

iv. Uang tebusan pensiunan, uang pesangon,uang Tabungan Hari Tua, dan pembayaran yang bersifat final.

v. Honorarium, uang saku, hadiah / penghargaan,beasiswa dan penerimaan atas pekerjaan Wajib Pajak yang terdiri dari:

a. Tenaga Ahli (pengacara, akuntann, arsitek, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris).

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang iklan, sutrada, crew film, foto model,


(38)

peragawaan/peragawati, pemain drama, penari,pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

c. Olahragawan

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.

e. Pengarang , peneliti, dan penerjemah.

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.

g. Agen iklan Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan serta peserta sidang atau rapat. h. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan

i. Peserta perlombaan / hadiah lomba j. Petugas penjaja barang dagangan k. Petugas dinas luar asuransi

l. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan m. Distributor perusahaan multilevel marketing .

vi. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain terkait dengan gaji dari PNS yang sifatnya terkait uang pensiunan baik duda, janda, atau anaknya.

vii. Penerimaan dalam bentuk apapun bersifat final dan norma hitungan khusus.

b). Penghasilan-penghasilan WP yang tidak kena pajak yaitu:


(39)

32

2. kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 3. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan

oleh pemberi kerja, kecuali pemberi kerjabersifat final

4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang diberikan oleh pemerintah

5. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, Penyelenggara Taspen, Iuran Tabungan HariTua atau Tunjangan Hari Tua oleh si pemberi kerja 6. Kenikmatan pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja

7. Pembayaran Tabungan hari Tua oleh PT Taspen

8. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh penyelenggara jamsostek yang brutonya tidak melebihi Rp 25.000.000

9. Penghasilan bruto yang diterima pegawai harian, mingguan, dan borongan minimum Rp 110.000 dan maksimal Rp1.100.000 sebulan

10. Penghasilan yang dibayarkan kepada PNS golongan II/d ke bawah, anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, atau anggota POLRI berpangkat Ajun Inspektur Satu ke bawah yang dibebankan prestasi kerja dan imbalan lain berupa gaji kehormatan atau uang pensiun

11. Zakat yang diterima oleh orang pribadi. 5. Pemotong PPh Pasal 21

Pemotong PPh Pasal 21 merupakan pihak yang berkewajiban memotong pajak atas penghasilan yang dibayarkan dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang


(40)

dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah terutang pajak. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perrwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pemerintah pusat dan daerah, lembaga–lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia diluar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain denga nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c) Dana pensiunan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan- badan lain yang membayar uang pensiun serta tabungan hari tua;

d) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium/pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status melakukan pekerjaan bebas dan menggunakan nama sendiri bukan nama persekutuan;

e) Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, dan kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, dan organisasi politik;

f) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap yang membayarkan honorarium kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;


(41)

34

Internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajiib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

6. Tarif Pajak PPh Pasal 21

Tarif Pajak dalam perhitungan PPh Pasal 21 yaitu:

a. Tarif pajak berdasarkan pasal 17 UU PPh diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) seperti: pegawai tetap, penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang, atau calon pegawai yang dibayarkan secara bulanan, dan distributor perusahaan multilevel marketing. b. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh diterapkan atas penghasilan bruto

berupa: honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain atas jasa yang dibayarkan dalam satu bulan. c. Tarif pasal 17 UU PPh diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang

dibayarkan kepada tenaga ahli seperti : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris. Besarnya perkiraan penghasilan neto 50% dari penghasilan bruto.

d. Tarif 5% diterapkan pada upah harian, upah mingguan, upah borongan yang tidak dibayarkan secara bulanan. Dengan ketentuan upah tidak lebih dari Rp 110.000 sehari dan tidak melebihi Rp 1100.000 sebulan.

7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah


(42)

PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21. Adanya Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah mengubah pendapatan negara menjadi tidak sesuai dengan target yang ditetapkan dan mengubah penerimaan negara pada penerimaan pajak penghasilan pasal 21 tidak terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan oleh kantor pelayanan pajak salah satunya adalah KPP Pratama Medan Kota. Berikut adalah tabel PTKP yang berlaku yaitu :

Tabel 1.1

Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Uraian PTKP Lama (UU 36/2008) 2009-2012 (Rp) PTKP Baru(PMK 162/2012) 2013- (Rp) Persentase Kenaikan

Diri Wajib pajak Orang

Pribadi 15.840.000 24.300.000

Tambahan untuk WP Kawin 1.320.000 2.025.000 Tambahan untuk istri yang

penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami 15.840.000 24.300.000

53,4%

Tambahan untuk setiap

tanggungan 1.320.000 2.025.000

Sumber : UU 36/2010 ; PMK 162 / PMK. 011/2012 8. Tarif Penghasilan Kena Pajak

Tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah tarif yang digunakan untuk pemotongan penghasilan yang dikenakan pajak dari Wajib Pajak sendiri. Setiap penghasilan WP berbeda –beda besar tarifnya yang disesuaikan dengan jumlah penghasilan WP tersebut. Berikut tabel tarif PKP WP Orang Pribadi yaitu:


(43)

36

Tabel 1.2

Tarif Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

Sumber : Mardiasmo (2009:144)

9. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

Dalam Pemotongan PPh Pasal 21 ada dikenal Pemotongan Biaya Jabatan dan Pensiun. Berikut akan disajikan tabel :

Tabel 1.3

Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

Jenis Biaya Biaya Lama Biaya Baru

Biaya Jabatan

5% dari penghasilan bruto (maksimal 108.000 per bulan atau 1.296.000 setahun).

5% dari penghasilan bruto (maksimal 500.000 per bulan atau 6.000.000 setahun).

Biaya Pensiun

5% dari penghasilan bruto (maksimal 36.000 sebulan atau 432.000 seetahun).

5% dari penghasilan bruto (maksimal 200.000 sebulan atau 2.400.000 setahun).

Sumber: Mardiasmo (2009:169)

C. Pembahasan Masalah

Pada penerimaan PPh pasal 21 perlu adanya target yang hendak dicapai target tersebut dibuat berdasarkan realisasi pada tahun sebelumnya dan disesuaikan pada pencapaian target tahun berikutnya, tetapi ada juga saat dimana target tersebut tercapai / tidak bahkan melebihi target yang ditentukan.

Tarif Lama Tarif Baru

Lapisan PKP Tarif Lapisan PKP Tarif

Sampai dengan 25.000.000 5% Sampai dengan 50.000.000 5% Diatas 25.000.000 s/d

50.000.000 10%

Diatas 50.000.000 s/d

250.000.000 15%

Diatas 50.000.000 s/d

100.000.000 15%

Diatas 250.000.000 s/d

500.000.000 25%

Diatas 100.000.000 s/d

200.000.000 25% Diatas 500.000.000 30%


(44)

Berikut disajikan tabel target dan realisasi pencapaian Pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Medan Kota yaitu:

Tabel 1.4

Penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2011-2013

Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Medan Kota 2014

Rasio Perbandingan digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan realisasi penerimaan PPh Pasal 21 atau untuk mengetahui tingkat pencapaian target maka dapat dilihat dengan menggunakan perbandingan antara realisasi penerimaan dengan target yang telah ditetapkan pada tahun tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Perbandingan =Realisasi

Target x 100%

Tahun 2011 = 29.496 .738 .889

44.117 .200 .000 x 100% = 66,85 %

Tahun 2012 =35.131 .635 .802

36 .092.267 .652 x 100% = 97.33 %

Tahun 2013 = 30.518 .682 .775

47.225 .000 .000 x 100% = 64,62 %

Tabel 1.5

Persentase Rasio Perbandingan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Rasio Perbandingan 2011 44.117.200.000 29.496.738.889 66,85% 2012 36.092.267.652 35.131.635.802 97,33% 2013 47.225.000.000 30.518.682.775 64,62% Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Medan Kota 2014

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp)

2011 44.117.200.000 29.496.738.889

2012 36.092.267.652 35.131.635.802


(45)

38

Dari tabel 1.5 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 target yang ditetapkan adalah sebesar Rp 44.117.200.000,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 29.496.738.889,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota pada tahun 2011 tidak mencapai target yang telah ditetapkan, dengan persentase rasio perbandingan sebesar 66,85% atau minus sebesar 33,15% dari target.

Pada tahun 2012 target yang ditetapkan KPP Pratama Medan Kota adalah sebesar Rp 36.092.267.652,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 35.131.635.802,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2012 tidak mencapai target yang telah ditetapkan KPP Pratama Medan Kota dengan persentase rasio perbandingan sebesar 97,33% atau minus sebesar 2,67% dari target yang telah ditetapkan.

Pada tahun 2013 target penerimaan PPh Pasal 21 yang ditetapkan KPP Pratama Medan Kota adalah sebesar Rp 47.225.000.000,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 30.518.682.775,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2013 tidak mencapai target yag ditetapkan dengan persentase rasio perbandingan sebesar 64,62% atau minus sebesar 35,38% dari target yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data pada Tabel 1.5 dan penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2011-2013 tidak terealisasi sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh KPP Pratama Medan Kota. Adapun faktor–faktor yang menghambat pencapaian target penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013 yaitu:


(46)

1. Adanya Wajib Pajak (WP) yang pindah ke wilayah KPP yang berbeda Adanya WP yang pindah sangat mempengaruhi pencapaian target penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota karena ketika WP tersebut pindah alamat dengan wilayah KPP yang berbeda seperti: wilayah KPP Medan Timur, KPP Medan Kota, KPP Medan Polonia, KPP Medan Madya maka akan mengurangi jumlah daftar WP yang adadi KPP Pratama Medan Kota sehingga WP tersebut tidak lagi melaporkan dan membayar pajaknya di Wilayah KPP Pratama Medan Kota tetapi disesuaikan dengan Wilayah WP tersebut setelah pindah alamat sehingga WP tersebut terdaftar dan membayar pajaknya sesuai dengan alamat dan wilayah KPP tempat WP tersebut setelah pindah alamat.

2. Kurangnya pengawasan dan peninjauan lapangan oleh KPP Pratama Medan Kota untuk memastikan masyarakat yang sudah termasuk sebagai wajib pajak sehingga masih banyak masyarakat yang belum terdaftar sebagai wajib pajak dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di KPP Pratama Medan Kota.

3. Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang pengisian pelaporan pajak sehingga banyak Wajib Pajak yang masih belum memahami prosedur pelaporan pajak, dan masih salah dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.

4. Adanya kenaikan PTKP mengurangi Penerimaan PPh pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota karena kenaikan PTKP tersebut membuat jumlah WP yang terkena pemotongan pajak semakin berkurang sehingga semakin banyak WP yang tidak terdaftar.


(47)

40

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari Bab I sampai Bab III tentang penerimaan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sumber pendapatan Negara Indonesia terbesar adalah penerimaan Pajak yang digunakan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran–pengeluaran negara yang bersifat umum demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

2. Pajak Penghasilan (PPh) merupakan Peneriman Pajak terbesar salah satu contoh dari PPh adalah PPh Pasal 21.

3. Penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota pada Tahun 2011-2013 tidak terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan oleh KPP Pratama Medan Kota penyebab utamanya adalah adannya kenaikan PTKP dan kurangnya penyuluhan dan pengawasan petugas di KPP Pratama Medan Kota untuk mengawasi masyarakat yang telah terdaftar sebagai WP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

4. KPP Pratama Medan kota masih kurang untuk menghimbau masyarakat dan memberikan informasi tentang pentingnya pajak kepada masyarakat sehingga pengetahuan masyarakat tentang pajak masih sangat kurang.


(48)

B.SARAN

1. Masyarakat Indonesia sebaiknya lebih peka dan patuh terhadap peraturan perpajakan serta pembayaran pajak sehingga Bangsa Indonesia dapat menjadi Negara yang sejahtera dan Pembangunan di Negara Indonesia semakin baik

2. Kantor Pelayanan Pajak sebaiknya semakin memberi perhatian terhadap pelayanan bagi pembayaran pajak penghasilan sehingga akan menambah empati bagi wajib pajak

3. KPP Pratama Medan Kota sebaiknya lebih lagi melakukan penyuluhan dan pengawasan langsung kepada masyarakat sehingga semua masyarakat dapat dijangkau dan patuh terhadap pajak.

4. KPP Pratama Medan Kota sebaiknya melakukan sosialisasi dan membagikan informasi tentang pajak sehingga masyarakat sadar dan paham dalam melaporkan pajaknya.


(49)

42

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia: Edisi Tiga. Andi, Jakarta. Hendry. 2002. Pajak Penghasilan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo. 2008. Perpajakan . Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.

Meliala, Oetomo. 2010. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Semesta Media, Jakarta.

Munawir. 2003. Pajak Penghasilan. BPFE, Yogyakata. Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak.

Erlangga, Jakarta.

Setioharjo, Budi. 2010. Cara Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Graha Ilmu, Jakarta.

Siti, Resmi. 2009. Perpajakan: Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta. Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Sugiharti, Dewi Hania.2004. Asas dan Dasar Perpajakan: Edisi Revisi Satu. Rafika Aditama, Bandung.

Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan: Edisi Revisi. , Eresco,Bandung. Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan

Perundang-Undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru (Buku Satu Edisi Delapan). Salemba Empat, Jakarta.

Wirawan. 1999. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-Undangan Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia: Edisi Tiga. Andi, Jakarta. Hendry. 2002. Pajak Penghasilan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo. 2008. Perpajakan . Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.

Meliala, Oetomo. 2010. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Semesta Media, Jakarta.

Munawir. 2003. Pajak Penghasilan. BPFE, Yogyakata. Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak.

Erlangga, Jakarta.

Setioharjo, Budi. 2010. Cara Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Graha Ilmu, Jakarta.

Siti, Resmi. 2009. Perpajakan: Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta. Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Sugiharti, Dewi Hania.2004. Asas dan Dasar Perpajakan: Edisi Revisi Satu. Rafika Aditama, Bandung.

Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan: Edisi Revisi. , Eresco,Bandung. Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan

Perundang-Undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru (Buku Satu Edisi Delapan). Salemba Empat, Jakarta.

Wirawan. 1999. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-Undangan Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta.


(1)

Dari tabel 1.5 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 target yang ditetapkan adalah sebesar Rp 44.117.200.000,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 29.496.738.889,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota pada tahun 2011 tidak mencapai target yang telah ditetapkan, dengan persentase rasio perbandingan sebesar 66,85% atau minus sebesar 33,15% dari target.

Pada tahun 2012 target yang ditetapkan KPP Pratama Medan Kota adalah sebesar Rp 36.092.267.652,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 35.131.635.802,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2012 tidak mencapai target yang telah ditetapkan KPP Pratama Medan Kota dengan persentase rasio perbandingan sebesar 97,33% atau minus sebesar 2,67% dari target yang telah ditetapkan.

Pada tahun 2013 target penerimaan PPh Pasal 21 yang ditetapkan KPP Pratama Medan Kota adalah sebesar Rp 47.225.000.000,00 dan realisasi penerimaannya adalah sebesar Rp 30.518.682.775,00. Jadi untuk realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2013 tidak mencapai target yag ditetapkan dengan persentase rasio perbandingan sebesar 64,62% atau minus sebesar 35,38% dari target yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data pada Tabel 1.5 dan penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2011-2013 tidak terealisasi sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh KPP Pratama Medan Kota. Adapun faktor–faktor yang menghambat pencapaian target penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota Tahun 2011-2013 yaitu:


(2)

1. Adanya Wajib Pajak (WP) yang pindah ke wilayah KPP yang berbeda Adanya WP yang pindah sangat mempengaruhi pencapaian target penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota karena ketika WP tersebut pindah alamat dengan wilayah KPP yang berbeda seperti: wilayah KPP Medan Timur, KPP Medan Kota, KPP Medan Polonia, KPP Medan Madya maka akan mengurangi jumlah daftar WP yang adadi KPP Pratama Medan Kota sehingga WP tersebut tidak lagi melaporkan dan membayar pajaknya di Wilayah KPP Pratama Medan Kota tetapi disesuaikan dengan Wilayah WP tersebut setelah pindah alamat sehingga WP tersebut terdaftar dan membayar pajaknya sesuai dengan alamat dan wilayah KPP tempat WP tersebut setelah pindah alamat.

2. Kurangnya pengawasan dan peninjauan lapangan oleh KPP Pratama Medan Kota untuk memastikan masyarakat yang sudah termasuk sebagai wajib pajak sehingga masih banyak masyarakat yang belum terdaftar sebagai wajib pajak dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di KPP Pratama Medan Kota.

3. Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang pengisian pelaporan pajak sehingga banyak Wajib Pajak yang masih belum memahami prosedur pelaporan pajak, dan masih salah dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari Bab I sampai Bab III tentang penerimaan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sumber pendapatan Negara Indonesia terbesar adalah penerimaan Pajak yang digunakan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran–pengeluaran negara yang bersifat umum demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

2. Pajak Penghasilan (PPh) merupakan Peneriman Pajak terbesar salah satu contoh dari PPh adalah PPh Pasal 21.

3. Penerimaan PPh Pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota pada Tahun 2011-2013 tidak terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan oleh KPP Pratama Medan Kota penyebab utamanya adalah adannya kenaikan PTKP dan kurangnya penyuluhan dan pengawasan petugas di KPP Pratama Medan Kota untuk mengawasi masyarakat yang telah terdaftar sebagai WP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

4. KPP Pratama Medan kota masih kurang untuk menghimbau masyarakat dan memberikan informasi tentang pentingnya pajak kepada masyarakat sehingga pengetahuan masyarakat tentang pajak masih sangat kurang.


(4)

B.SARAN

1. Masyarakat Indonesia sebaiknya lebih peka dan patuh terhadap peraturan perpajakan serta pembayaran pajak sehingga Bangsa Indonesia dapat menjadi Negara yang sejahtera dan Pembangunan di Negara Indonesia semakin baik

2. Kantor Pelayanan Pajak sebaiknya semakin memberi perhatian terhadap pelayanan bagi pembayaran pajak penghasilan sehingga akan menambah empati bagi wajib pajak

3. KPP Pratama Medan Kota sebaiknya lebih lagi melakukan penyuluhan dan pengawasan langsung kepada masyarakat sehingga semua masyarakat dapat dijangkau dan patuh terhadap pajak.

4. KPP Pratama Medan Kota sebaiknya melakukan sosialisasi dan membagikan informasi tentang pajak sehingga masyarakat sadar dan paham dalam melaporkan pajaknya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia: Edisi Tiga. Andi, Jakarta. Hendry. 2002. Pajak Penghasilan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo. 2008. Perpajakan . Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.

Meliala, Oetomo. 2010. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Semesta Media, Jakarta.

Munawir. 2003. Pajak Penghasilan. BPFE, Yogyakata. Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak.

Erlangga, Jakarta.

Setioharjo, Budi. 2010. Cara Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Graha Ilmu, Jakarta.

Siti, Resmi. 2009. Perpajakan: Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta. Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Sugiharti, Dewi Hania.2004. Asas dan Dasar Perpajakan: Edisi Revisi Satu. Rafika Aditama, Bandung.

Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan: Edisi Revisi. , Eresco,Bandung. Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan

Perundang-Undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru (Buku Satu Edisi Delapan). Salemba Empat, Jakarta.

Wirawan. 1999. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-Undangan Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia: Edisi Tiga. Andi, Jakarta. Hendry. 2002. Pajak Penghasilan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo. 2008. Perpajakan . Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Andi, Yogyakarta.

Meliala, Oetomo. 2010. Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Semesta Media, Jakarta.

Munawir. 2003. Pajak Penghasilan. BPFE, Yogyakata. Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak.

Erlangga, Jakarta.

Setioharjo, Budi. 2010. Cara Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Graha Ilmu, Jakarta.

Siti, Resmi. 2009. Perpajakan: Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta. Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Sugiharti, Dewi Hania.2004. Asas dan Dasar Perpajakan: Edisi Revisi Satu. Rafika Aditama, Bandung.

Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan: Edisi Revisi. , Eresco,Bandung. Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan

Perundang-Undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru (Buku Satu Edisi Delapan). Salemba Empat, Jakarta.

Wirawan. 1999. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-Undangan Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta.