Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

O L E H

NAMA : SAMUEL BUTAR BUTAR

NIM : 102600016

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kesempatan dan penyertaanNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madia (A.Md). Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memberikan dukungan, motivasi, dan inspirasi kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Badarudin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Bapak M. Arifin Nasution, M.SP, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dari awal hingga selesai.

5. Kepada Ayah saya Sabam Butar Butar yang telah memberikan ketulusan cinta dan kasih sayang dan yang setia mendoakan saya, Alm. Ibunda tercinta Marnala Sirait yang kasih sayang dan perjuangannya begitu besar terhadap saya dan dengan bangga aku berkata Beliau adalah Inspirasi hidupku.

6. Keluargaku tercinta : Abangku Jadiaman Butar Butar dan Kakak Ipar : Erika Simare-mare , Kedua Kakakku : Tetty Misma , Octarina Butar Butar dan Abang Ipar : Rinto Simatupang, Adikku : Untung Sergio, yang telah memberikan dukungan materil maupun moril dan aku bersyukur memiliki keluarga yang penuh suka dan dukacita dilewati bersama-sama. 7. Bang T. Qivi Hady Daholi (Seksi Penagihan) selaku supervisor penulis

yang bersedia meluangkan waktunya memberikan data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

8. Ibu Corby Siburian dan Abangda Afrizal Pasaribu S.Sos yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya tugas akhir ini.

9. Sepupuku Glensius, Novrita Debora dan Ira Evalina Butar Butar yang telah memberikan dukungan dalam moril maupun doa.


(4)

10. Teman-teman Paduan Suara EL Shaddai USU, Bang Rudolf, Kak Disa, Kak Efrina, Kak Tita, Suryadi XU, dan semua yang tidak dapat dituliskan dilembaran ini. yang telah memberikan motivasi dan dukungan doa selama berorganisasi dipelayanan Paduan Suara EL Shaddai USU.

11. Sahabatku Windra B.D.P Saragih (Edok), Sutri Brata, Winda Saragih, dan Nanda Ayu Lestari yang selalu mengingatkan-ku untuk hal-hal yang terbaik dalam diriku , dan waktu yang cukup indah dalam hidupku dapat mengenal kalian dan dapat merasakan kasih sayang seorang teman.

12. Teman-temanku, Modes Silalahi, Josua Situmorang, Gerson, Pio Antika, Tiodora, Berliana, Mei Kristina, dan semua yang tidak dapat dituliskan dilembaran ini yang telah memberikan dukungan moril kepada saya. 13. Kelas TAX A 2010, yang menjadi teman dan tempat aku berbagi , dan

Teman-teman Pengurus IMPROSAJA FISIP USU Periode 2012-2013, waktu akan tetap berjalan, tetapi aku tidak akan pernah berhenti untuk melupakan pertemanan yang kudapat dari kalian.

14. Seluruh mahasiswa Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU stambuk 2010, 2011 dan 2012 yang menjadi teman dan keluarga selama melaksanakan perkuliahan.

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu,


(5)

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2013

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ………..……… ii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ……… iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……….. 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……….. 3

1.3 Uraian Teoritis ………. 5

1.4 Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………...……... 11

1.5 Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………... 11

1.6 Metode Pengumpulan Data ……….…… 13

1.7 Sistematika Penulisan Laporan PKLM ………... 14

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM 2.1 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak ……… 16

2.2 Sejarah Umum Berdirinya KPP Medan Kota ………. 19

2.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.. 24


(7)

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

3.1 Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun

2009……….……….….… 29

3.2 Penagihan Pajak ……….……….……….… 32

3.2.1 Pengertian Penagihan ………..…... 32

3.2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak ……….. 34

3.2.3 Tindakan Penagihan ……… 34

3.3 Surat Teguran ……… 35

3.3.1 Dasar Hukum ………... 35

3.3.2 Penerbitan Surat Teguran ……… 36

3.3.3 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) ……… 38

3.3.4 Penagihan Pajak Dengan Surat Sita ……… 42

3.3.5 Jurusita Pajak ………...………... 47

3.3.6 Pelaksanaan Lelang ……….……… 49

3.3.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus ……….. 52

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI 4.1 Prosedur Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Memenuhi kewajiban perpajakannya ………... 54


(8)

4.3 Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa……….. 63

4.4 Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa. ……… 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 71

5.2 Saran ………..… 72

DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel :

Tabel 4.1 : Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan.

Daftar Gambar :


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya membutuhkan kesiapsediaan semua pihak Perguruan Tinggi sebagai sebuah wadah pendidikan tertinggi dalam suatu jenjang pendidikan formal. Mahasiswa sebagai salah satu elemen Perguruan Tinggi dituntut untuk mampu berpikir kritis, tegas, dan kreatif khususnya dibidang yang mereka pilih. Hal ini sangat penting karena sebagai generasi muda, mahasiswa diharapkan dapat meneruskan pembangunan bangsa ini.

Guna memenuhi tuntutan dunia kerja dibutuhkan lulusan perguruan tinggi yang berkualitas, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus dari program pendidikannya tetapi juga harus mampu mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan dari ilmu yang diperolehnya, untuk itu maka mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Dalam melaksanakan PKLM ini, maka mahasiswa memerlukan sebuah wadah atau tempat untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahannya tersebut. Pembahasan yang diambil tentu saja yang berhubungan dengan perpajakan. Pajak merupakan salah satu sektor penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar setelah penerimaan dari sektor Migas.


(11)

Dimana penerimaan negara dari sektor pajak setiap tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana rencana pendapatan negara dari sektor pajak terus mengalami peningkatan. Pendapatan negara dari sektor pajak inilah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan baik di daerah maupun di pusat.

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak sebagai aparat perpajakan, mempunyai tugas yang cukup berat dalam memenuhi pendapatan negara yang telah ditetapkan dalam APBN.

Sehingga aparat pajak harus aktif dalam melakukan pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan perpajakan dari wajib pajak agar wajib pajak mematuhi peraturan yang telah ditentukan dalam undang-undang perpajakan. Untuk meningkatkan penerimaan pajak pemerintah telah berulangkali melakukan pembaharuan undang-undang perpajakan. Sebelum adanya tax reform, Indonesia menganut sistem official assessment lalu diadakan tax reform dimana sistem official assesment diganti menjadi self assessment.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak dijumpai wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik , terutama dalam hal pembayaran pajak yang terutang. Karena menyadari pentingnya pelaksanaan penagihan pajak sbagai usaha terakhir dalam mengamankan penerimaan Negara , maka penulis tertarik untuk sebuah pembahasan dalam Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan


(12)

judul “PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA”.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

1.2.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :

1. Untuk mengetahui Prosedur Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Memenuhi kewajiban perpajakannya oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Penagihan Pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota .

3. Untuk mengetahui Faktor Penghambat dalam pelaksanaan penagihan melalui Surat Paksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota .

4. Untuk mengetahui cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan melalui Surat Paksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota .


(13)

1.2.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

a. Bagi Mahasiswa

1. Untuk menganalisis pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dalam perkuliahan dalam bentuk teori dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

2. Melatih dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam lingkungan dunia kerja yang dihadapi dan membentuk mahasiswa menjadi pekerja yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap instansi tempat dimana mahasiswa tersebut bekerja.

3. Supaya dapat digunakan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu perpajakan dalam hal pelaksanaan penagihan pajak. 4. Agar dapat digunakan sebagai pengalaman dalam melaksanakan

penelitian ilmiah.

b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

1. Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan pajak dengan efektif dan efisien kepada wajib pajak.

2. Mendapat masukan dan saran dalam hal penanganan masalah perpajakan .

3. Membina hubungan baik antara KPP Pratama Medan Kota dan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.


(14)

c. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

1. Guna meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia dan profesionalisme, memperluas wawasan serta memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya khususnya dalam bidang perpajakan.

2. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan KPP Pratama Medan Kota dalam memberikan uji nyata praktik kerja.

3. Mempertinggi pandangan masyarakat terhadap Sumber Daya Manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya Universitas Sumatera Utara dengan persepsi umum.

1.3 URAIAN TEORITIS

1.3.1 Definisi Pajak

a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Memberi definisi sebagai berikut :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang_undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan dapat digunakan untuk membiayai penggunaan umum (Bohari, 1984:31).


(15)

b. Prof.Dr.P.J.A. Andriani. Beliau memberikan definisi yang berbunyi sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh orang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dengan tugas pemeritah (Bohari, 1984:31).

c. Dr. Soeparman Soemahamidjaja, yang memberikan definisi pajak sebagai berikut :

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Suandy, 2008:9).

d. Prof. Dr. M.J.H. Smeets, memberikan definisi pajak sebagai berikut :

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Suandy,2008:9).


(16)

1.3.2 Teori Pemungutan Pajak

a. Teori Bakti

Penekanan teori terletak pada Negara yang mempunyai hak untuk memungut pajak dari warganya sebagai tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan fasilitas umum yang diselenggarakan oleh Negara (Judisseno, 1996:17).

b. Teori Daya Pikul

Dalam teori ini, keadilan dan keabsahan Negara dalam memungut pajak dari warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan masing-masing masyarakat dan bukan besar kecilnya kepentingan (Judisseno, 1996:17).

c. Teori Daya Beli

Teori ini menekankan bahwa Negara adalah penyelenggara berbagai kepentingan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan Negara. Berdasarkan pengertian tersebut, Negara memiliki keadilan dan keabsahan dalam melakukan pemungutan pajak dari masyarakatnya (Judisseno, 1996:17).

d. Teori Asuransi

Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran


(17)

pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi (Judisenno, 1996:17).

e. Teori Kepentingan

Menurut teori ini, dasar pemungutan adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lan-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak (Judisseno, 1996:17).

1.3.3 Penagihan Utang Pajak

Pengertian mengenai pelaksanaan penagihan tunggakan tunggakan pajak terhadap wajib pajak orang pibadi (WP OP).

a) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak yang dilakukan dengan menegur atau memperingati melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa , mengusulkan pencegahan , melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyeanderaan, menjual barang yang telah disita.


(18)

b) Penagihan pajak pasif adalah penagihan yang dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar , Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. c) Penagihan Pajak Aktif adalah merupaka kelanjutan dari penagihan pajak pasif,

dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

d) Biaya Penagihan adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Printah melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

e) Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak , termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenui kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.

f) Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

g) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) , Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar


(19)

Tambahan (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

h) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak , besarnya sanksi administrasi , dan jumlah yang masih harus dibayar.

i) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

j) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

k) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

l) Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

m) Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa , Penyitaan, dan Penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Pusat, dan untuk penagihan Pajak Daerah ditunjuk oleh pejabat Gubernur atau Bupati/Walikota.


(20)

1.4 RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam hal ini penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, Adapun ruang lingkup praktik kerja lapangan mandiri :

a. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Kendala yang dihadapi pegawai pajak dalam Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi serta upaya yang ditempuh oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

c. Kontribusi Penagihan yang telah dilaksanakan terhadap perkembangan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

1.5 METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Metode PKLM yang digunakan adalah sebagai berikut :

1.5.1 Tahap Persiapan

Hal ini berkaitan dengan persiapan yang dibutuhkan mahasiswa mulai dari peninjauan objek dan lokasi, mencari bahan untuk pembuatan proposal, permohonan surat jalan/surat permohonan dari fakultas, dan lain sebagainya.


(21)

1.5.2 Studi Literatur

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan judul PKLM, artikel ilmiah serta sumber-sumber lain yang mendukung penulisan laporan ini.

1.5.3 Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan secara langsung tentang kondisi serta keadaan dari kantor tempat dimana penulis melakukan kegiatan praktik kerja lapangan mandiri.

1.5.4 Pengumpulan Data

Penulis melakukan pegumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang dibahas, dalam hal ini data-data bersumber dari KPP Pratama Medan Kota.

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui tentang objek kajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari refrensi ilmiah,seperti buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan yang bertujuan untuk pengumpulan laporan PKLM.


(22)

1.5.5 Analisis dan Evaluasi Data

Setelah memperoleh data yang dibutuhkan penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data dan mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan di interpretasikan secara objektif, jelas dan sistematis sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.

1.6 METODE PENGUMPULAN DATA

1.6.1 Daftar Wawancara

Yaitu dengan melakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis kepada pegawai perusahaan, yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membantu proses penyusunan laporan.

1.6.2 Daftar Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ataupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan pihak kantor dengan pemberian arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada KPP Pratama tersebut.


(23)

1.6.3 Daftar Dokumentasi

Pengumpulan data dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang di perlukan seperti Undang-undang Perpajakan, lampiran formulir-formulir, data mengenai pendaftaran dan pencabutan pengukuhan PKP, data mengenai kepegawaian dan data-data lain yang berhubungan dengan PKLM.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PKLM

Adapun sistematika dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan menganai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam menyusun laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan. Pada bab ini dijelaskan hal-hal yang melatarbelakangi masalah-masalah yang dikemukakan penulis tentang pelaksanaan penagihan utang wajib pajak orang pribadi.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai lokasi PKL, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi, serta gambaran


(24)

mengenai pegawai atau karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penagihan pajak, antara lain penjelasan tentang kewajiban perpajakan, tata cara pelaksanan dan penagihan pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang di peroleh dan kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interpretasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman dari objek yang telah di teliti serta saran-saran yang membangun berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh. Yaitu, Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Medan Kota kemudian penulis akan berusaha memberikan saran yang penulis anggap dapat memberikan


(25)

masukan pengawasan dan penelitian atas laporan Pelaksanaan Penagihana Hutang Wajib Pajak Orang Pribadi.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA

2.1 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak merupakan sarana yang memberi pelayanan kepada masyarakat di bidang Perpajakan.

2.1.1 Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jendral Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”

Visi tersebut menjelaskan bahwa DJP ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa DJP melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya DJP memastikan masyarakat yakin bahwa sistem administrasi


(27)

perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

2.1.2 Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan DJP adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran DJP tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien.Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

2.1.3 Nilai Direktorat Jenderal Pajak

Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”


(28)

Professionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial.”

Sinergi

“Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dari pengertian ini terlihat dua dimensi sinergi yang selayaknya terjalin, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal.”

Pelayanan

“Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.”

Kesempurnaan

“Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.


(29)

2.2 Sejarah Umum Berdirinya KPP Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara

c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota). dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/198, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor


(30)

Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993,maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:

a) Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur b) Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat c) Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara d) Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai.

Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat


(31)

Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota madya Medan Menjadi enam wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan timur

b. Kecamatan Medan Area

c. Kecamatan Medan Tembung

d. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Barat

b. Kecamatan Medan Sunggal

c. Kecamatan Medan Petisah

d. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan kota

b. Kecamatan Medan Denai


(32)

d. Kecamatan Medan Amplas

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Polonia

b. Kecamatan Medan Maimun

c. Kecamatan Medan Baru

d. Kecamatan Medan Tuntungan

e. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Belawan

b. Kecamatan Medan Marelan

c. Kecamatan Medan Labuhan

d. Kecamatan Medan Deli

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak


(33)

merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor. 30A Medan . Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :

a. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/kmk.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK/.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

b. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang


(34)

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.

2.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerjasama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara Replubik Indonesia.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota membawahi 1(satu) bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun bidang-bidang


(35)

yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:

a.Kepala Kantor b.Sub Bagian Umum c.Seksi Ekstensifikasi

d.Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) e.Seksi Pelayanan

f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV ) g.Seksi Pemeriksaan

h.Seksi Penagihan

i. Kelompok Jabatan Fungsional

2.4 Uraian Tugas dan Fungsi 2.4.1 Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.


(36)

2.4.2 Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

2.4.3 Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.4.4 Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasia dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

2.4.5 Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,


(37)

penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

2.4.6 Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).

2.4.7 Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

2.4.8 Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.


(38)

2.4.9 Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan

berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.


(39)

BAB III

GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

3.1 Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 4. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib


(40)

5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

7. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

8. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

9. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

10.Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

11.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak


(41)

12.Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

13.Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

14.Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

15.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

16.Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

17.Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dapat diajukan gugatan.


(42)

18.Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

19.Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

20.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

3.2 Penagihan Pajak

3.2.1 Pengertian Penagihan

Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang harus ditingkatkan, sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengn iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana


(43)

jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Menurut UU NO. 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan sketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.

Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap Wajib Pajak yang telah memnuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakyat akan ketentuan perpajakan tersebut.

Namun kenyataannya yang terjadi dilapangan masih banyak Wajib Pajak yang tidak menghiraukan ketentuan perpajakan tersebut. Maka atas dasar inilah pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan penagihan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya, dengan cara menerbitkan Surat Teguran Pajak / Surat Ketetapan Pajak. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak juga menghiraukan atas diterbitkannya


(44)

peringatan lainnya. Selanjutnya apabila Wajib Pajak tidak juga mengirauhkan Surat Teguran tersebut pihak aparatur pajak akan menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan tunggakan pajak.

3.2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Undang – Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penagihan pajak di Indonesia, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan lain bagi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tidak membayar pajaknya.

3.2.3 Tindakan Penagihan

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah :

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang


(45)

terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan dan Surat Ketetapan Pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Apabila Utang Pajak yang disampaikan lewat Surat Ketetapan Pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :

3.3 Surat Teguran 3.3.1 Dasar Hukum

a. Pasal 1 angka 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.


(46)

b. Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.

c. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 524/KMK.03/2008 Tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

d. Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 524/KMK.03/2008 Tanggal 6 Februari tentang Tata Cara Pelaksanaan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

3.3.2 Penerbitan Surat Teguran

Tindakan Penagihan Pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenisnya ditebitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :


(47)

Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ATAU Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) , kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding. d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar


(48)

disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh)hari sejak jatuh tempo pelunasan.

e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak , kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

3.3.3 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) a. Pengertian Surat Paksa

Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (UU NO.19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 12).

b. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

1. Dari segi isinya :

a) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar. b) Berkepala kata-kata “atas nama keadilan” yang dengan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”


(49)

c) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.

2. Dari segi karakteristiknya :

a) Mempunyai kekuatan hokum yang pasti.

b) Mempunyai kekuatan hokum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

c) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan).

d) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan / pencegahan.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (Eksekusi Langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena Surat Paksa itu mempunyai kekuatan hokum yang pasti, dimana Fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi” .

c. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 8 Surat Paksa diterbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak tidak melunasi Utang Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang


(50)

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus;

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. b) Dasar Penagihan.

c) Besarnya utang pajak. d) Perintah untuk membayar. d. Fungsi Surat Paksa

Adapun Fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.


(51)

e. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada : a) Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha, atau ditempat lain yang

memungkinkan.

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi ; atau

d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.


(52)

3.3.4 Penagihan Pajak Dengan Surat Sita

a. Barang – Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita

Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, Penyitaan diatur dalam Undang- Undang Nomor. 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3 sebagai berikut :

1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal , tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada ditangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain ; dan atau

b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan , dan kapal dengan isi kotor tertentu.

2) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.

3) Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


(53)

b. Barang Gerak Yang Dapat Disita

Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai berikut:

1. Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti : a) Perhiasan (Emas, Berlian, Mutiara, Batu Permata dan sebagainya). b) Barang Mewah (Televisi, Lemari es, AC dan sebagainya).

c) Kendaraan (Mobil, Sepeda Motor dan sebagainya). d) Uang tunai (termasuk surat-surat berharga).

e) Perkakas Rumah Tangga (Sofa, Lemari Hias, dan sebagainya). f) Barang-barang lainnya yang bergerak.

2. Semua barang bergerak yang ada di tempat kegiatan usaha Penanggung Pajak, seperti :

a) Barang-barang dagangan (baik yang berada di dalam took maupun yang berada didalam gudang).

b) Barang-barang inventaris usaha (Lemari, Meja, Kursi, dan Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan Usaha).

3. Semua barang bergerak yang ada dikantor Penanggung Pajak, seperti :

a) Inventaris kantor (mesin tik, computer, lemari, kursi, dan alat kantor lainnya).

b) Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor dan sebagainya).


(54)

sehingga barang-barang ini diketemukan di rumah, di took, di tempat usaha maupun di kantor Penanggung Pajak dapat disita. Dalam golongan surat-surat berharga termasuk saham, obligasi, deposito berjangka, piutang, tabungan, saldo rekening, dan sejenisnya.

c. Barang Tidak Bergerak yang Dapat Disita

Dalam golongan barang tidak bergerak yang dapat disita, dapat dimasukkan sebagai berikut :

1. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan / dikontrakkan kepada orang lain.

2. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang ditempati / dikerjakan sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan orang lain.

d. Barang yang Dikecualikan Dari Penyitaan

Barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah : 1. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000 (duapuluh jutah rupiah).

2. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.


(55)

3. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

4. Pakaian dan tempat tidur beserta pelengkapnya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

5. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah.

6. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas. e. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Apabila setelah lewat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Wajib Pajak / Penanggung Pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak oleh Kepala Kantor Pelayanan Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).

Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak atau aktiva milik orang pribadi, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan / aktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh antara lain :

1. Surat Pemberitahuan .

2. Laporan Keuangan Wajib Pajak (Neraca dan daftar L/R). 3. Laporan Pemeriksaan Pajak.


(56)

Dalam melaksanakan penyitaan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Penyitaan dilakukan bersama-sama dengan dua orang saksi yang memenuhi syarat antara lain :

1) Warga Negara Indonesia.

2) Sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun. 3) Dapat Dipercaya.

4) Dikenal oleh Jurusita.

b. Menentukan barang yang disita misalnya barang gerak (mobil, televisi, sepeda motor ,dan lain-lain). Jika jumlah nilai barang bergerak tidak mencukupi , maka dapat diteruskan dengan menyita barang tidak bergerak sampai jumlahnya mencukupi untuk membayar utang pajak tersebut serta biaya pelaksanaannya.

c. Pembuatan Berita Acara Sita (BAS)

d. Jurusita memberitahukan kepada Wajib Pajak dengan tujuan penyitaan yaitu bahwa barang yang disita akan dijual melalui pelelangan dengan perantaraan Kantor Lelang Negara, apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya. Selembar dari salinan Berita Acara ditempelkan ditempat umum atau di tempat-tempat di mana barang-barang bergerak dan tidak bergerak kepunyaan Wajib Pajak disita. Penempelan tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud dan tindakan jurusita pada Wajib Pajak.


(57)

Selain penempelan Berita Acara Sita, maka segel sita / kutipan Berita Acara Sita juga ditempelkan pada barang yang disita. Penyitaan barang tidak bergerak didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional / Kantor Pengadilan Negeri setempat dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penyitaan barang tidak bergerak atas nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dilampiri tindakan Berita Acara Sita.

e. Pencabutan Sita

Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak sudah melunasi utang pajaknya sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita.

3.3.5 Jurusita Pajak

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Pusat, Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan Pajak Daerah.

a. Syarat Jurusita Pajak

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diangkat menjadi Jurusita Pajak yaitu :


(58)

2) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda / Golongan I. 3) Berbadan Sehat.

4) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak. 5) Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. b. Pemberhentian Jurusita Pajak

Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila : 1) Meninggal dunia.

2) Pensiun.

3) Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakuklan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak.

4) Sakit jasmani atau rohani terus menerus. c. Tugas Jurusita Pajak

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor, 19 Tahun 2000, Jurusita Pajak bertugas :

1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. 2) Memberitahukan Surat Paksa.

3) Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan Surat Tugas yang harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.


(59)

3.3.6 Pelaksanaan Lelang

Dasar hukum pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tanggal 20 Desember 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa.

a. Persiapan Lelang

1. Kepala kantor mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.

2. Jurusita mempersiapkan berkas – berkas Penagihan yang terdiri dari :

a) STP, SKPKB, SKPKBT, SPPT, SKP, SKPT, STB, SKBKB, SKBKBT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjauan Kembali.

b) Surat Setoran Pajak atau bukti pembayaran pajak (NTTP) c) Surat Teguran

d) Surat Paksa

e) Laporan Surat Paksa

f) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

g) Pemberitahuan Penyitaaan Barang Tidak Bergerak atas nama Wajib Pajak h) Berita Acara Pelaksanaan Sita

i) Permintaan Jadwal Waktu


(60)

k) Bukti – bukti pemilikari barang yang disita, antar lain untuk pelaksanaan tanah atau tanah dan bangunan dilengkapai dengan :

1) Surat Ketetapan Tanah dari Kantor Pertanahan / BPN apabila kepemilikan tanah sudah terdaftar, atau

2) Surat Keterangan ddari Kepala Desa / Lurah yang menerangkan status kepemilikan tanah dan selanjutnya kepala KLN meminta Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan.

b. Pengumuman Lelang

1. Pengumuman lelang dilakukan setelah ditentukan hari, tanggal, dan jam lelang.

2. Kepala Kantor mengumumkan lelang paling singkat 14 hari setelah penyitaan, melalui surat kabar harian, selebaran atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau media elektronik termasuk internet di wilayahy kerja Kantor Lelang tempat barang yang akan dijual.

3. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali. 4. Pengumuman lelang barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Jangka

waktu pengumuman pertama dengan kedua sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari, serta diatur agar pengumuman kedua tidak jatuh pada hari libur / hari besar.


(61)

c. Pembatalan Pengumuman Lelang

Pembatalan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak melunasi utang-utang pajak serta biaya pelaksanaanya sesudah pengumuman lelang tetapi sebelum pelaksanaan lelang.

Pembatalan Pengumuman Lelang baru dapat dilakukan apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak menunjkkan bukti pembayaran utang pajak serta biaya pelaksanaannya.

d. Pelaksanaan Lelang

1. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.

2. Kepala Kantor bertindak sebagai penjual barang yang disita mengajukan permohonan lelang kepada Kepala Kantor Lelang sebelum pelaksanaan lelang.

3. Kepala kantor menentukan nilai limit dan diserahakan kepada Pejabat lelang selambat – lambatnya pada saat dimulainya pelaksanaan lelang. 4. Kepala kantor atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang. 5. Kepala Kantor, Kepala Seksi Penagihan dan Jurusita Pajak , termasuk

istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang. 6. Biaya penagihan pajak ditambah 1 % (satu persen) dari :


(62)

b) Pokok lelang dari penjualan secara lelang. 3.3.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus dilakukan ketika :

a) Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.

b) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi.

c) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.

d) Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

Mungkin saja terjadi bahwa Penaggung Pajak mempunyai pola pikir yang tidak baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indicator tersebut. Adanya pola piker yang tidak baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian dilelang kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hak seperti ini


(63)

dan negara tidak dirugikan. Oleh karena itu dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Dalam hal ini terjadi Penagihan Seketika dan Sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyamapaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanaakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika Jurusita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka jurusita pajak segera melakukan penagihanseketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Tanda-tanda indicator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak berniat mengurangi atau menjual / memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidakl ada lagi barang yang dapat disita.


(64)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam hal ini penulis akan menganalisa suatu data mengenai tunggakan pajak yang dilakukan tindakan Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Surat Teguran, Penyitaan dan Pelaksanaan Lelang yang melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

4.1 Prosedur Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Memenuhi kewajiban perpajakannya

Dengan system Self Assement menggantikan system Official Assesment yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya, pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan agar penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan . Hal ini berarti bahwa peranan Wajib Pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan system perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan utang pajakannya. Banyak dari Wajib Pajak yanjg tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas lancarnya penerimaan pajak ,


(65)

kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan surat paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidak patuhan Wajib Pajak, maka dilakukan tindakan penagihan aktif sebagai sarana dalam mencapai penerimaan negara dari sektor pajak .

Ketidakpatuhan Wajib Pajak atas ketentuan perpajakan dapat dilihat melalui table dibawah ini :

Tabel 4.1

Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Kota

Tahun 2010, 2011 dan 2012

TAHUN

SURAT TEGURAN SURAT PAKSA

PENERBITAN

(LEMBAR)

PENCAIRAN

(RUPIAH)

PENERBITAN

(LEMBAR)

PENCAIRAN

(RUPIAH)

2010 1.136 81.664.099 1.514 193.269.994

2011 1.231 50.602.806 1.851 318.415.988

2012 223 53.631.620 406 41.918.689


(66)

Analisis tabel 4.1

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa kinerja aparatur pajak pada seksi penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam pelaksanaan Penagihan Pajak pada tahun 2010, 2011, dan 2012. Ternyata Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan masih tetap ada setiap tahunnya. Namun setelah Surat Teguran ini diterbitkan masih tetap ada Wajib Pajak yang tidak menghiraukan, maka pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai sarana pencairan Tunggakan Pajak.

Dari banyaknya Surat Teguran yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota pada tahun 2010, 2011, dan 2012 ternyata Wajib Pajak segera membayar utang pajaknya dan tidak sampai dikeluarkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dari data diatas ternyata Tunggakan Pajak terbesar dapat dicairkan setelah dikeluarkannya Surat Paksa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perbandingan antara pencairan Surat Teguran dengan Surat Paksa yaitu jumlah Surat Teguran 2.590 lembar dengan pencairan Rp.185.898.525,- dan Surat Paksa berjumlah 3.771 lembar dengan pencairan Rp. 548.798.996,-.

4.2 Pelaksanaan Penagihan Pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota


(67)

Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ialah penagihan paksa, dimana fiskus melalui Jurusita Pajak negara menyampaikan / memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak jika Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya setelah dikeluarkannya Surat Paksa. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir , apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.

Skema tata cara pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya :

Gambar 4.2

Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak

Jatuh Tempo 21 Hari

7 hari

2 x 24 Jam

14 Hari 14 Hari

SKPKB, SKPKBT, STP, SK Pbtulan, Surat Teguran Surat Paksa Surat Perintah Pengumu m-an L l Pelaksana -an L l


(68)

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (Tujuh) hari jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil penelitian diantaranya :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Tagihan Pajak (STP)

d. Surat Keterangan Pembetulan

Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.

2. Kemudihan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran , Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini :

a. Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

b. Jika jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan yang ada untuk diteliti :


(69)

2) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun / jenis pajak lainnya yang diperhitungkan.

3) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP sesuai dengan jumlah tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa.

4) Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam Surat Paksa, diajukan keberatan.

3. Bila Wajib Pajak tidak ditemukan dikantor atau tempat usaha / tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka Jurusita salinan Surat Paksa kepada :

a. Seseorang yang ada ditempat tinggalnya (misalnya : istri, anak, atau pembantu rumah tangga).

b. Seseorang yang ada dikantornya (salah seorang pegawai).

4. Bila Jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak / Penanggung Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

a. Keluarga Wajib Pajak atau orang yang bertempat tinggal bersama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dewasa dan sehat mental. b. Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha

bersangkutan atau ;

c. Pejabat Pemerintah setempat (Bupati / Walikota / Camat / Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir 1 dan 2diatas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang


(70)

d. Jurusita yang telah melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

5. Biaya Penyampaian Surat Paksa

a. Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan Jurusita Pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.

b. Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku , maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihannya telah dilunasi atau belum oleh Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencairan piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakni bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

6. Surat Paksa yang telah dilaksanakan , diserahkan kepada Kepala Sub Bagian Seksi Penagihan disertai laporan Pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal


(71)

register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/ / SKP yang bersangkutan. Dalam melaksanakan Surat Paksa tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga / perusahaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

7. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

a. Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut.

b. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

1) Jenis, Letak dan Taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan. 2) Pengakuan penyelesaian Surat Keberatan. Mengenai hal ini agar

diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

3) Dalam kesan dan usul hendaknya dila[porkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak antara lain : kemampuan bayar , itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan / Penagihan Pajak dan Sebagainya , sehingga Jurusita dapat mengajukanusul untu7k tindakan penagihan selanjutnya.

8. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung , maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan


(72)

usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.

Disamping pejabat / Jurusita dapat memperlihatkan/ melihat asset-aset atau barang-barang yang dimiliki Wajib Pajak untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika Wajib Pajak masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

9. Apabila utang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksadiberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa , penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal , tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.

Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :

1)Tidak adanya tmpat penyimpanan barang sitaan.


(73)

Barang dari hasil sita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak dan jika tidak sebanding maka akan dilakukan penyitaan.

10. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dil;unasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada Dinas yang bersangkutan mengenai hak milik barang yang dilelang, misalnya tanah kepada Dinas Pertanahan setempat. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya Penagihan Pajak dan Utang Pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak setelah pelaksanaan lelang.

4.3 Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah :

4.3.1 Penanggung Pajak Menolak Surat Paksa.


(74)

Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya , misalnya :

a) Karena sedang mengajukan Surat Keberatan. b) Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas.

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan keterangan sebelumnya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepaa yang bersangkutan. Dan apabila Penanggung Pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman / tempat kedudukan Penanggung Pajak atau wakilnya dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahukan / disampaikan.

4.3.2 Terdapat tunggakan yang berbeda.

Dalam prakteknya kadang terdapat perhitungan yang salah dari pajak yang seharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka Wajib Pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah ditentukan jumlah yang benar. Apabila dalam melaksanakan penyampaian Surat Paksa, Jurusita memenuhi persoalan seperti tersebut diatas, yaitu tunggakan menurut Surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut Surat Ketetapan Pajak yang ada pada Penanggung Pajak, maka jurusita tidak dapat mengubah apa yang tertulis pada Surat Paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya. Jurusita mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Seksi penerimaan dan


(1)

Sering terjadi Wajib Pajak guna pelunasan utang pajaknya menjadi tertunda.

c) Tingkat kesadaran Wajib Pajak Masih Rendah.

Walaupun system Perpajakan kita telah mnganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan.

Dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Penagihan Pajak melalui Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai kesadaran dan kemampuan yang sama, sehingga ketaatannya pun juga tidak sama. Ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan penagihan secara pasif ternyata Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak memenuhi kewajiban walaupun sistem perpajakan kita menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar tidak dapat memenuhi kewajibannya bahkan menghindarinya dengan berbagai alasan didalamnya diantaranya menolak Surat Paksa.


(2)

4.4 Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa.

Penyelesaian Masalah dalam hal Penagihan Pajak melalui Surat Paksa :

a. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang insentif.

b. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayr pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan tindakan penagihan. Oleh karena itu Wajib Pajak hendaknya membayar utang pajaknya.

c. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

d. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnyadengan memberikan berupa ancaman maka Jurusita


(3)

dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitan tersebut.

e. Ada kalanya Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang milik Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabial Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

f. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-undangan. Dilihat dari masalah-masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak melalui Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak . Hal demikian yang membuat Wajib Pajak / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itu kewajiban para pegawai pajak khususnya pada seksi penagihan mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan yang lebih aktif didalamnya.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sudah cukup baik karena sesuai dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Dari hasil penerapan Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Orang Pribadi yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang maksimal maka tunggakan pajak pada tahun 2012 dapat ditagih sehingga menambah penerimaan pajak.

3. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat masih diterbitkannya Surat Teguran yang dikeluarkan sebanyak 1318 lembar dan jumlah Surat Paksa yang dikeluarkan sebanyak 1296 lembar oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota


(5)

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dengan penyuluhan yang intensif.

2. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan utang pajak dan koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang bertujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara.

3. Diharapkan kepada fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan Instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak Orang Pribadi menghindari penunggakan pajak.

4. Perlunya penambahan pegawai dalam seksi penagihan terkhusus dalam petugas jurusita pajak.

5. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak Orang Pribadi membayar pajak tepat waktu atau sebelum jatuh tempo pembayaran.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bohari, 1984, Pengantar Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadi, Mueljo. 2000. Dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah. PT Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.

Mardiasmo. 2006 .Perpajakan. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Rusdji, M.2008 . Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Edisi 2). PT. Indeks, Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2005.Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Rajawali Grafindo, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.