Bisa dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan besar Universitas Sumatera Utara, yang
diharapkan bermanfaat sebagai pembanding dan referensi untuk penelitian lebih lanjut. 1.4.3 Untuk Peneliti
i Bisa mengetahui besarnya angka kejadian hepatotoksisitas di kalangan pesakit TB. iiSebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang
metodologi penelitian.
1.4.4 Untuk pembaca
Bisa berupa suatu kesadaran untuk masyarakat dan juga untuk pasien-pasien TB akan efek samping OAT supaya mereka akan menjalani follow up di puskesmas untuk mengelakkan
komplikasi yang serius akibat hepatotoksisitas.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru TB paru
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis komplex. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya Simon, 2002.
2.1.2 Morfologi dan struktur bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3- 0.6 mikrometer dan panjang 1-4
mikrometer. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi 60. Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam
Universitas Sumatera Utara
mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut faktor kord, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai
panjang C60-C90 yang dihubungkan dengan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –alkohol Fhar, 2004.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibody monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 dKa kiloDalton, 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa, yang memberikan sensitiviti dan
spesifisiti yang bervariasi dalam mengdiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen Mycobacterium tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi
somatik. Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 alpha, protein MTP 40 dan lain-lain Fahr, 2004.
2.1.3 Klasifikasi
Tuberkulosis dapat dibagi menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstraparu. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru,vtidak termasuk pleura. TB paru dapat dibagi
menjadi hasil pemeriksaan dahak dan tipe pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak BTA, TB paru dibagi atas TB paru BTA + dan TB paru BTA -. TB paru BTA + adalah di mana
sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA +, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA + dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif dan hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA + dan biakan positif. TB paru BTA - pula adalah di mana hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
-, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif dan juga hasil pemeriksaan di mana dahak 3 kali menunjukkan BTA - dan biakan Mycobacterium
tuberculosis positif Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tipe pasien pula ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu, yang pertama adalah kasus baru, kedua adalah kasus kambuh
relaps, ketiga adalah kasus defaulted atau drop out, keempat adalah kasus gagal, kelima adalah kasus kronik dan keenam adalah kasus bekas TB. Kasus baru merangkumi pasien yang belum
pernah mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. Kasus kambuh relaps merangkumi pasien TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktifperburukan dan terdapat gejala klinis
maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yaitu lesi nontuberkulosis pneumonia, bronkiektasis, jamur dan keganasan dan TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis
yang berkompeten menangani kasus TB. Seterusnya ialah kasus defaulted atau drop out dimana ia merangkumi pasien yang telah menjalani pengobatan lebih dari satu bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. Kasus gagal pula merangkumi pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 satu bulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan. Kasus kronik pula adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. Seterusnya yang terakhir adalah kasus bekas TB di mana hasil pemeriksaannya BTAnya negatif dan biakannya juga negatif bila
ada dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2005.
TB ekstraparu adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain Jagirdar, 1996.
2.1.4 Manifestasi Klinis
TB paru mempunyai onset yang cepat dan dapat menular dengan cepat. Simptomnya adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah,
Universitas Sumatera Utara
batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan malaise, berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan dan demam meriang lebih dari satu bulan.Melo, 2000.
2.1.5 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus limfangitis
lokal. Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus limfadenitis regional. Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut yaitu sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali restitution ad intergrum, sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Gron, garis fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus dan menyebar dengan cara perkontinuitatum yaitu menyebar ke sekitarnya. Salah satu
contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman TB akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. Penyebaran juga berlaku dengan cara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Penyebaran juga berlaku
dengan cara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, tuberkulosis
meningitis, dan typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, dan genitalia. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh dengan meninggalkan sekuele misalnya
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis atau tuberkuloma atau komplikasinya atau penyebarannya berakhir dengan kematian. Semua kejadian di atas adalah
perjalanan tuberkulosis primer Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006.
Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, tuberkulosis lokalisasi dan tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut yaitu diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sarang tersebut akan meluas dan segere terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut akan dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006.
Satu lagi jalan yang akan diikuti oleh sarang pneumoni ialah sarang pneumoni tersebut akan meluas dan membentuk jaringan keju jaringan kaseosa. Kaviti akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal kaviti sklerotik. Kaviti tersebut akan meluas kembali
dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Kemudian ia akan memadat dan membungkus diri enkapsulasi,
yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kemudian kaviti tersebut akan melalui
proses penyembuhan yang disebut open healed cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemudian ia berakhir sebagai kaviti yang terbungkus
Universitas Sumatera Utara
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang stellate shaped Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006.
2.1.6 Diagnosa
Diagnosa TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisisjasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis TB dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori yaitu batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak
napas dan nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar Hopewell, 2000.
Gejala sistemiknya pula ialah demam,malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun Hopewell, 2000.
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan awal perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior S1 dan S2, serta daerah apeks lobus inferior S6. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum Edward, 1997.
Seterusnya dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, likuor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar bronchoalveolar lavageBAL, urin, feses dan jaringan biopsi termasuk biopsi jarum halusBJH. Seterusnya ialah
cara pengumpulan dan pengiriman bahan dimana dahak pasien diambil sebannyak 3 kali, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dahak sewaktu kunjungan, pagi keesokan harinya dan pada saat mengantarkan dahak pagi atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaanspesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek difiksasi sebelum dikirim ke laboratorium. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain cairan pleura, likuor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH dapat dilakukan dengan cara mikroskopis dan biakan. Pemeriksaan
mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl-Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana
pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin khususnya untuk penapisan Hopewell, 2002.
Tabel 2.1. Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative
BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif Ulang BTA 3 kali, kemudian
Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
Bila 3 kali negative BTA negative
Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD rekomendasi WHO. Mengikut Skala IUATLD International Union Against Tuberculosis and Lung Disease,
Tabel 2.2 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru mengikut skala IUATLD
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang
Negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang Ditulis
jumlah kuman
yang
Universitas Sumatera Utara
pandang ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang
+ 1+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ++ 2+
Ditemukan 10 BTA dalam 1 lapang pandang +++ 3+
Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006.
Seterusnya pemeriksaan bakteriologi dapat juga dilakukan dengan cara biakan kuman, yaitu pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan metode konvensional, dengan
cara Egg Base media Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh dan agar base media Middle brook Jacobs, 2001.
Seterusnya dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain yang berdasrkan indikasi ialah foto lateral, top-lordotik, oblik, dan CT-scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk multiform. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif ialah bayangan berawannodular
di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Gambaran yang lain ialah kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular. Selain itu bisa juga dilihat bayangan bercak milier dan efusi pleura unilateral atau bilateral. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif ialah gambaran yang berupa fibrotic,
kalsifikasi atau penebalan pleura. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Jadi perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit Jacobs, 2001.
Ketiga ialah pemeriksaan serologi dengan berbagai metode yaitu Enzyme linked immunosorbent assay ELISA, ICT, Mycodot, Uji peroksidae anti peroksidase PAP dan uji
serologi yang baruIgG TB Jacobs, 2001.
2.1.7 Komplikasi
Universitas Sumatera Utara
Setelah diketahui bahwa TB paru terutama menyerang paru-paru, kerusakan paru-paru merupakan salah satu komplikasi yang paling sering, dan mungkin menyebabkan kegagalan
paru-paru. Komplikasi TB paru antaranya ialah gangren paru. Selain daripada itu ditemukan juga trombosis vaskular dan arteritis. Komplikasi vaskular yang berlaku diperlukan untuk
pengembangan gangren paru jurnal CHEST. Dalam kasus-kasus di mana penyakit ini tidak diobati atau dalam kasus di
mana ia belum diobati tepat pada waktu dan dalam cara yang tepat, penyakit ini bisa menjadi sangat serius bahkan mengancam nyawa. Dalam kasus seperti itu, ia bisa menyebar ke bagian
lain dari tubuh, sehingga membuat pengobatan lebih sulit, terutama jika menyebar ke tulang, karena kerusakan pada sendi diikuti dengan rasa sakit sangat mungkin harus dialami kemudian.
Selain itu terjadi juga pneumotoraks dan efusi pleura Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005.
Tuberkulosis di luar paru terjadi akibat tuberkulosis paru sebagai komplikasinya. Ginjal dan kelenjar getah bening adalah situs yang paling umum untuk tuberkulosis yang berkembang di
luar paru-paru. Tuberkulosis juga dapat mempengaruhi tulang, otak, rongga perut, membran sekitar jantung pericardium, sendi pinggul dan lutu, dan organ reproduksi Rasjid,2000.
Dalam sebuah infeksi TB paru, bakteri mungkin merebak dari paru-paru ke kelenjar getah bening yang mengalirkan paru-paru. Jika pertahanan alami tubuh dapat mengendalikan infeksi, ia pergi
tidak lebih jauh, dan bakteri menjadi aktif. Namun, anak-anak yang sangat muda memiliki pertahanan lemah, dan di dalamnya, kelenjar getah bening ini akan menjadi cukup besar untuk
menekan tabung bronkial, menyebabkan batuk nakal dan mungkin paru-paru runtuh. Kadang- kadang, bakteri menyebar sampai pembuluh getah bening ke kelenjar getah bening di leher.
Infeksi pada kelenjar getah bening di leher dapat menembus kulit dan pembuangan nanah Edward C, 1997.
Tuberkulosis yang menginfeksi selaput otak TB meningitis adalah berbahaya. Meningitis adalah komplikasi yang tak terelakkan dalam kasus-kasus ketika TB paru menyebar ke otak. Di
Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, meningitis TB paling sering terjadi di kalangan orang tua atau orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Di negara-negara
berkembang, meningitis TB yang paling umum di antara anak-anak sejak lahir sampai usia 5.
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis juga dapat menginfeksi otak itu sendiri, membentuk massa yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, kejang, atau
kelemahan otot. Keseriusan penyakit ini tersirat melalui fakta bahwa ia dapat menyebar ke seluruh tubuh, dan dalam kasus
seperti itu, mengarah pada kegagalan ginjal, hati dan bahkan jantung, yang merupakan alasan
untuk hasil yang fatal yang berhubungan dengan komplikasi ini Tahaoglu, 2001.
Pada TBC perikarditis, terjadi kebocoran cairan ke dalam ruang antara perikardium dan jantung. Efek ini membatasi kemampuan jantung untuk memompa dan menyebabkan urat leher
bengkak dan kesulitan bernafas. Di bagian dunia dimana TB adalah umum, perikarditis TB
adalah penyebab umum dari gagal jantung Tahaoglu, 2001.
Tuberkulosis usus terjadi terutama di negara-negara berkembang. Infeksi ini mungkin tidak menimbulkan gejala apapun tetapi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan abnormal di
perut Tahaoglu, 2001.
2.2 Pengobatan Tuberkulosis