HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI

PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh:

MIM SURYA ALAM MANSYUR H 0504019

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI

PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh MIM SURYA ALAM MANSYUR

H 0504019

telah dipertahankan didepan Dewan Penguji 2010 18 November pada tanggal :

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Ir. YBP. Subagyo, MS NIP. 19480314 197903 1 001

Anggota I

Ir. Joko Riyanto, MP NIP. 19620719 198903 1 001

Anggota II

Sigit Prastowo, S.Pt, M.Si NIP.19791224 200212 1 002

Surakarta, Januari 2010 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta limpahan rizqi-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS., selaku dosen pembimbing utama. 4. Bapak Ir. Joko Riyanto, MP, selaku dosen pembimbing pendamping. 5. Bapak Sigit Prastowo, S.Pt, M.Si, selaku dosen penguji.

6. Semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2010


(4)

commit to user

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Sapi Ongole dan Sapi Peranakan Ongole (PO) ... 4

B. Pendugaan Umur Ternak ... 5

C. Pertumbuhan ... 7

1. Bangsa Sapi ... 8

2. Umur Sapi ... 8

3. Jenis Kelamin ... 9

4. Pakan ... 9

5. Lingkungan ... 10

6. Hubungan Antara Bobot Badan dengan Ukuran Tubuh ... 11

D. Pendugaan Bobot Badan ... 13

E. Korelasi dan Regresi ... 14


(5)

commit to user

v

III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 18

C. Persiapan Penelitian ... 18

D. Pelaksanaan Penelitian ... 19

E. Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Gambaran Hasil Pengukuran Bobot Badan dan Ukuran Eksterior Tubuh Sapi Peranakan Ongole (PO) ... 29

B. Analisis dan Sebaran Data Hubungan Ukuran Eksterior Tubuh dengan Bobot Badan ... 31

1. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 1 ... 31

2. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 2 ... 31

3. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 3 ... 32

4. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 4 ... 33

C. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(6)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok

Poel 1... 34

2. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 2... 34

3. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 3... 35

4. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 4... 35

5. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 1 ... 47

6. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 1 ... 47

7. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 1 ... 47

8. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 1 ... 48


(7)

commit to user

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Pendugaan umur ternak sapi berdasarkan pergantian dan keausan gigi

seri Penafsiran bobot badan (Santoso, 2003) ... 6

2. Jenis kurva korelasi negatif (Kustituanto, 1984) ... 15

3. Jenis kurva korelasi positif (Kustituanto, 1984) ... 15

4. Berbagai pengukuran ukuran tubuh pada ternak sapi (Santoso, 2003). ... 19

5. Cara pengukuran lingkar dada ternak sapi dengan pita ukur (Santoso, 2003) .... 20

6. Cara pengukuran tinggi gumba ternak sapi dengan tongkat ukur (Santoso, 2003) ... 20

7. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel 1 ... 36

8. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel 1 ... 36

9. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel 1 ... 37

10. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel 1 ... 37

11. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel 2 ... 38

12. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel 2 ... 39

13. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel 2 ... 39

14. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel 2 ... 40

15. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel 3 ... 41

16. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel 3 ... 41

17. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel 3 ... 42

18. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel 3 ... 42

19. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel 4 ... 43

20. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel 4 ... 44

21. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel 4 ... 44


(8)

commit to user

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Hasil Pengamatan dan Pengukuran ... 54

2. Data Hasil Pengamatan dan Pengukuran Berdasarkan Umur Poel Gigi... 56

3. Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel 1 ... 58

4. Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel 2 ... 71

5. Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel 3 ... 84

6. Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel 4 ... 102

7. Perhitungan Bobot Badan dengan Rumus Regresi, Scheiffer, Lambourne, dan Schrool ... 120

8. Perbandingan Bobot Badan Tertimbang dengan Bobot Badan Perkiraan ... 122


(9)

commit to user

ix

HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI

PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN RINGKASAN

Mim Surya Alam . M H 0504019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ukuran eksterior tubuh sapi dengan bobot badan yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan Sapi Potong PO. Jantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yaitu mulai awal bulan Agustus 2009 sampai awal Oktober 2009 di Rumah Potong Hewan (RPH) sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi potong Peranakan Ongole (PO) yang berjumlah sebanyak 94 ekor dengan jenis kelamin jantan dengan pendugaan umur dewasa lebih dari 42 bulan. Data yang dikumpulkan meliputi bobot badan (Y), panjang badan (X1), lingkar dada (X2), tinggi gumba (X3) dan tinggi pinggul (X4). Data dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r) antara bobot badan dengan panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul pada sapi potong PO Jantan memiliki nilai positif. Hasil analisis korelasi dan regresi pada kelompok sapi Poel 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan dengan bobot badan (P < 0,05). Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P > 0,05). Kelompok sapi Poel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P > 0,05). Kelompok sapi Poel 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P < 0,05). Kelompok sapi Poel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P < 0,05). Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi gumba dengan bobot badan (P > 0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ukuran-ukuran tubuh memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan bobot badan.


(10)

commit to user

x

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE SIZES OF BEEF CATTLE BODY EXTERIOR TOWARDS ONGOLE CROS BRED MALES AT BODY WEIGHT

Mim Surya Alam. M H 0504019

Summary

This study aims to ascertain the relationship between the sizes of beef cattle body exterior and body weight including body length, chest circumference, gumba height, hips height towards ongole cros bred Males at Body weight by the body sizes. This research was conducted for two months – beginning in early August to October 2009 - at Slaughterhouse Jagalan Surakarta, Central Java. The cattle used for the research were ongole cros bred beef cattle that amount to 94 males with the age prediction of more than 42 months. The data collected including body weight (Y), body length (X1), chest circumference (X2), withers height (X3), and hips height (X4). The data were analyzed by applying the analysis of correlation and multiple regressions.

The result of the analysis shows the correlation coefficient (r) among the body weight and body length, chest circumference, gumba height, hips height of the beef cattle result was positive value. Results of correlation and regression analysis on cow 2-2,5 years old (Poel 1) shows that there is a significant relationship between body length with body weight (P < 0,05). As for testing the relationship between body weight with chest circumference, gumba height, and hips height do not have a significant relationship between chest circumference, height and high hip gumba each with weight loss(P > 0,05). Cow 2,5-3years old (Poel 2) shows that there is no significant relationship between body length, chest circumference, gumba height, and hips height each with weight loss (P > 0,05). Cow 3-3,5 years old (Poel 3) shows that there is a significant relationship between body length, chest circumference, gumba height, and hips height each with weight loss(P < 0,05). Cow 3,5-4 years old (Poel 4)shows that there is a significant relationship between body length, chest circumference, and hip height each with weight loss. As for testing the relationship between gumba height with body weight not have a significant relationship between gumba height with body weight (P > 0,05).

Based on the results of analysis, it can be concluded that body sizes has positive and real relationship on body weight.


(11)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan daging sapi yang setiap tahun makin meningkat menjadikan pemenuhan kebutuhan akan daging sapi tersebut selalu negatif yang artinya permintaan selalu lebih tinggi daripada penawaran daging sapi tersebut. Oleh sebab itu, usaha peternakan sapi potong perlu dikembangkan.

Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan sumber protein. Data Dirjen Peternakan (2005) menyebutkan bahwa produksi daging sapi 463.800 ton dan daging sapi merupakan sumber daging yang paling digemari masyarakat Indonesia setelah daging unggas. Peningkatan produktivitas sapi bisa dilakukan dengan cara pemeliharaan dan budidaya yang baik. Ukuran keberhasilan manajemen pemeliharaan sapi adalah dengan melihat produktivitas sapi tersebut.

Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (Kadarsih, 2003). Peternak umumnya menggunakan bobot hidup sapi sebagai ukuran keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan harapan. Bobot hidup juga merupakan salah satu penentu harga seekor sapi dalam bidang pemasaran.

Penilaian keadaan individual sapi potong yang akan dipilih sebagai sapi potong bibit atau bakalan, pada prinsipnya berdasarkan pada umur, bentuk luar tubuh, daya pertumbuhan, dan temperamen. Sejarah sapi yang berkaitan dengan penyakit sangat dianjurkan juga apabila memungkinkan (Murtidjo, 1992).

Salah satu keterampilan yang menjadi tuntutan bagi petani-peternak adalah memberikan taksiran berat sapi. Patokan harga penjualan ataupun pembelian sapi dapat diketahui berdasarkan taksiran bobot badan yang tepat (Murtidjo, 1992). Pedagang sapi dan jagal yang sangat berpengalaman dapat menduga kemungkinan berat karkas dari sapi hidup dengan ketepatan


(12)

commit to user

yang tinggi dengan melihat, tetapi kemampuan demikian tidak sama pada setiap pemilik ternak kecuali kalau para pemilik ternak mempunyai beberapa petunjuk. Perkiraan tentang berat hidup adalah suatu tafsiran yang mungkin sangat jauh dari kenyataan (Williamson and Payne, 1993).

Selanjutnya untuk menimbang bobot badan sapi potong dengan menggunakan timbangan akan menemui kendala transportasi timbangan. Hal ini disebabkan karena adanya fakta bahwa lokasi pemeliharaan sapi

potong tersebar pada lokasi yang sulit dijangkau transportasi. Alat timbangan seekor sapi tidak praktis digunakan di lapangan terutama

pada peternakan rakyat dengan skala usaha yang kecil, sehingga cara penaksiran bobot badan sangat perlu untuk diketahui. Dengan tersedianya informasi tentang hubungan antara bobot badan sapi potong dengan ukuran-ukuran tubuhnya, hal ini dapat digunakan dalam mengatasi kesulitan penentuan bobot badan ternak, yang mendekati kebenaran pendugaan bobot badan sapi potong tersebut.

B. Perumusan Masalah

Bobot badan ternak yang tinggi merupakan tujuan akhir dari peternakan khususnya Sapi sehingga didapatkan ternak yang diinginkan. Secara umum pemilihan ternak dinilai dengan berdasarkan pada penampakan luar, atau eksterior dan juga lingkar dada. Pemilihan ternak ini dapat dilakukan dengan metode judging.

Judging adalah suatu usaha untuk memperoleh ternak yang

diinginkan berdasarkan penilaian (scoring) terhadap penampilan eksterior ternak atau keunggulannya. Metode ini sering digunakan dilapangan oleh para peternak untuk menilai seekor ternak.

Dari uraian diatas diharapkan terdapat hubungan linier antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan Sapi Potong.


(13)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ukuran eksterior tubuh yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan sapi peranakan ongole (PO) Jantan.


(14)

commit to user

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Ongole dan Sapi Peranakan Ongole (PO)

Bangsa sapi Ongole adalah sapi yang berasal dari India (Madras), daerah beriklim tropis dan bercurah hujan rendah. Sapi Ongole di Eropa disebut Zebu, sedangkan di Jawa sangat populer dengan sebutan sapi benggala (Sugeng, 2003). Sapi Ongole mudah dikenal karena postur tubuhnya lebih besar dibandingkan sapi-sapi lokal lainnya. Warna bulunya bervariasi dari putih sampai putih kelabu dengan campuran kuning oranye keabu-abuan. Leher dan ponok sampai kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. Ukuran kepalanya panjang, telinga sedang dan agak tergantung. Tanduk pendek dan pada sapi betina lebih panjang. Punuk bulat dan besar. Gelambir lebar dan tergantung mulai dari leher melalui perut hingga ambing atau scrotum (Siregar, 2002; Sugeng, 2003).

Berat sapi jantan dewasa sekitar 550 kg dan yang betina sekitar 350 kg. Sapi ini adalah tipe pedaging dan pekerja. Tanduknya mencuat ke samping dan ke atas dan melengkung ke dalam. Pada akhir abad ke-19, sapi ini dimasukkan ke Indonesia dan khusus di Pulau Sumba dimurnikan untuk kebutuhan bibit sapi Ongole murni. Perkembangan dan hasil sapi tersebut pada saat ini kurang jelas karena belum ada data yang lengkap (Pane, 1993).

Sapi PO yang terdapat di Indonesia dapat ditemukan terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sapi ini berasal dari keturunan sapi lokal dan sapi Ongole. Sapi ini sudah menjadi suatu jenis sapi tersendiri, tetapi performansnya belum diketahui. Demikian pula komposisi darahnya dan lain sebagainya. Hal ini sangat disayangkan karena sebelum suatu usaha peningkatan mutu sapi tersebut dimulai, hal ini sudah harus diketahui lebih dahulu (Pane, 1993). Postur tubuh maupun bobot badan sapi PO lebih kecil dibandingkan dengan sapi Ongole. Ponok dan gelambir kelihatan kecil atau tidak ada sama sekali. Warna bulunya sangat bervariasi, tetapi pada umumnya berwarna putih atau putih keabu-abuan (Siregar, 2002).


(15)

commit to user B. Pendugaan Umur Ternak

Umur sapi dapat diketahui dengan melihat keadaan gigi serinya. Gigi seri sapi hanya terdapat di rahang bawah. Semenjak lahir, gigi seri sapi sudah tumbuh. Gigi secara bertahap pada umur tertentu akan tanggal sepasang demi sepasang, berganti dengan gigi seri yang baru. Gigi seri yang pertama atau gigi yang sudah tumbuh semenjak sapi lahir ini disebut gigi susu, sedangkan gigi seri baru yang menggantikan gigi susu tadi disebut gigi tetap. Pemunculan setiap pasang gigi berlangsung kira-kira pada waktu yang sama dari kehidupan dan dengan demikian merupakan indikasi dari umur ternak yang mungkin dapat diperiksa dari gigi-gigi mereka. Sepanjang mengenai sapi indikasi tersebut merupakan perkiraan sebab perbedaan umur sebanyak 16 bulan mungkin didapat pada sapi dengan melihat gigi pada tahap perkembangan yang sama. Perbedaan pada tingkat ini adalah tidak biasa tetapi penilaian harus dibuat untuk variasi sampai 6 bulan (Williamson and Payne, 1993). Gigi seri sapi mudah diperiksa dan karena itu pada gigi tersebut perhatian dibatasi, tahapan perkembangan dari gerakan dicatat, hanya bila fakta-fakta selanjutnya yang pasti diperlukan. Setiap sisi dari rahang bawah terdapat 4 gigi seri atau gigi depan dan 6 gigi geraham pada sapi dewasa. Gigi pada rahang atas terdapat jumlah yang sama dari geraham tetapi tanpa gigi seri (Williamson and Payne, 1993).

Pertumbuhan gigi sapi bisa dibedakan menjadi 3 fase, yakni fase gigi susu, fase di mana gigi yang tumbuh semenjak lahir sampai gigi itu berganti dengan gigi yang baru; fase pergantian gigi, yaitu dari awal pergantian sampai selesai, dan fase keausan yaitu fase di mana gigi tetap mengalami keausan (Murtidjo, 1992). Sapi yang memiliki gigi susu semua pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar kurang lebih 1,5 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 2 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 3 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 3,5


(16)

commit to user

tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 4 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 25% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 6 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 50% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 7 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 75% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 8 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi semuanya telah aus, mempunyai usia diatas 8 tahun (Murtidjo, 1992). Gambar 1 menunjukkan contoh pendugaan umur sapi.

Gambar 1. Pendugaan umur ternak sapi berdasarkan pergantian dan keausan gigi seri Penafsiran bobot badan (Santoso, 2003).


(17)

commit to user

Proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi mulai saat terjadinya pertumbuhan hingga pedet itu lahir, dan dilanjutkan sampai sapi menjadi dewasa. Selama proses pertumbuhan ini berlangsung, pertumbuhan saat pembuahan berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan menjadi semakin cepat hingga usia penyapihan. Usia penyapihan hingga pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Akhirnya, pertumbuhannya terhenti.

Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan adalah hasil dari pertumbuhan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Rangka atau tulang tumbuh cepat dalam waktu yang singkat sesudah hewan dilahirkan yang kemudian turun lagi. Setelah itu baru diikuti petumbuhan otot-otot dan terakhir adalah lemak. Penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh, yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai. Kemudian diikuti pembentukan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda1,5-2,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak (Sugeng, 2003).

Berdasarkan waktu pengukuran bobot badan sebagai indikator laju pertumbuhan pada periode tertentu, maka pertumbuhan ternak dapat digolongkan dalam tiga periode yaitu pertumbuhan sebelum lahir, sebelum disapih dan sesudah disapih. Pertumbuhan sering didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang dapat diterapkan terhadap perubahan hidup, bentuk ukuran, serta komposisi tubuhnya (Hasbullah, 2003). Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan yaitu menimbang secara berulang-ulang sehingga diperoleh berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya. Dijelaskan pula bahwa pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat (terjadi sampai pubertas) dan tahap lambat (jika kedewasaan tubuh tercapai). Tulang paling cepat pertumbuhannya disusul otot, dan lemak paling lambat berhenti pertumbuhannya. Pertumbuhan dapat dibagi dua periode, yaitu pertumbuhan pra-lahir dan


(18)

commit to user

pertumbuhan setelah lahir. Pertumbuhan pralahir dimulai dengan adanya sel telur yang dibuahi, dan pada ternak mamalia terjadi didalam tubuh induk, sedangkan pertumbuhan setelah lahir dibagi dalam dua fase, yaitu pertumbuhan pra-sapih dan pertumbuhan setelah sapih. Laju pertumbuhan setelah sapih ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia, juga dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis dan jenis kelamin. Pola pertumbuhannya akan tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim (Tillman,et.all 1991). Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi adalah:

1. Bangsa Sapi.

Pemilihan bangsa sapi berkaitan erat dengan produk yang akan dihasilkan. Bangsa sapi yang mempunyai bobot badan yang tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi dan pertumbuhan absolutnya (pertambahan bobot badan dalam kg per hari) yang tinggi pula (Santosa, 2000). Berat sapi Ongole jantan dewasa dapat mencapai sekitar 600 kg dan yang betina sekitar 450 kg sedangkan berat sapi Simmental betina mencapai 800 kg, dan jantan 1.150 kg (Sarwono dan Arianto, 2003).

2. Umur Sapi.

Pada umur-umur muda pertumbuhan berlangsung lebih cepat dibandingkan dewasa bahkan pada umur dewasa pertumbuhan relatif konstan. Pertumbuhan paling cepat pada waktu pedet lahir sampai umur 2 tahun, kemudian mulai umur 2 sampai 4 tahun kecepatan pertumbuhan mulai berkurang dan setelah 4 tahun pertumbuhan mulai tetap (Pane, 1993). Sesudah pedet lahir pertumbuhan menjadi cepat hingga usia penyapihan. Laju pertumbuhan masih bertahan pesat dari usia penyapihan hingga usia pubertas tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa (Sugeng, 2003). Hal ini akan mempengaruhi berat badan ternak, sebagai contoh pertumbuhan sapi Ongole berhenti pada usia 4 tahun pada berat badan


(19)

commit to user

sekitar 500 kg dengan bobot lahir antara 20-25 kg dan pada umur antara 2-2,5 tahun mempunyai bobot badan antara 250-300 kg.

3. Jenis Kelamin

Ternak sapi jantan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada sapi betina karena adanya androgen yaitu suatu hormon kelamin yang termasuk sebagian hormone pengatur atau stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel intertestial dan kelenjar adrenal dan salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang dihasilkan oleh testes. Sekresi testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Hormon kelamin jantan ini mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan dengan ternak betina, terutama setelah muncul sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Androgen juga menstimulasi sintesis protein terutama didalam otot dan penurunan kandungan lemak tubuh seperti halnya Somatotropic hormone dan

Gonadotropin hormone (Soeparno, 1994). Kebanyakan sapi jantan

mempunyai bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan sapi betina pada umur yang sama, sebagai contoh Sapi Simmental jantan dewasa mempunyai bobot badan 1.100 kg sedangkan Sapi Simmental betina dewasa hanya 800 kg (Sarwono dan Arianto, 2003).

4. Pakan

Kandungan nutrisi dan komposisi kimia bahan pakan yang masuk saluran pencernaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan (Soeparno, 1994). Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan. Terlebih apabila dalam pakan tersebut banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, mineral dan vitamin (Sugeng, 2003).

Pemberian pakan harus dilakukan secara kontinyu sepanjang waktu. Pemberian pakan yang tidak kontinyu akan menimbulkan goncangan terhadap sapi-sapi tersebut sehingga pertumbuhannya terganggu. Hal ini sering terjadi pada sapi-sapi yang dipelihara di daerah Tropis, termasuk di Indonesia. Pertumbuhan sapi-sapi yang dipelihara di daerah tropis sering


(20)

commit to user

mengalami kurva naik turun yang sangat tajam. Pertumbuhan dan pertambahan berat badannya sangat cepat ketika pada musim penghujan, karena mendapat makanan yang cukup dan memenuhi syarat, sedangkan pada musim kemarau pertumbuhan dan berat badannya sangat menurun secara drastis. Selama musim kemarau daya cerna hijauan berkurang. Hal ini terutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan akibat kekurangan air. Hijauan yang diberikan kepada ternak menjadi tidak memenuhi syarat, bahkan volume pemberiannya pun seringkali sangat berkurang. Akibatnya adalah pertumbuhannya terhambat, sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, perkembangbiakannya mundur karena fertilitasnya pun menurun, prosentase karkasnya juga sangat rendah (Sugeng, 2003).

5. Lingkungan

Pengaruh langsung dan tidak langsung dari curah hujan yang rendah merupakan pengaruh tambahan terhadap ternak-ternak yang digembalakan pada musim kering di daerah tropis. Penurunan kadar air tanaman yang ada menambah kebutuhan ternak akan air pada saat musim kering dan pada suhu siang hari meningkat yang mengakibatkan kebutuhan ternak akan air menjadi meningkat, sehingga dalam prakteknya di daerah tropis yang kering dan setengah kering ternak-ternak sering disiram setiap dua atau tiga hari. Batas suhu yang paling ideal untuk kehidupan terbaik ternak di daerah tropis adalah 100C sampai 270C (Williamson dan Payne, 1993). Suhu yang tinggi juga berpengaruh besar terhadap konsumsi pakan yang masuk baik volume maupun porsi nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Pada saat suhu meningkat tinggi, selera makan hewan menurun sebaliknya keinginan untuk minum bertambah. Saat musim kemarau tiba, suhu lingkungan menjadi meningkat dan biasanya musim kemarau berlangsung cukup lama, sehingga pada saat musim kemarau itu banyak pakan hijauan tumbuh kerdil atau bahkan mengering. Peristiwa ini berarti mengurangi ketersediaan bahan pakan yang berasal dari hijauan. Ketersediaan pakan


(21)

commit to user

yang terbatas akan mengurangi produktivitas dan suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pakan sapi sebagian besar berasal dari hijauan, sehingga volume yang bisa dimakan ternak sapi pun akan menurun drastis. Pada kondisi suhu tinggi semacam ini dan pada kondisi persediaan pakan hijauan menjadi kering umumnya berat badan sapi pun menurun (Sugeng, 2003).

6. Hubungan Antara Bobot Badan dengan Ukuran Tubuh.

Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan. Ukuran bagian tubuh ternak dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk berprestasi produksi bagi seekor ternak. Data tentang ukuran tubuh tersebut antara lain: panjang badan, tinggi gumba, lingkar dada, lebar dada, dalam dada dan indek kepala (Yusuf, 2004). Ukuran panjang badan dibedakan dua pengertian yaitu panjang badan absolut dan panjang badan relatif. Panjang badan absolut adalah jarak antara ujung samping tulang bahu (tubercullum humeralis lateralis) sampai dengan ujung tulang duduk (tubercullum ischiadium) seekor ternak. Panjang badan relatif adalah proyeksi (garis datar) daripada panjang badan absolut. Ukuran tinggi gumba adalah jarak lurus dari titik tertinggi tulang gumba sampai ketanah. Ukuran tinggi gumba ini juga disebut tinggi pundak atau tinggi badan. Ukuran lingkar dada adalah panjang melingkar keliling yang diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti lingkaran dada/tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat atau pada sapi berponok tepat di belakang ponok dengan menggunakan pita ukur. Tinggi pinggul adalah jarak antara titik tertinggi tulang pinggul sampai permukaan tanah. Pengukuran panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, serta tinggi pinggul selalu diupayakan ternak dalam posisi berdiri “parallelogram” yakni sapi berdiri dengan posisi tegak di atas tanah/lantai atau di mana keempat posisi kuku berada tepat pada empat titik persegi panjang (Supriyono, 1998).


(22)

commit to user

Williamson and Payne (1993), menyatakan bahwa pada saat melakukan pengukuran, diusahakan agar ternak tidak minum atau makan selama 12 jam dan harus berdiri tegak dengan keempat kakinya dan kepala dengan posisi yang normal. Pengukuran lingkar dada, pita ukur harus dilingkarkan mengelilingi badan tepat di belakang bahu pada lingkaran

terkecil dan ditarik sedemikian rupa tepat kencang pada badan. Supriyono (1998), menyatakan bahwa bobot badan merupakan salah satu

poin penting dalam penilaian (judging) sapi potong. Peneliti terdahulu telah menemukan suatu hubungan (korelasi) antara lingkar dada dengan bobot badan sifat korelasinya positif.

Soeparno (1994), menyatakan bahwa pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan berat tubuh persatuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai rata-rata pertambahan bobot badan perhari (PBBH). Ukuran-ukuran vital bagian tubuh ternak dapat menggambarkan kemampuan untuk berprestasi produksi bagi seekor ternak. Secara kualitatif ukuran-ukuran badan bermanfaat untuk menentukan bobot badan dan seleksi ternak. Dalam melakukan pengukuran perlu dipersiapkan peralatan tertentu seperti timbangan. Berbagai rumus menentukan bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh telah banyak diketahui, bahkan berbagai penelitian telah mengoreksi rumus tersebut disesuaikan dengan keadaan lingkungan, pengaruh genetik dan waktu. Ukuran tubuh ternak yang digunakan dalam pendugaan bobot badan ternak sapi biasanya adalah lingkar dada dan panjang badan (Santoso, 2003). Besarnya badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, kemudi, dan sebagainya. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Sugeng, 2003).

Secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan paru-paru. Organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Disamping itu, pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh


(23)

commit to user

penimbunan lemak (Yusuf, 2004). Supriyono (1998), mendefinisikan ukuran tubuh meliputi (a) lingkar dada, yaitu panjang melingkar keliling yang diukur pada bagian belakang tulang gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat, (b) panjang badan, yaitu jarak antara ujung samping tulang bahu (tubercullum humeralis lateralis) sampai dengan ujung tulang duduk (tubercullum ischiadium) seekor ternak, (c) tinggi gumba, yaitu jarak lurus dari titik tertinggi tulang gumba sampai ketanah datar, (d) tinggi pinggul, yaitu adalah jarak antara titik tertinggi tulang pinggul sampai permukaan tanah.

D. Pendugaan Bobot Badan.

Berdasarkan korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan maka ukuran tubuh dapat dipergunakan untuk memperkirakan bobot badan. Penafsiran berat badan dihitung berdasarkan panjang badan dan lingkar dada dengan menggunakan rumus Scheiffer, Lambourne, dan Schrool (Sugeng, 2003).

Rumus Scheiffer:

Keterangan:

w = berat badan (Pound) 1 pound = 0,453 kg = 0,5 kg G = lingkar dada (Inchi) 1 inchi = 2,54 cm = 2,5 cm L = panjang badan (Inchi)

Rumus Lambourne:

Keterangan:

w = berat badan (kg) G = lingkar dada (cm) L = panjang badan (cm)

( )

300

2

G L

Wpound

´ =

( )

10840

2

G L W kg

´ =


(24)

commit to user

Rumus Schrool:

Keterangan:

W = berat badan (kg) G = lingkar dada (cm)

E. Korelasi dan Regresi.

Secara umum ada dua macam hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan. Untuk mengetahui bentuk hubungan digunakan analisis regresi. Untuk keeratan hubungan dapat diketahui dengan analisis korelasi. Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X1, X2, … , Xi adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara X dan Y, di mana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Secara matematika hubungan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = f(X1, X2, …, Xi, e), di mana : Y adalah variabel dependen, X adalah variabel independen dan e adalah variabel residu (disturbance term). Hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan regresi (Hardjosubroto, 1994).

Analisis korelasi merupakan alat yang dipakai untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Perhitungan dari derajat keeratan didasarkan pada persamaan regresi (Kustituanto, 1984). Korelasi (r) adalah hubungan timbal balik atau asosiasi yaitu saling bergantungnya dua variabel misalnya Y1 dan Y2. Ada dua hubungan antara dua variabel tersebut, yaitu hubungan negatif (-) Gambar 2 dan hubungan positif (+) Gambar 3. Bila variabel-veriabel tadi memilki hubungan negatif, maka

( )

(

)

100

22 2

+

= G


(25)

commit to user

hubungannya tidak searah, yaitu semakin tinggi variabel Y1 maka semakin rendah variabel Y2. Begitupun sebaliknya, jika dua variabel berhubungan positif, maka hubungan diantara keduanya bersifat searah, yaitu semakin tinggi Y1 maka akan semakin tinggi pula Y2.

Gambar 2. Jenis kurva korelasi negatif (Kustituanto, 1984).

Gambar 3. Jenis kurva korelasi positif (Kustituanto, 1984).

Regresi merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median, atau bahkan rata-rata geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai atau selang nilai peubah yang lain misalkan nilai X, tempat kedudukan ini dapat dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa fungsi linear, kuadratik, logaritmik, dan lain-lain. Pengertian lain, regresi merupakan penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu atau beberapa nilai Y saja untuk setiap nilai X atau selang nilai X (Anonim, 1985).

Analisis regresi ganda merupakan pengembangan dari analisis regresi sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila

Y

X 0


(26)

commit to user

variabel bebasnya (X) dua atau lebih. Analisis regresi ganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas X1, X2, …., Xi terhadap suatu variabel terikat Y.

Persamaan regresi : Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah bebas (independent variable). Persamaan regresi ganda dirumuskan sebagai berikut : 1. Dua variabel bebas : Yˆ =a+b1X1+b2X2

2. Tiga variabel bebas : Yˆ =a+b1X1+b2X2 +b3X3 3. n variabel bebas : Yˆ =a+b1X1+b2X2 +...+bnXn


(27)

commit to user HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara ukuran-ukuran tubuh sapi potong dengan bobot badan sapi potong.


(28)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yaitu mulai awal bulan Agustus 2009 sampai awal Oktober 2009 di RPH Sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Sapi

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Peranakan Ongole (PO) dengan jenis kelamin jantan dengan pendugaan umur dewasa kurang lebih dari 42 bulan yang berjumlah sebanyak 94 ekor.

2. Peralatan

Peralatan yang dipergunakan dalam mengukur eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) antara lain meliputi :

1) Pita ukur merk Butterfly, digunakan untuk mengukur panjang badan dan lingkar dada.

2) Mistar Stainless Steel, digunakan untuk mengukur tinggi gumba dan tinggi pinggul.

3) Timbangan ternak Digital Great Scale Seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg digunakan untuk menimbang ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO).

4) Alat tulis, dipergunakan untuk mencatat semua data hasil pengukuran dalam pelaksanaan penelitian.

C. Persiapan penelitian

Sebelum dilakukan pengukuran eksterior tubuh sapi potong Peranakan Ongole (PO) yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakan untuk pengukuran eksterior tubuh ternak, setelah peralatan siap kemudian mengamati umur ternak, selanjutnya bobot badan sapi potong tersebut. Bobot badan sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan ternak

18

19


(29)

commit to user

digital great scale seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah. Data yang diambil sebanyak 94 ekor sapi Peranakan Ongole (PO). Sebelum dilakukan pengukuran tubuh sapi potong yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul terlebih dahulu mengamati umur ternak, selanjutnya bobot badan sapi potong tersebut. Bobot badan sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan ternak digital great scale seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg.

Data pengukuran tubuh. Pengukuran tubuh dilakukan saat sapi berdiri tegak pada bidang datar (posisi ternak “parallelogram”), pengukuran dilakukan empat kali. Cara pengukuran panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul dapat dilihat pada Gambar 4, 5 dan 6 (Santoso, 2003)

Gambar 4. Berbagai pengukuran ukuran tubuh pada ternak sapi


(30)

commit to user

(Santoso, 2003).

Gambar 5. Cara pengukuran lingkar dada ternak sapi dengan pita ukur.

Gambar 6. Cara pengukuran tinggi gumba ternak sapi dengan tongkat ukur.

Panjang badan diukur dengan menarik garis horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai ke tepi belakang bungkul tulang duduk dengan


(31)

commit to user

menggunakan pita ukur merk Butterfly. Lingkar dada diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti lingkaran dada/tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba atau pada sapi berponok tepat di belakang ponok dengan menggunakan pita ukur. Tinggi gumba diukur dari bagian tertinggi gumba ke tanah mengikuti garis tegak lurus dengan menggunakan tongkat ukur dari stainless steel. Tinggi pinggul diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tertinggi tulang pinggul dengan menggunakan tongkat ukur dari stainless steel.

Data bobot badan diperoleh dengan cara menimbang sapi dengan memasukkan sapi ke dalam kandang jepit yang sudah dilengkapi dengan timbangan ternak. Penafsiran umur ditentukan dengan mengamati pergantian gigi seri susu menjadi gigi seri permanen dan dengan mengamati beberapa bagian bidang asah gigi seri permanen. Caranya setelah eksterior tubuh sapi diukur, mulut sapi dibuka lalu diamati pergantian gigi dan jika ternak sudah cukup tua dan giginya sudah permanen semua maka diamati berapa bidang asahnya. Estimasi bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh menggunakan rumus Scheiffer, Lambourne dan Schrool. Estimasi ini berguna untuk mengetahui rumus pendugaan yang paling tepat untuk pendugaan bobot badan beserta faktor koreksinya. Besar kecilnya nilai faktor koreksi akan menentukan rumus yang paling tepat untuk pendugaan bobot badan. Semakin kecil nilai faktor koreksi, maka rumus tersebut paling tepat digunakan untuk pendugaan bobot badannya. Berdasarkan korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan maka ukuran tubuh dapat dipergunakan untuk memperkirakan bobot badan.

E. Analisis Data

Data hasil observasi dihitung dan diolah untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) yaitu eksterior tubuh sapi yang meliputi: panjang


(32)

commit to user

badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap variabel tidak bebas (Y) yaitu bobot sapi.

Data-data yang diperoleh, dapat dihitung dan diolah dengan metode analisis korelasi dan regresi sederhana dan berganda. Angka koefisien korelasi (r) baik sederhana maupun ganda menunjukkan arah dan derajat keeratan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Persamaan regresi baik sederhana maupun ganda menunjukkan bentuk hubungan secara matematis antara variabel independen dengan variabel dependen.

Persamaan regresi : Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah bebas (independent variable). Persamaan regresi ganda dirumuskan sebagai berikut :

1. Dua variabel bebas : Yˆ =a+b1X1+b2X2

2. Tiga variabel bebas : Yˆ =a+b1X1 +b2X2 +b3X3 3. n variabel bebas : Yˆ =a+b1X1 +b2X2 +...+bnXn

Data tersebut dihitung dan diolah dengan metode analisis regresi berganda dan korelasi (Gomes, 1995) dengan alasan :

1. Pengaruh dari setiap peubah bebas X1, X2, X3, . . . , Xk terhadap peubah bebas tidak Y linier. Diketahui dengan metode analisis regresi linier sederhana dan korelasi. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

- Langkah 1

Mengitung rataan X dan Y, jumlah kuadrat terkoreksi Sx2 dan Sy2, dan jumlah hasil kali terkoreksi Sxy dari peubah X dan Y sebagai :

n X X = S

n Y Y = S


(33)

commit to user

(

)

2 1 2

å

å

= -= n i i X X x

(

)

2 1 2

å

å

= -= n i i Y Y y

(

X X

)(

Y X

)

xy i

n

i

i -

-=

å

å

=1

Sedangkan (Xi, Yi) menunjukkan nilai pasang X dan Y ke-i.

- Langkah 2

Menghitung penduga parameter regresi a dan b sebagai : X

b Y

a=

å

= 2

x xy b

Sedangkan a adalah penduga a; dan b penduga b. bX

a Y = +

- Langkah 3

Menentukan nilai Ymin dan Ymax dari nilai Xmin dan Xmax

(

min

)

min a b X

Y = +

(

max

)

max a b X

Y = +

- Langkah 4

Menhitung kuadrat tengah sisa :

(

)

2 2 2 2 2 -=

å

å

å

×

n x xy y


(34)

commit to user

Menghitung nilai tb sebagai :

2 2 x s b t y x b × =

Membandingkan nilai tb hitung dengan nilai t tabel pada lampiran C (Gomes, 1995) dengan derajat bebas (n – 2). b dikatakan berbeda nyata dengan nol apabila nilai absolut tb lebih besar daripada nilai t tabel pada taraf nyata yang digunakan.

- Langkah 5

Menghitung selang kepercayaan (100 – a) % untuk b sebagai :

Selang kepercayaan =

å

× ± 2 2 x s t

b a xy

Sedangkan nilai ta adalah nilai t tabel dengan derajat bebas (n – 2) pada taraf nyata a.

- Langkah 6

Uji hipotesis a = a0;

Menghitung nilai ta sebagai :

÷ ÷ ø ö ç ç è æ + -=

å

× 2 2 2 0 1 x X n s a t y x a a

Membandingkan nilai ta hitung dengan t tabel dengan (n–2) derajat bebas

pada taraf nyata yang digunakan. Tolak hipotesis a = a0 apabila nilai hitung absolut ta lebih besar dari nilai t tabelnya.


(35)

commit to user

2. Pengaruh setiap Xi terhadap Y adalah bebas dari X lainnya. Yaitu, jumlah perubahan Y per satuan perubahan setiap Xi sama tanpa memperhatikan nilai X yang lainnya.

Regresi linier berganda dapat dinyatakan berlaku apabila hubungan peubah tidak bebas Y dengan k peubah bebas X1, X2, . . . , Xk dapat dinyatakan sebagai :

k

kX

X X

Y =a +b1 1+b2 2 +L+b

Peubah sebanyak (k + 1): Y, X1, X2, . . . , Xk harus diukur secara serempak untuk setiap satuan dari n satuan pengamatan. Sebagai tambahan, harus terdapat cukup pengamatan untuk membuat n lebih besar daripada (k + 1). Langkah-langkah yang diperlukan untuk penyusunan persamaan regresi linier berganda adalah :

1. Langkah 1

Menghitung rataan dan jumlah kuadrat terkoreksi untuk setiap peubah sebanyak (k + 1) peubah Y, X1, X2, . . . , Xk, dan jumlah hasil kali terkoreksi untuk semua pasangan kombinasi dari (k + 1) peubah, mengikuti petunjuk yang diuraikan dalam langkah 1 bagian regresi linier sederhana. Ringkasan parameter yang harus dihitung, bersama dengan peubah yang digunakan terlihat di bawah ini:


(36)

commit to user

Jumlah Kuadarat dan Hasil Kali Terkoreksi

Peubah Rataan X1 X2 . . . Xk Y

X1 X1

å

x12

å

x1x2 . . .

å

x1xk

å

x1y

X2 X2

å

x22 . . .

å

x2xk

å

x2y

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Xk Xk . . .

å

2

k

x

å

xky

Y Y . . .

å

2

y

2. Langkah 2

Mengitung b1, b2, . . . , bk dari k persamaan serempak berikut ini yang umumnya disebut persamaan normal :

å

å

å

å

x +b x x + +b x x = x y

b1 12 2 1 2 L k 1 k 1

å

x x +b

å

x + +b

å

x x =

å

x y

b1 1 2 2 22 L k 2 k 2

. . . . . . . . . . . . . . .

å

x x +b

å

x x + +b

å

x =

å

x y

b1 1 k 2 2 k L k k2 2

Sedangkan b1, b2, . . . , bk adalah penduga dari b1, b2, . . . , bk dari persamaan regresi linier berganda.

3. Langkah 3

Menghitung penduga intersep a sebagai :

k

kX

b X

b X b Y

a= - 1 1 - 2 2 -L


(37)

commit to user

Menghitung

Jumlah kuadrat karena regresi sebagai :

( )

(

å

)

å

= b x y

JKR i

k

i i

Jumlah kuadrat sisa, sebagai :

å

-= y JKR

JKE 2

Koefisien determinasi, sebagai :

å

= 2

2

y JKR R

Koefisien determinasi R2 mengukur tunjangan dari fungsi linier dengan k peubah bebas terhadap keragaman dalam Y, yang biasanya dinyatakan dalam persentase. Akarnya (yaitu r) dinyatakan sebagai koefisien korelasi berganda.

5. Langkah 5

Uji beda nyata dari R2 Menghitung nilai F sebagai :

) 1 /(

/ -=

k n E JK

k R JK F

Membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel dengan derajat bebas f1 = k dan f2 = (n – k – 1). Koefisien determinasi R2 dikatakan berbeda nyata (berbeda nyata dibanding nol) apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabelnya pada taraf nyata yang digunakan.

Pengujian statistik terhadap koefisien korelasi (baik sederhana maupun ganda) digunakan untuk menjawab hipotesis mengenai ada tidaknya hubungan


(38)

commit to user

yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun prosedur pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :

1. Menentukan rumusan hipotesis H0 dan H1.

H0 : r = 0 : Tidak ada hubungan signifikan antara X dengan Y. H1 : r ≠ 0 : Ada hubungan signifikan antara X dengan Y. 2. Menghitung nilai uji statistik

Nilai uji statistik untuk korelasi sederhana adalah t, sedangkan nilai uji statistik untuk korelasi ganda adalah F.

3. Menentukan kriteria pengambilan keputusan

H0 diterima (H1 ditolak) apabila t atau F hitung < t atau F tabel. H0 ditolak (H1 diterima) apabila t atau F hitung ³ t atau F tabel.


(39)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Hasil Pengukuran Bobot Badan dan Ukuran Eksterior Tubuh Sapi Potong Peranakan Ongole (PO).

Hasil observasi (Lampiran 1 dan 2) didapatkan rata-rata ukuran eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 1, untuk pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 237 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 123 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 149 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 134 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 130 cm. Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 2, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 253 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 129 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 157 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 139 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 133 cm.

Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 3, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 264 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 129 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 159 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 137 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 132 cm. Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 4, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 302 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 131 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 164 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 132 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 129 cm. Umur sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan berumur sekitar 2 sampai 3 tahun (24 sampai 36 bulan). Sifat kuantitatif yang lainnya yaitu tinggi gumba, dari pengukuran eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan diperoleh hasil pengukuran tinggi gumba dengan rata-rata 134,79 cm sedangkan hasil pengukuran tinggi gumba sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan minimal 118 cm, maksimal 125 cm. Menurut Sugeng (2003) adanya perbedaan ukuran sifat kuantitatif suatu ternak dipengaruhi oleh adanya


(40)

commit to user

beberapa faktor yaitu diantaranya faktor pengaruh bangsa sapi, pengaruh umur sapi, pengaruh jenis kelamin sapi, pengaruh pakan yang diberikan kepada ternak sapi, dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan disekitar habitat sapi.

Menurut Sudarmono dan Bambang Sugeng (2008), faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan. Terlebih apabila dalam pakan tersebut terdapat banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin, dan mineral. Protein merupakan bagian terpenting dan jaringan tubuh. Apabila bahan pakan tidak berprotein cukup, maka tubuh tidak akan dapat membentuk dan memelihara jaringan-jaringan yang harus digantikan. Sehingga akibatnya pertumbuhannya menjadi terganggu. Sapi yang baru lahir membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedangkan sapi dewasa membutuhkan protein untuk menggantikan jaringan yang telah usang atau rusak dan untuk memproduksi atau membentuk daging. Mineral bagi sapi yang sedang tumbuh berguna untuk pembentukan tulang dan jaringan terutama unsure Ca dan P. Sedangkan bagi sapi dewasa, mineral berguna untuk menggantikan zat-zat mineral yang hilang karena sekresi. Vitamin A sangat penting bagi pertumbuhan. Jika sapi yang sedang tumbuh didalam pakannya kekurangan vitamin A maka pertumbuhan akan terganggu. Selain itu, jika pada tubuh sapi sel-selnya kekurangan air maka pekerjaan sel-sel tersebut akan terganggu sehingga seluruh tubuhnya menjadi sakit dan pertumbuhannya pun menjadi terganggu. Menurut Sugeng (2003), Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan. Besarnya badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, kemudi, dan sebagainya. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan.


(41)

commit to user

B. Analisis dan Sebaran Data Hubungan Ukuran Eksterior Tubuh dengan Bobot Badan

1. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 1

Signifikansi hubungan antara masing-masing variabel ukuran eksterior tubuh dengan bobot badan diketahui berdasarkan uji t terhadap koefisien korelasi (r). Berdasarkan tabel 1 dan lampiran 3 diketahui bahwa uji signifikansi nilai absolut pada analisis korelasi & regresi linier sederhana hubungan antara bobot badan dengan panjang badan menghasilkan P < 0.05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan dengan bobot badan. Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul masing-masing menghasilkan P > 0.05, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan.

Uji signifikansi pada analisis korelasi berganda dihasilkan nilai uji statistik P > 0.05 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul secara bersama-sama dengan bobot badan.

Laju pertumbuhan setelah sapih ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia, juga dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis dan jenis kelamin. Menurut Sugeng (2003) adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu diantaranya faktor pengaruh bangsa sapi, pengaruh umur sapi, pengaruh jenis kelamin sapi, pengaruh pakan yang diberikan kepada ternak sapi, dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan disekitar habitat sapi.

2. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 2

Signifikansi hubungan antara masing-masing variabel ukuran eksterior tubuh dengan bobot badan diketahui berdasarkan uji t terhadap koefisien korelasi (r). Berdasarkan tabel 2 dan lampiran 4 diketahui bahwa uji


(42)

commit to user

signifikansi nilai absolut pada analisis korelasi & regresi linier sederhana keempat angka dari masing-masing variabel tersebut P > 0.05, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan.

Uji signifikansi pada analisis korelasi berganda dihasilkan nilai uji statistik P > 0.05 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul secara bersama-sama dengan bobot badan.

Selain faktor pengaruh bangsa sapi, pengaruh umur sapi, dan pengaruh jenis kelamin sapi, menurut Sudarmono dan Bambang Sugeng (2008), adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya faktor pakan. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan, terlebih apabila dalam pakan tersebut terdapat banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin, dan mineral, maka hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tubuh tetnak tidak dapat bertumbuh dengan baik.

3. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 3

Signifikansi hubungan antara masing-masing variabel ukuran eksterior tubuh dengan bobot badan diketahui berdasarkan uji t terhadap koefisien korelasi (r). Berdasarkan tabel 3 dan lampiran 5 diketahui bahwa uji signifikansi nilai absolut pada analisis korelasi & regresi linier sederhana diketahui bahwa uji signifikansi hubungan antara bobot badan dengan keempat variabel ukuran eksterior masing-masing menghasilkan nilai P < 0.05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan.

Uji signifikansi pada analisis korelasi berganda dihasilkan nilai uji statistik P < 0.05 sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan


(43)

commit to user

antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul secara bersama-sama dengan bobot badan.

Menurut Yusuf, (2004) secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan paru-paru, begitu juga dengan pertumbuhan panjang badan tubuh ternak. Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Disamping itu, pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan lemak

4. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 4

Signifikansi hubungan antara masing-masing variabel ukuran eksterior tubuh dengan bobot badan diketahui berdasarkan uji t terhadap koefisien korelasi (r). Berdasarkan tabel 4 dan lampiran 6 diketahui bahwa uji signifikansi nilai absolut pada analisis korelasi & regresi linier sederhana diketahui bahwa uji signifikansi hubungan antara bobot badan dengan panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pinggul masing-masing P < 0.05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan. Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba menghasilkan P > 0.05, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi gumba dengan bobot badan.

Uji signifikansi pada analisis korelasi berganda dihasilkan nilai uji statistik P < 0.05 sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul secara bersama-sama dengan bobot badan.

Menurut Tillman,et.all (1991) pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat (terjadi sampai pubertas) dan tahap lambat (jika kedewasaan tubuh tercapai). Tulang paling cepat pertumbuhannya disusul otot, dan lemak paling lambat berhenti pertumbuhannya. Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak.


(44)

Tabel 1. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 1

Analisis Korelasi & Regresi Linier Sederhana

Variabel r R Persamaan Regresi t P Keterangan

Panjang badan (X1) Lingkar dada (X2) Tinggi gumba (X3) Tinggi pinggul (X4)

0.745 0.689 – 0.051 – 0.060 0.555 0.475 0.003 0.004

Y = 46.633 + 1.549 X1 Y = –59.654 + 1.993 X2 Y = 221.917 + 0.114 X3 Y = 215.870 + 0.163 X4

2.737 2.331 0.125 0.148 0.034 0.059 0.904 0.887 signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan

Analisis Korelasi dan Regresi Linier Berganda

Persamaan Regresi r R2 F P Keterangan

Y = – 92.543 + 2.304 X1 – 0.028 X2 + 3.264 X3 – 2.959 X4 0.910 0.828 3.612 0.160 tidak signifikan

Sumber: Data Olahan

Tabel 2. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 2

Analisis Korelasi & Regresi Linier Sederhana

Variabel r R Persamaan Regresi t P Keterangan

Panjang badan (X1) Lingkar dada (X2) Tinggi gumba (X3) Tinggi pinggul (X4)

0.274 0.336 – 0.438 – 0.164 0.075 0.113 0.192 0.027

Y = –4.943 + 1.995 X1 Y = 49.400 + 1.294 X2 Y = 402.784 – 1.079 X3 Y = 317.100 – 0.484 X4

0.947 1.185 –1.616 –0.550 0.364 0.261 0.134 0.593 tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan

Analisis Korelasi dan Regresi Linier Berganda

Persamaan Regresi r R2 F P Keterangan

Y = 190.213 + 3.269 X1 – 1.966 X2 – 4.345 X3 + 4.161 X4 0.910 0.828 1.952 0.195 tidak signifikan


(45)

Tabel 3. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 3

Analisis Korelasi & Regresi Linier Sederhana

Variabel r R Persamaan Regresi t P Keterangan

Panjang badan (X1) Lingkar dada (X2) Tinggi gumba (X3) Tinggi pinggul (X4)

0.640 0.455 – 0.497 – 0.463 0.409 0.207 0.247 0.214

Y = –541.416 + 6.228 X1 Y = –201.080 + 2.926 X2 Y = 495.261 – 1.691 X3 Y = 469.390 – 1.557 X4

3.902 2.399 –2.687 –2.451 0.001 0.025 0.013 0.023 signifikan signifikan signifikan signifikan

Analisis Korelasi dan Regresi Linier Berganda

Persamaan Regresi r R2 F P Keterangan

Y = –432.682 + 6.278 X1 + 0.387 X2 +0.540 X3 – 1.901 X4 0.789 0.623 7.839 0.001 signifikan

Sumber: Data Olahan

Tabel 4. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel 4

Analisis Korelasi & Regresi Linier Sederhana

Variabel r R Persamaan Regresi t P Keterangan

Panjang badan (X1) Lingkar dada (X2) Tinggi gumba (X3) Tinggi pinggul (X4)

0.699 0.837 – 0.281 – 0.306 0.489 0.700 0.079 0.093

Y = –398.921 + 5.358 X1 Y = –276.011 + 3.522 X2

Y = 173.416 + 0.977 X3 Y = 150.489 + 1.174 X4

6.706 10.474 2.011 2.202 0.000 0.000 0.050 0.033 signifikan signifikan tidak signifikan signifikan

Analisis Korelasi dan Regresi Linier Berganda

Persamaan Regresi r R2 F P Keterangan

Y = – 547.952 + 2.951X1 + 3.009 X2 – 1.481 X3 + 1.278 X4 0.922 0.849 61.953 0.000 signifikan

Sumber: Data Olahan

28


(46)

commit to user

Adapun gambaran sebaran data hubungan antara bobot badan dengan eksterior tubuh pada setiap masing-masing kelompok dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

1. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 1

Sebaran data hubungan antara bobot badan dengan eksterior tubuh dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.

y = 1.549x + 46.633 R² = 0.555

r=0.745 0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B o b o t B ad an ( kg )

Panjang Badan (cm)

Gambar 7. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan

y = 1.993x - 59.655 R² = 0.475

r=0.689 0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B o b o t B ad an ( kg )

Lingkar Dada (cm)


(47)

commit to user

y = 0.114x + 221.917 R² = 0.003

r=0.051 0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B ob ot B a da n (k g)

Tinggi Gumba (cm)

Gambar 9. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba

y = 0.163x + 215.870 R² = 0.004

r=0.060 0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B ob ot B a da n (k g)

Tinggi Pinggul (cm)

Gambar 10. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul Gambar 7 dan gambar 8 menunjukkan pola titik-titik yang membentuk garis lurus diagonal miring ke kanan dengan kemiringan yang cukup tinggi (curam). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara bobot badan dengan panjang badan dan lingkar dada masing-masing berbentuk linier (ditunjukkan dengan kecenderungan titik-titik


(48)

commit to user

yang membentuk garis linier) dengan arah positif (ditunjukkan dengan kemiringan ke kanan) dan cukup kuat (ditunjukkan dengan kemiringan yang curam). Meskipun begitu, khusus untuk lingkar dada, berdasarkan grafik pada gambar 8 tidak dapat dijadikan acuan kesimpulan karena pengujian statistik menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5%, hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan tidak cukup signifikan. Adapun gambar 9 dan gambar 10 menunjukkan pola titik-titik yang acak, apabila diasumsikan membentuk garis lurus maka garis tersebut cenderung mendatar (horizontal atau kemiringannya sangat kecil sekali). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba dan tinggi pinggul masing-masing hampir tidak ada.

2. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 2

Sebaran data hubungan antara bobot badan dengan eksterior tubuh dapat dilihat pada Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14.

y = 1.995x - 4.943 R² = 0.075

r=0.274

0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B

o

b

o

t

B

a

d

a

n

(k

g

)

Panjang Badan (cm)


(49)

commit to user

y = 1.294x + 49.400 R² = 0.113

0.336

0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

da

n

(k

g)

Lingkar Dada (cm)

Gambar 12. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada

y = -1.079x + 402.784 R² = 0.192

r=0.438

0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B

ob

o

t

B

a

da

n

(k

g

)

Tinggi Gumba (cm)


(50)

commit to user

y = -0.484x + 317.100 R² = 0.027

r=0.164

0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

da

n

(k

g)

Tinggi Pinggul (cm)

Gambar 14. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul Gambar 11 dan gambar 12 menunjukkan pola titik-titik yang membentuk garis lurus diagonal miring ke kanan dengan kemiringan yang kecil. Gambar 13 dan gambar 14 menunjukkan pola titik-titik yang membentuk garis lurus diagonal miring ke kiri dengan kemiringan yang juga kecil. Secara umum (sebagaimana hasil pengujian statistik) tidak terlihat kemiringan yang cukup signifikan pada keempat grafik yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang cukup signifikan antara masing-masing ukuran eksterior dengan bobot badan.

3. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 3

Sebaran data hubungan antara bobot badan dengan eksterior tubuh dapat dilihat pada Gambar 15, Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18.


(51)

commit to user

y = 6.228x - 541.416 R² = 0.409

r=0.640

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

da

n

(k

g)

Panjang Badan (cm)

Gambar 15. Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan

y = 2.926x - 201.080 R² = 0.207

r=0.455

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

o

bo

t

B

a

da

n

(k

g)

Lingkar Dada (cm)


(52)

commit to user

y = -1.691x + 495.261 R² = 0.247

r=0.497 0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B ob ot B a da n (k g)

Tinggi Gumba (cm)

Gambar 17. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba

y = -1.557x + 469.390 R² = 0.214

r=0.463 0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B ob ot B a da n (k g)

Tinggi Pinggul (cm)

Gambar 18. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul Gambar 15 dan gambar 16 menunjukkan pola titik-titik yang membentuk garis lurus diagonal miring ke kanan dengan kemiringan yang jelas (relatif tinggi). Gambar 17 dan gambar 18 juga menunjukkan pola yang sama hanya arah kemiringan garis adalah ke kiri. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara bobot badan dengan keempat


(53)

commit to user

ukuran eksterior masing-masing berbentuk linier (ditunjukkan dengan kecenderungan titik-titik yang membentuk garis linier) dan cukup kuat (ditunjukkan dengan kemiringan yang relatif tinggi). Perbedaan terletak pada arah hubungan dimana arah hubungan antara bobot badan dengan panjang badan dan lingkar dada adalah positif (ditunjukkan dengan kemiringan ke kanan) sedangkan arah hubungan bobot badan dengan tinggi gumba dan tinggi pinggul adalah negatif (ditunjukkan dengan kemiringan ke kiri).

4. Kelompok Sapi PO. Jantan Poel 4

Sebaran data hubungan antara bobot badan dengan eksterior tubuh dapat dilihat pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21, dan Gambar 22.

y = 5.358x - 398.921 R² = 0.489

r=0.699

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

da

n

(

k

g)

Panjang Badan (cm)


(54)

commit to user

y = 3.522x - 276.011 R² = 0.700

r=0.837

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

ob

o

t

B

a

da

n

(k

g)

Lingkar Dada (cm)

Gambar 20. Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada

y = 0.977x + 173.416 R² = 0.079

r=0.281

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

d

a

n

(k

g)

Tinggi Gumba (cm)


(55)

commit to user

y = 1.174x + 150.489 R² = 0.079

r=0.306

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200

B

ob

ot

B

a

da

n

(k

g)

Tinggi Pinggul (cm)

Gambar 22. Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul Gambar 19 dan gambar 20 menunjukkan pola titik-titik yang membentuk garis lurus diagonal miring ke kanan dengan kemiringan yang cukup tinggi (curam). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara bobot badan dengan panjang badan dan lingkar dada masing-masing berbentuk linier (ditunjukkan dengan kecenderungan titik-titik yang membentuk garis linier) dengan arah positif (ditunjukkan dengan kemiringan ke kanan) dan cukup kuat (ditunjukkan dengan kemiringan yang curam). Adapun gambar 21 dan gambar 22 juga menunjukkan pola yang sama hanya kemiringannya terlihat tidak cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba dan tinggi pinggul relatif lemah. Meskipun begitu pengujian statistik memberikan kesimpulan yang berbeda untuk kedua ukuran ini dimana tinggi gumba memang tidak berhubungan signifikan dengan bobot badan namun tinggi pinggul berhubungan signifikan dengan bobot badan.


(1)

commit to user

C. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus

Hasil pendugaan rata-rata bobot badan terhadap rumus persamaan Regresi, Scheiffer, Lambourne, dan Schrool pada sapi potong di RPH Sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengahdapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 8. Tabel 5.Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 1

Keterangan Rata-rata Bobot Tertimbang Rata-rata Bobot Perkiraan Rata-rata Prosentase Selisih (%) Bobot badan tertimbang 237,125

Regresi 237,053 3,272

Scheiffer 252,757 8,492

Lambourne 253,045 8,558

Schrool 292,486 23,671

Sumber : Data olahan

Tabel 6.Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 2

Keterangan Rata-rata Bobot Tertimbang Rata-rata Bobot Perkiraan Rata-rata Prosentase Selisih (%) Bobot badan tertimbang 252,692

Regresi 252,576 6,040

Scheiffer 294,781 18,674

Lambourne 295,117 18,792

Schrool 321,367 28,071

Sumber : Data olahan

Tabel 7.Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 3

Keterangan Rata-rata Bobot Tertimbang Rata-rata Bobot Perkiraan Rata-rata Prosentase Selisih (%) Bobot badan tertimbang 264,125

Regresi 263,960 6,421

Scheiffer 301,886 16,363

Lambourne 302,230 16,477

Schrool 327,891 25,872


(2)

commit to user

Tabel 8.Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel 4

Keterangan

Rata-rata Bobot Tertimbang

Rata-rata Bobot Perkiraan

Rata-rata Prosentase Selisih (%) Bobot badan tertimbang 302,204

Regresi 302,109 3,151

Scheiffer 326,424 8,498

Lambourne 326,796 8,607

Schrool 347,370 15,613

Sumber : Data olahan

Rata-rata pendugaan bobot badan pada sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan hasilnya yang paling mendekati adalah dengan menggunakan rumus persamaan regresi yaitu rata-rata bobot badan perkiraan sama dengan rata-rata bobot badan sebenarnya / tertimbang. Rumus Scheiffer, Lambourne, dan Schrool terdapat selisih yang cukup besar terhadap rata-rata bobot badan sebenarnya / tertimbang. Perbedaan bobot badan tertimbang dengan bobot badan pendugaan disebabkan karena rumus tersebut digunakan untuk sapi-sapi Eropa dan tidak cocok untuk sapi-sapi lokal serta pada pendugaan bobot badan dengan persamaan regresi baik koefisien korelasi maupun koefisien determinasi tidak didapatkan nilai 1 yang menunjukkan kesempurnaan hubungan antar variabel.

Faktor koreksi yang didapat menunjukkan tingkat ketidaktepatan pada rumus pendugaan bobot badan tersebut. Dengan demikian berarti bahwa penggunaan rumus pendugaan bobot badan sangat tergantung dari masing-masing bangsa sapi. Menurut Santoso (2003), menyatakan ukuran tubuh ternak yang digunakan dalam pendugaan bobot badan ternak sapi biasanya adalah lingkar dada dan panjang badan. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Sugeng (2003), bahwa besarnya bobot badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, kemudi, dan sebagainya. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Adapun rumus-rumus yang umumnya sering dipakai untuk memprediksi berat badan antara lain rumus Scheiffer, Lambourne, dan Schoorl juga menggunakan pengukuran


(3)

commit to user

panjang badan dan lingkar dada sebagai penaksiran bobot badan. Secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan paru-paru. Organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Disamping itu, pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan lemak (Yusuf, 2004).

Hasil analisis pada penelitian ini adalah menerangkan bahwa ukuran-ukuran tubuh memiliki hubungan yang nyata dan positif terhadap bobot badan. Hasil dari penelitian ini serupa dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Savelina (2007) yaitu meneliti tentang hubungan antara ukuran-ukuran tubuh sapi dengan bobot badan sapi dan mengestimasi bobot badan sapi potong di Kabupaten Klaten berdasarkan ukuran-ukuran tubuh.


(4)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil analisis perhitungan diperoleh persamaan regresi, korelasi serta determinasi di dapatkan hasil kelompok sapi Poel 1 dan kelompok sapi Poel 2 menunjukkan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan, sedangkan pada kelompok sapi Poel 3 dan kelompok sapi Poel 4 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan.

2. Pendugaan bobot badan pada sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan hasil pendugaannya yang paling mendekati adalah dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

3. Lingkar dada dan panjang badan dapat untuk mengestimasi bobot badan Sapi PO.

B. Saran

Untuk memprediksi berat badan sapi dapat mempergunakan ukuran lingkar dada dan panjang badan.


(5)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1985. Analisa Regresi. Pusat Pengolahan Data dan Statistik. Badan Litbang Pertanian dan Institut Pertanian Bogor

Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Statistika Peternakan 2005. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Indonesia

Gomes, Kwanchai. A. Gomes dan Arturo.A Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia(UI-Press), Jakarta Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Hasbullah, E. J. 2003. Kinerja Pertumbuhan dan Produksi Sapi Peranakan Simmental dengan Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta

Kadarsih, S. 2003. Peranan Ukuran Tubuh Terhadap Bobot Badan Sapi Bali Di Propinsi Bengkulu. J. Penelitian UNIB. 9 (1): 45-48

Kustituanto, B. 1984. Statistik Analisa Runtut Waktu dan Regresi-Korelasi. BPFE, Yogyakarta

Murtidjo, B. A. 1992. Beternak Sapi potong. Kanisius, Yogyakarta

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia pustaka Utama, Jakarta Santoso, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan keempat.

Penebar Swadaya, Jakarta

Sarwono, B dan Hario Bimo Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta

Savelina, A.M.A. 2007. Hubungan Antara Bobot Badan Dengan Ukuran Ukuran Tubuh Pada Sapi Potong Dikabupaten Klaten Jawa Tengah. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Siregar, S. B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sudarmono. A.S dan Bambang Sugeng. Y. 2008. Sapi Potong. Penebar swadaya, Jakarta

Sugeng, B. Y. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta

Supriyono. 1998. Ilmu Tilik Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


(6)

commit to user

Tawaf, R. 2002. Ancaman Pengurasan Populasi Sapi Potong.

http://www.pikiranrakyat.com /cetak/0802/31/0801.htm. Diakses pada

bulan14 Juli 2009

Tillman, A. D. , H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.Lebdosukodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Yusuf, M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Sapi Bali di Daerah Bima NTB. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta