UJI APLIKASI JAMUR BEAUVERIA BASSIANA (BALSAMO) VUILL. TERHADAP SYMPHYLID YANG HIDUP PADA TANAH BERBAHAN ORGANIK DAN TANPA BAHAN ORGANIK DI LABORATORIUM

(1)

ABSTRAK

UJI APLIKASI JAMURBEAUVERIA BASSIANA (BALSAMO) VUILL. TERHADAP SYMPHYLID YANG HIDUP PADA TANAH

BERBAHAN ORGANIK DAN TANPA BAHAN ORGANIK DI LABORATORIUM

Oleh

Desye Rinche Natalia Simarmata

Symphylid merupakan salah satu hama perusak akar pada tanaman nanas. Salah satu alternatif pengendalian hama yang terus dikembangkan yaitu dengan menggunakan jamur entomopatogen yaituBeauveria bassiana. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah jamur entomopatogen B. bassianayang diaplikasikan mampu menginfeksi symphylid yang hidup pada tanah tanpa bahan organik maupun berbahan organik. Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Hama Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Januari-April 2015. Penelitian ini terdiri dari dua set percobaan, yaitu aplikasiB.Bassianaterhadap symphylid dengan metode residu pakan dan residu pada media hidup symphylid. Masing-masing percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL), dengan 3 perlakuan dan 10 ulangan. Seluruh data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan pengujian BNT dengan taraf nyata 5 %. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya mortalitas symphylid. Namun, mortalitas symphylid pada perlakuan aplikasiB. bassiana, baik


(2)

Desye Rinche Natalia Simarmata

perlakuan dimana symphylid hidup pada tanah yang berbahan organik maupun tanpa bahan organik sangat rendah. Mortalitas symphylid tertinggi pada kedua set percobaan terdapat dalam perlakuan aplikasiB. bassiana terhadap symphylid yang hidup pada tanah berbahan organik yaitu sebesar 10 % dan 6 %. Dengan demikian hasil penelitian ini belum dapat

membuktikan bahwaB. bassianasecara nyata mampu menginfeksi symphylid.


(3)

UJI APLIKASI JAMURBEAUVERIA BASSIANA(BALSAMO) VUILL.TERHADAP SYMPHYLIDYANG HIDUP PADA TANAH

BERBAHAN ORGANIK DAN TANPA BAHAN ORGANIK DI LABORATORIUM

Oleh

DESYE RINCHE NATALIA SIMARMATA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

UJI APLIKASI JAMURBEAUVERIA BASSIANA(BALSAMO) VUILL.TERHADAP SYMPHYLIDYANG HIDUP PADA TANAH

BERBAHAN ORGANIK DAN TANPA BAHAN ORGANIK DI LABORATORIUM

(Skripsi)

Oleh

DESYE RINCHE NATALIA SIMARMATA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

iv

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman nanas yang terserang symphylid ………. 8

2. Symphylid dewasa ……….. 9

3. Telur symphylid ………. 10

4. Konidia jamurB. bassiana ……… 12

5. Tata letak unit-unit percobaan pada metode residu pakan ………. 22

6. Tata letak unit-unit percobaan pada metode residu pada hidup symphylid ………... 23

7. Telur symphylid (a) dan symphylid yang mengalami kematian (b) ………... 29


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...….. i

DAFTAR GAMBAR ...….. iv

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakangdan Masalah ……… 1

1.2 Tujuan Penelitian ...….. 4

1.3 Kerangka Pemikiran ………. 4

1.4 Hipotesis ………... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2.1Symphylid ……….. 7

a. Taksonomi symphylid ……… 7

b. Gejala kerusakan ……… 8

c. Morfologi ……… 9

d. Siklus hidup ……… 10

e. Pengendalian symphylid ………. 10

2.2 Jamur EntomopatogenBeauveria bassiana (Baals.) (Vuill) ………..…. 11

a. Mekanisme infeksi jamurB. bassiana ……….. 12

b.Keamanan hayati ……….. 13

c. Perbanyakan jamur entomopatogen B. bassiana …………... 14

2.3Bahan Organik ………... 14

III. BAHAN DAN METODE ………... 15

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ………... 16

3.2 Bahan dan Alat ………. 16

3.3 Metode Penelitian ……….. 17


(7)

3.4.1 Persiapan symphylid percobaan ……….. 18

3.4.1.1 Pengambilan symphylid ……… 18

3.4.1.2 Rearing symphylid ……… 18

3.4.2 Perbanyakan jamurB. bassiana ……… 19

3.4.2.1 Pembuatan mediaPotato Dextrose Agar (PDA)19 ……….. 19

3.4.2.2 Pembuatan kultur murniB.bassiana. …………... 19

3.4.2.3 PerbanyakanB. bassianadengan menir jagung ……….... 20

3.4.3 PengujianB. bassianapada symphylid ……….. 20

3.4.3.1 Pembuatan suspensiB. bassiana ……… 20

3.4.2.2 Penyiapan unit percobaan ………... 21

a. Aplikasi dengan metode residu pakan ………. 21

b. Aplikasi dengan metode tanah media hidup symphylid ………... 22

3.5 Pengamatan ………. 24

3.6 Analisis Data ……….. 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 26

4.1 Mortalitas Symphylid pada Pengujian AplikasiB. bassiana dengan Metode Residu Pakan ……… 26

4.2 Mortalitas Symphylid pada Pengujian Aplikasi B. bassianadengan Metode Residu Tanah Media Hidup Symphylid ………. 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 31

5.1 Kesimpulan ………... 31

5.2 Saran ……… 31

PUSTAKA ACUAN ……….. … 32


(8)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data hasil pengamatan mortalitas symphylid pada metode

residu pakan. ……….. 24 2.Data hasil pengamatan mortalitas symphylid pada metode

residu pada hidup symphylid. ………... 24 3. Persentase mortalitas symphylid selama 20 hari pengamatan

aplikasiB. bassianadengan metode residu pakan. ………... 26 4. Persentase mortalitas symphylid selama 20 hari pengamatan

aplikasiB. bassianadengan metode residu tanah media hidup

symphylid. ………. 28

5. Data Mortalitas symphylid (ekor) tanpa aplikasiB. bassiana

(Kontrol). ………... 36 6. Data mortalitas symphylid (ekor) aplikasiB. bassianadengan

metode residu pakan terhadap symphylid yang hidup pada tanah

berbahan organik. ………. 37 7. Hasil perhitungan mortalitas symphylid berdasarkan data

hasil pengamatan aplikasiB.bassianaterhadap symphylid

dengan metode residu pakan. ……… 38 8. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 1-5 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu pakan. ……… 39 9. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 5 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu pakan pada sidik ragam

taraf 5%. ……… 39 10. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 10 hsa

aplikasiB. bassianadengan metode residu pakan. ………... 40 11. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 10 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu pakan pada sidik ragam


(9)

ii 12. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 15 hsa

aplikasiB. bassianadengan metode residu pakan. ……… 40 13. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 15 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu pakan pada sidik ragam

taraf 5%. ………. 41 14. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 20 hsa

aplikasiB. bassianadengan metode residu pakan. ……… 41 15. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 20 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu pakan pada sidik ragam

taraf 5%. ……… 41 16. Persentase mortalitas symphylid selama 20 hari pengamatan

aplikasiB. bassianadengan metode residu pakan. ……… 42 17. Data aplikasi mortalitas symphylid tanpaB. bassiana.

(Kontrol). ………... 43 18. Data mortalitas symphylid (ekor) aplikasiB. bassianadengan

metode residu pada tanah berbahan organik sebagai media hidup

symphylid. ………. 44

19. Data mortalitas symphylid (ekor) aplikasiB. bassianadengan metode residu pada tanah tanpa bahan organik sebagai media

hidup symphylid. ……….. 45 20. Hasil perhitungan mortalitas symphylid berdasarkan data hasil

pengamatan aplikasiB.bassianadengan metode residu tanah

media hidup symphylid. ……… 46 21. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 5 hsa aplikasi

B.bassianadengan metode residu tanah media hidup

Symphylid. ………. 46 22. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 5 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu tanah media hidup symphylid

pada sidik ragam taraf 5%. ……….. 46 23. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 10 hsa aplikasi

B.bassianadengan metode residu tanah media hidup

Symphylid. ………... 47 24. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 10 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu tanah media hidup symphylid


(10)

iii 25. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 15 hsa aplikasi

B.bassianadengan metode residu tanah media hidup

Symphylid. ……….. 47 26. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 15 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu tanah media hidup symphylid

pada sidik ragam taraf 5%. ………... 48 27. Data awal hasil perhitungan mortalitas symphylid 1-20 hsa

aplikasiB.bassianadengan metode residu tanah media hidup

Symphylid. ……… 48 28. Data hasil perhitungan mortalitas symphylid 1-20 hsa aplikasi

B. bassianadengan metode residu tanah media hidup symphylid

pada sidik ragam taraf 5%. ……… 48 29. Persentase mortalitas symphylid selama 1-20 hari pengamatan

aplikasiB. bassianadengan metode residu tanah media hidup


(11)

(12)

(13)

`

Tuhan, berikanlah kepadaku hati yang tentram untuk

menerima apa yang tidak bisa aku ubah, keberanian untuk

mengubah apa yang masih bisa aku ubah, dan hikmat untuk

membedakan kedua-duanya

(Reinhold Niebuhr)

Tuhan gak pernah terlambat atau terlalu cepat, Tuhan

punya waktu yang tepat

Ketika aku memiliki keberanian menghadapi

suatu kegagalan besar dalam hidupku, aku tidak

perlu takut dan berhenti, karena keberhasilan

adalah milikku

Tunduk kepada proses, hidup dalam proses, pembentukan pasti mengalami proses untuk mencapai suatu terobosan,

I am History Maker


(14)

Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya ini sebagai

tanda terimakasihku kepada

Kedua orangtuaku

Bapak Walsen Simarmata dan Mama Meri Sianipar, S. Pd.

sebagai wujud bakti, cinta dan terimakasihku, yang telah

mencurahkan seluruh kasih sayang, nasihat, kesabaran, perhatian,

motivasi, kerjakeras dengan tulus telah membesarkan, mendidik,

dan mendoakan. Tuhan Yesus Memberkati.

Kedua adikku tersayang,

Deka Anggie Pratama Simarmata

dan

Daniel Sapta Nuari Simarmata

.

Keluarga besarku Op. Jonter Simarmata dan Op. Maju Sianipar

serta para sahabat yang telah memberikan doa dan dukungan serta

motivasi selama ini

Serta Almamater kebanggaan Fakultas Pertanian Universitas

Lampung


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kelurahan Dayamurni, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, pada tanggal 31 Desember 1990. Penulis

merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Walsen Simarmata dan Ibu Meri Sianipar, S. Pd.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 04 Panaragan Jaya Tulang Bawang Barat pada tahun 2003; Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 02 Tulang Bawang Tengah pada tahun 2006; Sekolah Menengah Atas di SMA PGRI 01 Dayamurni Tulang Bawang Barat pada tahun 2009. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML).

Penulis telah melaksanakan Praktik Umum (PU) Pada tahun 2012 di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP), di Jalan Pemuda No. 64 Kav. 16-17 Rawamangun-Jakarta Timur. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Napal, Kecamatan Krui Selatan, Kabupaten Lampung Barat. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Hama Penyakit Tumbuhan pada tahun 2012. Mata kuliah Pengendalian Hama Tanaman dan Mikrobiologi Pertanian pada tahun 2014.


(16)

SANWACANA

Puji syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah, mencurahkan kasihNYA, melimpahkan berkat, karunia, kemurahan, ilmu serta memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Di dalam proses peulisan skripsi ini

penulis telah menerima bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Lestari Wibowo, M. P., selaku pembimbing utama atas bimbingan, saran, motivasi, serta kesabaran yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Afandi, M. P., selaku pembimbing kedua atas bimbingan, saran, motivasi, serta kesabaran yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M. Sc., selaku pembahas atas

bimbingan, saran, motivasi, serta kesabaran yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Agus Muhammad Hariri, M. S., selaku dosen pembimbing

akademik atas bimbingan, saran, nasihat, dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama masa kuliah di Perguruan Tinggi Universitas Lampung. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S., selaku ketua bidang proteksi tanaman


(17)

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Sc., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

8. Kedua orangtuaku Bapak Walsen Simarmata dan Mama Meri Sianipar, S. Pd., atas cinta, doa, dan dukungan yang tak terbatas.

9. Kedua adikku tersayang Deka Anggie Pratama Simarmata dan Daniel Sapta Nuari atas segala cinta, doa dan dukungannya.

10. Teman-teman seperjuanganku,“Konsentrasi Hama dan Penyakit Tanaman” AGT 2009 atas dukungan dan semangat serta pertemanannya selama ini. 11. Teman-teman, Candra Susanti, Siti Jarlina, Susi Susanti, Dina Marlinawati,

Eko Andrianto, Ika, Maya, Fransiskus, Icha, Septi, Desnidasari, Irma Banjarnahor, Eka, Wasis, Aldi, Maria dan Astri Ambun.

12. Penyemangatku, Dadang Riadi.

13. Mba Uum, Bapak Paryadi, Mas Mustofa, Mas Jein, dan Mas Iwan atas bantuannya.

Bandar Lampung, 10 Desember 2015

Penulis


(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Nanas (Ananas comusus) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang buahnya banyak disukai oleh masyarakat di berbagai penjuru dunia. Nanas mendominasi perdagangan buah tropika dunia sehingga nanas juga sangat berperan dalam bidang ekonomi. Produksi buah nanas mencapai 20 % dari buah tropika dunia. Berdasarkan data dari Badan Statistik Nasional pada tahun 2012, hasil produksi nanas yaitu 178. 899 ton. Indonesia merupakan negara pengekspor buah nanas, baik dalam bentuk buah nanas olahan atau buah segar. Tanaman nanas ini sangat potensial untuk terus dikembangkan karena berperan sebagai komoditas ekspor (BPS, 2012).

Salah satu perusahaan di Indonesia yang memproduksi nanas olahan adalah PT Great Giant Pineaple ( PT GGP) yang terletak di Provinsi Lampung. PT GGP telah mengekspor nanas ke lebih dari 50 negara dan mensuplai 15-20 % total kebutuhan nanas dunia. Produk nanas kaleng PT GGP semuanya di ekspor, 40 % di antaranya ke Eropa, 35 % ke Amerika Utara dan 25 % lainnya ke Asia Pasifik. Perkebunan nanas milik PT GGP, saat ini hampir mencapai 500. 000 ton nanas segar per tahun. Perkebunan nanas di PT GGP merupakan perkebunan nanas


(20)

2 terbesar di dunia dan menjadi produsen utama nanas olahan di Indonesia (Oviana, 2013).

Pemanfaatan lahan secara intensif untuk menanaman tanaman semusim sepanjang tahun dapat menurunkan kandungan bahan organik di dalam tanah. Karamaet al. (1990) menyatakan untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah perlu diimbangi dengan pemberian pupuk organik yang memadai. Tanpa bahan

organik, kesuburan tanah akan menurun meskipun pupuk anorganik diberikan dengan takaran tinggi. Pertanaman nanas membutuhkan tanah dengan aerasi dan drainase yang baik, serta mengandung humus. Nanas cukup toleran dengan pH rendah (tanah masam), sehingga pada kondisi tersebut masih mampu tumbuh subur dan berbuah baik. Derajat keasaman yang sesuai untuk tanaman ini berkisar antara 4,5-5,5 (Lisdiana dan Soemadi, 1997).

Selain itu, adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi salah satu kendala dalam budidaya pertanaman nanas. Akhir-akhir ini PT GGP melakukan pemberian bahan organik yang tinggi untuk pertanaman nanas. Permasalahan muncul ketika terdapat kerusakan pada akar tanaman nanas dalam jumlah yang tinggi. Lisdiana dan Soemadi (1997) melaporkan tanaman nanas memiliki perakaran sedikit dan dangkal serta peka terhadap penggenangan. Kerusakan pada akar tanaman nanas ini disebabkan oleh symphylid.

Symphylid merupakan salah satu hewan artropoda yang hidup di tanah. Oviana (2013) menyatakan bahwa serangan symphylid yang terjadi pada akar tanaman nanas ditandai dengan gejala “witches broom” atau dikenal dengan sapu setan.


(21)

3 Daun menjadi berwarna merah dan semakin lama tanaman akan menjadi kerdil dan mati. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi PT GGP, sehingga dilakukan pengendalian symphylid dengan fumigan dan pestisida kimia. Salah satu

alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetik dalam mengendalikan populasi hama adalah mengunakan agensia hayati berupa jamur entomopatogen.

Beauveria bassianamerupakan jamur yang dapat menginfeksi serangga dan banyak ditemukan di dalam tanah. Mandalet al. (2003) menyatakan bahwa patogen serangga tidak mengakibatkan resistensi hama, dan aman bagi organisme bukan sasaran, termasuk mamalia. Selain itu, keefektifan jamur patogen dalam mengendalikan berbagai jenis serangga hama sudah tidak diragukan lagi. Di dalam tubuh inangnya jamur ini akan memperbanyak diri hingga seluruh jaringan serangga terinfeksi. Serangga yang telah terinfeksiB. bassianabiasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan akhirnya mengalami kematian. Serangga yang mati tidak selalu disertai gejala pertumbuhan spora. Secara umum jamur entomopatogen membutuhkan lingkungan yang lembab untuk dapat

menginfeksi serangga.

Plate (1976) menyatakan bahwa mekanisme infeksi yang dilakukanB. bassiana dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya. Symphylid juga merupakan hewan

artropoda yang mempunyai kutikula sehingga memiliki kesamaan dengan serangga. Oleh karena itu,B. bassiana diharapkan berpotensi sebagai agensia hayati hama symphylid.


(22)

4 1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamur entomopatogenB. bassianayang diaplikasikan mampu menginfeksi symphylid yang hidup pada tanah berbahan organik maupun tanpa bahan organik.

1.3 Kerangka Pemikiran

Karamaet al. (1990) menyatakan untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah perlu diimbangi dengan pemberian pupuk organik yang memadai. Tanpa bahan organik, kesuburan tanah akan menurun meskipun pupuk anorganik diberikan dengan takaran tinggi. Permasalahan terjadi ketika pemberian bahan organik yang tinggi pada tanaman memicu munculnya hewan artropoda seperti symphylid. Flint (1990) menyatakan symphylid memakan bibit yang tumbuh, akar tanaman, rambut akar dan bahan organik yang membusuk. Indikasi

kerusakan yang ditimbulkan symphylid adalah tanaman kerdil dan tanaman sakit. Tingginya tingkat pembusukan bahan organik adalah daya tarik utama untuk hama ini.

Salah satu agensia hayati yang berpotensi pengendalian hama tanaman perkebunan adalah jamur entomopatogenB. bassiana. Mandalet al. (2003) menyatakan di dalam tubuh inangnya jamur ini akan memperbanyak diri hingga seluruh jaringan serangga terinfeksi. Serangga yang telah terinfeksiB. bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan akhirnya mengalami kematian. Serangga yang mati tidak selalu disertai gejala pertumbuhan spora.


(23)

5 Secara umum jamur entomopatogen membutuhkan lingkungan yang lembab untuk dapat menginfeksi serangga.

Jamur B. bassiana pada dasarnya mampu menginfeksi hewan artropoda dari kelas insekta terutama dari ordo Lepidoptera, Hemiptera, Homoptera, dan Coleoptera (Varela andMorales 1996; Hardaningsih dan Prayogo 2001; Prayogo et al.2002b). Hal tersebut dapat dibuktikan dalam beberapa penelitian dimana jamur patogen serangga mampu mengendalikan berbagai jenis serangga hama seperti hama perusak pucuk pada tanaman kelapa (Mandarina, 2008), ulat grayak (Surtikanti dan Yasin, 2009dalamNunilahwatiet al., 2012),wereng coklat (Rahayuningtias dan Julyasih, 2010), wereng hijau (Ladja, 2010), penggerek tongkol jagung (Khasanah, 2008), penggerek umbi kentang (Khairani, 2007) dan penggerek buah kopi (Marleni, 2013).

Pada pelaksanaan penelitian ini, aplikasiB.bassianadilakukan dengan metode residu pakan. Thomas (1997dalamPrayogo 2006) menyatakan ada dua cara patogen untuk masuk ke dalam tubuh serangga, yaitu ketika inang menelan patogen selama proses makan, dan ketika patogen masuk melalui penetrasi langsung pada kutikula serangga. Pernyataan ini didukung oleh Plate (1976) bahwa mekanisme infeksi yang dilakukanB. bassianadimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya. Symphylid juga merupakan hewan artropoda yang mempunyai kutikula sehingga memiliki kesamaan dengan serangga.


(24)

6 1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan hipotesis pada penelitian ini adalah jamur entomopatogenB. bassianabersifat patogenik dan dapat


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Symphylid

a. Taksonomi symphylid

Symphylid merupakan bagian dari kelas Symphyla (Ghidiu, 2005). Symphyla merupakan bagian dari filum artropoda subfilum Miriapoda. Kelas Symphyla sendiri terdiri atas dua famili, yaitu Scutigerellidae dan Scolopendrellidae

(Scheller, 1961). Scheller dan Addis (2002) menyebutkan Symphyla memiliki 15 genus dan 500 spesies di dunia. Secara sederhana klasifikasi symphylid adalah sebagai berikut:

Filum : Artropoda Subfilum : Miriapoda Kelas : Symphyla

Ordo : Symphyla/ Cephalostigmata Famili : Scutigerellidae

Genus :Scutigerella&Hanseniella

Spesies :Scutigerellaspp. &Hanseniellaspp.


(26)

8 b. Gejala kerusakan

Symphylid merupakan salah satu hama yang merusak akar pada tanaman nanas. Selain itu, symphylid juga memakan tumbuhan lainnya seperti ganggang, jamur dan lumut. Namun, pada saat masa tanam, symphylid tertarik dengan biji dan akar yang sangat muda, dimana symphylid membutuhkan makan yang banyak dengan mengunyah akar yang lebih tua (Waterhouse, 1968). Symphylid dapat menurunkan produksi tanaman dan menyebabkan akar “sapu setan”. Kerusakan akar pada tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil, terutama jika tanah kering. Apabila populasi symphylid meningkat pada waktu tanam, pertumbuhan tanaman muda akan terhambat karena rusaknya akar. Tanaman yang terserang symphylid memiliki sedikit akar dan mudah ditarik dari dalam tanah dan menyebabkan tanaman mati (Bartholomew, 2003).


(27)

9 Flint (1990) menyatakan symphylid memakan bibit yang tumbuh, akar tanaman, rambut akar dan bahan organik yang membusuk. Indikasi kerusakan yang ditimbulkan symphylid adalah tanaman kerdil dan tanaman sakit. Tingginya tingkat pembusukan bahan organik adalah daya tarik utama untuk serangga ini.

c. Morfologi

Symphylid berbentuk kecil, mirip dengan Miriapoda, tidak memiliki mata dan warna tubuh (Greenslade, 2002). Symphylid memiliki panjang tubuh antara 2-6 mm dan terlihat seperti lipan berwarna putih (Bartholomew, 2003).

Flint (1990) menyatakan bahwa symphylid memiliki 12 pasang kaki, 14 bagian tubuh, dan sepasang antena panjang berbentuk manik-manik. Symphylid yang belum dewasa lebih kecil dan memiliki 6 pasang kaki.


(28)

10 d. Siklus hidup

Symphylid meletakkan telur secara berkelompok antara 4-25 butir, pada kedalaman 9-12 inci di bawah permukaan tanah. Telur menetas dalam waktu sekitar 10 hari menjadi nimfa dengan 6 pasang kaki dan 6 segmen antennal. Seluruh siklus hidup berkisar 45-60 hari. Selama cuaca panas, symphylid bergerak ke dalam lapisan tanah. Symphylid sangat peka terhadap cahaya dan bergerak cepat di tanah, bersembunyi dengan cepat ketika diganggu (Flint, 1990).

Gambar 3. Telur symphylid (Sumber: Ralph Berry, 1973)

e. Pengendalian symphylid

Secara alami populasi symphylid dikendalikan oleh faktor lingkungannya. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan tergenangnya lahan selama lebih 1 minggu dapat menekan populasi symphylid. Berbagai musuh alami symphylid yang ada di alam yaitu, lipan, tungau, kumbang tanah merupakan hewan predator bagi symphylid. Beberapa jamur juga dapat menjadi musuh alami symphylid (Flint, 1990). Namun, belum banyak laporan jenis jamur tertentu yang efektif menekan populasis symphylid.


(29)

11 2.2 Jamur EntomopatogenBeauveria bassiana (Bals.) (Vuill.)

Salah satu jamur entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama yaituB. bassiana (Balsamo) Vuillemin. Gillespie (1988) menyatakan jamurB. bassianasebagai agensi hayati sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk kutu putih, rayap, dan beberapa jenis kumbang. Secara sederhana taksonomi jamurB. bassiana (Bals.) (Vuill.) menurut Hughes (1971) seperti berikut:

Filum : Ascomycota Kelas : Hypomycetes Ordo : Hypocreales Famili : Clavicipitaceae Genus : Beauveria

Species :Beauveria bassianaBalsamo Vuill.

B. bassianamerupakan cendawan tanah yang sangat umum di temukan di seluruh dunia. Cloyd (2003) melaporkan sampai saat ini telah dikenal lebih dari 750 spesies jamur entomopatogen dari sekitar 100 generasi jamur.

JamurB. bassianabersifat polifag dengan miselia bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4µm, sedang di luar tubuh serangga ukurannya lebih kecil yaitu 2 µm (Utomo dan Pardede, 1990). Konidia jamur bersel satu, berwarna hialin dengan diameter 2-3 µm. Konidiofor berbentuk zigzag merupakan ciri khas genus Beauveria (Barnett, 1960).


(30)

12

Gambar 4. Konidia jamurB. bassiana

(Sumber:http://www.forestryimages.org/browse/subthumb.cfm?sub=3482) JamurB. bassianamemiliki spektrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga hama tanaman. Jamur ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. Penetrasi terjadi pada saat spora pada kutikula tumbuh. Hifa jamur mengeluarkan enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula serangga. Di dalam tubuh serangga hifa berkembang dan masuk kedalam pembuluh darah (Mahr, 2003).

a. Mekanisme infeksi jamurB. bassiana

Jamur entomopatogen umumnya membutuhkan lingkungan yang lembab untuk dapat menginfeksi serangga. Oleh karena itu, pada saat kondisi lingkungan lembab atau basah epizootiknya di alam akan terbentuk. Infeksi terjadi ketika adanya kontak antara sporaB. bassianayang diterbangkan angin atau terbawa air dengan serangga inang. Epizootik jamur yang terbentuk secara alami efektif mengendalikan populasi aphid, tempayak lalat yang menyerang perakaran tanaman, belalang, dan thrip, disamping juga potensial sebagai faktor mortalitas utama aphid yang menyerang kentang dan tanaman inang lainnya. Selain itu,


(31)

13 Plate (1976) menggungkapkan efektivitasB. bassianadalam menginfeksi

serangga hama tergantung pada spesies atau strain jamur, dan kepekaan stadia serangga pada tingkat kelembaban lingkungan, struktur tanah (untuk serangga dalam tanah), serta temperatur yang tepat.

Mekanisme infeksi dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya (Plate, 1976). Spora yang jatuh pada permukaaan kutikula berkecambah dan untuk menembus lapisan kutikula, digunakan tabung penetrasi yang dibentuk pada ujung tabung kecambah. Setelah mencapai saluran pembuluh darah, jamur tumbuh dengan pesat sehingga nutrisi di dalam tubuh terserap, kemudian darah menjadi kental, dan akhirnya mati. JamurB. bassianamemproduksi toksin yang disebut

beauvericin. Toksin ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai

pengerasan pada serangga yang terinfeksi (Kučera dan Samšiňáková, 1968).

Serangga inang utamaB. bassianayang dilaporkan oleh Plate (1976) yaitu kutu pengisap (aphid), kutu putih (whitefly), belalang, hama pengisap, lalat, kumbang, ulat, thrips, tungau, dan beberapa spesies uret.

b. Keamanan hayati

B. bassianadapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder pada epizootik di alam (tanah) maupun pada epizootik buatan (di laboratorium). Senyawa metabolit sekunder yang diproduksi olehB. bassiana, antara lain beauvericin, bassianin,


(32)

14 bassiacridin, bassianolide, beauverolides, tenellin, dan oosporein (Strasseret al., 2000; Veyet al., 2001; Quesada-Moraga and Vey, 2004).

Tingkat kepekaan serangga bukan sasaran terhadap infeksiB. bassiana diungkapkan Plate (1976) sangat ditentukan oleh virulensi dan patogenisitas jamur, serta spesies serangga inang. Selain itu, perbedaan fisiologis dan ekologis inang juga mempengaruhi infeksiB. bassiana. Misalnya, serangga bukan sasaran yang mudah terinfeksiB. bassianadi laboratorium tidak akan serta merta terinfeksi pada kondisi lapang.

c. Perbanyakan jamur entomopatogenB. bassiana

PerbanyakanB. bassianasebagian besar dilakukan pada media padat, seperti beras, gandum, atau jagung (Nelson and Glare, 1996; Junianto dan

Sulistyowati, 2002). Fungsi utama jamurB. bassiana adalah menginfeksi inang, maka konidia merupakan propagul jamur yang paling memungkinkan untuk diproduksi. Tiga jenis bahan media alami yang telah dicoba dalam perbanyakan B. bassianaskala besar di New Zealand adalah beras, gandum, dan barley. Beras merupakan media paling sesuai bagi perkembanganB. bassianadengan

produktivitas konidia tertinggi mencapai 4,38 x 109 konidia/g beras.

2.3 Bahan Organik

Tanaman nanas menghendaki tanah dengan aerasi dan drainase yang baik, serta mengandung humus karena nanas memiliki perakaran sedikit, dangkal, dan peka terhadap penggenangan. Nanas cukup toleran dengan pH rendah (tanah masam),


(33)

15 sehingga pada kondisi tersebut masih mampu tumbuh subur dan berbuah baik. Tanah harus ringan hingga sedang dengan tekstur setengah berat atau liat. Derajat keasaman yang sesuai untuk tanaman ini berkisar antara 4,5-5,5 (Lisdiana dan Soemadi, 1997).

Tanah yang memiliki aerasi dan bahan organik tinggi sangat menguntungkan symphylid untuk berkembang dengan baik. Menurut Carter (1963), kelembaban tanah yang tinggi mempengaruhi symphylid untuk bertahan sampai 4 bulan tanpa makanan. Pada kondisi tanah berpasir dapat ditemukan symphylid.


(34)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Symphylid sebagai hama uji dalam penelitian ini diperoleh dari kebun nanas milik PT Great Giant Pineapple (GGP) Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu media PDA (potato

dextrose agar), menir jagung, isolat jamurB. bassianayang diperoleh dari UPTD Balai Perlintanbun Tegineneng, Lampung, aqua destilata steril, tissue, alkohol 70 %, daun pepaya, dan tanah berbahan organik. Hama uji dalam penelitian ini yaitu symphylid yang diperoleh dari PT GGP Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, kertas tissue, mikroskop, toples kecil, cawan petri, jarum ose, mikropipet, bor gabus, sendok, tabung reaksi, bunsen,erlenmeyer,blender, handsprayer, panci, kompor gas,


(35)

17

autoklaf,laminar air flow(LAF), lemari pendingin, timbangan elektrik, kertas label, dan kaca pembesar (luv).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 set percobaan, yaitu aplikasiB. bassianaterhadap symphylid dengan metode residu pakan dan metode residu tanah pada media hidup symphylid. Masing-masing percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 10 ulangan sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Perlakuan untuk metode residu pakan adalah sebagai berikut: KP : Tanpa aplikasiB. bassiana.

BP : AplikasiB. bassianadengan metode residu pakan terhadap symphylid yang hidup pada tanah berbahan organik.

TP :AplikasiB. bassianadengan metode residu pakan terhadap symphylid yang hidup pada tanah tanpa bahan organik.

AplikasiB. bassianadengan metode residu pada media hidup symphylid

dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan suspensiB. bassianapada tanah tempat yang digunakan sebagai media hidup symphylid. Sebagai perlakuan untuk metode residu pada media hidup symphylid adalah sebagai berikut:

KM : Tanpa aplikasiB. bassiana.

BM :AplikasiB. bassianadengan metode residu pada tanah berbahan organik sebagai media hidup symphylid.

TM :AplikasiB. bassianadengan metode residu pada tanah tanpa bahan organik sebagai media hidup symphylid.


(36)

18

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap. Pertama, persiapan symphylid sebagai serangga uji percobaan. Tahap ini meliputi kegiatan pengambilan symphylid secara manual danrearingsymphylid. Kedua, perbanyakan jamurB. bassiana yang meliputi pembuatan kultur murni dan perbanyakan dalam media jagung. Tahap terakhir yaitu pengujianB. bassianapada symphylid dengan metode residu pakan, penyiapan unit-unit percobaan dan pengamatan.

3.4.1 Persiapan Symphylid Percobaan

3.4.1.1 Pengambilan symphylid

Symphylid diperoleh dengan cara manual, yaitu menggali tanah kebun nanas pada lokasi kebun yang lembab dan pernah tergenang (perairan drainasenya yang kurang baik) sedalam 10-15 cm dengan menggunakan sekop kecil. Kegiatan ini dilakukan di perkebunan nanas milik PT GGP Lampung Tengah. Symphylid yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam nampanrearing. Jumlah symphylid yang diperlukan untuk persiapan penelitian ini berkisar 300 ekor.

3.4.1.2 Rearingsymphylid

Symphylid dipelihara di dalam toples kecil yang telah disediakan bersama sebagian tanah yang terdapat di daerah perakaran tanaman nanas tersebut. Sebagai pakan hama uji penelitian ini berupa irisan daun pepaya. Kemudian di


(37)

19

simpan atau dipelihara pada tempat yang relatif gelap. Kelembaban tanah di jaga dengan menyemprotkan air dengansprayer.

3.4.2 Perbanyakan JamurB. bassiana

3.4.2.1 Pembuatan mediaPotato Dextrose Agar(PDA)

Untuk membuat media ini bahan yang diperlukan yaitu 1laquades, 200g

kentang, 20g dextrose, dan 20gagar. Kentang dikupas hingga bersih, dicuci dan dipotong berbentuk kotak seperti dadu dengan ukuran 12 mm. Setelah itu,

kentang direbus ke dalam 1 liter air, selama kurang lebih 20 menit. Kentang dipisahkan dari larutannya, disaring supaya larutan kelihatan bersih. Air rebusan kentang tersebut dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian ditambahkan dextrosedan agar. Diaduk perlahan hingga homogen dan menjadi larutan PDA.

Setelah itu dilakukan sterilisasi, tabung erlenmeyer berisi larutan PDA ditutup dengan menggunakanalumunium foil, dikencangkan dengan karet gelang, dan dibungkus plastik tahan panas. Kemudian, semua bahan tersebut di autoklaf selama 2 jam. Media tersebut diangkat dan dibiarkan agak dingin. Selanjutnya, media yang telah jadi dituang ke masing-masing cawan petri dalam ruangan steril (Laminar Air Flow).

3.4.2.2 Pembuatan kultur murniB. bassiana

IsolatB. bassianayang akan diuji dalam penelitian ini berasal dari dari UPTD Balai Perlintanbun, Lampung. Kemudian dilakukan isolasi untuk


(38)

20

mempertahankan isolat murni. Isolasi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan menggunakan media PDA kemudian dilakukan inkubasi selama ± 2 minggu.

3.4.2.3 PerbanyakanB. bassianadengan menir jagung

Menir jagung yang telah disiapkan dicuci sampai bersih, kemudian disiram dengan air mendidih. Setelah itu menir jagung dikukus hingga matang selama 30 menit, kemudian diangkat dan dikering anginkan. Setelah menir jagung dingin, sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas. Menir jagung tersebut disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1200C, tekanan 1 atm selama 2 jam. Setelah di autoklaf , menir jagung diangkat dan dikering anginkan kembali. Selanjutnya,B. bassianadiinokulasi dan diinkubasi selama 2-3 minggu.

3.4.3 PengujianB. bassianapada symphylid

3.4.3.1 Pembuatan suspensiB. bassiana

Setelah 2 minggu masa inkubasi jamurB. bassiana pada menir jagung dilakukan pemanenan. Kemudian diambil menir jagung yang telah ditumbuhi jamurB. bassiana(formulasi basah) dengan menggunakan sendok, di timbang sebanyak 10 g. Diukur aquades sebanyak 100 ml menggunakan gelas ukur. Setelah itu aquades 100 ml dan menir jagung yang ditumbuhiB. bassianaditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer diaduk hingga merata.

Selanjutnya, daun pepaya yang telah dicuci bersih diiris dan dicelupkan ke dalam suspensiB. bassianatersebut.


(39)

21

3.4.3.2 Penyiapan unit percobaan

Setiap unit percobaan terdiri dari toples kecil berukuran diameter 5 cm dengan tinggi 4 cm yang berisi 10 g tanah dan pakan berupa 0,3 g irisan daun pepaya. Setiap toples yang disediakan diinfestasikan 5 ekor symphylid.

a. Aplikasi dengan metode residu pakan

Pada metode residu pakan diaplikasikan dengan 3 perlakuan yakni terdiri dari kontrol dengan irisan daun pepaya tanpaB. bassianasebagai perlakuan pertama. Diaplikasikan pemberian irisan pepaya untuk pakan symphylid dengan dicelupkan ke dalam suspensiB. bassianapada tanah yang mengandung bahan organik maupun tanpa bahan organik (tanah berpasir) untuk perlakuan kedua dan ketiga. Setiap 3 hari sekali symphylid diberi pakan baru. Berikut tata letak unit-unit percobaan:


(40)

22

Gambar 5. Tata letak percobaan pada metode residu pakan di laboratorium. Keterangan:

KP : Tanpa aplikasiB. bassiana.

BP : AplikasiB. bassianadengan metode residu pakan terhadap symphylid yang hidup pada tanah berbahan organik.

TP : AplikasiB. bassianadengan metode residu pakan terhadap symphylid yang hidup pada tanah tanpa bahan organik.

b. Aplikasi dengan metode residu tanah media hidup symphylid

Selanjutnya, metode residu tanah pada media hidup symphylid diaplikasikan dengan 3 perlakuan yakni terdiri dari kontrol dengan tanpa penyemprotanB. bassianasebagai perlakuan pertama. Pada perlakuan kedua dan ketiga, di

U

Perlakuan

Tata Letak Unit-unit Percobaan

KP9 BP10 KP1 TP3 BP7 TP2 BP3 BP1 TP9 BP4 KP8 TP5 KP7 BP9 TP7 KP6 TP10 BP8 KP5 KP10 TP4 KP4 KP9 BP6 TP6 BP5 KP2 TP8 BP2 U la nga n TP1


(41)

23

semprotkan 1cc (5 kali penyemprotan) suspensiB. bassianapada 20 g tanah baik tanah yang berbahan organik maupun tanpa bahan organik. Lalu diaduk hingga merata, dikeringangikan, kemudian symphylid diletakkan pada masing-masing perlakuan. Setiap perlakuan pada masing-masing metode percobaan diulang 10 kali dan disusun secara acak sebagai berikut:

Gambar 6. Tata letak percobaan pada metode residu pada hidup Symphylid di laboratorium.

Keterangan:

KM : Tanpa aplikasiB. bassiana.

BM : AplikasiB. bassianadengan metode residu pada tanah berbahan organik sebagai media hidup symphylid.

TM : AplikasiB. bassianadengan metode residu pada tanah tanpa bahan organik sebagai media hidup symphylid.

U Tata Letak Unit-unit Percobaan

KM8 TM2 BM2 TM5 KM6 BM7 TM6 BM4 TM8 KM5 TM10 BM10 KM1 TM3 KM3 BM3 KM2 TM4 KM10 TM9 BM8 TM7 BM1 KM7 TM1 BM5 KM4 BM6 BM9 KM9 U la nga n Perlakuan


(42)

24

3.5 Pengamatan

Patogenitas ditentukan dengan mengamati mortalitas (kematian) symphylid. Indikasi kematian serangga uji dilakukan dengan cara mengamati symphylid di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah pada tubuh symphylid tumbuh jamur B. bassiana. Untuk mendeteksi penyebab kematian symphylid akan diinkubasi diatas media PDA. Pengamatan mortalitas dilakukan setiap hari. Data hasil pengamatan akan disajikan kedalam tabel seperti dibawah ini:

Tabel 1. Data hasil pengamatan mortalitas symphylid pada metode residu pakan

Perlakuan ∑ Mortalitas symphylid (ekor) pada pengamatan hari

ke-1 2 3 4 5 6 7 8 ... 20

KP BP TP

Tabel 2. Data hasil pengamatan mortalitas symphylid pada metode residu pada hidup symphylid

Perlakuan ∑ Mortalitas symphylid (ekor) pada pengamatanhari

ke-1 2 3 4 5 6 7 8 ... 20

KM BM TM

Menurut Rustamaet al.(2008), persentase mortalitas (kematian) serangga dapat dihitung menggunakan rumus seperti berikut:

= 100%


(43)

25

N = jumlah serangga yang diuji (ekor).

3.6 Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan pengujian BNT dengan taraf nyata 5 %. Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakansoftwareSAS 9.1for windows.


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Aplikasi jamurB. bassianaterhadap symphylid hanya menyebabkan kematian tidak lebih dari 10 % dan mortalitas symphylid tidak berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwaB. bassianabelum terbukti mampu menginfeksi dan menyebabkan mortalitas symphylid.

5.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk aplikasiB. bassianadengan isolat yang berasal dari beberapa tempat dan diharapkan untuk menggunakan metode yang benar karena kondisi tanah yang digunakan pada penelitian ini kurang lembab.


(45)

PUSTAKA ACUAN

Barnett. H. L. 1960.Ilustrated Genera of Imperfecty Fungy. Published by Burgess Pub. Co, Minneapolis. Mishawaka, IN, U.S.A Second Edition P: 62. Bartholomew, D. P., R. E Paull and K. G. Rohrbach. 2003. The Pineapple: Botany,

production and Uses. Bartholomew, D. P., R. E Paull and K. G. Rohrbach (eds.). CABI Publishing, Wallingford, UK. Pp 1-301.

Biro Pusat Statistik (BPS). 2012. Produksi Nanas. http://bps.go.id. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.

Burger, H. D and N. W. Hussey. 1971. Microbial Control of Insects and Mites. Academic Press. New York.

Cloyd. 2003. Nursery, Greenhouse and Landscape: Naturalis-O, A new

Mycoinsecticida. htpp://www.Entomology.wisc.edu/mben /land210 html). Diakses 21 Januari 2003.

Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari:

http://www.pikiranrakyat.com.cetak/044/15/cakrawala.penelitian. Tanggal 23 Agustus 2015.

Flint, M. L. 1990.Pests of the Garden and Small Farm. Pest Notes Publication 3332. Division of Agriculture and Natural Resources, University of California. Ghidiu, G. M. 2005.Garden Symphylans. Fact Sheet 234 NJ Agricultural Experiment

Station (NJAES), Rutger. The State University of New Jersey. USA. Gillespie, A. T. 1988. Use of fungi to control pests of agricultural importance, p.

37-60. In M. N. Burge (ed.), Fungi in biological control systems. Manchester University Press, Manchester, England.

Greenslade, P. 2002. "Kelas: Symphyla" .Directory Faunal Australia. Australian National University .


(46)

32 Hughes, S. J. 1971. Phycomycetes, Basidiomycetes, and Ascomycetes as Fungi

Imperfecti. In: Taxonomy of Fungi Imperfecti (B. Kendrick, ed.), pp. 7-36. University of Toronto Press, Toronto.

Junianto dan Sulistyowati, 2002. Formulasi Agens HayatiBeauveria bassianadan Uji Lapangan Pengendalian Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. J. Pelita Perkebunan 18 (3) : 129-138.

Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Marwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor. 395-425 hlm.

Khairani, N. 2007. Uji efektifitasB. bassiana(Balsamao) dan DaunLantara camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) di Gudang. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 72 hlm.

Khasanah, N. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol JagungHelicoverpa armigeraHubner. (Lepidotera: Noctuidae) denganBeauveria bassiana Strain Lokal Pada Pertanaman Jagung Manis di Kabupaten Donggala. Jurnal Agroland, 15 (2): 106-111.

Kučera, M. and A. Samšiňáková. 1968. Toxins of the entomophagous fungus

Beauveria bassiana.J. Invertebrate Pathology12: 316-320.

Ladja, F.T. 2010. Pengaruh Aplikasi CendawanBeauveria bassianadanVerticilum leucaniiTerhadap MortalitasNephotettix virescensSebagai Vector Virus Tungro.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan Pej dan Pfj Xx Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan. 27 Mei 2010. P: 62-68.

Lisdiana dan W. Soemadi. 1997. Budidaya Nanas, Pengolahan dan Pemasaran. Aneka. Solo. 78p.

Mahr, S. 2003. The EntomopathogenBeauveria bassiana.University of Winconsin, Madison. http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html. Diakses tanggal 18 Maret 2015.

Mandal, S.M.A., B. K. Mishar., and P. R. Mishar. 2003. Efficacy and Economics of Some Biopesticides in ManagingHellicoverpa armigera(Hubner) on Chickpea.Annals of Plant Protection Sciences, 11 (2): 201-203.


(47)

33 Mandarina, D. 2008. Uji Efektifitas Beberapa Entomopatogen Pada Larva dan Imago

Brontispa longissimaGestro. (Coleoptera: Chrysomelidae) di Laboratorium. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 63 hlm. Marleni, N. 2013. Efikasi JamurBeauveria bassianaPada Penggerek Buah Kopi Dari

Sumber Jaya. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 46 hlm.

Nelson, T. L and T. R. Glare. 1996. Large scale production of new zealand strains of Beauveria and Metarhizium. Proceedings 49th N. Z. Plant Protection Conf., p.

257-261.

Nunilahwati, H., S. Herlinda., C. Irsan., dan Y. Pujiastuti. 2012. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen Plutella Xylostella(Lepidoptera:

Yponomeutidae) Pada Pertanaman Caisin (Brassica Chinensis) Di Sumatera Selatan. Universitas Sriwijaya. Palembang. J. HPT Tropika 12(1): 1-11. Oviana, T. 2013. Hubungan Kondisi Visual Tanaman terhadap Populasi Symphylid

dan GejalaWitches Broompada Akar Tanaman Nanas [Ananas comosus(L) Merr]. Laporan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Plate, J. 1976. Fungi. Biological Control: A guide to natural enemies in North

America. Cornel University. 4pp.

Prayogo, Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.J: Litbang Pertanian25 (2): 47-54.

Rahayuningtias, S dan K. S. M. Julyasih. 2010. Pengaruh Tingkat Kerapatan Spora JamurBeauveria bassiana(Bals) Vuill Terhadap Mortalitas Imago Wereng Coklat (Nilaparvata lugensStal) di Laboratorium.Prosiding Seminar Nasional HPTI. Surabaya, 14 April 2010. P: 87-90.

Robert, D. W. 1981. Toxins of Entomopathogenic Fungi.InH. D. Burger (ed.). Microbial Control of Pest and Plant Disease. 1970-1980. Firsted. London: Academic Press.

Rustama, M., M. Melanie dan B. Irawan. 2008. Patogenisitas jamur entomopatogen Metarhizium anisopliaeterhadapCrocidolomia pavonanadalam kegiatan studi pengendalian hama terpadu tanaman kubis dengan menggunakan agensia hayati. Laporan penelitian. Universitas Padjadjaran. Jawa Barat. Diakses tanggal 10 April 2015.


(48)

34 Scheller, U. 1961. Studies on The Symphylid Fauna of The Hawaiian Island.

Proccedings.Hawaiian Entomological Society17(3): 443-456.

Scheller U and J. Adis. 2002. Symphyla.InAdis J (Ed.): Amazonian Arachnida and Myrapoda. Pensoft Publishers, Sofia. Pp. 547-554.

Storey, K. G. and A. W. Gardner. 1968. Movement of an Aqueous Spray of

Beauveria bassianainto The Profile Four Georgia Soils.Environ Entomol 17: 135-139.

Strasser, H., A. Vey., and T. Butt. 2000. Are there any risks in using

entomopathogenic fungi for pest control, with particular reference to the bioactive metabolites of Metarhizium, Tolypocladium, and Beauveria species? Biocontrol Science and Technology 10:717-735.

Quesada-Moraga, E. and A. Vey. 2004. Bassiacridin, a protein toxic for locusts secreated by the enthomopathogenic fungusBeauveria bassiana. Mycological Research 108: 441-452.

Umble, J., R. Dufour., G. Fisher., J. Fisher., J., Leap., and M. V. Horn. 2006.

Symphylans: Soil Pest Management Options. ATTRA. National Center for Appropriate Technology (NCAT). US.

Umble, J. R. and J. R. Fisher. 2003. Influence of below-ground feeding by garden symphylans (Cephalostigmata: Scutigerellidae) on plant health.

Environmental Entomology32 (5): 1251-1261.

Utomo,C dan D. J. Pardede, 1990.Efikasi JamurBeauveria bassianaTerhadap Penggerek Batang KakaoZeuzera coffeaeNietn.

http://forester-untad.blogspot.co.id/2012/08/laporan-akhir-program-kreativitas.html. Bul Perkebunan. 21(4): 243-251.

Varela, A. and E. Morales. 1996. Characterization of someBeauveria bassiana isolates and their virulence toward the coffee berry borerHypothenemus hampei. J. Invertebr. Pathol. (67): 147−152.

Vey, A., R. E. Hoagland., and T. M. Butt. 2001. Toxic metabolites of fungal biocontrol agents. Fungi as Biocontrol Agents. Progress, Problem and Potensial (Butt T.M, C. Jackson, and N. Magan,eds), pp. 311-346. CABI Publishing, Oxford, UK.

Waterhouse, J. S. 1968. Studies on The Garden Symphylan,Scutigerella Immaculata(Symphyla: Scutigerellidae). The Canadian Entomologist 100:172-178.


(1)

25

N = jumlah serangga yang diuji (ekor).

3.6 Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan pengujian BNT dengan taraf nyata 5 %. Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakansoftwareSAS 9.1for windows.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Aplikasi jamurB. bassianaterhadap symphylid hanya menyebabkan kematian tidak lebih dari 10 % dan mortalitas symphylid tidak berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwaB. bassianabelum terbukti mampu menginfeksi dan menyebabkan mortalitas symphylid.

5.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk aplikasiB. bassianadengan isolat yang berasal dari beberapa tempat dan diharapkan untuk menggunakan metode yang benar karena kondisi tanah yang digunakan pada penelitian ini kurang lembab.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Barnett. H. L. 1960.Ilustrated Genera of Imperfecty Fungy. Published by Burgess Pub. Co, Minneapolis. Mishawaka, IN, U.S.A Second Edition P: 62. Bartholomew, D. P., R. E Paull and K. G. Rohrbach. 2003. The Pineapple: Botany,

production and Uses. Bartholomew, D. P., R. E Paull and K. G. Rohrbach (eds.). CABI Publishing, Wallingford, UK. Pp 1-301.

Biro Pusat Statistik (BPS). 2012. Produksi Nanas. http://bps.go.id. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.

Burger, H. D and N. W. Hussey. 1971. Microbial Control of Insects and Mites. Academic Press. New York.

Cloyd. 2003. Nursery, Greenhouse and Landscape: Naturalis-O, A new

Mycoinsecticida. htpp://www.Entomology.wisc.edu/mben /land210 html). Diakses 21 Januari 2003.

Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari:

http://www.pikiranrakyat.com.cetak/044/15/cakrawala.penelitian. Tanggal 23 Agustus 2015.

Flint, M. L. 1990.Pests of the Garden and Small Farm. Pest Notes Publication 3332. Division of Agriculture and Natural Resources, University of California. Ghidiu, G. M. 2005.Garden Symphylans. Fact Sheet 234 NJ Agricultural Experiment

Station (NJAES), Rutger. The State University of New Jersey. USA. Gillespie, A. T. 1988. Use of fungi to control pests of agricultural importance, p.

37-60. In M. N. Burge (ed.), Fungi in biological control systems. Manchester University Press, Manchester, England.

Greenslade, P. 2002. "Kelas: Symphyla" .Directory Faunal Australia. Australian National University .


(4)

32 Hughes, S. J. 1971. Phycomycetes, Basidiomycetes, and Ascomycetes as Fungi

Imperfecti. In: Taxonomy of Fungi Imperfecti (B. Kendrick, ed.), pp. 7-36. University of Toronto Press, Toronto.

Junianto dan Sulistyowati, 2002. Formulasi Agens HayatiBeauveria bassianadan Uji Lapangan Pengendalian Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. J. Pelita Perkebunan 18 (3) : 129-138.

Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Marwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor. 395-425 hlm.

Khairani, N. 2007. Uji efektifitasB. bassiana(Balsamao) dan DaunLantara camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) di Gudang. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 72 hlm.

Khasanah, N. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol JagungHelicoverpa armigeraHubner. (Lepidotera: Noctuidae) denganBeauveria bassiana Strain Lokal Pada Pertanaman Jagung Manis di Kabupaten Donggala. Jurnal Agroland, 15 (2): 106-111.

Kučera, M. and A. Samšiňáková. 1968. Toxins of the entomophagous fungus Beauveria bassiana.J. Invertebrate Pathology12: 316-320.

Ladja, F.T. 2010. Pengaruh Aplikasi CendawanBeauveria bassianadanVerticilum leucaniiTerhadap MortalitasNephotettix virescensSebagai Vector Virus Tungro.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan Pej dan Pfj Xx Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan. 27 Mei 2010. P: 62-68.

Lisdiana dan W. Soemadi. 1997. Budidaya Nanas, Pengolahan dan Pemasaran. Aneka. Solo. 78p.

Mahr, S. 2003. The EntomopathogenBeauveria bassiana.University of Winconsin, Madison. http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html. Diakses tanggal 18 Maret 2015.

Mandal, S.M.A., B. K. Mishar., and P. R. Mishar. 2003. Efficacy and Economics of Some Biopesticides in ManagingHellicoverpa armigera(Hubner) on Chickpea.Annals of Plant Protection Sciences, 11 (2): 201-203.


(5)

33 Mandarina, D. 2008. Uji Efektifitas Beberapa Entomopatogen Pada Larva dan Imago

Brontispa longissimaGestro. (Coleoptera: Chrysomelidae) di Laboratorium. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 63 hlm. Marleni, N. 2013. Efikasi JamurBeauveria bassianaPada Penggerek Buah Kopi Dari

Sumber Jaya. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 46 hlm.

Nelson, T. L and T. R. Glare. 1996. Large scale production of new zealand strains of Beauveria and Metarhizium. Proceedings 49th N. Z. Plant Protection Conf., p.

257-261.

Nunilahwati, H., S. Herlinda., C. Irsan., dan Y. Pujiastuti. 2012. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen Plutella Xylostella(Lepidoptera:

Yponomeutidae) Pada Pertanaman Caisin (Brassica Chinensis) Di Sumatera Selatan. Universitas Sriwijaya. Palembang. J. HPT Tropika 12(1): 1-11. Oviana, T. 2013. Hubungan Kondisi Visual Tanaman terhadap Populasi Symphylid

dan GejalaWitches Broompada Akar Tanaman Nanas [Ananas comosus(L) Merr]. Laporan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Plate, J. 1976. Fungi. Biological Control: A guide to natural enemies in North

America. Cornel University. 4pp.

Prayogo, Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.J: Litbang Pertanian25 (2): 47-54.

Rahayuningtias, S dan K. S. M. Julyasih. 2010. Pengaruh Tingkat Kerapatan Spora JamurBeauveria bassiana(Bals) Vuill Terhadap Mortalitas Imago Wereng Coklat (Nilaparvata lugensStal) di Laboratorium.Prosiding Seminar Nasional HPTI. Surabaya, 14 April 2010. P: 87-90.

Robert, D. W. 1981. Toxins of Entomopathogenic Fungi.InH. D. Burger (ed.). Microbial Control of Pest and Plant Disease. 1970-1980. Firsted. London: Academic Press.

Rustama, M., M. Melanie dan B. Irawan. 2008. Patogenisitas jamur entomopatogen Metarhizium anisopliaeterhadapCrocidolomia pavonanadalam kegiatan studi pengendalian hama terpadu tanaman kubis dengan menggunakan agensia hayati. Laporan penelitian. Universitas Padjadjaran. Jawa Barat. Diakses tanggal 10 April 2015.


(6)

34 Scheller, U. 1961. Studies on The Symphylid Fauna of The Hawaiian Island.

Proccedings.Hawaiian Entomological Society17(3): 443-456.

Scheller U and J. Adis. 2002. Symphyla.InAdis J (Ed.): Amazonian Arachnida and Myrapoda. Pensoft Publishers, Sofia. Pp. 547-554.

Storey, K. G. and A. W. Gardner. 1968. Movement of an Aqueous Spray of

Beauveria bassianainto The Profile Four Georgia Soils.Environ Entomol 17: 135-139.

Strasser, H., A. Vey., and T. Butt. 2000. Are there any risks in using

entomopathogenic fungi for pest control, with particular reference to the bioactive metabolites of Metarhizium, Tolypocladium, and Beauveria species? Biocontrol Science and Technology 10:717-735.

Quesada-Moraga, E. and A. Vey. 2004. Bassiacridin, a protein toxic for locusts secreated by the enthomopathogenic fungusBeauveria bassiana. Mycological Research 108: 441-452.

Umble, J., R. Dufour., G. Fisher., J. Fisher., J., Leap., and M. V. Horn. 2006.

Symphylans: Soil Pest Management Options. ATTRA. National Center for Appropriate Technology (NCAT). US.

Umble, J. R. and J. R. Fisher. 2003. Influence of below-ground feeding by garden symphylans (Cephalostigmata: Scutigerellidae) on plant health.

Environmental Entomology32 (5): 1251-1261.

Utomo,C dan D. J. Pardede, 1990.Efikasi JamurBeauveria bassianaTerhadap Penggerek Batang KakaoZeuzera coffeaeNietn.

http://forester-untad.blogspot.co.id/2012/08/laporan-akhir-program-kreativitas.html. Bul Perkebunan. 21(4): 243-251.

Varela, A. and E. Morales. 1996. Characterization of someBeauveria bassiana isolates and their virulence toward the coffee berry borerHypothenemus hampei. J. Invertebr. Pathol. (67): 147−152.

Vey, A., R. E. Hoagland., and T. M. Butt. 2001. Toxic metabolites of fungal biocontrol agents. Fungi as Biocontrol Agents. Progress, Problem and Potensial (Butt T.M, C. Jackson, and N. Magan,eds), pp. 311-346. CABI Publishing, Oxford, UK.

Waterhouse, J. S. 1968. Studies on The Garden Symphylan,Scutigerella Immaculata(Symphyla: Scutigerellidae). The Canadian Entomologist 100:172-178.


Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

4 89 58

Penggunaan Beauveria bassiana dan Bacillus thuringiensis Untuk Mengendalikan Plutella xylostella L. (Lepidoptera; Plutellidae) Di Laboratorium

1 41 50

Uji Efektivitas Bacillus thuringiensis Berliner dan Beauveria bassiana Vui!! Terhadap Ulat Krop Crocidolomia binotalis ZeC (Lepidoptera : Pyralidae) Pada Tanaman Kubis di Laboratorium

2 59 84

Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Dan Daun Lantana camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) Di Gudang

1 40 72

Entomopatogenik Beauveria Bassiana Vuill. Dari Berbagai Media Tumbuh Terhadap Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kasa

1 35 75

Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

0 47 43

Patogenisitas Beauveria Bassiana Pada Spodoptera Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

2 66 42

UJI APLIKASI JAMUR METARIHZIUM ANISOPLIAE TERHADAP SYMPHYLID PADA MEDIA HIDUP TANAH BERBAHAN ORGANIK DAN TANPA BAHAN ORGANIK DI LABORATORIUM

1 12 40

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

0 0 8

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

0 0 12