pembinaan lanngsung kepada setiap SSB atau Sasana atau klub-klub yang ada. Tetapi KONI Medan melakukan pembinaan terhadap
lembaga atau badan yang menaungi bagian olahraga tersebut seperti PSSI untuk cabang olahraga sepak bola.
Pembinaan tersebut juga tersendat soal anggaran sehingga dalam setiap kegiatan pembinaan, KONI Medan hanya mampu memberikan
bantuan dana stimulus. Sedangkan DISPORA hanya menjadi lembaga yang menampung aspirasi KONI dan KNPI dalam hal kebutuhan
anggaran tahunan yang kemudian nantinya akan diajukan dan dibahas bersama BAPEDA sebelum diusulkan ke DPRD. Itu-pun tidak seluruh
anggaran dapat terpenuhi secara keseluruhan.Olehkarenanya, dalam usaha pembinaan olahraga khususnya sepak bola dibutuhkan bantuan-
bantuan dari sponsor dan atau dari donator. b Selain itu, KONI dan DISPORA Kota Medan tidaklah secara khusus
melakukan pembinaan pada cabang olahraga sepak bola. Namun kedua lembaga ini juga harus melakukan pembinaan olahraga terhadap
cabang lain. Sehingga pembinaan tidaklah focus pada sepak bola saja. Sedangkan PSSI sendiri hanya mampu menjadi penyelenggara
kompetisi sebagai upaya pembinaan dan pecarian bibit-bibit pemain sepak bola berkualitas. Olehkarenanya, pembinaan sepak bola lebih
bertumpu kepada SSB membuat SSB kemudian menjadi ujung tombak dari pembinaan sepak bola di Kota Medan.
B. Pengadaan Infrastruktur
Meski SSB dianggap sebagai ujung tombak dalam pembinaan pemain sepak bola, namun menurut pelatih tim sepak bola Porwil Koni Medan, Syahril
Universitas Sumatera Utara
WP SSB masih banyak mengalami kendala khususnya dalam hal fasilitas ketika ingin melaksanakan pembinaan.Baginya, jika ingin melihat secara jujur maka
tidak ada satupun SSB yang ada di Sumatera Utara yang memenuhi syarat untuk menjadi SSB.Pemerintah dinilai Syahril mempunyai peranan untuk bisa
membantu pengadaan infrastruktur pembinaan pemain pada tiap-tiap SSB. “Ada nggak SSB yang mempunyai kelas untuk pemutaran video
dan untuk workshop pemain. Nggak ada di sinikan.Tapi kalau untuk di Indonesia ada seperti di Jakarta ada ASIOP dengan
Villa 2000. Cuman itu yang punya ,yang lain itu nggak ada.Karena macam mana juga kita ya jujur aja lah Pengcab,
Pengprov nuntut buat pemain, sementara dia tidak bicara. Kita tidak dibantu apa-apa,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Karenanya dalam pembinaan sepak bola SSB dipaksa untuk mandiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Bentuk kemandirian SSB itu kemudian memaksa
setiap SSB untuk memiliki dana tersendiri dalam pengelolaan pembinaan pemain sepak bola. Namun terkadang meski banyak SSB yang tidak cukup kuat dalam
soal pendanaan tetapi karena semangat pengurus yang luar biasa untuk memajukan persepakbolaan membuat pembinaan dapat berjalan secara
maksimal.Menurut Syahril semangat itulah yang sesungguhnya dapat dijadikan modal untuk mengembangkan SSB dan pembinaan sepak bola di Kota Medan.
“Kita modal semangat aja.Kita mau kita berbuat.Jujur ajalah, saya melatih itu dari hari senin ke hari senin.Itukan, sudah gila
namanya.Nggak ada hari saya santai, tetap di lapangan bola setiap hari.Cuman itu yang bisa kita buat. Nggak ada lagi kan.
Bukan saya aja ya, tapi semua rata-rata kawan - kawan yang buat seperti itu. Sore sudah ada di sini ,senin sudah di situ dan
selasa disitu lagi.Sehingganggak mikirkan segala galanya. Yang dipikir hanya anak-anak ini dan memang dunia saya sepakbola
dan kawan-kawan saya ya sepakbola
,”
Universitas Sumatera Utara
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Namun bagi pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat, kemandirian SSB itu kemudian membuat banyak SSB lebih mengarah untuk mencari keuntungan atau
laba ketimbang berorientasi pada upaya pembinaan pemain. Sehingga SSB tidak lagi memperhatikan fasilitas dan sumber daya pelatih. Menurut Taufik, hal itu
kemudian berdampak pada program-program SSB yang melenceng. Karena pada akhirnya SSB lebih berorientasi pada pencarian juara.
“Kalau sekarang pengurus-pengurus SSB lebih banyak buka SBB itu mencari keuntungan dan untuk mempopulerkan ssb nya
sendiri. Itu bisa jadi mengangkat nama SSB-nya itu untuk suatu tujuan yang lain atau misi pribadi untuk kepentingan dirinya dan
popularitas,”
“Program-program SSB itu lebih banyak yang melenceng karena mereka lebih mengutamakan untuk aspek juara di banding pada
pembinaan. Itu yang menjadi sebuah persoalan karena tidak jalannya program dari SSB sendiri dan tidak memenuhi apa yang
menjadi cita - cita dari sepakbola itu sendiri,”
Hasil wawancara dengan Pelatih SSB Tasbih, Taufik Hidayat Nasution Tanggal 29 April 2014
Menurut pemilik SSB Gumarang, Hengky Ahmad, kebanyakan SSB yang berorientasi juara selalu melakukan usaha pencurian umur terhadap pemain
binaannya.Ia mencontohkan pada kasus pencurian umur pemain pada Piala Danone yang dilakukan oleh salah satu SSB di Kota Medan. Dampaknya ketika
SSB itu ketahuan melakukan pencurian umur pemain, SSB tersebut langsung diberikan sangsi berupa pendiskualifikasian. Namun, Hengky sendiri menegaskan,
dirinya tidak akan mau melakukan pencurian umur tersebut demi mendapatkan juara. Hasilnya, SSB Gumarang berhasil meletakkan salah satu pemain binaannya
menjadi bagian dari tim nasional U-14 tahun.
Universitas Sumatera Utara
“Tetapi Alhamdulillah sampai sekarang kita tidak pernah melakukan hal tersebut.Memang kita harus menunggu sampai
tujuh tahun baru bisa mencapai juara 1, biasa juara 2, semifinal dan kadang - kadang 8 besar. Prinsipnya sederhana, masa dari
sekian banyak nimurid nggak ada yang jadi. Dan akhirnya ada juga satu pemain kita yang dipanggil timnas U14 ada. Namanya
M. Hilmi Daffa, dia menjadi captain di timnas U-14 sewatu bermain di Jepang tahun 2011 lalu dan berhasil membawa timnya
menjadi juara 2,”
Hasil wawancara dengan Pemilik SSB Gumarang dan Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad, tanggal 26 April 2014.
Bukan itu saja, Hengky juga mempunyai beberapa pemain yang dianggapnya sudah berhasil. Ia menyebutkan Yudha Riski yang kini bermain
untuk PPLP Sumut, ada juga Roy Silitonga dan Madan yang mewakili Sumut untuk bermain di Jakarta. Bahkan ada pemainnya yang kini membela klub
professional yang bermain di Divisi Utama Liga Indonesia seperti Guntur Pranata yang kini menjadi kiper di PSMS Medan.
“Kiper PSMS Medan dia sekarang.Kemarin dia itu ikut juga di Tasbi bersama syahril.Di Persisam Samarinda juga pernah, PSIS
Semarang juga pernah dan bahkan di Bintang Medan.Kalau ingat ceritanya lucu juga dia itu, dulu pertama kali masuk Gumarang
asal latihan naik sepeda jonder. Saya lihat dia ini mempunyai postur tubuh yang tinggi, saya kasih dia latihan samaPelatik
Kiper Syahril Nasution. Jadi Syahril yangmembinannya. Dan membina dia ini kita memang mulai dari nol termasuk rekannya
yang lain seperti Ronald sinaga PSMS, Sandi Sitanggang Persidi IDI , Ade irawan dan lain sebagainya,”
Hasil wawancara dengan pemilik SSB Gumarang dan Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad tanggal 26 April 2014
Hengky mengakui bahwa dirinya melakukan itu atas dasar panggilan jiwa dan kepuasan batin.Padahal jika dilihat dari segi hitung-hitungan ekonomi
menurut Hengky mengelola satu klub bola atau SSB lebih banyak ruginya ketimbang keuntungan.Apalagi Hengky adalah seorang yang belatar belakang
pengusaha.Hengky juga mengatakan atas dasar kepuasan itulah dirinya ingin
Universitas Sumatera Utara
melakukan pembinaan sepak bola di Kota Medan, sisanya tidak ada lagi.Apalagi menurutnya sepak bola di Medan banyak masalah.
“Mungkin kalau dibilang
memang sudah mendarah daging.Karena sepak bola ini sudah mendarah daging dan
kebutulan abang usahanya bergerak dalam bidang olahraga juga.Tapi kalau dibawa berdagang ini semua bertolak belakang.
Bola ini kan lebih banyak membuang uang. Kalau dilihat dari prisip ekonomi itu modal sekecil kecilnya untung sebesar
besarnya, dalam sepak bola ini bertolak belakang.Jadi di sini panggilan jiwa itu tadi, kepuasan salah satunya. Padahal kalau
dilihat untungnya nggak ada,” Hasil wawancara dengan pemilik SSB Gumarang dan Klub
Gumarang FC, Hengky Ahmad tanggal 26 April 2014
Adanya motif kepuasan dari usaha pembinaan sepak bola itu juga diiyakan oleh Syahril.Namun begitupun Syahril menilai ada banyak hal pendorong usaha
pembinaan sepak bola yang tidak hanya berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti lapangan dan peralatan latihan.Salah satu dari faktor itu adalah peran orang
tua dan keluarga.Syahril menceritakan ada beberapa orang tua yang membawa anaknya ke SSB agar berat badan anaknya bisa turun.Ada juga yang membawa
anak-anaknya ke SSB kerena ingin menjauhkan anaknya dari ketagihan video game. Biasanya anak-anak yang seperti ini akan tetap diterima SSB untuk
mendapatkan pemasukkan bulanan. Meski ada juga orang tua yang mendaftarakan anaknya ke SSB memang didasarkan pada bakat anak tersebut. Untuk anak
dengan model terakhir ini lah yang kemudian akan dilakukan pemmbinaan. “Kalau kepuasan pastilah.Dan di sekolah sepak bola inikan
bermacam ragam. Ada satu orang datang ke lapangan dia bilang pak anak saya badannya ini gemuk kali pak, biar main bola dia
pak, biar kurus badan dia pak. SSB seharusnya tidak menerima yang model seperti itu.Tetapi terpaksa diterima untuk mendapatkan
penghasilan atau uang. Nanti ada lagi datang bilang anak saya main video game jadi begini - gini jadi biar dia gak main video
game,”
Universitas Sumatera Utara
Nanti tiba- tiba ada itu, ada datang dengan bakat.Nah datang dengan bakat inilah musti kita lihat dan kita bina.Jadi nggak
ubahnya, maaf ya, SSB ini nggak lebih dari menjadi tempat penitipan anak aja. Karena Dia datang kelapangan, dia bukan
untuk jadi pemain tapi dia datang untuk kuruskan badan biar kurus badan anaknya,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Begitupun Syahril menceritakan dari beberapa kasus anak yang dititipkan untuk tujuan khusus seperti menurunkan berat badan dan menjauhkan dari
kecanduaan video geme dinilainya berhasil.Namun sangat jarang ditemui anak- anak dengan tujuan khusus tersebut berhasil menjadi pemain sepak bola yang
handal.Namun terkadang yang sering memicu persoalan adalah perilaku orang tua yang suka memaksa anaknya agar mau berlatih sepak bola. Padahal menurut
Syahril anaknya tidaklah memiliki bakat sama sekali dalam sepak bola. Mungkin akibat si orangtua ini tadi kan ada berapa versi dan
macam ragam.Ini kadang-kadang ada orang tua datang ke lapangan mengatarkan anaknya bukan atas
kemauan anaknya.Tetapi orangtua lah yang mau anaknya jadi pemain
bola.Sianak sebenarnya tidak mau jadi itu.Bahkan sebenarnya si anak tidak bisa apa-apa.Nah disitu sering terjadi keributan antar
pelatih - pelatih dengan orang tua siswa.Artinya ketika anaknya nggak dipasang saat pertandingan dia marah.Pada hal memang
anaknya nggak mempunyai kemampuan,” “Itulah persoalan kalau di SSB.Tapi kalau si anak yang merajuk
masih bisa di bujuk sama orang tua. Tapi kalau ada orangtua yang merajuk, itu sudah sulit kita. Merajuk anaknya gak dipasang
..betulkan, itulah duka - dukanya ini,” Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni
Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Apa yang dikatakan oleh Syahril juga diutarakan oleh pengamat sepak bola Abdi Panjaitan. Abdi mengatakan orang tua memiliki peranan yang besar
khususnya dalam memberikan semangat kepada pemain untuk datang mengikuti latihan. Meski Abdi mengakui support orang tua sangat berpengaruh besar
Universitas Sumatera Utara
terhadap pemain, namun tidak jarang ia temui banyak orang tua yang berubah bak seorang pelatih ketika anak-anaknya bermain pada satu pertandingan. Selain itu
Abdi juga menceritakan tidak jarang Ia menemui para orang tua yang akhirnya bertengkar dengan pelatih akibat anaknya tidak dimainkan oleh pelatih tersebut.
“Yang tak habis pikir buat saya adalah ketika SSB berujicoba.Para orangtua pun ikutan menjadi pelatih.Dipinggir lapangan mereka
berteriak, mengatur pemain para pemain.Malah pelatih tak mau menegur para orang tua.Bagi saya ini konyol. Orang tua harusnya
duduk tenang, lihat anak mereka bermain, percaya ke pelatih,” “Saya juga tentunya boleh menyindir, bila ada turnamen sepak
bola U-10 atau 11. Saya berpikir, apa yang mau dilihat dari mereka itu tidak ada. Yang ada hanya menimbulkan keributan
orangtua dengan pelatih; kenapa anaksaya tidak dimainkan. Kalaupun ada turnamen di usia segitu, sebaiknya pelatih pun
jangan pilih-pilih. Mainkan saja semua, karena mereka belum pantas dinilai, tapi dibina,”
Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola Abdi Panjaitan Tanggal 11 Mei 2014
Sedangkan menurutTaufik, jika orang tua memang menginginkan anaknya dapat menjadi pemain sepak bola yang handal, maka orang tua tersebut
harus dapat memberikan motivasi dan dukungan kepada anaknya. Taufik menjelaskan, orang tua bisa memberikan tekanan dan penjelasan bahwa menjadi
pemain sepak bola professional itu bukan sekedar mimpi atau hanyalan semata.Tetapi juga dapat menjadi pekerjaan yang layak untuk kehidupan.
“Untuk anak usia dini itu berangkat dari hobi bang ya. Tapi tujuan orang tua itu terkadang berbeda.Terkadang didalam diri orang tua
ada keinginan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi seorang pemain sepak bola yang handal.Jadi menurut saya tinggal
bagaimana orang tua memainkan peranan ini sebenarnya.Setidaknya untuk mensupport anaknya disekolah dan
dirumah.Harus ada tekanan untuk sepakbola bukan hanya jadi mimpi tapi juga betul untuk jadi kerjaan yang baik untuk kedepan
atau kita sebut profesi ya,” Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat
Nasution, Tanggal 29 April 2014
Universitas Sumatera Utara
Pengamat sepak bola Liestiadi Lo juga tidak menafik pentingnya peran orang tua dalam usaha pembinaan dan pembibitan pemain.Bahkan menurutnya,
peran orang tua adalah satu hal yang mutlak diperlukan. Namun begitupun, Liestiadi mengatakan hal yang paling utama diperlukan dalam usaha melakukan
pembinaan pemain sepak bola adalah infrastruktur yang memadai, SDM pelatih dan Pembina SSB yang berkualitas, serta kompetisi regular yang mendidik.
Karena Liestiadi menilai pembinaan dan pembibitan pemain muda di Kota Medan saat ini sangat dipengaruhi oleh fasilitas infrastruktur.Saat ini banyak
lapangan yang tidak representative dan sumber daya pelatih yang kurang.Liestiadi Lo juga menegaskan peran pengurus yang merupakan bagian dari pada SSB
memiliki peran yang penting dalam mendukung upaya pembinaan pemain.
“Pengurus juga harus mengerti dan mengetahui bagaimana membina dan membentuk pemain-pemain muda agar menjadi
pesepakbola yang baik dalam hal tehnik, skill, phisik dan mental,”
Hasil wawancara dengan Pengamat Sepak Bola, Liestiadi Lo tanggal 27 April 2014
Tidak berbeda jauh dengan Liestiadi, pengamat sepak bola Abdi Panjaitan juga mengakui pentingnya pengadaan infrastruktur dalam usaha pembinaan dan
pembibitan pemain sepak bola.Infrastruktur yang dimaksud di sini seperti; kualitas lapangan, bola, peralatan yang standard dan lain sebagainya.
“Ukuran, kualitas lapangan, bola dan peralatan yang standar tentunya menjadi faktor pendukung program - program
pembinaan.Bagaimana bisa mendrill dan mengontrol bola yang baik kalau lapangan sendiri tidak baik?Bagaimana melatih
menggunakan peralatan dengan kondisi lapangan yang tak berumput? Saya pikir gambaran Stadion Teladan yang tidak
representatif menjadi gambaran sepak bola Medan,” Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan
Tanggal 11 Mei 2014
Universitas Sumatera Utara
Untuk membentuk pemain-pemain sepak bola yang berkualitas baik secara skill, fisik dan teknik, kedua pengamat sepak bola ini sepakat bahwa setiap SSB
selayaknya mempunyai satu kurikulum yang jelas arahnya.Liestiadi sendiri mengatakan kurikulum di setiap SSB adalah keharusan.Di mana menurut Liestiadi
isi dari kurikulum harus mencakup pelajaran tehnik, skill individu, group dan team yang harus juga diisi oleh pengetahuan nutrisi dan lain sebagainya.
“Isi dari kurikulum harus mancakup pelajaran tehnik, skill individu, group dan team yang ditunjang dengan pengetahuan
nutrisi, perkembangan psikologi anak sesuai KU, anatomi tubuh manusia dan pertumbuhannya serta pembinaan mental, sikap dan
motivasi,” Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Liestiadi Lo,
tanggal 27 April 2014
Abdi sendiri coba membandingkan pembinaan sepak bola di Indonesia dengan di Malaysia. Abdi menjelaskan jika di Malaysia kurikulum telah dibuat
secara rinci berdasarkan kelompok usianya dan juga telah dipakai sampai ke level pengurusan sepak bola terbawah. Baginya penerapan kurikulum yang telah ditetap
oleh Malaysia membuat permainan sepak bola di sana memiliki ciri dan gaya bermain tersendiri.
“Bagaimana dengan kita?Masih banyak SSB yang lapangannya sangat kecil, namun jumlah siswanya membludak.Atau juga lebih
banyak siswa daripada bola. Ramai juga SSB dengan pelatih yang asal-asal dan tak berlisensi,”
Saya belum pernah melihat sebuah buku yang benar-benar dikeluarkan bidang kepelatihan PSSI, disosialisasikan ke daerah
dan wajib diterapkan. Atau pelatih top yang ada di PSSI turun gunung ke daerah,”
Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola Abdi Panjaitan, tanggal 11 Mei 2014
Abdi kemudian memberikan masukkan dan saran atas kurikulum untuk SSB berdasarkan kelompok usia. Selanjutnya Abdi menyarankan untuk
Universitas Sumatera Utara
pembinaan usia 7 sampai 10 tahun lebih baik pembinaan lebih diarahkan pada pengenalan sepak bola secara langsung dengan membiarkan anak-anak bermain
bola dengan cara yang mereka senangi dan sesekali mereka juga boleh diajak untuk happy game, sehingga akan tertanam rasa suka dan senang ketika bermain
sepak bila. Sedangkan untuk usia 11 sampai 10 tahun Abdi menegaskan posisi pelatih sangatlah penting. Karena pada usia ini adalah usia emas bagi pemain. Di
mana pada usia ini pemain mulai menanjak cara pemainnya, sehingga pemain paling mudah menyerap teknik-teknik sepak bola.
“Pada usia ini pemain sudah bisa diajarkan teknik dan kemahiran serta menerapkannya di waktu yang tepat.Bisa juga memulai
memberikan wawasan bermain, taktik kombinasi satu dua.Tapi sekali lagi, saya bukan pemain bola. Ini hanya amatan serta
wawasan yang muncul setelah lama bergaul bersama pelatih sepak bola,”
Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan tanggal 11 Mei 2014
Untuk usia 13 sampai dengan 14 tahun, Abdi menyarankan agar pelatih memiliki program yang sesuia dengan usia ini. Mengingat pada usia ini para
pemain para pemain sudah memasuki masa puberitas yang terkadang bisa membuat semangat mereka fluktuatif naik-turun. Secara teknis Abdi
mengatakan untuk kelompok usia ini para pemain sudah dapat dilatih dan diberi kemampuan untuk melakukan kordinasi permaian dengan kecepatan tinggi.
Selain itu, pemain juga sudah bisa diberikan pemahaman tentang taktik bertahan dan menyerang dalam sepak bola dan membaritaukan kepada pemain tentang
makna filosofi setiap posisi yang mereka tempati. “Menurut hemat saya, untuk usia15 sampai dengan 18 tahun ini
sudah masuk dalam kelompok usia dewasa. Target mereka adalah menuju tim senior. Namun yang membuat mereka berbeda adalah
kematangan bermain. Dalam usia ini mereka sudah pantas difokuskan dengan program fisik, koordinasi, kecepatan, power,
Universitas Sumatera Utara
daya tahan, kelenturan dengan metode yang benar. Lebih dalam soal taktik dan strategi. Seharusnya dalam usia ini, pemain sudah
memahami filosofi bermain dalam setiap pola,” Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan
tanggal 11 Mei 2014
Taufik selaku pelatih SSB Tasbi juga mengakui pentingnya satu kurikulum untuk dilaksanakan setiap kali latihan sepak bola digelar.Kerena
banyak SSB yang belum memiliki kurikulum pembinaan pemain yang jelas akhirnya menurut Taufik banyak pemain-pemain yang memiliki kemampuan baik
tetapi harus terbengkalai. Apalagi di SSB cenderung melakukan kebijakan satu pelatih untuk 20 orang pemain yang memiliki usia yang berbeda-beda. Taufik
juga memberikan masukkan bagaimana menyusun kurikulum untuk anak usia delapan tahun ke bawah.
“Misalnya ya kalau kita belajar dari beberapa model pembinaan di Eropa atau di Amerika latin, anak-anak itukan dikasih kebebasan
untuk bermain game kemudian dlihat dari situ cocoknya mereka mengisi posisi yang mana. Jika faktor menyerang lebih dominan
maka ada sikap mereka jadi posisi striker.Itu dilihat pada saat latihan. Mungkinkan bersamaan denganlatihan dasar kemudian
ada namanya game satu lawan satu,pelatih juga bisa lihat karakter anak bagaimana ia bekerja sama dalam pengambilan keputusan,
motivasi atau kemudian berjuang untuk menang. Seperti itu kira- kira, pelatih bisa menempatkan posisi bertahan atau menyerang,”
Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution, Tanggal 29 April 2014
Pentingnya penyusunan kurikulum pada SSB juga dikatakan oleh Syahril W.P. Menurutnya, setiap pelatih harus memiliki kurikulum yang jelas dalam
jangka waktu pelatihan. Jangan sampai apa yang terpikirkan di lapangan lantas serta merta diberikan kepada para pemain atau peserta didik. Syahril menilai
setiap satu materi latihan itu harus terkait dengan materi selanjutnya.Sehingga
Universitas Sumatera Utara
pelatihan itu harusnya memiliki pola berkelanjutan tidak lagi terbentuk secara sembarangan.
“Seharusnya itu ada, jangan apa yang hadir dilapangan apa yang kita kasih sama dia, itu bukan latihan namanya.Mestinya harus ada
hubungan antara latihan hari ini dengan besok. Latihan besok harus ada kaitanya dengan latihan lusa,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Bahkan menurut Syahril untuk penyusunan kurikulum ini PSSI dan
Pemerintah melalui Dinas Pendidikan harus bekerjasama.Sehingga tidak menimbulkan benturan antara latihan di SSB dengan kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah yang dapat merugikan pemain karena nantinya akan ketinggalan dalam pemahaman latihan sepak bola. Apalagi selama ini Syahril menceritakan banyak
pemainnya yang mengalami kesulitan setiap kali izin ke sekolah untuk pulang lebih awal dan atau tidak hadir ke sekolah untuk mengikutin kompetisi yang
jadwalnya bisa saja berjalan pada pagi hari atau siang hari.Kesulitan ini membuat banyak pemainnya harus membuat surta izin tidak hadir di ke sekolah.
“Itu yang membuat bobrokan sepakbola kita terutama tim kelompok usia. Saya kasih contoh misalnya ada ekstrakurikuler
renang sedangkan si anak tidak hobby renang dan lebih suka sepak bola.Masa harus dipaksa?”
“Apa karena ada materi yang dikejar oleh gurunya?Selain itu, Izin anak - anak itu juga setengah mati kita minta kalau mereka harus
pulang lebih awal dari sekolah. Karena kadang ada juga kompetisi yang berlangsung pagi hari.Makanya kadang anak-anak harus
buat surat, repot kita,” “Ini contoh tim kita Porwil Medan mau bermain ke Tanjung Balai
tanggal 15. Sedangkan kita tanggal 12 harus sudah berangkat dan menetap di sana sampai tanggal 24. Sementara banyak pemain
kita yang kuliah, cemana ijin nya? Kalau kampus nggak ijin mau apa kita? Kalau sekolah nggak ijin mau apakita? Makanya saya
minta Ketua Koni, Wali Kota Medan dan pihak terkait untuk turun tangan,”
Universitas Sumatera Utara
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Jangankan untuk membantu persoalan izin pemain dan penyesuaian kurikulum SSB dengan Sekolah, untuk memperhatikan SSB saja pemerintah
dianggap Syahril tidak pernah menaruh perhatian yang serius. Syahril mencontohkan hal terkecil di mana pemerintah tidak pernah bertanya tentang
berapa jumlah bola yang ada di SSB.Pada hal bola tersebut adalah bagian dari pada peralatan pelatihan yang paling utama yang harus disediakan.Tidak hanya
pemerintah, masyarakat juga dianggap Syahril tidak pernah memberikan respon yang positif terhadap pembinaan sepak bola.Baginya, masyarakaat hanya tau
menyalahkan saja. “Masyarakat kita banyak menghukum, banyak menghukum aja, ah
nanti timnya dibilang nggak bagus. SSB apa ini? kok gini dia SSB bodoh kali, segala macamlah. Tapi apa masyarakat itu pernah
datang dan bertanya Pak bola kalian ada berapa Pak? Itu gak pernah masyarakat bertanya itu.Walikota dan Gubernur sendiripun
nggak
pernah bertanya.Walau mereka sering berkata
memperhatikan kami, tapi kami tidak pernah merasa diperhatikan,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution juga mengatakan hal yang
sama. Baginya selama ini pemerintah tidak pernah memberikan bantuan dalam bentuk apapun termasuk menyumbangkan bola untuk latihan.Selama ini pengurus
SSB secara perseorangan-lah yang banyak memfasilitasi kebutuhan SSB.Sehingga tidak jarang ditemui tiap-tiap SSB memiliki fasilitas latihan yang berbeda-
beda.Hal itu dikarenakan kemampuan tiap pengurus SSB dalam memenuhi kebutuhan SSB juga berbeda-beda.Bahkan Taufik sendiri sempat mengkritisi
Universitas Sumatera Utara
langkah dan kebijakan yang dilakukan oleh Dispora Medan dengan membuka SSB Dispora.Menurut taufik Dispora seharusnya mendukung fasilitas SSB.
“Kalau dilihat standart perlengkapan SSB itu tidak samaya. Memakai peralatan yang seadanya, ada yang pakai mangkok
plastik, adanya yang memakai patok dari bola plastic yang dibelah dan itu tidak layak sekarang. Harusnya perlengkapan
yang diberikan yang baguslah, sehingga tampak dari luar kalau SSB ini punya kualitas tidak sembarangan dalam melakukan
pembinaan,” “Sedangkan Disporanya sendiri tidak memberikan sumbangsih
seperti semacam bantuan—bantuan boladan lainsebagainya. Mereka malah membuka SSB Dispora itu sendiri. Seharusnya
Dispora yang mensupport fasilitas SSB bukan malah membuka SSB-nya sendiri dan itu bagi saya sangat menjadi masalah,”
Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution, Tanggal 29 April 2014
Pemilik Klub dan SSB Gumarang, Hengky Ahmad juga mengutarakan kekecewaannya terhadap peran pemerintah dalam pembinaan sepak bola di Kota
Medan. Bagi Hengky, harusnya SSB dan Klub yang melakukan pembinaan itu harus dibantu. Bukan malah pemain yang sudah Old Crack yang berjalan keluar
negeri dibantu.
“Kadang-kadang kecewa kita, seharusnya yang melakukan pembinaan itu yang di bantu. Ini malah tim Old Crack yang keluar
negeri yang dibantu. Harusnyakan SSB yang dibantu yang melakukan pembinaan.Berapalah paling jumlah SSB yang ada di
Kota Medan?” Hasil wawancara dengan pemilik klub dan SSB Gumarang,
Hengky Ahmad 26 April 2014
Olehkarenanya, banyak dari SSB dipaksa untuk lebih mandiri.Mandiri dengan mencari sumber pendapatan sendiri untuk memenuhi kebutuhan SSB.Hal
ini juga diakui oleh Syahril WP yang mengatakan SSB selama ini mencari penghasilan melalui pendaftaran pemain dan iuran bulanan. Selain dari sumber
Universitas Sumatera Utara
dana tersebut, Syahril mengatakan SSB juga harus mencari donatur untuk memenuhi kebutuhan SSB tersebut.Lemahnya dana SSB ini menurut Syahril
dapat menjadi faktor pelemah perkembangan SSB itu sendiri. Khususnya ketika SSB ingin mengikuti kompetisi atau tournament yang membutuhkan banyak dana.
“Maksudnya karena keterbatasan dana, memang iya menjadi melemahkan satu SSB itu. Lemahlah karena nggak ada dana.
Misalnya mau ikut turnamen dia, katakanlah uang pembinaannya 2,5 juta, padahal sekian kali dia main di sana setelah dihitung -
hitung sudah nggak sebanding pula. Ya kalau SSB-nya kuat secara finansial bisa-lah bertahan untuk terus mengikuti kompetisi, kalau
nggak, ya selamat tinggal,” Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni
Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Meskipun kompetisi dilaksanakan PSSI namun Syahril menyatakan PSSI tidak pernah memberikan uang.Bahkan dalam setiap kompetisi atau tournament
dilaksanakan PSSI malah meminta uang untuk pendaftaran. Jika tidak mengikuti aturan untuk melakukan pendaftaran maka SSB tidak bisa mengikuti kompetisi
tersebut. Bagi Syahril hal itu sangat memberatkan untuk pihak SSB.Ia juga memberikan contoh dengan munculnya Liga Nusantara untuk klub-klub amatir
yang mengharuskan klub-klub amatir yang ingin ikut serta harus membayar uang pendaftaran sebesar 15 juta.
“Iya, PSSI nggak pernah ngasih duit. Ini kompetisi mari duit kalian, harus gitu. Kita ikut kompetisi bayar.Harusnya gak, ikut
kompetisi ikut aja. Jadi beratlah bagi kami,” “Ini ada kabar, ada mau main Liga Nusantara diwajibkan
membayar 15 juta lagi.Bukan SSBtapi sudah klub amatir.Sudah persatuan sepakbola atau klub.Sekarang klub kalau mau main
harus punya 15 juta.Bisa kalau dipaksakan, bisa saja. Belum lagi biaya perlengkapan untuk pemain, setidaknya ada 25 pemain yang
harus diberikan sepatu bola,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Universitas Sumatera Utara
Oleh karenanya menurut Liestiadi Lo, pemerintah harusnya memiliki peran yang besar dalam penyedian fasilitas dan infrastruktur khususnya untuk
pembinaan sepak bola usia muda dan amatir. Namun, menurutnya yang terjadi justru pemerintah tidak respon terhadap infastruktur.Liestiadi mencontohkan pada
Pusat Pendidikan Dan Latihan Pelajar PPLP Sumut yang tidak tertata dengan baik.
“Sebenarnya Pemerintah Koni daerah harus berperan aktif dalam membangun pembinaan sepakbola Kelompok Usia seperti
kompetisi usia muda, pembinaan dan peningkatan kualitas pelatih. Serta menyediakan fasilitas yg memadai dan berkualitas,”
Hasil wawancar dengan pengamat sepak bola, Liestiadi Lo, tanggal 27 April 2014
Tidak jauh berbeda dengan Liestiadi Lo, Abdi Panjaitan juga mengatakan
pemertintah tidak memiliki kepedulian sama sekali dalam usaha pembinaan sepak bola di Kota Medan. Abdi sekali lagi mencontohkan dengan tidak adanya stadion
yang respresentatif di Kota Medan. Ketiadaan sarana olahraga yang respresentatif membuat pemerintahan Sumatera Utara tidak pernah berani menjadi tuan rumah
Pekan Olahraga Nasional PON. “Menggelar turnamen atau kompetisi yang rutin saja jarang.
Seperti yang saya bilang, pemain yang baru selesai dari SSB akan bingung mau melanjutkan kemana. Masa ia terus bertahan di level
SSB. Yang ada pelariannya bisa ke narkoba atau ikut geng motor. Hahahaa,”
Hasil wawancara dengan Pengamat Sepak Bola, Abdi Panjaitan tanggal 11 Mei 2014
Namun, menurut Azzam Nasution selaku Kepala Bidang Peningkatan
Prestasi Keolahragaan Dispora Medan, mengatakan Dispora pernah mendorong pemerintah untuk dapat memperbaiki sarana dan prasaranan olahraga dengan
membentuk komite untuk perenovasian stadion teladan. Pada saat itu terangnya, pemertintahan provinsi memberikan bantuan sebesar 10,9 Milliar. Namun bantuan
Universitas Sumatera Utara
itu berupa bantuan untuk semua kegiatan keolahragaan. Oleh karenanya, Azzam menilai untuk dapat menjaga sarana dan prasaranan olahraga yang sudah ada kini
diperlukan juga bantuan dan cara pandang masyarakat. Ia melihat banyak sarana dan prasaranan olahraga juga digunakan untuk kegiata-kegiatan lain di luar
kegiatan keolahragaan. Bahkan Azzam sempat menceritakan dahulu ketika Kota Medan dipimpin oleh Bachtiar Djafar sarana olahraga tidak ada yang bisa dipakai
untuk kegiatan sosial, meski untuk kegiatan solat Ied sekalipun. “Sekarang mau kegiatan olahraga, mau kegiatan sosial di situ
ditumpahkan. Kalau saya pandang perlu cara pandang masyarakat itu sendiri untuk menempatkan sarana olahraga itu.
Memang fungsinya untuk kegiatan olahraga, bukan untuk kegiatan sosial.
Contoh Stadion Teladan kalau untuk sepakbola rusaknya rumput stadion itu bukan karena 22 orang yang main disitu. Tekstur
rumput kalo orang yang mengerti olahraga nggak layak dia itu menyelenggarakan kegiatan event social karena berapa ribu
manusia tumpah disitu memijak-memijak rumput di situ, teksturnyakan nggak tahan,”
Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei
2014. Bagi Azzam ketidakpedulian masyarakat dan tidak tersedianya sarana
olahraga yang respresentatif membuat Sumut gagal lolos sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional PON tahun 2020. Hal itu tentunya mengacu pada
peraturan yang ada, di mana syarat untuk memajukan diri sebagai tuan rumah PON haruslah membangun dan memiliki sarana dan prasarana olahraga yang
respresentatif. Azzam kemudian mencontohkan dengan olahraga tenis meja yang merupakan olahraga dengan biaya yang ringan, namun tetap saja tidak dapat
ditemui adanya padepokan, hall atau stadion mini untuk tenis meja di Kota Medan atau di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada murah itukan? Padahal antusias orang untuk bermain tenis meja banyak.Jadi itu perlu dari pemikiran kalian yang
muda-muda ini, yang sedang penelitian S2 ini untuk mengangkat kembali melalui tulisan-tulisan dan penelitian-penelitian.Memang
kalau pemerintah ingin dan mau maju, dengan terbangunnya system olahraga termasuk sarana dan pra sarana olahraga
tentunya membangun masyarakat atau terutama membangun lapangan kerja yang baik.
Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei
2014. Oleh karenanya, Azzam berharap adanya perubahan pandangan dari
pemimpin yang tentang pentingnya pembinaan olahraga dan sepak bola.Azzam mengatakan jika terbangun sarana olahraga maka terjadilah rekreasi.Jika rekreasi
terjadi maka terbangunlah pariwisatadan berkembanglah sektor rill dan perekonomian.Sarana olahraga ini dapat menjadi salah satu indikator maju atau
tidaknya satu daerah atau satu negera. Azzam sendiri mencontohkan Negara- negara maju seperti Inggris yang rela merobohkan plaza atau mall untuk
mengembangkan sarana olahraga, serta Negara tetangga Malaysia yang mempunyai sport center di Penang Malaysia.
“Saya Tanya kalian la, kita baik atau tidak sarana dan prasarana nya?tidak kan.Berarti tidak baik juga pemerintahannya, tidak
memikirkan.kalau kita mengacu kepada undang-undang system keolahragaan nasional, kita yang diarahkan ini sudah bagus,
alokasi dana itu harus besar, tidak bisa nggak untuk sarana olahraga, selain juga untuk pendidikan, kesehatan dll. Olahraga
juga harus penting.Ini yang diobatin yang sakit, yang sehat harusnya dipikirkan bagaimana agar tambah sehat”.
Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei
2014. Jadi menurut Azzam olahraga menjadi satu titik point penting dalam
pembangunan khususnya pembangunan berbasiskan manusia yang sehat unggul
Universitas Sumatera Utara
dan cerdas.Selain itu olahraga juga bisa membangun sektor rill dan pariwisata yang ada di setiap daerah. Sejauh ini pemerintah kota memang telah membangun
dan mengembangkan pembinaan olahraga melalui Pekan Olahraga Kota Perkot yang diadakan setahun sekali. Namun itu tentulah belum cukup, jika tidak diikuti
oleh pembangunan sarana dan prasaranan olahraga yang ada di Kota Medan. “Bagaimana gebyarnya KONI Medan melaksanakan kegiatan
Pekan Olahraga kota PORKOT di medan setiap tahunnya, kurasa seindonesia cuman kita, kalau upaya pemko medan sudah
cukup maksimal dan itukan berkolaborasi dengan Dispora Medan, di bidang Prestasi bagaimana supaya masyarakat itu
merasakan adanya Pekan Olahraga Kota, kompetisi antar pelajar, itu dirasakan sama masyarakat nggak, jadi setiap tahun.
Tapi kedepan itu harus dirubah, dirubah dalam pengertian penyelenggaraan nya, sarana dan prasarananya, jangan hanya
event nya dilaksanakan tiap rutin cuma perbaikan sarana dan prasarana nya tidak ada,”
Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei
2014.
Dari sini tampak bahwa pemerintah melalui Dispora, KONI dan PSSI tidak terlalu memiliki peran yang besar dalam usaha pembinaan sepak bola
khususnya dalam pengadaan sarana dan prasaranan.Sehingga tidak salah jika kemudian peran SSB dan orang tua menjadi sangat dominan dalam usaha
pembinaan sepak bola.Asisten pelatih Porwildasu KONI Medan, Syahril WP mengakui hal tersebut. Baginya apa yang dilakukan SSB adalah murni pembinaan
sedangkan pemerintah cuman menfasilitasi saja. Itu-pun SSB dan klub tetap harus membayar jika mengikuti kompetisi atau tournament.Syahril-pun mengkritik apa
yang telah dilakukan oleh Dispora Kota Medan dengan membuka SSB sendiri adalah satu keanehan.
Universitas Sumatera Utara
“Iyalah, kalau ssb murni.Diluar itu pemerintah dan segala macamnya, cuma memfasilitas saja.Fasilitas apa? Dispora sama
sekali nggak ada. Itupun salah, Dispora sendiri tidak boleh membuat SSB sendiri.Harusnya seluruh SSB itu dibiyai Dispora,
bukan hanya SSBnya dia saja. Ini nggak ,Dispora punya SSB, kan sudah aneh, aneh kita ini. Cuma mau bilang apa kita,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Olehkarenanya, Syahril mengatakan idealnya usaha pembinaan sepak bola
itu dimulai sejak usia dini tepatnya pada usia 7 tahun dengan model sepak bola gembira. Di mana anak-anak diusahakan untuk lebih dahulu mengenal sepak bola
dengan gembira di mana anak-anak tidak mengalami kebosanan. Dengan demikian anak-anak tidak boleh dikasih materi yang belum bisa ia laksanakan.
Meski demikian, Syahril mengakui pembinaan untuk anak usia dini yang dilakukan oleh SSB harus berjalan dengan fasilitas yang terbatas.
“Layak dengan fasilitas terbatas itu.Itu lah kalau di sini kita paksa.Kadang lapangan nggak layak tapi terpaksan yang nggak
layak itu kita rawat.Tapi meski kita bilang lapangan tadi tidak layak muncul juga pemain-pemain yang handal.Kan aneh juga
kita melihatnya. Itu tadi keberhasilan terjadi karena adanya kemauan dari si pelatih dan si anaknya,”
Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014
Sedangkan pelatih asal SSB Tasbi, Taufik Hidayat mengatakan kedepan
setidaknya setiap SSB bekerjasama dengan pemerintah baik itu PSSI, KONI dan atau DISPORA untuk menyusun kurikulum yang tepat bagi perkembangan sepak
bola di Kota Medan. Kurikulum tersebut haruslah sesuai dengan karakter lokal masing-masing daerah seperti Medan yang terkenal dengan karakter bermain
keras.Untuk mewujudkan ituTaufik juga mengatakan agar pengurus, orang tua pelatih untuk tetap mempunyai kerjasama yang baik, khususnya dalam memantau
perkembangan bermain anak.
Universitas Sumatera Utara
“pengurus, orangtua, pelatih harus mempunyai kerjasama yang bagus dalam perkembangan anak. Jadi bukan hanya peran pelatih
saja yang menentukan pemain tetapi juga pengurus dan orangtua. Ketiga mungkin fasilitas dan sarana dan prasarana SSB di Kota
Medan lebih dilengkapilah supaya lebih menunjang untuk atlet - atlet atau pemain sepakbola medan kedepannya,”
Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution, Tanggal 29 April 2014
Bagi pengamat sepak bola asal Kota Medan, Abdi Panjaitan yang
diperlukan kini adalah pemerintah yang lebih peduli dan memahami serta aktif dalam usaha pembinaan pemain sepak bola di Kota Medan. Pernyataan Abdi ini
bukan tanpa sebab, baginya, prestasi dalam sepak bola sangat menentukan pamor satu kota. Bahkan Abdi menyatakan kalau selama ini orang-orang lebih mengenal
nama pemain PSMS Medan ketimbang nama Wali Kota Medan. Untuk persoalan dana dalam pembinaan tersebut Abdi menyarankan agar dapat menggunakan dana
CSR jika memang dana APBD dianggap tidak cukup atau tidak ingin dikeluarkan.
“Saya pikir soal pendanaan bukan menjadi masalah. Jika tak mau mengeluarkan dana pembinaan dari APBD, masih ada dana
Coorporate Social Responsibility CSR. Berapa BUMN yang ada di Kota Medan ini? Diambil saja 3 persen dari keuntungannya,
saya yakin bisa menggairahkan sepak bola kita lagi,” Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola Abdi Panjaitan
tanggal 11 Mei 2014
Namun, Abdi mengatakan sejauh ini belum ada sosok pemimpin yang dapat melakukan itu semua.Hal itu dapat dilihat dari tidak adanya upaya
pemerintah pada penyelesaian dualisme di tubuh PSMS Medan.Termasuk persoalan renovasi stadion teladan. Berbeda dengan Abdi, Liestiadi Lo,
mengatakan dalam usaha pembinaan sepak bola di Kota Medan harus dilakukan melalui kerjasama antar asosiasi sepak bola provinsi dan pengcab dalam hal
Universitas Sumatera Utara
penyediaan fasilitas, peningkatan kualitas SDM Pelatih dan juga bekerjasama dengan dinas-dinas yang berkompeten dalam merancang kurikulum sepak bola
khususnya untuk usia muda.
“Bekerja sama dengan Asprov dan Pengcab dalam hal penyediaan fasilitas, peningkatan kualitas SDM pelatih, bekerja sama dengan
dinas-dinas yang berkompeten dalam merancang kurikulum sepakbola khusus untuk usia muda serta mensponsori dan
mengawasi kompetisi usia muda yang regular dan berkualitas,” Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Liestiadi Lo,
tanggal 27 April 2014 Sekararng sudah ada 58 SSB yang aktif melakukan pembinaan pemain
sepak bola di Kota Medan.Ke 58 SSB itu jika di data secara keseluruhan hanya sebagian saja yang layak untuk melakukan pembinaan.Semua bergantung kepada
kemampuan kepengurusan yang ada. Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua I Bidang Kompetisi dan Pembinaan, Asrul Sani P Batu Bara. Asrul
menceritakan Biasanya sebelum membuka SSB pihak Pengcab PSSI Kota Medan akan melakukan pemantauan terkait dengan lapangan tempat SSB melakukan
latihan. Kemudian yang akan dilihat selanjutnya adalah jumlah pemain binaan yang ada di SSB tersebut.
“Ya kita harus tinjau lapangan dulu.Mereka punya lapangan sendiri atau tidak dan sekiranya mereka menyewa lapangan bukti
sewanya harus ada.Baik itu dari keluarahan atau dari mana. Itu semua dilakukan untuk memperjelas bahwa mereka memang
melakukan latihan di lapangan itu,” “Kalau dari jumlah siswanya kita juga tetap survey, minimal
untuk membuka SSB itu ada 50 siswa.Nggak sembarang- sembarangan.Musti 50 siswa baru dia bisa mempunyai SSB, bisa
mendirikan SSB, kalau kurang dari situ kita tidak kasih izin. Itu 50 siswa harus terdapat dalam bilangan usia, ya usia tetap,”
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua I PSSI Kota Medan, Asrul Sani P Batubara, tanggal 19 April 2014
Universitas Sumatera Utara
Jika itu tidak dilakukan maka SSB akan sulit untuk mendapatkan rekomendasi dari PSSI setiap kali ingin mengikuti satu kompetisi atau
tournament. Selain adanya lapangan dan adanya standar jumlah siswa yang harus dipenuhi, SSB juga harus dillatih oleh pelatih yang memiliki lisensi D. Hal ini
dianggap penting mengingat yang melakukan pembinaan dan pembibitan pemain di SSB adalah pelatih itu sendiri.
“Pelatihnyakan di SSB ini kan harus punya lisensi minimal D. Nah kalau ada pelatih SSB yang belum ada lisensi D itu berarti
gak bisa dia bawa tim. Ya melatih boleh tapi kalau bawa timuntuk turnamen dan kompetisi nggak bisa. Itu lah dia. Kalau di SSB ya
minimal dia harus Lisensi D. Inikan penting juga sebabpelatih inikan yang melakukan pembibitan,”
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua I PSSI Kota Medan, Asrul Sani P Batubara, tanggal 19 April 2014
Dari analisa data di atas tampak bahwa saranan dan prasarana yang terkait
dengan infrastruktur menjadi point penting yang harus segera dipenuhi pemerintah.Jika dilihat dari sarana dan prasarana yang ada maka banyak SSB
yang sesungguhnya tidak layak dalam melakukan pembinaan pemain muda.Hal itu tentu dikarenakan tidak adanya bantuan dari pemerintah terkait peralatan
latihan yang diperlukan oleh SSB. Selama ini SSB dipaksa untuk mandiri dengan mencari dana sendiri untuk
memenuhi kebutuhan SSB. Biasanya dana itu diperoleh dari iuran bulan SSB dan juga dari uang pendaftaran pemain. Selain dari sumber dana tersebut, SSB masih
harus mencari sponsor atau donatur untuk memenuhi biaya dan keperluan SSB. Oleh karenanya, pembinaan yang salama ini dilakukan lebih didasari oleh
semangat hobi dan kecintaan terhadap sepak bola. Tidak ada penilaian untung rugi tetapi lebih kepada kepuasan batin ketika melihat tim berhasil juara atau
Universitas Sumatera Utara
setidaknya melihat ada pemain binaan yang berhasil lolos seleksi untuk membela tim nasional PSSI.
Atas dasar semangat dan kecintaan sepak bola ini maka banyak keluar pemain-pemain muda berbakat yang berhasil membela tim nasional PSSI di
beberapa kelompok usia. Meski pembinaan itu dilakukan di tengah minimnya sarana dan prasaranan yang ada terkait lapangan yang tidak memadai, kurikulum
yang tidak tersusun dengan jelas, peralatan yang terbatas dan seadanya tetapi itu semua tidak berpengaruh besar karena semangat pemain, pelatih dan pengurus
SSB jauh lebih mendominasi keberhasilan pembinaan. Namun begitupun, pemerintah tetap diharapkan dapat memenuhi fasilitas
dan sarana olahraga yang mendukung.Setidaknya jika sarana dan prasarana ini dapat menambah motivasi dan semangat untuk para pengurus sepak bola
melakukan pembinaan pemain. Selain itu, saranan dan prasaranan olahraga juga penting sebagai symbol dari kepeduliaan pemerintah kota terhadap upaya
pembinaan anak-anak muda melalui olahraga.
4.2 Pembahasan